Anda di halaman 1dari 79

Patofisiologi

Penyakit Hidung
dan Sinus
Paranasal
Pembimbing :
Kolonel CKM dr. Budi Wiranto Sp.THT-KL

Disusun Oleh :
Andre Rama Putra
30101507377
Rinitis Akut
Definisi

 Rinitis akut merupakan infeksi saluran napas atas terutama hidung,


umumnya disebabkan oleh virus.
Etiologi

 Penyebab tersering adalah rhinovirus, virus influenza, virus


parainfluenza, dan adenovirus.
FAKTOR  Menurunnya kekebalan tubuh

PREDISPOSI  Penyakit menahun

SI  Kelelahan
Gejala klinis

 Stadium prodromal :
 Rasa panas dan gatal
 Pada hidung.
 Hidung buntu.
 Sekret hidung .
 Bersin.
 Demam .
HASIL  Mukosa hidung tampak merah.

PX.FISIK  Mukosa hidung terlihat bengkak.


Patofisiologi

Penularan melalui inhalasi aerosol,


droplet, kontak tangan yang
mengandung sekret

Respon imun terhadap infeksi virus

Mukosa hidung mengalami vasodilatasi dan


peningkatan permeabilitas kapiler : hidung
tersumbat dan sekret hidung

Stimulasi kolinergik : peningkatan


sekresi kelenjar mukosa dan bersin
 2 Fase :
 Fase hidung/sensitive
Alergen menstimulasi mukosa hidung 
Menstimulasi saraf aferen melalui saraf penciuman
dan ethmoidal  Respon stimulasi menuju pusat
bersin di sumsun belakang  Merangsang pancaran
impuls melalui serat preganglionic yang diperantarai
oleh petrosal dan ganglion sphenopalatine 
Merangsan pembuluh darah dan kelenjar  Terjadi
hipersekresi secret hidung dan edema hidung 
BERSIN Peningkatan stimulasi trigeminal  Pengumpulan
impuls terjadi terus menerus di pusat bersin hingga
mencapai ambang batas.
 Fase pernafasan/eferen
Ambang batas tercapai  Menstimulasi
neuron ekspirasi  Memicu penutupan mata,
inspirasi dalam dan penutupan paksa glottis 
Terjadi peningkatan tekanan intrapulmonary tiba-tiba
 Udara dipaksa keluar melalui hidung dan mulut
(bersin)  Partikel asing terbawa keluar.
Pemeriksaan

 Selaput lendir kering, merah, dan bengkak, yang menyebabkan


sumbatan pada hidung dan sulit bernafas; kondisi ini segera diikuti
oleh serous atau pengeluaran mucus serous
Penatalaksanaan

 Tidak ada terapi spesifik untuk rhinitis akut, selain istirahat dan
pemberian obat-obat simtomatik, seperti analgetika, antipiretika
dan obat dekongestan.
Rinitis Spesifik
Definisi

 Rinitis spesifik dibagi dalam beberapa macam yaitu rinitis hipertrofi, rinitis sika dan
rinitis spesifik (rinitis atrofi, rinitis difteri, rinitis jamur, rinitis tuberkulosa, rinitis
sifilis, rinoskleroma, myasis hidung).
 Biasanya berjalan kronis.
 Biasanya terjadi karena infeksi bakteri baik primer
maupun sekunder.
RHINITIS  Dapat berupa lanjutan dari rhinitis alergi atau
HIPERTROFI vasomotor.
 Terjadi proses inflamasi kronis yang
mengakibatkan hipertrofi pada konka inferior.
 Infeksi hidung kronik
RHINITS
 Terjadi atrofi progresif pada mukosa dan tulang
ATROFI konka.
 Sumbatan hidung
GEJALA  Mulut kering
RHINITIS  Nyeri kepala
HIPERTROFI  Gangguan tidur
 Konka inferior hipertrofi
TEMUAN
 Permukaan konka berbenjol-benjol  Pasase udara
KLINIS semakin sempit.
Terapi

 Simptomatis,: untuk mengurangi sumbatan hidung akibat hipertrofi konka dapat


dilakukan kaustik konka dengan zat kimia (nitras argenti atau trikloroasetat) atau
dengan elektrokauter
 Konkoplasti
 Bila perlu konkotomi parsial
RINITIS
ALERGI
Rinitis Alergi

