PASIEN RHINITIS
Tugas ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II
yang diampu oleh
Tri Sunaryo.,S.Kep.,Ns.,M.Kep
Sumardino.,SST.,Ns.,M.Kes
Disusun oleh
2020
KONSEP UMUM RHINITIS
A. PENGERTIAN
Pada tahun 1998 Joint task Force on Practice Parameters in Allergy, Asthma,
and Immunology mendefinisikan rinitis sebagai “peradangan pada membran yang
melapisi hidung, dengan ciri adanya sumbatan hidung, rinore, bersin, gatal pada
hidung dan/atau postnasal drainge.
Rinitis alergi adalah penyakit simtomatis pada membran mukus hidung akibat
inflamasi yang dimediasi oleh Imunoglobin E pada lapisan membran dan di
induksi oleh paparan alergen. Pada tahun 1929 ditetapkan 3 gejala utamanya
antara lain bersin-bersin, hidung tersumbat, dan keluarnya sekret dari hidung.
Selain itu juga terdapat gejala hidung gatal dan gejala-gejala tersebut berlangsung
lebih dari 1 jam sehari dalam dua hari berurutan atau lebih. Rinitis alergi
merupakan manifestasi penyakit alergi tipe 1 yang paling sering di temui di
masyarakat, jika tidak mendapatkan pengananan dapat terjadi komplikasi berupa
asma, rinosinusitis, konjungtivis alergi, polip hidung, otitis media dengan efusi,
dan maloklusi gigi. (Sibuea, 2013)
B. ETIOLOGI
Rinitis alergi merupakan penyakit multifaktorial yang meliputi interaksi
antara faktor genetik dan lingkungan. Faktor genetik pada rinitis alergi dapat
dilihat dari hubungan fenotipik yang erat antara pilek alergi dan asma bronkial
(penyakit diturunkan). Jika hanya salah satu orang tuanya menderita alergi, maka
risiko anaknya terkena alergi adalah 50%. Jika kedua orang tua memiliki alergi
risiko anaknya terkena alergi adalah 70%. Faktor genetik yang mempengaruhi
pola Ig E yang diturunkan orang tua, khususnya dari ibu. (Sibuea, 2013)
Faktor risiko rinitis alergi dari lingkungan berupa paparan alergen. Umumnya
faktor pencetus ini berupa iritan non spesifik. Faktor tersebut diantaranya adalah:
- pajanan udara dingin
- debu, uap, polusi udara
- bau cat, tinta cetak, bau masakan
- bubuk detergen
- serta bau minuman beralkohol
C. PATHWAY
Sumber: https://id.scribd.com/doc/134335817/Pathway-Rinitis
D. PATOFISIOLOGI
Reaksi alergi pada penyakit rinitis alergi merupakan reaksi alergi fase cepat
yang didahului oleh fase sensitisasi yang kemudian diikuti oleh paparan alergen
yang sama. Fase sensitisasi terjadi karena adanya kontak pertama alergen pada
mukosa hidung. Alergen yang menempel pada mukosa hidung akan ditangkap
oleh makrofag. Setelah ditangkap, antigen akan membentuk fragmen peptida yang
bergabung dengan molekul HLA kelas II yang kemudian membentuk kompleks
peptida MHC kelas II. Kompleks ini kemudian dipresentasikan ke sel T helper 0
(Th 0). Sel penyaji kemudian akan melepaskan sitokin untuk mencetuskan
proliferasi Th 0 menjadi Th 1 dan Th 2. Setelah itu, Th 2 akan mengeluarkan
berbagai sitokin, yang diantaranya adalah IL-4 dan IL-13 yang dapat diikat oleh
reseptor di permukaan limfosit B. setelah mengikat sitokin, limfosit B akan aktif
dan memproduksi IgE. IgE kemudian akan bersirkulasi di dalam pembuluh darah
sampai diikat oleh reseptornya di permukaan sel mastosit atau basofil. Setelah itu,
mastosit dan basofil akan menjadi aktif. Proses ini disebut dengan proses
sensitisasi. Setelah paparan alergen pertama dan terjadi proses sensitisasi, jika
mukosa hidung terpapar lagi oleh alergen yang spesifik, maka alergen tersebut
akan diikat oleh IgE. Hal ini akan menyebabkan mastosit dan basofil akibat
pelepasan mediator kimia yang diantaranya adalah histamin, Prostaglandin D2,
leukotrien D4, leukotriene C4, bradikinin, Platelet Activating Factor (PAF), dan
berbagai sitokin.
