Anda di halaman 1dari 22

Nama: Rara Aulia

NIM : 135070101111033
Kelas : PD B 2013

1. Describe the classification of rhinitis


KLASIFIKASI
A.Rinitis Alergi
Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi
pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan alergen
yang sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi
paparan ulangan dengan alergen spesifik tersebut (von Pirquet, 1986).
Menurut WHO ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun
2001 adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rinore,
rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang
diperantarai oleh IgE
B.Rinitis Non Alergi
-Rinitis vasomotor
Rinitis vasomotor adalah suatu inflamasi mukosa hidung yang bukan
merupakan proses alergi, bukan proses infeksi, menyebabkan terjadinya
obstruksi hidung dan rinorea.Etiologi dari Rinitis Vasomotor dipercayai
sebagai akibat dari terganggunya keseimbangan dari saraf autonom pada
mukosa hidung yang menyebabkan terjadinya vasodilatasi dan
hipersekresi
Rinitis vasomotor adalah infeksi kronis lapisan mukosa hidung yang
disebabkan oleh terganggunya keseimbangan sistem saraf parasimpatis
dan simpatis.Parasimpatis menjadi lebih dominan sehingga terjadi
pelebaran dan pembangkakan pembuluh darah di hidung.Gejala yang
timbul berupa hidung tersumbat, bersin dan ingus yang encer. 3
Rinitis vasomotor disebut juga dengan vasomotor catarrh, vasomotor
rinorrhea, nasal vasomotor instability, non spesific allergic rhinitis, non - Ig
E mediated rhinitis atau intrinsic rhinitis.
-Rinitis medikamentosa
Rhinitis medikamentosa adalah suatu kelainan hidung berupa gangguan
respon normal vasomotor sebagai akibat pemakaian vasokonstriktor
topical (obat tetes hidung atau obat semprot hidung) dalam waktu lama
dan berlebihan, sehingga menyebabkan sumbatan hidung yang
menetap. Dapat dikatakan hal ini disebabkan oleh pemakaian obat yang
berlebihan (Drug Abuse).

Nama: Rara Aulia


NIM : 135070101111033
Kelas : PD B 2013

C.Rinitis Karena Infeksi


-Rinitis Atrof
Rhinitis Atrofi adalah satu penyakit infeksi hidung kronik dengan tanda
adanya atrofi progesif tulang dan mukosa konka.Secara klinis, mukosa
hidung menghasilkan secret kental dan cepat mongering, sehingga
terbentuk krusta berbau busuk.Sering mengenai masyarakat dengan
tingkat social ekonomi lemah dan lingkungan buruk. Lebih sering
mengenai wanita, terutama pada usia pubertas.
-Rinitis Hipertrof
Proses infeksi dan iritasi yang kronis akan dapat menyebabkan hipertrofi
konka nasalis. Septum deviasi juga dapat menyebabkan penyakit ini
secara kontralateral.Gejala utama rinitis hipertrofi adalah hidung
tersumbat.Keadaan ini memerlukan tindakan koreksi karena pengobatan
dengan medikamentosa saja sering tidak memberi hasil yang
memuaskan.Tindakan yang paling ringan seperti kauter sampai
pemakaian laser dapat dilakukan untuk mengatasi keluhan hidung
tersumbat
akibat
hipertrofi
konka.
Rinitis hipertrofi dapat timbul akibat infeksi berulang dalam hidung dan
sinus, atau sebagai lanjutan dari rinitis alergi dan vasomotor.
Gejala utama adalah sumbatan hidung. Sekret
mukopurulen dan sering ada keluhan nyeri kepala.

biasanya

banyak,

Pada pemeriksaan akan ditemukan konka yang hipertrofi, terutama konka


inferior. Permukaannya berbenjol-benjol ditutupi oleh mukosa yang juga
hipertrofi. Akibatnya saluran udara sangat sempit. Sekret mukopurulen
yang banyak biasanya ditemukan di antara konka inferior dan septum,
dan di dasar rongga hidung

- Rhinitis Jamur
Etiologi
Penyebab rhinitis jamur diantaranya adalah Aspergillus yang menyebabkan aspergilosis,
Rhizopus oryzae yang menyebabkan mukormikosis, dan Candida yang menyebabkan
kandidiasis. 26
Manifestasi Klinis

Nama: Rara Aulia


NIM : 135070101111033
Kelas : PD B 2013

Pada aspergilosis yang khas adalah sekret mukopurulen yang berwarna hijau kecoklatan.
Pada mukomikosis biasanya pasien datang dengan keluhan nyeri kepala, demam,
oftalmoplegia interna dan eksterna, sinusitis paranasalis, dan sekret hidung yang pekat, gelap,
dan berdarah. 26
Terapi
Untuk terapinya diberikan obat anti jamur, yaitu amfoterisin B dan obat cuci
hidung. 26
-Rinitis Tuberkulosa

Etiologi
Penyebab rinitis tuberkulosa adalah kuman Mycobacterium tuberculosis.
Gambaran Klinis
Terdapat keluhan hidung tersumbat karena dihasilkannya sekret yang
mukopurulen dan krusta. Tuberkulosis pada hidung dapat berbentuk
noduler atau ulkus, jika mengenai tulang rawan septum dapat
mengakibatkan perforasi.(3)
Terapi
Pengobatannya diberikan antituberkulosis dan obat cuci hidung.

