Anda di halaman 1dari 28

Clinical Science

Session

RINITIS ALERGI
Oleh:
Mas Izatul farahana 1840312660
Fitri Yani 1210312001

Preseptor :

dr. Puti Alia Saus, Sp. THT-KL


PENDAHULUAN

Latar Belakang

Rinitis alergi merupakan penyakit hipersensitivitas tipe I


yang diperantara oleh IgE pada mukosa hidung setelah
pajanan alergen.

Karakteristik gejala rinitis alergi adalah bersin berulang,


hidung tersumbat, hidung berair dan hidung gatal.

Rinitis alergi merupakan penyakit atopi yang sering


dijumpai sehari- hari dengan prevalensi 10-25%
Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan Clinical Science Session ini adalah untuk
mengetahui anatomi dan fisiologi hidung, definisi, epidemiologi,
etiologi, patogenesis, diagnosis, tatalaksana, komplikasi dan
prognosis rinitis alergi.

Metode Penulisan
Metode penulisan Clinical Science Session ini adalah dengan
studi kepustakaan dengan merujuk pada berbagai literatur.

Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan Clinical Science Session ini adalah
menambah wawasan dan pengetahuan mengenai rinitis alergi .
TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 2 Anatomi Hidung Bagian Dalam
RINITIS

ALERGI
Definisi Rinitis Alergi

Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh


reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah
tersensitisasi dengan alergen yang sama serta dilepaskannya suatu
mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan alergen
spesifik tersebut.
WHO ARIA  kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin,
rinore, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar
alergen yang diperantarai oleh Ig E
Etiologi Rinitis Alergi

 Berdasarkan cara masuknya alergen dibagi atas:


 Alergen Inhalan, yang masuk bersama dengan udara
pernafasan, misalnya debu rumah, tungau, serpihan epitel dari
bulu binatang serta jamur.
 Alergen Ingestan, yang masuk ke saluran cerna, berupa
makanan, misalnya susu, telur, coklat, ikan dan udang.
 Alergen Injektan, yang masuk melalui suntikan atau tusukan,
misalnya penisilin atau sengatan lebah.
 Alergen Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit
atau jaringan mukosa, misalnya bahan kosmetik atau perhiasan
Epidemiologi Rinitis Alergi

Insidensi tertinggi terdapat pada anak-anak dan dewasa muda


dengan rerata pada usia 8-11 tahun, sekitar 80% kasus rinitis alergi
berkembang mulai dari usia 20 tahun. Insidensi rinitis alergi pada
anak-anak 40% dan menurun sejalan dengan usia sehingga pada
usia tua rinitis alergi jarang ditemukan.
Patofisiologi Rinitis Alergi

Sensitisasi

 Respon imun dalam alergi diawali dengan proses sensitisasi di mana ketika
suatu allergen terhirup, maka Antigen Presenting Cells (APC) seperti sel
langerhans pada epitelium yang melapisi saluran paru-paru dan hidung, akan
memproses dan mengekpresikan alergen tersebut pada permukaan sel.

 Pada respon alergi, sel plasma tersebut memproduksi antibodi IgE yang seperti
isotip imunoglobulin lainnya, mampu berikatan dengan allergen spesifik.

 Produksi antibodi IgE yang bersifat allergen-spesific inilah yang menimbulkan


respon imun yang disebut sensitisasi.
Reaksi alergi fase cepat

 Merupakan reaksi cepat yang terjadi dalam beberapa menit, dapat


berlangsung sejak kontak dengan allergen sampai 1 jam setelahnya.
Mediator yang berperan pada fase ini yaitu histamin, triptase, dan
mediator lain yang menyebabkan keluarnya plasma dari pembuluh
darah dan dilatasi dari anastomosis arteri yang menyebabkan terjadi
edema, berkumpulnya darah pada karvenous sinusoid dengan gejala
klinis berupa hidung tersumbat dan oklusi dari saluran hidung.
 Rangsangan terhadap kelenjar mukosa dan sel goblet menyebabkan
hipersekresi dan permeabilitas kapiler meningkat sehingga terjadi
rinore. Rangsangan pada ujung saraf sensoris (vidianus)
menyebabkan rasa gatal pada hidung dan bersin-bersin.
Reaksi alergi fase lambat