E. MANIFESTASI KLINIS
Gejala gejala yang timbul pada penyakit Rhinitis alergi merupakan akibat dari
reaksi hipersensitivitas seperti
1. Bersin dan gatal pada hidung
2. Rinore (ingus bening encer)
3. Hidung tersumbat yang menetap atau berganti-ganti
4. Gatal di hidung, tenggorok, langit-langit atau telinga
5. Mata gatal, berair dan kemerahan
6. Hiposmia atau anosmia
7. Post nasal drip atau batuk kronik
Gejala lain yang tidak khas dapat berupa: batuk, sakit kepala, masalah penciuman,
penekanan pada sinus dan nyeri wajah, dan post nasal drip. Beberapa orang juga
mengalami lemah dan lesu, mudah marah, kehilangan nafsu makan dan sulit tidu
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Uji kulit cukit (Skin Prick Test).
Tes ini mudah dilakukan untuk mengetahui jenis alergen penyebab alergi.
Pemeriksaan ini dapat ditoleransi oleh sebagian penderita termasuk anak-
anak. Tes ini mempunyai sensitifitas dan spesifisitas tinggi terhadap hasil
pemeriksaan IgE spesifik. Akan lebih ideal jika bisa dilakukan Intradermal
Test atau Skin End Point Titration Test bila fasilitas tersedia.
2. IgE serum total.
Kadar meningkat hanya didapati pada 60% penderita rinitis alergi dan 75%
penderita asma. Kadar IgE normal tidak menyingkirkan rinitis alergi. Kadar
dapat meningkat pada infeksi parasit, penyakit kulit dan menurun pada
imunodefisiensi. Pemeriksaan ini masih dipakai sebagai pemeriksaan
penyaring tetapi tidak untuk diagnostik.
3. IgE serum spesifik.
Pemeriksaan ini dilakukan apabila pemeriksaan penunjang diagnosis rinitis
alergi seperti tes kulit cukit selalu menghasilkan hasil negatif tapi dengan
gejala klinis yang positif. Sejak ditemukan teknik RAST (Radioallergosorbent
test) pada tahun 1967, teknik pemeriksaan IgE serum spesifik disempurnakan
dan komputerisasi sehingga pemeriksaan menjadi lebih efektif dan sensitif
tanpa kehilangan spesifisitasnya, seperti Phadebas RAST, Modified RAST,
Pharmacia CAP system dan lain-lain. Waktu pemeriksaan lebih singkat dari 2-
3 hari menjadi kurang dari 3 jam saja.
4. Pemeriksaan sitologis atau histologis
Bila diperlukan untuk menindaklanjuti respon terhadap terapi atau melihat
perubahan morfologik dari mukosa hidung.
5. Tes provokasi hidung (Nasal Challenge Test).
Dilakukan bila ada keraguan dan kesulitan dalam mendiagnosis rinitis alergi,
dimana riwayat rinitis alergi positif, tetapi hasil tes alergi selalu negatif.
6. Foto polos sinus paranasal/CT Scan/MRi.
Dilakukan bila ada indikasi keterlibatan sinus paranasal, seperti adakah
komplikasi rinosinusitis, menilai respon terhadap terapi dan jika direncanakan
tindakan operasi.
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Tujuan pengobatan rinitis alergi adalah
1. Mengurangi gejala akibat paparan alergen, hiperreaktifitas nonspesifik dan
inflamasi.
2. Perbaikan kualitas hidup penderita sehingga dapat menjalankan aktifitas
sehari-hari.