Penyeba
b
Gejala

Terapi

Difteri
Corynebacterium
difteria
Demam, toksemia,
limfadenitis, paralisis
Ingus bercampur
darah
Pseudomembran
putih, krusta coklat
di nares dan cavum
nasi
Isolasi
ADS, penisilin
(lokal/IM)

-Rinitis simpleks

Siflis
T Pallidum

TB
M Tuberculosis

Sama dgn rinitis akut


lain.
Bercak pada mukosa,
gumma/ ulkus
Sekret mukopurulen
berbau + krusta,
perforasi septum/
hidung pelana
Penisilin, obat cuci
hidung

Hidung tersumbat,
Sekret mukopurulen,
krusta
BTA (+)

Obat anti TB
Obat cuci hidung

Nama: Rara Aulia


NIM : 135070101111033
Kelas : PD B 2013

Seba
b

Gejal
a

Terap
i

Simpleks
Virus
jenis virus dan
yang paling
penting ialah
Rhinovirus.
Virus-virus
lainnya adalah
Myxovirus, virus
Coxsackle dan
virus ECHO.
hidung kering,
panas &gatal,
bersin berulang,
hidung
tersumbat,
ingus encer
(kental bila
infeksi sekunder
oleh bakteri)
demam, nyeri
kepala
Istirahat
Analgeti
antipiretik,
dekongestan

Sika
Lingkungan
berdebu, panas,
kering,
orangtua,
anemia, alkohol,
gizi buruk

Hipertrof
Infeksi berulang
di hidung/ sinus
Lanjutan rinitis
alergi/ vasomotor

Ozaena
Klebsiella
ozaena, def Fe,
vitamin A,
sinusitis kronis,
kelainan hormon,
peny kolagen

Iritasi, rasa
kering di hidung
Epistaksis
(kadang2)

Sumbatan
hidung
Sekret banyak
(muko purulen),
nyeri kepala
Konka hipertrofi,
berbenjol2
ditutupi mukosa
hipertrofi
Sekrer
mukopurulen
Sesuai penyebab
Kauterisasi konka

Nafas berbau
(yang mencium
orang lain,
pasien tidak),
hiposmia/anosmi
a, ingus kental
hijau, krusta
hijau, hidung
tersumbat, sakit
kepala

Tergantung
penyebab, obat
cuci hidung

Antibiotik, obat
cuci hidung,
operasi

-Rinitis Difteri
Penyakit ini disebabkan oleh Corynebacterium diphteriae.Rinitis difteri
dapat bersifat primer pada hidung atau sekunder pada tenggorokan dan
dapat terjadi dalam bentuk akut atau kronis.Dugaan adanya rinitis difteri
harus dipikirkan pada penderita dengan riwayat imunisasi yang tidak
lengkap.Penyakit ini semakin jarang ditemukan karena cakupan program
imunisasi yang semakin meningkat.Gejala rinitis akut ialah demam,
toksemia, terdapat limfadenitis, dan mungkin ada paralisis otot
pernafasan.Pada hidung ada ingus yang bercampur darah.Membrane
keabu-abuan tampak menutup konka inferior dan kavum nasi bagian
bawah, membrannya lengket dan bila diangkat dapat terjadi
perdarahan.Ekskoriasi berupa krusta coklat pada nares anterior dan bibir
bagian atas dapat terlihat.Terapinya meliputi isolasi pasien, penisilin
sistemik, dan antitoksin difteri.
Etiologi

Nama: Rara Aulia


NIM : 135070101111033
Kelas : PD B 2013

Penyakit ini disebabkan oleh Corynebacterium diphteriae.


Manifestasi klinis
Gejala rhinitis difteri akut adalah demam, toksemia, limfadenitis, paralisis,
sekret hidung bercampur darah, ditemukan pseudomembran putih yang
mudah berdarah, terdapat krusta coklat di nares dan kavum nasi.
Sedangkan rhinitis difteri kronik gejalanya lebih ringan.
Terapi
Terapi rhinitis difteri kronis adalah ADS (anti difteri serum), penisilin lokal,
dan intramuskular.

-Rinitis siflis
Etiologi
Penyebab rhinitis sifilis adalah kuman Treponema pallidum. 26
Manifestasi Klinis
Gejala rhinitis sifilis yang primer dan sekunder serupa dengan rhinitis akut
lainnya.Hanya
pada
rhinitis
sifilis
terdapat
bercak
pada
mukosa.Sedangkan pada rhinitis sifilis tertier ditemukan gumma atau
ulkus yang dapat mengakibatkan perforasi septum.Sekret yang dihasilkan
merupakan sekret mukopurulen yang berbau. 26
Terapi
Sebagai pengobatan diberikan penisilin dan obat cuci hidung. 26
2. Describe the phatophisiology of :
a) Allergic rhinitis
Karakteristik utama dari sistem kekebalan tubuh adalah
pengenalan dari "non-self" yang berpasangan dengan memory.
Fungsi dari sistem kekebalan tubuh melibatkan limfosit T dan
limfosit B serta zat terlarut yang disebut sitokin yang bertindak di
dalam dan di luar sistem kekebalan tubuh untuk mempengaruhi
sistem tersebut dan juga beraneka ragam mediator. Gell dan
Coombs menggambarkan empat jenis reaksi hipersensitivitas:
langsung, sitotoksik, komplek imun, dan tertunda. Lainnya
menyarankan penambahan dua jenis lagi (rangsangan antibodi
dan antibodi-dependent, sitotoksisitas dimediasi sel). Namun,
rhinitis alergi melibatkan terutama jenis ,Gell dan Coombs, reaksi

Nama: Rara Aulia


NIM : 135070101111033
Kelas : PD B 2013

hipersensitif tipe I. Karena berbagai terapi modalitas bekerja di


berbagai titik dalam reaksi ini, penting bagi dokter untuk memiliki
pemahaman umum tentang hal tersebut.10
Rinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi yang diawali
dengan tahap sensitisasi dan diikuti dengan reaksi alergi. Reaksi
alergi terdiri dari 2 fase yaitu immediate phase allergic reaction
atau reaksi alergi fase cepat (RAFC) yang berlangsung sejak
kontak dengan alergen sampai 1 jam setelahnya dan late phase
allergic reaction atau reaksi alergi fase lambat (RAFL) yang
berlangsung 2-4 jam dengan puncak 6-8 jam (fase
hiperreaktivitas) setelah pemaparan dan dapat berlangsung 24-48
jam. 8