DEFINISI
• Penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada
pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensititasi dengan
alergen yang sama setelah dilepaskannya suatu mediator
kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan alergen spesifik
tersebut (Von pirquet)

• Kelainan pada hidung dengan gejala bersin – bersin, rinore, rasa


gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang
diperantarai oleh IgE (WHO)
Cara Masuknya Alergen

1. Alergen inhalan
2. Alergen ingestan
3. Alergen injektan
4. Alergen kontaktan
Klasifikasi Berdasarkan Rekomendasi dari WHO
Initiative ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma)

Berdasarkan sifat berlangsungnya

• Intermiten (kadang-kadang) <4 hari/minggu/kurang dari 4


minggu.
• Persisten (menetap) >4 hari/minggu/lebih dari 4 minggu.

Berdasarkan tingkatan

• Ringan  Tidak ada gangguan aktivitas.


• Sedang-berat  Terdapat gangguan aktivitas.
Gejala Klinis

Serangan bersin berulang


Rinore encer & banyak
Hidung tersumbat
Hidung dan mata gatal kadang
disertai lakrimasi
Patofisiologi

Rinitis alergi merupakan penyakit inflamasi yang diawali dengan


tahap sensitisasi dan diikuti dengan tahap provokasi / reaksi alergi.

Reaksi alergi terdiri dari 2 fase:


- Fase cepat  berlangsung sejak kontak sampai 1 jam
- Fase lambat  berlangsung 2-4 jam dengan puncak 6-8jam
setelah pemaparan dan dapat berlangsung selama 24-48 jam
Makrofag / monosit berperan sebagai APC , menangkap alergen yg menempel di permukaan
mukosa hidung

Setelah diproses, antigen akan membentuk fragmen peptida dan bergabung dengan HLA II

Membentuk MHC II yang kemudian dipresentasi pada sel Th 0

Kemudian APC melepaskan sitokon seperti IL-1

mengaktifkan Th 0 menjadi Th1 dan Th2

Th2 melepaskan berbagai sitokin (IL-3, IL-4, IL-5 dan IL-13)

IL 4 dan IL 13 diikat oleh reseptornya di permukaan sel limfosit B

Limfosit B menjadi aktif, memproduksi IgE


IgE di sirkulasi darah akan masuk ke jaringan dan diikat oleh reseptor IgE di permukaan
sel mastosit atau basofil

Sehingga kedua sel tsb menjadi aktif


(PROSES SENSITISASI, menghasilkan sel mediator yang tersensitisasi)

Bila mukosa yg sudah tersensitisasi terpapar dengan alergen yg sama

Kedua rantai IgE akan mengikat alergen spesifik

Terjadi degranulasi sel matosit dan basofil

Terlepasnya mediator kimia yang sudah terbentuk terutama histamin, selain itu; PGD2,
Leukotrien, bradikinin, PAF dan berbagai sitokin (IL3, IL4, IL5, IL6, GM-CSF)

REAKSI ALERGI FASE CEPAT (RAFC)


Histamin

Merangsang reseptor Hipersekresi sel goblet Permeabilitas kapiler Vasodilatasi


H1 pada ujung saraf dan kelenjar mukosa meningkat sinusoid
vidianus di mukosa
hidung

Hidung
Rasa gatal dan rhinorrea
tersumbat
bersin

Gejala berlanjut dan mencapai puncak 6-8 jam

REAKSI ALERGI FASE LAMBAT (RAFL)

Ditandai dengan penambahan jenis dan jumlah sel inflamasi (eosinofil, limfosit, neutrofil, basofil, dan
mastofit di mukosa hidung, serta peningkatan sitokin seperti IL3, IL4, IL5 dan GM-CSF dan ICAM 1 pada
sekret hidung)

Gejala hipereaktif dan hiperresponsif hidung (peranan eosinofil)


Pemeriksaan Fisik
Rinoskopi anterior
 Mukosa edema, basah, warna pucat/livid, sekret encer yang
banyak.
 Pada gejala persisten, mukosa inferior tampak hipertrofi.