3. Mengurangi efek samping pengobatan.
4. Edukasi penderita untuk meningkatkan ketaatan berobat dan kewaspadaan
terhadap penyakitnya. Termasuk dalam hal ini mengubah gaya hidup seperti
pola makanan yang bergizi, olahraga dan menghindari stres.
5. Mengubah jalannya penyakit atau pengobatan kausal.
1. Antihistamin
Antihistamin merupakan pilihan pertama untuk pengobatan rinitis alergi.
2. Dekongestan hidung Obat-obatan dekongestan hidung menyebabkan
vasokonstriksi karena efeknya pada reseptorreseptor α-adrenergik. Efek
vasokonstriksi terjadi dalam 10 menit, berlangsung selama 1 sampai 12 jam.
Pemakaian topikal sangat efektif menghilangkan sumbatan hidung, tetapi
tidak efektif untuk keluhan bersin dan rinore. Pemakaiannya terbatas selama
10 hari.
3. Kortikosteroid
Pemakaian sistemik kadang diberikan peroral atau suntikan sebagai depo
steroid intramuskuler. Data ilmiah yang mendukung relatif sedikit dan tidak
ada penelitian komparatif mengenai cara mana yang lebih baik dan
hubungannya dengan dose response. Kortikosteroid oral sangat efektif dalam
mengurangi gejala rinitis alergi terutama dalam episode akut.
4. Antikolinergik
Perangsangan saraf parasimpatis menyebabkan vasodilatasi dan sekresi
kelenjar. Antikolinergik menghambat aksi asetilkolin pada reseptor
muskarinik sehingga mengurangi volume sekresi kelenjar dan vasodilatasi.
5. Natrium Kromolin
Digolongkan pada obat-obatan antialergi yang baru. Mekanisme kerja belum
diketahui secara pasti. Mungkin dengan cara menghambat penglepasan
mediator dari sel mastosit, atau mungkin melalui efek terhadap saluran ion
kalsium dan klorida.
6. Imunoterapi
Imunoterapi dengan alergen spesifik digunakan bila upaya penghindaran
alergen dan terapi medikamentosa gagal dalam mengatasi gejala klinis rinitis
alergi. Terdapat beberapa cara pemberian imunoterapi seperti injeksi
subkutan, pernasal, sub lingual, oral dan lokal.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Identitas pasien berupa nama, umur, jenis kelamin, agama, status pendidikan,
alamat, tanggal masuk, no RM, diagnosa medis.
2. Identitas penanggung jawab berupa nama, umur, jenis kelamin, alamat, dan
hubungan dengan pasien
3. Riwayat penyakit
a. Keluhan utama
b. Riwayat penyakit sekarang
c. Riwayat penyakit dahulu
d. Riwayat penyakit keluarga
4. Pengkajian pola fungsional
a. Pola manajemen kesehatan dan persepsi kesehatan
Persepsi terhadap arti kesehatan dan penatalaksanaan kesehatan
b. Pola nutrisi dan metabolik
Pola makan, nafsu makan, diet, mual/muntah
c. Pola eliminasi
Pola fungsi ekskresi, kandung kemih, bentuk, dan eksistensi BAK dan BAB
d. Pola aktivitas dan latihan
Kegiatan yang dilakukan pasien
e. Pola istirahat dan tidur pasien
Kebiasaan istirahat dan tidur pasien
5. Pemeriksaan head to toe
a. Kepala : ada/ tidaknya lesi, kesimetrisan kepala, distribusi kulit rambut dan
rambut
b. Mata : ada/tidaknya radang, bentuk simetris/ tidak, gangguan penglihatan
c. Hidung : ada/tidaknya sekret, bentuk simetris/ tidak
d. Telinga : simetris/ tidak, kebersihan telinga, ada/tidaknya lesi, dan alat
bantu dengar
e. Mulut : simetris/ tidak, sds/ tidaknya stomatitis, kebersihan mulut dan gigi
f. Leher : simetris/ tidak, ada/tidaknya pembengkakan kelenjar tiroid
g. Abdomen : suara bising usus, ada/tidaknya nyeri tekan, ada/tidaknya lesi
h. Integumen : warna kulit, elastisitas kulit, ada/ tidaknya lesi