Gambar 5. Reaksi Alergi

Pada kontak pertama dengan alergen atau tahap sensitisasi,


makrofag atau monosit yang berperan sebagai sel penyaji
(Antigen Presenting Cell/APC) akan menangkap alergen yang
menempel di permukaan mukosa hidung. 8
Setelah diproses, antigen akan membentuk fragmen pendek
peptida dan bergabung dengan molekul HLA kelas II membentuk
komplek peptida MHC kelas II (Major Histocompatibility Complex)
yang kemudian dipresentasikan pada sel T helper (Th 0).
Kemudian sel penyaji akan melepas sitokin seperti interleukin 1

Nama: Rara Aulia


NIM : 135070101111033
Kelas : PD B 2013

(IL 1) yang akan mengaktifkan Th0 untuk berproliferasi menjadi


Th1 dan Th 2. Th 2 akan menghasilkan berbagai sitokin seperti IL
3, IL 4, IL 5, dan IL 13. 8
IL 4 dan IL 13 dapat diikat oleh reseptornya di permukaan sel
limfosit B, sehingga sel limfosit B menjadi aktif dan akan
memproduksi imunoglobulin E (IgE). IgE di sirkulasi darah akan
masuk ke jaringan dan diikat oleh reseptor IgE di permukaan sel
mastosit atau basofil (sel mediator) sehingga kedua sel ini
menjadi aktif. Proses ini disebut sensitisasi yang menghasilkan sel
mediator yang tersensitisasi. Bila mukosa yang sudah
tersensitisasi terpapar alergen yang sama, maka kedua rantai IgE
akan mengikat alergen spesifik dan terjadi degranulasi (pecahnya
dinding sel) mastosit dan basofil dengan akibat terlepasnya
mediator kimia yang sudah terbentuk (Performed Mediators)
terutama histamin. Selain histamin juga dikeluarkan Newly
Formed Mediators antara lain prostaglandin D2 (PGD2), Leukotrien
D4 (LT D4), Leukotrien C4 (LT C4), bradikinin, Platelet Activating
Factor (PAF) dan berbagai sitokin. (IL3, IL4, IL5, IL6,GM-CSF
(Granulocyte Macrophage Colony Stimulating Factor) dan lain-lain.
Inilah yang disebut sebagai Reaksi Alergi Fase Cepat (RAFC). 8
Histamin akan merangsang reseptor H1 pada ujung saraf vidianus
sehingga menimbulkan rasa gatal pada hidung dan bersin-bersin.
Histamin juga akan menyebabkan kelenjar mukosa dan sel goblet
mengalami hipersekresi dan permeabilitas kapiler meningkat
sehingga terjadi rinore. Gejala lain adalah hidung tersumbat
akibat vasodilatasi sinusoid. Selain histamin merangsang ujung
saraf Vidianus, juga menyebabkan rangsangan pada mukosa
hidung sehingga terjadi pengeluaran Inter Cellular Adhesion
Molecule 1(ICAM 1). 8
Pada RAFC, sel mastosit juga akan melepaskan molekul
kemotaktik yang menyebabkan akumulasi sel eosinofil dan
netrofil di jaringan target. Respons ini tidak berhenti sampai disini
saja, tetapi gejala akan berlanjut dan mencapai puncak 6-8 jam
setelah pemaparan. Pada RAFL ini ditandai dengan penambahan
jenis dan jumlah sel inflamasi seperti eosinofil, limfosit, netrofil,
basofil dan mastosit di mukosa hidung serta pengingkatan sitokin
seperti IL3, IL4, IL5 dan Granulocyte Macrophag Colony
Stimulating Factor (GM-CSF) dan ICAM1 pada sekret hidung.
Timbulnya gejala hiperaktif atau hiperresponsif hidung adalah
akibat peranan eosinofil dengan mediator inflamasi dari
granulnya seperti Eosinophilic Cationic Protein (ECP), Eosiniphilic

Nama: Rara Aulia


NIM : 135070101111033
Kelas : PD B 2013

Derived Protein(E DP ), Major Basic Protein (MBP), dan Eosinophilic


Peroxidase (EPO). Pada fase ini, selain faktor spesifik (alergen),
iritasi oleh faktor non spesifik dapat memperberat gejala seperti
asap rokok, bau yang merangsang, perubahan cuaca dan
kelembaban udara yang tinggi. 8
b) Infectious rhinitis : acute rhinitis rhinitis diphteria
c) Non allergic non infectious rhinitis
d) Vasomotor rhinitis
Sistem saraf otonom mengontrol aliran darah ke mukosa hidung
dan sekresi dari kelenjar.Diameter resistensi pembuluh darah di
hidung diatur oleh sistem saraf simpatis sedangkan
parasimpatis mengontrol sekresi kelenjar.
Pada rinitis vasomotor terjadi disfungsi sistem saraf otonom
menimbulkan peningkatan kerja parasimpatis serta penurunan
kerja saraf simpatis.Baik sistem simpatis yang hipoaktif maupun
sistem parasimpatis yang hiperaktif, keduanya menimbulkan
dilatasi arteriola dan kapiler disertai peningkatan permeabilitas
kapiler menyebabkan transudasi cairan, edema dan kongesti. 17
Teori lain mengatakan bahwa terjadi peningkatan peptide
vasoaktif dari selsel
seperti sel mast. Termasuk diantara peptide ini adalah histamin,
leukotrin,
prostaglandin, polipeptide intestinal vasoaktif dan kinin.
Elemen-elemen ini selain mengontrol diameter pembuluh darah
yang menyebabkan kongesti, tetapijuga meningkatkan efek
asetilkolin dari sistem saraf parasimpatis terhadap sekresihidung,
menyebabkan rinore.
Pelepasan peptide-peptide ini tidak diperantaraioleh Ig-E (non-Ig E
mediated) seperti pada rinitis alergi. 19
Adanya reseptor zat iritan yang berlebihan juga berperan pada
rhinitis vasomotor. Banyak kasus yang dihubungkan dengan zatzat atau kondisi yang
spesifik. Beberapa diantaranya adalah perubahan temperatur
atau tekanan udara,
perfume, asap rokok, polusi udara dan stress ( emosional atau
fisikal ). 19 Dengan demikian, patofisiologi dapat memandu
penatalaksanaan rinitis
vasomotor yaitu : 16,19
1. meningkatkan perangsangan terhadap sistem saraf simpatis