Gejala spesifik lain pada anak :


 Allergic shiner  Bayangan gelap di bawah mata akibat
stasis vena sekunder akibat obstruksi hidung.
 Allergic salute  Penderita menggosok hidung karena
gatal.
 Allergic crease  Timbulnya garis melintang di dorsum
nasi 1/3 bawah akibat gosokan berulang pada hidung.
 Facies adenoid  Mulut sering terbuka dengan lengkung
langit yang tinggi.
 Cobblestone appearance  Dinding posterior faring
tampak granuler dan edema.
 Geographic tongue  Gambaran peta di lidah.
Pemeriksaan Penunjang
 Invitro : Hitung eosinofil, IgE total, Sitologi hidung, IgE spesifik dengan
RAST atau ELISA
 Interpretasi : basofil >5 sel/lap  alergi makanan
 Sel PMN  Infeksi bakteri
 Invivo :
 SET (Skin end point titration/SET)
 Untuk allergen inhalan
 IPDFT (intracutaneus provocative dilutional food test)
 Untuk allergen makanan
 ‘Challenge test’
Tata Laksana

Menghindari kontak dengan alergen penyebabnya

Medikamentosa
• AH1
• Preparat simpatomimetik golongan agonis adrenergik alfa sebagai dekongestan hidung oral dengan
atau tanpa kombinasi dengan antihistamin
• Kortikosteroid topikal (beklometason, budesonid, flunisolid, flutikason, triamsinolon)
• Preparat antikolinergik topikal : ipratropium bromida
• Antileukotrien, anti IgE

Operatif  Konkotomi parsial, konkoplasti. Jika konka inferior tidak berhasil


dikecilkan dengan AgNO3 25%

Imunoterapi  Intradermal/sublingual. Bertujuan untuk membentuk IgG


blocking antibody.
KOMPLIKASI  Polip Hidung

RHINITIS  Otitis media efusi

ALERGI  Rinosinusitis
RINITIS VASOMOTOR
Rinitis Vasomotor

• Suatu keadaan idiopatik yang didiagnosis


tanpa adanya infeksi, alergi, eosinofilia,
Definisi perubahan hormonal dan pajanan obat

• Rinitis vasomotor disebut juga : vasomotor


catarrh, vasomotor rinorrhea, nasal
vasomotor instability, non-allergic perennial
rhinitis
Etiologi dan Patofisiologi
1. Neurogenik (disfungsi sistem otonom)

Serabut Simpatis hidung

Asal : korda spinalis Th 1-2

menginervasi pemb darah mukosa dan sebagian kelenjar

Melepas ko-transmitter noradrenalin dan neuropeptida Y

Yang menyebabkan vasokonstriksi dan penurunan sekresi


hidung
Serabut Parasimpatis

Asal : nukleus salivatori superior menuju ganglion sfenopalatina


membentuk n. Vidianus

menginervasi PD mukosa dan kelenjar eksokrin

Pada rangsangan akan terjadi pelepasan ko-transmitter


asetilkolin dan vasoaktif intestinal peptida

Menyebabkan vasodilatasi dan peningkatan sekresi hidung

Kongesti hidung
2. Neuropeptida

Disfungsi Hidung

Peningkatan rangsangan serat saraf


serabut C di hidung
Peningkatan pelepasan neuropeptida :
subtances P dan calcintonin gene related
protein

Peningkatan permeabilitas vaskular


dan sekresi kelenjar

Hiperreaktifitas hidung
3. Nitrit Oksida

Kadar NO yang tinggi dan persisten di lapisan epitel hidung

Menyebabkan terjadinya kerusakan atau nekrosis epitel

Sehingga rangsangan nonspesifik berinteraksi langsung ke lapisan


subepitel

Terjadi peningkatan reaktivitas serabut trigeminal dan recruitment


refleks vaskular dan kelenjar mukosa hidung
4. Trauma

Merupakan komplikasi jangka panjang dari trauma hidung melalui


mekanisme neurogenik dan atau neuropeptida
Gejala Klinik

 Hidung tersumbat, bergantian, kiri dan kanan


 Rinore mukus / serous kadang agak banyak
 Bersin
 Tidak terdapat rasa gatal di mata
 Gejala memburuk pada pagi
Pemeriksaan

