Anda di halaman 1dari 69

Patofisiologi penyakit pada Hidung dan

Sinus Paranasal

Pembimbing:
Kolonel(PURN) CKM dr. Budi Wiranto, Sp.THT-KL

Disusun Oleh :
Dewa Ayu Putri Mandalika E.
30101306910
Anatomi Hidung
Nasus Eksternus
Nasus Eksternus
Cavitas Nasi
Cavitas Nasi
Innervasi
Sinus Paranasal
Sinus Paranasal
Sinus Paranasal
Fisiologi Penghidu
• 1. Fungsi Respirasi
• 2. Fungsi Penghidu
• 3. Fungsi Fonetik
Fisiologi Sinus Paranasal
• 1. Pengatur Kondisi Udara
• 2. Penahan suhu
• 3. Kesimbangan kepala
• 4. Resonanti suara
• 5. Produksi Mukus
Furunkel pada hidung
Definisi
Furunkel adalah peradangan pada folikel rambut dan jaringan
subkutan sekitarnya. Furunkel dapat terbentuk pada lebih dari satu
tempat. Jika lebih dari satu tempat disebut furunkulosis.

Etiologi dan Faktor Predisposisi


 Iritasi
 Tekanan
 Gesekan
 Dermatitis (kerusakan dari kulit dipakai sebagai jalan masuknya
Staphylococcus aureus)
 Furunkulosis dapat menjadi kelainan sistemik karena faktor
predisposisi : malnutrisi atau keadaan imunosupresi termasuk AIDS
dan diabetes mellitus
Gejala
Mula-mula nodul kecil
kemudian menjadi pustule 
nekrosis  menyembuh
setelah pus keluar  sikatriks.

Nyeri terjadi terutama pada


furunkel yang akut, besar, dan
lokasinya di hidung. Bisa
timbul gejala prodromal yang
seperti panas badan, malaise,
mual.
• Tatalaksana
• Pengobatan topikal, bila lesi masih basah atau kotor
dikompres dengan solusio sodium chloride 0,9%.
Bila lesi telah bersih, diberi salep natrium fusidat
atau framycetine sulfat kassa steril

• Antibiotik sistemik : mempercepat resolusi


penyembuhan dan wajib diberikan terutama pada
seseorang yang beresiko mengalami bakteremia.
Antibiotik diberikan selama 7-10 hari. Lebih
baiknya, antibiotik (Levofloxacin 500 mg/hari)
diberikan sesuai dengan hasil kultur bakteri
terhadap sensitivitas antibiotik
Rhinitis Akut
Definisi
• Rinitis akut merupakan infeksi saluran napas
atas terutama hidung, umumnya disebabkan
oleh virus, namun dapat juga disebabkan oleh
bakteri/ jamur
Etiologi
• Penyebab tersering adalah rhinovirus,
myxovirus, virus coxsackie dan virus ECHO
Gejala klinis
• Hidung buntu
• Sekret hidung bening
• Bersin, gatal, rhinorhoe
• Demam
Patofisiologi
Penularan melalui inhalasi aerosol,
deposisi droplet, kontak tangan yang
mengandung sekret

Respon imun terhadap infeksi virus

Mukosa hidung mengalami vasodilatasi dan


peningkatan permeabilitas kapiler : hidung
tersumbat dan sekret hidung

Stimulasi kolinergik : peningkatan


sekresi kelenjar mukosa dan bersin
Pemeriksaan
• Selaput lendir kering, merah, dan bengkak,
yang menyebabkan sumbatan pada hidung
dan sulit bernafas; kondisi ini segera diikuti
oleh serous atau pengeluaran mucus serous
• Penatalaksanaan
• Tidak ada terapi spesifik untuk rhinitis akut,
selain istirahat dan pemberian obat-obat
simtomatik, seperti analgetika, antipiretika dan
obat dekongestan.

• Antibiotik dan NSAID diberikan bila terdapat


infeksi sekunder karena bakteri
Patofisiologi Rhinitis Vasomotor
• Suatu keadaan idiopatik yang
didiagnosis tanpa adanya infeksi, alergi,
Definisi eosinofilia, perubahan hormonal dan
pajanan obat

• Rinitis vasomotor disebut juga :


vasomotor catarrh, vasomotor rinorrhea,
nasal vasomotor instability, non-allergic
perennial rhinitis
Etiologi dan Patofisiologi
• 1. Neurogenik (disfungsi sistem otonom)