Nama: Rara Aulia


NIM : 135070101111033
Kelas : PD B 2013

2. mengurangi perangsangan terhadap sistem saraf parasimpatis


3. mengurangi peptide vasoaktif
4. mencari dan menghindari zat-zat iritan.
e) Medicamentous rhinitis
Mukosa hidung merupakan organ yang amat peka terhadap
rangsangan atau iritan sehingga harus berhati hati dalam
mengkonsumsi obat vasokonstriksi topikal dari golongan
simptomatik yang dapat mengakibatkan terganggunya siklus
nasal dan akan berfungsi kembali dengan menghentikan
pemakaian obat. Pemakaian vasokonstriktor topical berulang
dalam waktu lama, akanmengakibatkan terjadinya fase dilatasi
berulang (rebound dilatation) setelah vasokonstriksi sehingga
menimbulkan terjadinya obstruksi atau penyumbatan. Dengan
adanya gejala obstruksi hidung ini menyebabkan pasien lebih
sering dan lebih banyak memakai obat tersebut sehingga efek
vasokonstriksi berkurang, pH hidung berubah dan aktivitas silia
terganggu, sedangkan efek balik akan menyebabkan obstruksi
hidung lebih hebat dari keluhan sebelumnya. Bila pemakaian obat
diteruskanakan menyebabkan dilatasi dan kongesti jaringan.
Kemudian
terjadi
pertambahan
mukosa
jaringan
dan
rangsangan selsel mukoid, sehingga sumbatan akan menetap
dengan produksi sekret yang berlebihan. 3
Selain itu, terdapat juga hipotesis bahwa rhinitis medikamentosa
terjadi sebagai akibat berkurangnya
produksi nor-epinefrin
simpatetik endogen menerusi jalur umpan balik negatif. Dengan
penggunaan dekongestan dalam jangka waktu yang lama, saraf
simpatetik
tidak bisa berfungsi untuk mempertahankan
vasokonstriksi karena pelepasan nor-epinefrin yang ditekan. 3
f) Rhinitis cronica atroficans foetida (=ozaena)
Patofisiologi dari rhinitis atrofi dimulai dari berbagai etiologi
seperti Klebsiella ozaena, trauma, penyebaran infeksi lokal
setempat (contoh: sinusitis maxillaris), efek lanjut dari tindakan
bedah, radiasi, dan kemudian akan menyebabkan terjadinya
suatu peradangan pada hidung. Jika peradangan ini berlangsung
lama dan tidak kunjung sembuh, maka disebut inflamasi kronik.
Inflamasi kronik ini akan menyebabkan banyak perubahan
anatomi dan fungsi hidung, seperti : Lapisan epitel mengalami
metaplasia squamosa dan kehilangan silianya. Hal ini akan
membuat hilangnya kemampuan pembersihan hidung dan

Nama: Rara Aulia


NIM : 135070101111033
Kelas : PD B 2013

kemampuan membersihkan debris, kelenjar mukosa mengalami


atrofi dan bahkan bisa menghilang, terbentuknya fibrosis jaringan
subepitel yang luas, fungsi surfaktan akan menjadi abnormal
dimana hal ini akan menyebabkan pengurangan efisiensi klirens
mucus, dan mempunyai pengaruh yang kurang baik terhadap
frekuensi gerakan silia sehingga akan membuat bertumpuknya
lender, semakin tipisnya epitel (atrofi konkha) akan membuat
rongga hidung semakin membesar, karena itulah terjadi
kekeringan, pembentukan krusta, dan iritasi mukosa semakin
meluas. Lalu jika bloodsupply juga tidak adekuat, maka akan
terjadi nekrosis sel dan jaringan yang bila nanti mengalami proses
pembusukan dan bercampur dengan toxin dari mikroorganisme
akan menghasilkan pus kehijauan yang berbau busuk. Jika krusta
terlepas akan membuat epistaksis. Selain atrofi dari mukosa, juga
bisa terjadi atrofi dari mukosa olfaktoria yang bisa menyebabkan
penderita mengalami hiposmia atau bahkan anosmia.
Tergantung etiologi awal (bisa dari kombinasi beberpa factor
penyebab) infeksi yg kronik menyebabkan mukosa dan tulang
konka mengalami atrofi yang bersifat progresifmenghasilkan
sekret yang kental dan cepat mengering (berbentuk krusta yang
berbau busuk).

3. Describe the principles diagnosis of rhinitis


b) Allergic rhinitis
Diagnosis rinitis alergi ditegakkan berdasarkan :

Anamnesis

Anamnesis sangat penting, karena seringkali serangan tidak terjadi


di hadapan pemeriksa. Hampir 50% diagnosis dapat ditegakkan dari
anamnesis saja.

Pemeriksaan rinoskopi anterior

Pada rinoskopi anterior tampak mukosa edema, basah, berwarna


pucat atau livid disertai adanya sekret encer yang banyak.
1. Pemeriksaan naso endoskopi
2. Pemeriksaan sitologi hidung

Nama: Rara Aulia


NIM : 135070101111033
Kelas : PD B 2013

Walaupun tidak dapat memastikan diagnosis, tetap berguna sebagai


pemeriksaan pelengkap. Ditemukannya eosinofil dalam jumlah
banyak menunjukkan kemungkinan alergi inhalan. Jika basofil 5
sel/lap mungkin disebabkan alergi makanan, sedangkan jika
ditemukan sel PMN menunjukkan adanya infeksi bakteri.