 Rinoskopi anterior :
 gambaran khas edema mukosa hidung, konka berwarna merah gelap atau merah tua,
tetapi dapat pula pucat
 Permukaan konka berbenjol benjol atau dapat pula licin
 Sekret mukoid sedikit

 Pemeriksaan Laboratorium
 Eosinofil pada sekret hidung sedikit
 Tes kulit biasanya negatif
 Kadar IgE spesifik tidak meningkat
Tatalaksana

 Menghindari stimulus/faktor pencetus


 Pengobatan Simtomatis
 Obat dekongestan oral,
 Cuci hidung dengan larutan garam fisiologis
 Kauterisasi konka hipertrofi dgn larutan AgNO3 25% atau triklr
asetat pekat
 Kortikosteroid topikal 100-200 mikrogram
 Antikolinergik topikal (ipatropium bromida)  rinore berat
 Operasi : bedah beku, elektrokauter, atau konkotomi parsial
konka inferior
 Neuroktomi nervus vidianus
Perbedaan rinitis alergi dan vasomotor
Rinitis Alergi Rinitis Vasomotor
Definisi Penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi Suatu keadaan idiopatik yang didiagnosis
pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensititasi tanpa adanya infeksi, alergi, eosinofilia,
dengan alergen yang sama setelah dilepaskannya suatu perubahan hormonal dan pajanan obat
mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan
alergen spesifik tersebut

Etiologi Reaksi alergi Ag-Ab terhadap rangsangan spesifik. Reaksi neovaskuler terhadap beberapa
rangsang mekanis atau kimia, juga factor
psikologis.

Gejala
-gatal dan bersin + -
-gatal di mata + -
-sekret hidung Serous, banyak dan encer Mukoid dan sedikit
-hidung tersumbat Menetap/bergantian Bergantian kanan kiri

Tanda
-konka Pucat/livid Merah gelap
Pemeriksaan penunjang
-IgE darah Meningkat Normal
-eosinofil darah Meningkat Normal
-tes kulit + -
EPISTAKSIS
Epistaksis

Definisi
• Perdarahan dari hidung, seringkali merupakan gejala atau
manifestasi penyakit lain
Etiologi

Kelainan lokal : Kelainan sistemik :


• trauma • peny. kardiovaskular
• kelainan p.darah • kelainan darah
• infeksi lokal • infeksi sistemik
• benda asing • perubahan tekanan
• tumor atmosfer
• pengaruh udara • kelainan hormonal
lingkungan • kelainan kongenital
Epistaksis Anterior Epistaksis Posterior

pleksus Kiesselbach atau dari a. Sfenopalatina & a.etmoidalis


a.etmoidalis
Sumber anterior posterior
Perdarahan
perdarahan tidak begitu hebat, Perdarahan biasanya hebat &
sering berhenti spontan jarang berhenti spontan

sering terjadi pada anak biasanya pada orang tua


Tata Laksana

Perbaiki keadaan umum

Cari sumber perdarahan

Hentikan perdarahan

Cari faktor penyebab untuk mencegah perdahan


berulang
Pasien diperiksan dalam posisi duduk,
Alat yg diperlukan untuk biarkan darah mengalir keluar dari
pemeriksaan : headlamp, hidung sehinga bisa dimonitor. Jika
keadaannya lemah, posisi setengah
spekulum hidung, alat duduk atau berbaring , kepala
penghisap. ditinggikn. Jgn sampai darh mengalir
ke saluran nafas bawah.

Pasien anak duduk dipangku,


badan dan tangan dipeluk,
kepala dipegangi agar tegak
dan tidak bergerak-gerak.
Sumber perdarahan dicari untuk membersihkan hidung
dari darah dan bekuan darah dengan bantuan alat
penghisap.

Kemudian dipasang tampon sementara (kapas dibasahi


adrenalin 1/5000-1/10.000 dan pantocain atau lidocain
2% dimasukkan ke rongga hidung untuk menghentikan
perdarahan dan mengurangi nyeri saat dilakukan
tindakan selanjutnya.