Serabut Simpatis hidung

Asal : korda spinalis Th 1-2

menginervasi PD mukosa dan sebagian kelenjar

Melepas ko-transmitter noradrenalin dan neuropeptida Y

Yang menyebabkan vasokonstriksi dan penurunan sekresi


hidung
Serabut Parasimpatis

Asal : nukleus salivatori superior menuju ganglion sfenopalatina


membentuk n. Vidianus

menginervasi PD mukosa dan kelenjar eksokrin

Pada rangsangan akan terjadi pelepasan ko-transmitter asetilkolin


dan vasoaktif intestinal peptida

Menyebabkan vasodilatasi dan peningkatan sekresi hidung

Kongesti hidung
• 2. Neuropeptida

Disfungsi Hidung

Peningkatan rangsangan serat saraf


serabut C di hidung
Peningkatan pelepasan neuropeptida :
subtances P dan calcintonin gene related
protein

Peningkatan permeabilitas vaskular


dan sekresi kelenjar

Hiperreaktifitas hidung
• 3. Nitrit Oksida

Kadar NO yang tinggi dan persisten di lapisan epitel hidung

Menyebabkan terjadinya kerusakan atau nekrosis epitel

Sehingga rangsangan nonspesifik berinteraksi langsung ke


lapisan subepitel

Terjadi peningkatan reaktivitas serabut trigeminal dan


recruitment refleks vaskular dan kelenjar mukosa hidung
• 4. Trauma
• Merupakan komplikasi jangka panjang dari
trauma hidung melalui mekanisme
neurogenik dan atau neuropeptida
Gejala Klinik

• Hidung tersumbat, bergantian, kiri dan


kanan
• Rinore mukus / serous kadang agak banyak
• Bersin
• Tidak terdapat rasa gatal di mata
• Gejala memburuk pada pagi
Pemeriksaan
• Rinoskopi anterior :
– gambaran khas edema mukosa hidung, konka berwarna merah gelap
atau merah tua, tetapi dapat pula pucat
– Permukaan konka berbenjol benjol atau dapat pula licin
– Sekret mukoid sedikit

• Pemeriksaan Laboratorium
– Eosinofil pada sekret hidung sedikit
– Tes kulit biasanya negatif
– Kadar IgE spesifik tidak meningkat
Tatalaksana
• Menghindari stimulus/faktor pencetus
• Pengobatan Simtomatis
– Obat dekongestan oral,
– Cuci hidung dengan larutan garam fisiologis
– Kauterisasi konka hipertrofi dgn larutan AgNO3 25% atau triklr
asetat pekat
– Kortikosteroid topikal 100-200 mikrogram
– Antikolinergik topikal (ipatropium bromida)  rinore berat
• Operasi : bedah beku, elektrokauter, atau konkotomi parsial konka
inferior
• Neuroktomi nervus vidianus
Patofisiologi Rhinitis Alergika

• Penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi


pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensititasi
dengan alergen yang sama setelah dilepaskannya suatu
mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan
alergen spesifik tersebut (Von pirquet)

• Kelainan pada hidung dengan gejala bersin – bersin, rinore,


rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar
alergen yang diperantarai oleh IgE (WHO)
Cara Masuknya Alergen

1. Alergen inhalan
2. Alergen ingestan
3. Alergen injektan
4. Alergen kontaktan
Klasifikasi Berdasarkan Rekomendasi
dari WHO Initiative ARIA (Allergic
Rhinitis and its Impact on Asthma)
Berdasarkan sifat berlangsungnya

• Intermiten (kadang-kadang)
• Persisten (menetap)

Berdasarkan tingkatan

• Ringan
• Sedang-berat
Gejala Klinis

Serangan bersin berulang


Rinore encer & banyak
Hidung tersumbat
Hidung dan mata gatal kadang
disertai lakrimasi
Rinitis alergi merupakan penyakit inflamasi yang diawali
dengan tahap sensitisasi dan diikuti dengan tahap
provokasi / reaksi alergi.

Reaksi alergi terdiri dari 2 fase:


- Fase cepat  berlangsung sejak kontak sampai 1 jam
- Fase lambat  berlangsung 2-4 jam dengan puncak 6-
8jam setelah pemaparan dan dapat berlangsung
selama 24-48 jam
Kontak pertama dengan alergen (tahap sensitisasi)

Makrofag / monosit berperan sebagai APC , menangkap alergen yg menempel di


permukaan mukosa hidung

Setelah diproses, antigen akan membentuk fragmen peptida dan bergabung dengan
HLA II

Membentuk MHC II yang kemudian dipresentasi pada sel Th 0

Kemudian APC melepaskan sitokin seperti IL-1

mengaktifkan Th 0 menjadi Th1 dan Th2

Th2 melepaskan berbagai sitokin (IL-3, IL-4, IL-5 dan IL-13)

IL 4 dan IL 13 diikat oleh reseptornya di permukaan sel limfosit B

Limfosit B menjadi aktif, memproduksi IgE


IgE di sirkulasi darah akan masuk ke jaringan dan diikat oleh reseptor IgE di
permukaan sel mastosit atau basofil