Hitung eosinofil dalam darah tepi

Dapat normal atau meningkat. Demikian pula pemeriksaan IgE total


(prist-paper radio immunosorbent test) seringkali menunjukkan nilai
normal, kecuali bila tanda alergi pada pasien lebih dari satu macam
penyakit, misalnya selain rinitis alergi juga menderita asma bronkial
atau urtikaria. Pemeriksaan ini berguna untuk prediksi kemungkinan
alergi pada bayi atau anak kecil dari suatu keluarga dengan derajat
alergi yang tinggi. Lebih bermakna adalah pemeriksaan IgE spesifik
dengan RAST (Radio Immuno Sorbent Test) atau ELISA (Enzym
Linked Immuno Sorbent Assay)

Uji kulit

Untuk mencari alergen penyebab secara invivo. Jenisnya skin endpoint tetration/SET (uji intrakutan atau intradermal yang tunggal
atau berseri), prick test (uji cukit), scratch test (uji gores), challenge
test (diet eliminasi dan provokasi) khusus untuk alergi makanan
(ingestan alergen) dan provocative neutralization test atau
intracutaneus provocative food test (IPFT) untuk alergi makanan
(ingestan alergen)
DIAGNOSIS
1.Anamnesis
2.Pemeriksaan:

yang

lengkap

dan

cermat.

Rinoskopi anterior : konka oedema dan pucat, sekret seromusinus.


Pemeriksaan tambahan:

Eosinofil sekret hidung. Positif bila >= 25 %.

Eosinofil darah .Positif bila > 400 / mm.

Teskulit: "Prick test".

X foto Waters, bila dicurigai adanya komplikasi sinusitis.

Nama: Rara Aulia


NIM : 135070101111033
Kelas : PD B 2013

Bila diperlukan dapat diperiksa: * IgE total serum ( RIST dan


PRIST ). Positif bila > 200 IU.

Ig E spesifik ( RAST ).

DIAGNOSIS

BANDING

1. Rinitis akut ("Infectious Rhinitis"): ada keluhan panas badan,


mukosa hiperemis, sekret mukopurulen.
2. Rinitis karena Iritan ("Irritan Contact Rliinitis") : karena
merokok, iritasi gas, bahan imia, debu pabrik, bahan kimia
pada makanan.
3. Diagnosis ditegakkan dengan
pemeriksaan alergi yang negatif.

anamnesis

yang

cermat,

4. Rinitis medikamentosa ("Drug Induced Rhinitis") : karena


penggunaan tetes hidung dalam jangka lama, reserpin,
klonidin, alfa metildopa, guanetidin, klor promasin, dan
fenotiasin yang lain.
5. Rinitishormonal("HormonallylnducedRliinitis"): Pada penderita
hamil,hipertiroid, penggunaan pil KB.
6. Rinitis vasomotor

c) Infectious rhinitis : acute rhinitis rhinitis diphteria


d) Non allergic non infectious rhinitis
e) Vasomotor rhinitis
Dalam anamnesis dicari faktor yang mempengaruhi keseimbangan
vasomotor dan disingkirkan kemungkinan rinitis alergi.1 Biasanya
penderita tidak mempunyai riwayat alergi dalam keluarganya dan
keluhan dimulai pada usia dewasa. 8,20
Beberapa pasien hanya mengeluhkan gejala sebagai respon
terhadap paparan zat
iritan tertentu tetapi tidak mempunyai keluhan apabila tidak
terpapar. Pada pemeriksaan rinoskopi anterior tampak gambaran
klasik berupa edema mukosa hidung, konka hipertrofi dan

Nama: Rara Aulia


NIM : 135070101111033
Kelas : PD B 2013

berwarna merah gelap atau merah tua (karakteristik), tetapi dapat


juga dijumpai berwarna pucat. Permukaan konka dapat licin atau
berbenjol ( tidak rata ). Pada rongga hidung terdapat sekret
mukoid, biasanya sedikit. Akan tetapi pada golongan rinore, sekret
yang ditemukan bersifat serosa dengan jumlah yang banyak. Pada
rinoskopi posterior dapat dijumpai post nasal drip.
Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan rinitis alergi. Test kulit ( skin test ) biasanya negatif,
demikian pula test RAST, serta kadar Ig E total dalam batas
normal. Kadang- kadang ditemukan juga eosinofil pada sekret
hidung, akan tetapi dalam jumlah yang sedikit. Infeksi sering
menyertai yang ditandai dengan adanya sel neutrofil dalam sekret.
8, 20

Pemeriksaan radiologik sinus memperlihatkan mukosa yang


edema dan mungkin tampak gambaran cairan dalam sinus apabila
sinus telah terlibat. 8
Tabel 3. Gambaran klinis dan pemeriksaan pada rinitis vasomotor
Riwayat penyakit

- Tidak berhubungan dengan


musim
- Riwayat keluarga ( - )
- Riwayat alergi sewaktu
anak-anak ( - )
- Timbul sesudah dewasa
- Keluhan gatal dan bersin ( )
- Struktur abnormal ( - )

Pemeriksaan THT

- Tanda tanda infeksi ( - )


- Pembengkakan pada
mukosa ( + )
- Hipertrofi konka inferior
Radiologi

X Ray / CT

sering dijumpai
- Tidak dijumpai bukti kuat
keterlibatan
sinus
- Umumnya dijumpai

Bakteriologi
Test alergi

Ig E total
Prick Test

penebalan mukosa
- Rinitis bakterial ( - )
- Normal
- Negatif atau positif lemah

Nama: Rara Aulia


NIM : 135070101111033
Kelas : PD B 2013

RAST

- Negatif atau positif lemah

f) Medicamentous rhinitis
Kriteria bagi diagnosis Rhinitis Medikamentosa adalah :i.

ii.
iii.

3,7

Riwayat pemakaian vasokontriktor topikal seperti obat tetes


hidung atau obat semprot
hidung dalam waktu lama dan berlebihan.
Obstruksi hidung yang berterusan ( kronik ) tanpa
pengeluaran sekret atau bersin.
Ditemukan mukosa hidung yang menebal pada pemeriksaan
fisis.