Tampon dibiarkan 10-15 menit. Setelah terjadi


vasokonstriksi biasanya dapat dilihat apakah
perdarahan berasal dari bagian anterior atau posterior
hidung.
Perdarahan Perdarahan
Anterior Posterior
• Menekan hidung • Tampon posterior
Menghentika
luar selama 10-15 yang disebut
n perdarahan
menit tampon Bellocq
• Perdarahan
dikaustik AgNO3
25-30%
• Tampon Anterior
 Komplikasi dapat terjadi sebagai akibat langsung dari
epistaksis sendiri atau sebagai akibat usaha penanggulangan
epistaksis.
 Sebagai akibat perdarahan yang hebat dapat terjadi syok dan
anemia. Turunnya tekanan darah mendadak dapat
menimbulkan iskemia serebri, insufisiensi koroner dan infark
miokard, sehingga dapat menyebabkan kematian. Dalam hal
ini pemberian infus atau transfusi darah harus dilakukan
secepatnya.
Komplika  Pemasangan tampon dapat menyebabkan sinusitis, otitis
media dan bahkan septikemia. Oleh karena itu antibiotik
si haruslah selalu diberikan pada setiap pemasangan tampon
hidung, dan setelah 2-3 hari tampon harus dicabut, meskipun
akan dipasang tampon baru, bila masih ada perdarahan.
 Selain itu dapat juga terjadi hemotimpanum, sebagai akibat
mengalirnya darah melalui tuba Eustachius, dan air mata
yang berdarah (bloody tears), sebagai akbat mengalirnya
darah secara retrograde melalui duktus nasolakrimalis.
 Laserasi palatum mole dan sudut bibir terjadi pada
pemasangan tampon posterior, disebabkan oleh benang
yang keluar melalui mulut terlalu ketat dilakatkan di pipi.
SINUSITIS
Definisi
Sinusitis merupakan suatu
proses peradangan pada mukosa
atau selaput lendir sinus
paranasal.

Umumnya disertai atau dipicu oleh


rinitis  Rinosinusitis.

Yang paling sering terkena : Sinus


Maksila dan Sinus Etmoid.

Mengenai beberapa sinus 


Multisinusitis
Mengenai semua sinus  Pansinusitis
Faktor Etiologi & Predisposisi

Virus
• Rhinovirus
• Virus parainfluenza
• Virus influenza

Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) Bakteri


• Bakteri • Streptococcus pneumoniae
• Virus
• Jamur • Haemophillus influenzae
• Moraxella catarrhalis
• Staphylococcus aureus
Jamur
• Aspergillus
• Candida
• Cryptococcus neoformans
• Sporothrix schenckii
• Altemaria sp.
Faktor Etiologi & Predisposisi

Sumbatan
• Sumbatan KOM
• Polip hidung
• Septum deviasi
• Corpus alienum
• Atresia choane
• Pemasangan tampon
hidung

Kongenital
• Diskinesia silia (Sindrom
Kartagener)
Klasifikasi
SINUSITIS

Secara Klinis

Sinusitis Akut Sinusitis Subakut


(< 4 minggu) (4 minggu – 3
bulan)

Sinusitis Kronik
(> 3 bulan)
Patogenese
Sinus sehat : bakteri aerob & an aerob
Kelainan komplex osteometal
Faktor predisposisi (+)
Siklus sinus :
Sekret terbendung Sekret kental

Kongesti mukosa/ obstruksi Perub metab gas mukosa


anatomis hentikan aliran udara &
drainase Silia & epitel rusak

Ostium tertutup Perub lingk  baik utk pertumb


bakteri di ruang tertutup
Penebalan mukosa sbbk
sumbatan lbh lanjut Sekret yg tertimbun  inflamasi jar

Infeksi bakteri dlm rongga sinus


Sinusitis Maksilaris
• Inflamasi mukosa atau
Definisi selaput lendir sinus
maksila.