Sehingga kedua sel tsb menjadi aktif


(PROSES SENSITISASI, menghasilkan sel mediator yang tersensitisasi)

Bila mukosa yg sudah tersensitisasi terpapar dengan alergen yg sama

Kedua rantai IgE akan mengikat alergen spesifik

Terjadi degranulasi sel matosit dan basofil

Terlepasnya mediator kimia yang sudah terbentuk terutama histamin, selain itu;
PGD2, Leukotrien, bradikinin, PAF dan berbagai sitokin (IL3, IL4, IL5, IL6, GM-CSF)

REAKSI ALERGI FASE CEPAT (RAFC)


Pemeriksaan Fisik
Rinoskopi anterior
• Mukosa edema, basah, warna pucat/livid,
sekret encer yang banyak.
• Pada gejala persisten, mukosa inferior tampak
hipertrofi.
Pemeriksaan Penunjang
• Invitro : Hitung eosinofil, IgE total, Sitologi
hidung, IgE spesifik dengan RAST atau ELISA
• Invivo :
– SET (Skin end point titration/SET)
– IPDFT (intracutaneus provocative dilutional food
test)
– ‘Challenge test’ (diet eliminasi dan provokasi)
Tata Laksana
Menghindari kontak dengan alergen penyebabnya

Medikamentosa
• AH1
• Preparat simpatomimetik golongan agonis adrenergik alfa sebagai
dekongestan hidung oral dengan atau tanpa kombinasi dengan antihistamin
• Kortikosteroid topikal (beklometason, budesonid, flunisolid, flutikason,
triamsinolon)
• Preparat sodium kromoglikat
• Preparat antikolinergik topikal : ipratropium bromida
• Antileukotrien, anti IgE
Operatif

Imunoterapi
Benda Asing pada Hidung
• Sering terjadi pada anak usia 2 – 4 tahun/ keterbelakanga nmental

• Anamnesis
• Hidung tersumbat
• Sekret mukopurulen banyak dan bau busuk di sisi yang ada benda asing,
• Kadang disertai nyeri, demm, epitaksis dan bersin

• PF
• Edem dg inflamasi mukosa hidung unilateral, dapat terjadi ulserasi

• PP
• Radiologis : tampak benda asing radioopaque
Patofisiologi
• Benda asing hidung
dapat ditemukan di
setiap bagian rongga
hidung, biasanya di
dasar hidung tepat
dibawah konka inferior.
Lokasi lainnya ada di
depan dari konka
media.
Epistaksis

Definisi
• Perdarahan dari hidung, seringkali merupakan gejala atau
manifestasi penyakit lain
• Etiologi

Kelainan lokal : Kelainan sistemik :

• trauma • peny. kardiovaskular


• kelainan p.darah • kelainan darah
• infeksi lokal • infeksi sistemik
• benda asing • perubahan tekanan
• tumor atmosfer
• pengaruh udara • kelainan hormonal
lingkungan • kelainan kongenital
Tata Laksana

Perbaiki keadaan umum

Cari sumber perdarahan

Hentikan perdarahan

Cari faktor penyebab untuk mencegah perdahan


berulang
Sumber perdarahan dicari untuk membersihkan hidung
dari darah dan bekuan darah dengan bantuan alat
penghisap.

Kemudian dipasang tampon sementara (kapas dibasahi


adrenalin 1/5000-1/10.000 dan pantocain atau lidocain
2% dimasukkan ke rongga hidung untuk menghentikan
perdarahan dan mengurangi nyeri saat dilakukan
tindakan selanjutnya.

Tampon dibiarkan 10-15 menit. Setelah terjadi


vasokonstriksi biasanya dapat dilihat apakah perdarahan
berasal dari bagian anterior atau posterior hidung.
Perdarahan
Perdarahan Anterior
Posterior
• Menekan hidung • Tampon posterior
luar selama 10-15 yang disebut
menit tampon Bellocq
• Perdarahan
dikaustik AgNO3
25-30%
• Tampon Anterior
Sinusitis
• Definisi
Sinusitis merupakan suatu proses
peradangan pada mukosa atau
selaput lendir sinus paranasal.

Umumnya disertai atau dipicu oleh rinitis 


Rinosinusitis.

Yang paling sering terkena : Sinus Maksila dan


Sinus Etmoid.