Rhinitis medikamentosa sering terjadi disebabkan oleh kondisi


medis lainnya yang menyebabkan penggunaan dekongestan. Jadi,
penting untuk menjalankan beberapa pemeriksaan lainnya untuk
mengidentifikasi kondisi medis lainnya yang berpotensi untuk
diobati. Di antara pemeriksaannya adalah uji tusuk bagi pasien
yang mempunyai riwayat rhinitis alergi, uji aspirin bagi pasien
yang mempunyai trias ASA dan pemeriksaan rinoskopi untuk
mengidentifikasi deviasi septal, abnormalitas struktur anatomi dan
juga polip hidung.
g) Rhinitis cronica atroficans foetida (=ozaena)
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan : anamnesis, dan perubahan
yang terjadi pada hidung seperti adanya pelebaran kavum hidung,
atrofi mukosa dan terdapatnya perlekatan, penebalan dan krusta
hijau

kuning,
pemeriksaan
mikrobiologi
dengan
isolasi
3,4
bakteri seperti K. ozaenae dari kultur hidung .
DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding rinitis atrofi sebagai berikut :

1. Rinitis atrofi: sekret bilateral dan berbau dengan krusta berwarna


kuning kehijauan, penderita tidak membau, sedangkan orang lain
membau. Lebih banyak menyerang wanita daripada pria, terutama
sekitar usia pubertas.

Nama: Rara Aulia


NIM : 135070101111033
Kelas : PD B 2013

2. Sinusitis: sekret melimpah dapat bilateral atau unilateral, penderita


dan orang lain disekitarnya membau. Dapat terjadi baik pada anakanak maupun orang dewasa. Terkadang ditemukan hiposmia karena
adanya obstruksi.
3. Nasofaringitis
kronis: sekret post
nasal
bilateral,
penderita
membau, sedangkan orang lain tidak membau. Tidak ada perbedaan
frekuensi antara pria dan wanita
Untuk mendiagnosis rhinitis atrofi dilakukan Anamnesis, lalu
pada Pemeriksaan Hidung didapatkan rongga hidung sangat lapang,
konkha inferior dan media menjadi atrofi, ada sekret purulen dan
krusta berwarna hijau, Pemeriksaan histopatologik yang berasal dari
biopsy konkha media, Pemeriksaan mikrobiologi untuk menentukan
kuman penyebab, Pemeriksaan Radiologi sinus paranasalis. Dan juga
CT-Scan, dimana pada pemeriksaan ini ditemukan : Penebalan
mukoperiostium sinus paranasal, Kehilangan ketajaman dan
kompleks sekuder osteomeatal untuk meresorbsi bula etmoid dan
proses uncinate, Hipoplasia sinus maxillaries, Pelebaran kavum
hidung dengan erosi dan membusurnya dinding lateral hidung,
Resorpsi tulang dan atrofi mukosa pada konkha media dan inferior.
4. Describe the principles management of rhinitis
a) Allergic rhinitis
TERAPI
1. Hindari alergen penyebab.
2. Simtomatik:

Antihistamin ( pada saat serangan dapat dipakai CTM 3 x 2-4


mg atau Loratadin/ Astemizole 1 x 10 mg sehari ).

Kortikosteroid (Deksametason, Betametason), ingat kontra


indikasi.

Diberikan dengan "tappering off".

Dekongestan lokal: tetes hidung. Larutan Efedrin 1/2-1%,


atau Oksimetazolm 0.025% - 0.05%, bila diperlukan, dan
tidak boleh lebih dan seminggu.

Nama: Rara Aulia


NIM : 135070101111033
Kelas : PD B 2013

Bila perlu buntu hidung dapat diterapi dengan kaustik konka


inferior.

Dekongestan oral: Psedoefedrin, 2 - 3 x 30 - 60 mg sehari.

3. Meningkatkan kondisi tubuh:

Olah raga pagi.

Makanan yang baik.

b) Infectious rhinitis : acute rhinitis rhinitis diphteria


c) Non allergic non infectious rhinitis
d) Vasomotor rhinitis
PENATALAKSANAAN :
Pengobatan rhinitis vasomotor bervariasi, tergantung dengan
penyebab dan gejala yang menonjol.
NON-FARMAKOTERAPI
a.
Menghindari penyebab terjadinya stress
Dimana seseorang yang mengalami gejala rhinitis mudah
mengalami terjadinya stress karena gangguan system saraf
parasimpatisnya. Oleh sebab itu maka seseorang yang mengalami
rasa ini harus bisa menghindari terjadinya stress.
b.
Melakukan yoga
Dimana dengan melakukan yoga seseorang dapat berfikir positif
dan membuat pikiran menjadi ringan.

c.
Melakukan olahraga diruang terbuka
Karena berolahraga diruang terbuka dapat menyebabkan fikiran
menjadi tenang dengan melatih tubuh kita untuk menjadi lebih
bugar dan dengan berolahraga ditempat terbuka kita bisa melihat
pemandangan yang indah dibandingkan berolahraga diruangan.
FARMAKOTERAPI
a)
Dekongestan (pseudoefedrin)

Nama: Rara Aulia


NIM : 135070101111033
Kelas : PD B 2013

Mekanisme kerja
: menstimulasi secara lansung reseptor Alpa
1 adregenik yang terdapat pada pembulu darah mukosa saluran
pernafasan
bagian
atas
yang
menyebabkan
terjadinya
vasokontriksi.
Efek samping

: hypertension, insomnia, takikardi.