• Berdekatan dengan akar


gigi rahang atas
Dari segi • Ostium maksila terletak
klinik, lebih tinggi dari dasar
anatomi sinus
• Sinus paranasal yang
sinus terbesar
maksila • Berdekatan dengan orbita
 komplikasi orbita
Sinusitis Maksilaris
Dasar sinus :
prosesus
alveolaris tempat
akar gigi rahang
atas

Rongga sinus
maksila
terpisahkan oleh
tulang tipis
Sinusitis Maksilaris
Infeksi gigi rahang atas

Mudah menyebar secara langsung


ke sinus maksila

Peradangan sinus

SINUSITIS
Sinusitis Maksilaris

Gejala Diagnosis
Mayor
Minor
• Demam • Wajah terasa
nyeri /Wajah terasa • Sakit kepala
• Malaise penuh • Demam
• Nyeri kepala • Obstruksi nasal • Halitosis
• Post nasal drip • Keletihan
• Wajah terasa bengkak dan • Hiposmia/anosmia • Batuk
penuh • Rinorea • Nyeri gigi
• Gigi terasa nyeri mukopurulen
• Nyeri pipi khas yang
tumpul dan menusuk
• Sekret mukopurulen dapat
keluar dari hidung dan
2 gejala mayor atau 1 gejala mayor
berbau busuk + 2 gejala minor
• Post nasal drip
Sinusitis Etmoidalis

Sering terjadi pada anak

Bersamaan dengan
sinusitis maksilaris

Gejala
• Nyeri dan nyeri tekan di antara
atau di belakang kedua mata
• Bermanifestasi sebagai
selulitis orbita
Sinusitis Frontalis

Hampir selalu bersamaan


dengan sinusitis etmoid
anterior.

Pada dewasa

Gejala

• Nyeri di atas alis mata, biasanya pagi


hari
• Pembengkakan supraorbita
• Tanda patognomik : nyeri hebat pada
palpasi dan perkusi
Sinusitis Sfenoidalis

Jarang terjadi

Gejala
• Nyeri kepala
dirasakan di
verteks, oksipital,
belakang bola mata
dan daerah
mastoid.
Pemeriksaan
Untuk mengetahui adanya kelainan
pada sinus paranasal dilakukan:
• Inspeksi dari luar
• Palpasi
• Transiluminasi
• Pemeriksaan radiologi
• Sinuskopi
Pemeriksaan
Transiluminasi

 Px sinus maxila: dimasukan


sumber cahaya ke rongga mulut
dan bibir dikatupkan sehingga
sumber cahaya tidak tampak
lagi, setelah beberapa menit
tampak daerah orbita terang
seperti bulan sabit. SURAM,
apabila ada cairan / sinusitis/
massa
Transiluminasi

 Px sinus frontal: lampu diletakkan


di daerah bawah sinus frontal
dekat kantus medius dan didaerah
sinus frontal tampak cahaya terang.
SURAM, apabila ada cairan /
sinusitis/ massa
Pengobatan

Tujuan terapi

• Mempercepat penyembuhan
• Mencegah komplikasi
• Mencegah perubahan menjadi kronik

Prinsip pengobatan

• Membuka sumbatan di KOM


Pengobatan

Antibiotik (10-14 hari) Dekongestan (5-7 hari)


• Golongan penisilin • Efedrin 1 % (dewasa), 0,5 % (anak)
• Amoksilin, amoksilin-klavulanat • Oksimetazolin hidroklorida 0,025 %
• Sefalosporin enerasi ke 2 (tetes hidung) anak
• Oksimetazolin hidroklorida 0,05 %
(semprot hidung) dws
• Pseudoefedrin 3 x 60 mg (dewasa)

Analgetik
Tindakan Operatif

Indikasi
• Sinusitis kronik yang tidak
membaik setelah terapi adekuat
• Sinusitis kronik + kista
/kelainan irreversibel
• Ada komplikasi ke orbita atau
intrakranial.
• Polip
• Komplikasi sinusitis dan
sinusitis jamur
Komplikasi

Eksaserbasi akut

Kelainan orbita
• Penyebaran
perkontinuitatum dan
tromboflebitis.
• Kelainan :
• Peradangan atau reaksi
edema yang ringan
• Selulitis orbita
• Abses subperiosteal
• Abses periorbita
Komplikasi

Kelainan Intrakranial
• Meningitis
• Abses subdura
• Abses otak

Osteomielitis

Abses subperiostal

Anda mungkin juga menyukai