 Reaksi alergi fase lambat terjadi 4-8 jam setelah fase cepat. Reaksi
ini disebabkan oleh mediator yang dihasilkan oleh fase cepat beraksi
terhadap sel endotel post-kapiler yang menghasilkan suatu Vascular
Cell Adhesion Mollecule (VCAM) di mana molekul ini menyebabkan
sel leukosit seperti eosinofil menempel pada dinding endotel.
 Sel-sel ini kemudian menjadi teraktivasi dan menghasilkan mediator
lain seperti Eosinophilic Cationic Protein (ECP), Eosinophilic Derived
Protein (EDP), dan Eosinophilic Peroxidase (EPO) yang
menyebabkan gejala hiperreaktivitas dan hiperresponsivitas hidung.
 Gejala klinis yang ditimbulkan pada fase ini lebih didominasi oleh
sumbatan hidung.
GEJALA KLINIS

Gejala dapat muncul pada hidung, mata, telinga, faring dan


laring
Hidung:
Nasal crease  garis melebar pada pertengahan dorsum nasi akibat kebiasaan
menggosok hidung dengan punggung tangan (allergic salute)
Mukosa hidung pucat dan edem
Konka edem
Sekret hidung jernih dan cair atau mukoid
Mata:
Allergic shiner  bayangan gelap dibawah mata karena stasis vena sekunder akibat
obstruksi hidung

Telinga:
Retraksi membrane timpani atau otitis media serous karena ada blok pada tuba
eustachius
Faring:
Granular faringitis akibat hyperplasia jaringan submucosa limfoid
Pada anak-anak sering prolonged mouth breathing dan tampak hyperplasia adenoid

Laring:
Suara serak dan edem pada plica vocalis
Klasifikasi Rinitis Alergi

Berdasarkan rekomendasi WHO Iniative ARIA yaitu


berdasarkan sifat berlangsungnya dibagi menjadi :
1) Intermiten bila gejala kurang dari 4 hari/minggu atau
kurang dari 4 minggu.
2) Persisten bila gejala lebih dari 4 hari/minggu dan
lebih dari 4 minggu.
Berdasarkan tingkat berat ringannya penyakit, rinitis
alergi dibagi menjadi:
1) Ringan, bila tidak ditemukan gangguan tidur,
gangguan aktifitas harian, bersantai, berolahraga,
belajar, bekerja dan hal-hal lain yang mengganggu.
2) Sedang-berat bila terdapat satu atau lebih dari
gangguan tersebut diatas.
Diagnosis
1. Anamnesis

Gejala rinitis alergi yang khas adalah serangan bersin


berulang.
Gejala lain yaitu rinore encer dan banyak, hidung
tersumbat, hidung dan mata gatal serta lakrimasi.
Hal-hal yang perlu ditanyakan lebih lanjut adalah:

• Tanyakan riwayat gejala di hidung


• Tanyakan tempat tinggal, tempat kerja dan pekerjaan
pasien
• Tanyakan ada atau tidak variasi diurnal (memburuk
pada pagi hari, membaik saat malam hari)
• Tanyakan frekuensi serangan dan pengaruh terhadap
kualitas hidup
• Tanyakan riwayat penyakit secara umum, riwayat
penyakit alergi lain, riwayat atopi keluarga, faktor
pemicu timbulnya gejala, riwayat pengobatan dan
hasilnya.
2. Pemeriksaan Fisik

Gejala spesifik pada anak:


• alergic shiner
• allergic salute
• allergic crease
• facies adenoid
Pemeriksaan Rinoskopi anterior = mukosa edema,
berwarna pucat, konka edema, sekret encer

Pemeriksaan pada dinding posterior faring = tampak


granuler dan edema (cabble stone appearance),
dinding lateral faring menebal, lidah tampak seperti
peta (geographic tongue).
3. Pemeriksaan Penunjang

• Uji cukit kulit/ skin prick test


• Uji IgE serum total dan spesifik
• Pemeriksaan sitologis dan histologis
• Diet eliminasi dan tes provokasi
• Foto polos sinus paranasal
Diagnosis Banding
• Rinitis vasomotor
• Rinitis medikamentosa
Tatalaksana
1. Menghindari kontak dengan alergen penyebabnya
2. Medikamentosa
• Antihistamin
• Dekongestan hidung
• Kortikosteroid
• Antikolinergik
• Imunoterapi
• Pembedahan
Komplikasi
1. Polip hidung
2. Otitis media efusi
3. Sinusitis paranasal
Progosis
• Gejala rinitis alergi berkurang dengan bertambahnya
usia
TERIMA KASIH
pada pasien rinitis alergi?
6.

Anda mungkin juga menyukai