Mengenai beberapa sinus  Multisinusitis


Mengenai semua sinus  Pansinusitis
Etiologi
Virus
• Rhinovirus
Infeksi Saluran • Virus parainfluenza
• Virus influenza
Pernafasan Atas (ISPA) Bakteri
• Bakteri •

Streptococcus pneumoniae
Haemophillus influenzae
• Virus • Moraxella catarrhalis
• Staphylococcus aureus
• Jamur
Jamur
• Aspergillus
• Candida
• Cryptococcus neoformans
• Sporothrix schenckii
• Altemaria sp.
Etiologi
Sumbatan
• Sumbatan KOM
• Polip hidung
• Septum deviasi
• Corpus alienum
• Atresia choane
• Pemasangan tampon hidung

Kongenital
• Diskinesia silia (Sindrom
Kartagener)
KLASIFIKASI
SINUSITIS

Secara Klinis

Sinusitis Akut Sinusitis Subakut


(< 4 minggu) (4 minggu – 3
bulan)

Sinusitis Kronik
(> 3 bulan)
Sinusitis Tipe Rinogen
(Rinosinusitis)

Berdasarkan
penyebabnya

Sinusitis Tipe Dentogen


Adanya faktor predisposisi Reaksi inflamasi mukosa
hidung

Mukosa yang berhadapan Edema pada organ2


akan saling bertemu pembentuk KOM

Silia tidak dapat bergerak Gangguan drainase dan


& ostium tersumbat ventilasi

Bila kondisi menetap


Bakteri bekembang Sekret purulen diberi
biak (jika antibiotik tidak Inflamasi berlanjut
berhasil)

Mukosa makin Bakteri anaerob Hipoksia jaringan


bengkak berkembang

Mukosa menjadi Mukosa hipertrofi,


kronik polipoid, polip, kista
Sinusitis Maksilaris

Definisi • Inflamasi mukosa atau selaput


lendir sinus maksila.

Dari
• Berdekatan dengan akar gigi
segi rahang atas
klinik, • Ostium maksila terletak lebih
tinggi dari dasar sinus
anatomi • Sinus paranasal yang terbesar
sinus • Berdekatan dengan orbita 
komplikasi orbita
maksila
Sinusitis Maksilaris

Infeksi gigi rahang atas

Mudah menyebar secara langsung ke sinus


maksila

Peradangan sinus

SINUSITIS
Gejala

• Demam
• Malaise
• Nyeri kepala
• Wajah terasa bengkak dan
penuh
• Gigi terasa nyeri
• Nyeri pipi khas yang tumpul dan
menusuk
• Sekret mukopurulen dapat
keluar dari hidung dan berbau
busuk
• Post nasal drip
Diagnosis
Mayor Minor
• Wajah terasa nyeri • Sakit kepala
• Wajah terasa penuh • Demam
• Obstruksi nasal • Halitosis
• Post nasal drip • Keletihan
• Hiposmia/anosmia • Batuk
• Nyeri gigi

2 gejala mayor atau 1 gejala mayor + 2 gejala


minor
Sinusitis Etmoidalis

Sering terjadi pada anak

Bersamaan dengan sinusitis


maksilaris

Gejala
• Nyeri dan nyeri tekan di antara atau
di belakang kedua mata
• Bermanifestasi sebagai selulitis orbita
Sinusitis Frontalis
Hampir selalu bersamaan
dengan sinusitis etmoid anterior.

Pada dewasa

Gejala
• Nyeri di atas alis mata, biasanya pagi
hari
• Pembengkakan supraorbita
• Tanda patognomik : nyeri hebat pada
palpasi dan perkusi
Sinusitis Sfenoidalis

Jarang terjadi

Gejala
• Nyeri kepala dirasakan
di verteks, oksipital,
belakang bola mata
dan daerah mastoid.
Pemeriksaan
Transiluminasi
• Px sinus maxila:
dimasukan sumber
cahaya ke rongga mulut
dan bibir dikatupkan
sehingga sumber cahaya
tidak tampak lagi, setelah
beberapa menit tampak
daerah orbita terang
seperti bulan sabit.
SURAM, apabila ada
cairan / sinusitis/ massa
• Px sinus frontal: lampu
diletakkan di daerah
bawah sinus frontal
dekat kantus medius
dan didaerah sinus
frontal tampak cahaya
terang. SURAM,
apabila ada cairan /
sinusitis/ massa
PEMERIKSAAN RADIOLOGI SPN
• 4 proyeksi dasar foto konvensial SPN
 Caldwell.
 Waters.
 Lateral
 Submentovertex/Basiler.
– Proyeksi tambahan:
 Open Mouth Waters.
 Metode mutakhir yang lebih akurat untuk melihat kelainan sinus
paranasal adalah pemeriksaan CT-scan.
TERAPI
Antibiotik (10-14 hari) Dekongestan (5-7 hari)
• Golongan penisilin • Efedrin 1 % (dewasa), 0,5 % (anak)
• Amoksilin, amoksilin-klavulanat • Oksimetazolin hidroklorida 0,025 %
• Sefalosporin enerasi ke 2 (tetes hidung) anak
• Oksimetazolin hidroklorida 0,05 %
(semprot hidung) dws
• Pseudoefedrin 3 x 60 mg (dewasa)

Analgetik

Anda mungkin juga menyukai