Dosis penggunaan
:
a. < 2 tahun diberikan dosis 4mg /6 jam.
b. 2 5 tahun diberikan dosis 15mg/6 jam dengan pemberian
maksimal 60mg/24jam.
c. 6 12 tahun diberikan dosis 30mg/6jam dengan pemberian
maksimal 120mg/24 jam
d. >12 tahun diberikan dosis 30 50 mg/4 6 jam dimana
pemberian maksimal 240 mg/24 jam.
Interaksi obat
tersumbat.

menurunkan efek keluhan hidung

b) Antihistamin
Mekanisme kerja
: mengantagonis H1 secara kompotitif dan
reversible, tetapi tidak memblok pelepasan histaminin.
Farmakokinetik
: Absorsinya baik, dimana kadar puncak
plasmanya 2 3 jam. Dimana efek kerja obat 4 6 jam.
Indikasi
: Rhinitis alergika, syok anafilatik, asma,
dermatitis alergika.
Interaksi obat
: mengurangi gejala beringus.
c)
Kortikosteroid
Mekanisme
kerja
:
kortikosteroid
bekerja
dengan
mempengaruhi kecepatan sistesis protein. Mulekul hormone
masuk kedalam sel melewati membrane plasma secara difusi
pasif.
Interaksi obat
: mengurangi keluhan hidung tersumbat,
rinore dan bersin bersin dengan menekan respon imflamasi local
yang disebabkan oleh mediator vasoaktif.
PROGNOSIS :
Penyakit ini prognosisnya bervariasi, dimana kadang
kadang dapat membaik dengan tiba tiba, tetapi bisa juga
resistensi terhadap pengobatan yang diberikan.

Nama: Rara Aulia


NIM : 135070101111033
Kelas : PD B 2013

PENATALAKSANAAN
Pengobatan rinitis vasomotor bervariasi, tergantung kepada faktor
penyebab
dan gejala yang menonjol.
Secara garis besar, pengobatan dibagi dalam : 1-3,5,6,11-17
1. Menghindari penyebab / pencetus ( Avoidance therapy )
2. Pengobatan konservatif ( Farmakoterapi ) :
- Dekongestan atau obat simpatomimetik digunakan untuk
mengurangi
keluhan hidung tersumbat. Contohnya : Pseudoephedrine dan
Phenylpropanolamine ( oral ) serta Phenylephrine dan
Oxymetazoline (
semprot hidung ).
- Anti histamin : paling baik untuk golongan rinore.
- Kortikosteroid topikal mengurangi keluhan hidung tersumbat,
rinore
dan bersin-bersin dengan menekan respon inflamasi lokal yang
disebabkan oleh mediator vasoaktif. Biasanya digunakan paling
sedikit
selama 1 atau 2 minggu sebelum dicapai hasil yang memuaskan.
Contoh steroid topikal : Budesonide, Fluticasone, Flunisolide atau
Beclomethasone
- Anti kolinergik juga efektif pada pasien dengan rinore sebagai
keluhan
utamanya. Contoh : Ipratropium bromide ( nasal
spray )
3. Terapi operatif ( dilakukan bila pengobatan konservatif gagal ) :
- Kauterisasi konka yang hipertrofi dengan larutan AgNO3 25%
atau
triklorasetat pekat ( chemical cautery ) maupun secara elektrik
( electrical cautery ).
- Diatermi submukosa konka inferior ( submucosal diathermy of
the
inferior turbinate )
- Bedah beku konka inferior ( cryosurgery )
- Reseksi konka parsial atau total (partial or total turbinate
resection)
- Turbinektomi dengan laser ( laser turbinectomy )
- Neurektomi n. vidianus ( vidian neurectomy ), yaitu dengan
melakukan pemotongan pada n. vidianus, bila dengan cara diatas
tidak
memberikan hasil. Operasi sebaiknya dilakukan pada pasien
dengan

Nama: Rara Aulia


NIM : 135070101111033
Kelas : PD B 2013

keluhan rinore yang hebat. Terapi ini sulit dilakukan, dengan angka
kekambuhan yang cukup tinggi dan dapat menimbulkan berbagai
komplikasi
Simptom Jenis terapi Prosedur
Obstruksi hidung Reduksi konka - Kauterisasi konka ( chemical
atau
electrical )
- Diatermi sub mukosa
- Bedah beku ( cryosurgery )
Reseksi konka - Turbinektomi parsial atau total
- Turbinektomi dengan laser ( laser
turbinectomy )
2003 Digital by USU digital library 9
Rinore Vidian neurectomy - Eksisi nervus vidianus
- Diatermi nervus vidianus
Tabel 3. Terapi operatif terhadap rinitis vasomotor
( Dikutip dari kepustakaan 5 )
KOMPLIKASI 11
1. Sinusitis
2. Eritema pada hidung sebelah luar
3. Pembengkakan wajah
PROGNOSIS
Penyakit ini prognosisnya bervariasi, dimana kadang
kadang dapat membaik dengan tiba tiba, tetapi bisa juga
resistensi terhadap pengobatan yang diberikan.
membaik dengan ti
e) Medicamentous rhinitis
Penatalaksanaan
Jika rinitis medikamentosa dikenal pasti akibat penggunaan
dekongentan topikal, maka pasien harus dinasihatkan agar segera
dihentikan penggunaannya. Pasien juga harus diberi edukasi
mengenai keluhan yang dialami dan diberikan pengobatan
alternatif lainnya bagi menggantikan obat yang menyebabkan
terjadinya sumbatan hidung pada pasien. 3,8,22
Penghentian
penggunaan
secara
mendadak
dapat
menyebabkan rebound swelling dan kongesti. Beberapa obat telah
dikenalpasti bagi mengatasi masalah ini yaitu dengan
menggunakan Cromolyn, sedatif / hipnotik, semprotan hidung
yang menggunakan larutan saline. Adenosin trifosfat oral, obat
tetes deksametason dan obat tetes triamcinolon juga membantu
dalam usaha menyembuhkan pasien. 3,8,22