i. Genetalia :, ada/ tidaknya lesi, terpasang DC/ tidak
j. Ekstermitas : ada/ tidaknya kelainan kongenital, kekuatan otot
6. Pemeriksaan umum
Berupa KU, kesadaran,TTV, BB, TB, IMT
B. DIAGNOSA
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi jalan nafas
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas ditandai
dengan dispnea
3. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala penyakit ditandai dengan
rasa gatal di hidung dan tenggorokan
4. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi ditandai dengan
merasa cemas dengan kondisi yang dihadapi
C. INTERVENSI
D. EVALUASI
1. Bersihan jalan napas tidak efektif bd hipesekresi jalan napas
- Produksi sputum menurun
- Wheezing menurun
- Pola napas membaik
2. Pola napas tidak efektif b.d hambatan upaya napas
- Dispnea menurun
- Penggunaan otot bantu napas menurun
- Frekuensi napas membaik
3. Gangguan rasa nyaman b.d gejala penyakit
- Keluhan tidak nyaman menurun
- Gatal pada hidung dan tenggorokan menurun
4. Ansietas bd kurang terpapar informasi
- Verbalisasi kebingungan menurun
- Verbalisasi khawatir akibat kondisi yang dihadapi menurun
- Perilaku gelisah menurun
ANALISIS JURNAL
IDENTITAS JURNAL
Problem
Rinitis alergi telah berdampak pada 10-30 % pada orang dewasa dan lebih dari 40%
pada anak-anak di Amerika Serikat. Walaupun tidak berdampak langsung terhadap
kematian, namun penyakit rhinitis alergi yang tidak terkontrol dapat mempengaruhi
kualitas hidup penderitanya dan mengganggu dalam kegiatan sekolah maupun
bekerja. Di dunia, prevalensi rinitis alergi mencapai 20-30 %. Sedangkan di Indonesia
sendiri, pravelensi rinitis alergi mencapai 1,5- 12,4 %.
Intervention
Penelitian dilakukan dengan cara mengumpulkan literatur dari berbagai sumber yang
kemudian dianalisis dan disajikan datanya.
Outcome :
1. Madu
Pemberian madu bersamaan dengan antihistamin terbukti meringankan gejala
rhinitis. Mekanisme yang mungkin terjadi ialah madu menurunkan
hipersensitivitas yang dimodulasi oleh IgE.
2. Royal jelly dan propolis
Royal jelly dan propolis memiliki aktivitas antialergi. Propolis dapat menurunkan
gejala hidung pada responden yang mengalami rhinitis alergi. Protein pada royal
jelly dapat menghambat IL-4, selain itu RJ juga dapat menurunkan IgE yang
spesifik terhadap antigen tertentu.
3. Probiotik
Hasil penelitian menunjukkan bahwa suplementasi probiotik yang mengandung
Lactobacillus Casei L Shirota Strain dapat menurunkan kadar IgE dalam darah
pasien yang menderita rhinitis alergi.
4. Jahe
Berdasarkan penelitian bubuk jahe yang telah dikeringkan dan dikonsumsi selama
6 minggu menunjukkan hasil perbaikan gejala rhinitis alergi yang sama dengan
penggunaan loratadine 10mg.
5. Vitamin D
Vitamin D dapat mengakibatkan perubahan status imun dari yang bersifat
proinflamtif menjadi bersifat tolerogenik
6. Vitamin E
Masih sedikit penelitian yang membuktikan efektifitas vitamin E pada penderita
rhinitis alergi. Suatu penelitian membuktikan bahwa pemberian vitamin E 400 IU
terbukti menurunkan eosinofil pada mukosa hidung.
7. Acupoint Herbal Plaster
Pada penelitian yang dilakukan di Taiwan, pasien rhinitis herbal yang berisi biji
sawi, fumarat, asarum, angelica, kayu manis, dan jahe mengalami perbaikan
gejala aktivitas, gejala non-hay fever. gejala pada mata, masalah sehari-hari,
perbaikan gejala pada hidung, dan emosional.
DAFTAR PUSTAKA