Nama: Rara Aulia


NIM : 135070101111033
Kelas : PD B 2013

Menurut penelitian, kombinasi antihistamin oral dengan


dekongestan bersama penggunaan deksametason intranasal juga
direkomendasikan buat pengobatan rhinitis medikamentosa. Pada
penelitian lainnya, injeksi kortikosteroid ( triamsinolone asetat 20
mg pada turbinasi anterior juga mampu mengurangkan kongesti
hidung. Glukokortikosteroid intranasal ( semprotan deksametason
sodium fosfat / budesonide ).
f) Rhinitis cronica atroficans foetida (=ozaena)
Penatalaksanaan
Hingga kini pengobatan medis terbaik rinitis atrofik hanya bersifat
paliatif. Termasuk dengan irigasi dan membersihkan krusta yang
terbentuk, terapi sistemik dan lokal dengan endokrin; steroid; dan
antibiotik; vasodilator; pemakaian iritan jaringan lokal ringan
seperti alkohol; dan salep pelumas. Penekanan terapi utama
adalah pembedahan, yaitu usaha-usaha langsung mengecilkan
rongga hidung, dan dengan demikian juga memperbaiki suplai
darah mukosa hidung.5 Tujuan pengobatan adalah menghilangkan
faktor etiologi/ penyebab dan menghilangkan gejala. Pengobatan
dapat diberikan secara konservatif atau kalau tidak menolong
dilakukan operasi.1,3
Konservatif
Pengobatan konservatif ozaena meliputi pemberian antibiotik, obat
cuci hidung, dan simptomatik.
1) Antibiotik spektrum luas sesuai uji resistensi kuman, dengan
dosis adekuat sampai tanda-tanda infeksi hilang. Qizilbash dan
Darf melaporkan hasil yang baik pada pengobatan dengan
Rifampicin oral 600 mg 1 x sehari selama 12 minggu.
2) Obat cuci hidung, untuk membersihkan rongga hidung dari
krusta dan sekret dan menghilangkan bau. Antara lain :
a. Betadin solution dalam 100 ml air hangat atau
b. Campuran :
NaCl
NH4Cl
NaHCO3 aaa 9
Aqua ad 300 cc 1 sendok makan dicampur 9 sendok makan air
hangat
c. Larutan garam dapur
d. Campuran :
Na bikarbonat 28,4 g
Na diborat 28,4 g
NaCl 56,7 g dicampur 280 ml air hangat

Nama: Rara Aulia


NIM : 135070101111033
Kelas : PD B 2013

Larutan dihirup ke dalam rongga hidung dan dikeluarkan lagi


dengan menghembuskan kuat-kuat, air yang masuk ke nasofaring
dikeluarkan melalui mulut, dilakukan dua kali sehari.Pemberian
obat simptomatik pada rinitis atrofi (Ozaena) biasanya dengan
pemberian preparat Fe.
3) Obat tetes hidung , setelah krusta diangkat, diberi antara lain :
glukosa 25% dalam gliserin untuk membasahi mukosa, oestradiol
dalam minyak Arachis 10.000 U / ml, kemisetin anti
ozaena solution dan streptomisin 1 g + NaCl 30 ml. diberikan tiga
kali sehari masing-masing tiga tetes.
4) Vitamin A 3 x 10.000 U selama 2 minggu.
5) Preparat Fe.
6) Selain itu bila ada sinusitis, diobati sampai tuntas. Sinha,
Sardana dan Rjvanski melaporkan ekstrak plasenta manusia
secara sistemik memberikan 80% perbaikan dalam 2 tahun dan
injeksi ekstrak plasenta submukosa intranasal memberikan 93,3%
perbaikan pada periode waktu yang sama. Ini membantu
regenerasi epitel dan jaringan kelenjar. Samiadi dalam laporannya
memberikan : trisulfa 3 x 2 tablet sehari selama 2 minggu, natrium
bikarbonat, cuci hidung dengan Na Cl fisiologis 3 x sehari, kontrol
darah dan urine seminggu sekali untuk melihat efek samping obat,
pembersihan hidung di klinik tiap 2 minggu sekali, cuci hidung
diteruskan sampai 2-3 bulan kemudian dan didapatkan hasil yang
memuaskan pada 6 dari 7 penderita.
Operasi
Tujuan operasi pada rhinitis atrofi (ozaena) antara lain untuk :
menyempitkan rongga hidung yang lapang, mengurangi
pengeringan dan pembentukan krusta dan mengistirahatkan
mukosa sehingga memungkinkan terjadinya regenerasi.1 Teknik
bedah dibedakan menjadi dua kategori utama : 5
1) Implan dengan pendekatan intra atau ekstra nasal dan
2) Operasi, seperti penyempitan lobulus hidung atau fraktur tulang
hidung ke arah dalam.
Beberapa teknik operasi yang dilakukan antara lain : 1
1) Young's operation
Penutupan total rongga hidung dengan flap. Sinha melaporkan
hasil yang baik dengan penutupan lubang hidung sebagian atau
seluruhnya dengan menjahit salah satu hidung bergantian masingmasing selama periode tiga tahun.
2) Modified Young's operation
Penutupan lubang hidung dengan meninggalkan 3 mm yang
terbuka.

Nama: Rara Aulia


NIM : 135070101111033
Kelas : PD B 2013

3) Lautenschlager operation
Dengan memobilisasi dinding medial antrum dan bagian dari
etmoid, kemudian dipindahkan ke lubang hidung.
4) Implantasi submukosa dengan tulang rawan, tulang, dermofit,
bahan sintetis seperti Teflon, campuran Triosite dan Fibrin Glue.
5) Transplantasi duktus parotis ke dalam sinus maksila (Wittmack's
operation)
dengan
tujuan
membasahi
mukosa
hidung.Mewengkang N melaporkan operasi penutupan koana
menggunakan flap faring pada penderita ozaena anak berhasil
dengan memuaskan.
Bila pengobatan konsevatif adekuat yang cukup lama tidak
menunjukkan perbaikan, pasien dirujuk untuk dilakukan operasi
penutupan lubang hidung. Prinsipnya mengistirahatkan mukosa
hidung pada nares anterior atau koana sehingga menjadi normal
kembali selama 2 tahun. Atau dapat dilakukan implantasi untuk
menyempitkan rongga hidung.4

Anda mungkin juga menyukai