Anda di halaman 1dari 8

NOTULENSI

KOAS IK THT DARING

TANGGAL : Sabtu, 9 Mei 2020


DOSEN PENGAMPU : dr. Bagus Condro, Sp.THT-KL
WAKTU : 09.30 – 11.20 WIB
JUDUL MATERI : Presentasi Referat Rhinitis Vasomotor
TTD DOSEN PENGAMPU :

Pendahuluan
Rhinitis vasomotor adalah suatu gangguan pada mukosa hidung yang ditandai dengan
adanya edema yang persisten dan hipersekresi kelenjar pada mukosa hidung apabila terpapar
oleh iritan spesifik. Rhinitis vasomotor adalah subtipe dari non-allergic rhinitis yang paling
sering terjadi Rhinitis vasomotor sering terjadi pada usia >20 tahun Mayoritas penderita
rhinitis vasomotor adalah perempuan dengan dominasi yang dilaporkan 55-71 % Prevalensi
kasus rhinitis vasomotor bervariasi 7-21% Rhinitis vasomotor meningkatkan resiko
munculnya komplikasi hidung akibat kondisi hipersekresi yang berlebihan, antara lain
sinusitis, rhinosinusitis, polip nasal, nasal polyposis Rhinitis vasomotor memiliki gejala yang
mirip dengan rinitis alergika, sehingga menyebabkan dokter umum sebagai primary care
sering tidak tepat dalam menegakkan diagnosis
Anatomi Hidung
Hidung berbentuk piramid yang terdiri dari tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh otot
dan kulit.
Terdiri atas kavum nasi kanan dan kiri yang dipisahkan oleh septum nasi.
Kavum nasi bagian anterior disebut nares anterior dan bagian posterior disebut nares
posterior ( koana ) yang menghubungkan kavum nasi dengan nasofaring

Vaskularisasi hidung
Pendarahan untuk hidung bagian dalam berasal dari 3 sumber utama:
1. a. etmoidalis anterior
2. a. etmoidalis posterior ( cabang dari a. oftalmika )
3. a. sfenopalatina, terbagi menjadi a. nasales posterolateral dan a. septi posterior
Bagian bawah rongga hidung mendapat pendarahan dari cabang a. maksilaris interna
Pada bagian depan septum terdapat pleksus Kiesselbach ( Little’s area ).

Inervasi hidung
1. Saraf motorik oleh cabang n. fasialis yang mensarafi otot-otot hidung bagian luar.
2. Saraf sensoris, bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris
dari n. etmoidalis anterior, Rongga hidung lainnya , sebagian besar mendapat
persarafan sensoris dari n. maksila melalui ganglion sfenopalatina
3. Nervus olfaktorius
Fungsi hidung
1. Fungsi Respirasi
Mengatur kondisi udara (air conditioning), penyaring udara, humidifikasi,
penyeimbang dalam pertukaran tekanan dan mekanisme imunologik lokal
2. Fungsi Penghidu
Hidung bekerja sebagai indra penghidu karena terdapatnya mukosa olfaktorius dan
reservoir udara untuk menampung stimulus penghidu.
3. Fungsi Fonetik
Hidung berguna untuk resonansi suara, membantu proses berbicara dan mencegah
hantaran suara sendiri melalui konduksi tulang
4. Fungsi Statistik & Mekanik
Untuk meringkankan beban kepala, proteksi terhadap trauma dan pelindung panas.
5. Reflek Nasal
Iritasi mukosa hidung akan menyebabkan refleks bersin dan nafas terhenti.
Rangsangan bau tertentu akan menyebabkan sekresi kelenjar liur, lambung dan
pankreas.

TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Rhinitis vasomotor, atau disebut juga dengan rhinitis non alergi, merupakan suatu
peradangan pada mukosa hidung yang ditandai dengan hidung berair, bersin-bersin,
dan hidung tersumbat, tanpa adanya penyebab yang jelas.
Rhinitis vasomotor adalah suatu keadaan idiopatik yang didiagnosa tanpa adanya
infeksi, alergi, eosinofilia, perubahan hormonal, dan pajanan obat.
Nama lain :
- Vasomotor catarrh
- Vasomotor rinorhea
- Nasal vasomotor instability
- Non-allergic perennial rhinitis
B. Etiologi dan factor resiko
Penyebab pasti rhinitis vasomotor ini belum diketahui secara pasti, diduga akibat
gangguan keseimbangan vasomotor. Keseimbangan vasomotor ini dipengaruhi
berbagai hal, antara lain :
1. Obat-obatan yang menekan dan menghambat kerja saraf simpatis, misalnya
ergotamin, clorpromazin, obat antihipertensi, dan obat vasokonstriktor lokal.
2. Faktor fisik, seperti asap rokok, udara dingin, kelembaban udara yang tinggi,dan
bau yang merangsang
3. Faktor endokrine, seperti kehamilan, pubertas, dan hipotiroidisme.
4. Faktor psikis seperti cemas, tegang
C. Klasifikasi
Berdasarkan gejala yang menonjol, dibedakan menjadi golongan yaitu:
1. Golongan bersin (sneezers), respon yang baik dengan terapi antihistamin dan
kortikosteroid topical
2. Golongan rinore (runners), gejala dapat diatasi dengan pemberian antikolinergik
topical
3. Golongan tersumbat (blockers), respon yang baik dengan terapi kortikosteroid
topical dan vasokontriksi oral
D. Patofisiologi
E. PATOFISIOLOGI
Saraf otonom mukosa hidung : mengandung serat saraf simpatis & parasimpatis. Pada
rinitis vasomotor terjadi disfungsi sistem saraf otonom yang menimbulkan
peningkatan kerja parasimpatis yang disertai penurunan kerja saraf simpatis
Rangsangan serat parasimpatis  Vasodilatasi pemb. darah konka nasi 
Peningkatan permeabilitas kapiler & sekresi kelenjar
F. Diagnosis
a. Anamnesis
Keluhan dimulai pada usia dewasa
Hidung tersumbat, bergantian kanan dan kiri, rinore mucoid atau serous, gejala
memburuk pagi hari sewaktu bangun tidur
Menyingkirkan adanya rhinitis infeksi, alergi, hormonal dan akibat obat
Biasanya penderita tidak mempunyai riwayat alergi dalam keluarganya
Dalam anamnesa dicari faktor yang mempengaruhi timbulnya gejala
b. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan rinoskopi anterior tampak gambaran khas berupa edema
mukosa hidung, konka hipertrofi dan berwarna merah gelap atau merah tua
(karakteristik), tetapi dapat juga berwarna pucat. Permukaan konka dapat licin
atau berbenjol ( tidak rata )
Rongga hidung terdapat secret mucoid atau serous
rinoskopi posterior dapat dijumpai post nasal drip
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium, yaitu:
a. Kadar eosinophil (tidak meningkat)
b. Skin prick test (negatif)
c. Kadar IgE spesifik (tidak meningkat)
G. Tata Laksana
Langkah pertama  Hindari faktor pencetus (merokok atau lingkungan)
a. Kortikosteroid Intranasal
Terapi lini pertama untuk rhinitis non-alergi
Mengurangi obstruksi nasal, postnasal drip, dan rhinorrhea dengan intranasal
fluticasone propionate (Flonase) pada dosis 200 atau 400 mcg. Mengurangi
bersin  1 hingga 2x pada dosis 200 mcg
b. Antihistamin Intranasal
Efektif untuk rhinitis non-alergi
Sebagai anti-inflamasi dan bloker neuroinflamasi
Azelastine 0.1%  approved by FDA
c. Terapi kombinasi
Pemberian Intranasal corticosteroids dan intranasal antihistamines  individual
nasal sprays atau combination nasal spray (azelastine/fluticasone propionate
[Dymista]) dua kali sehari.
d. Intranasal Anticholinergics
Intranasal ipratropium 0.03%  approved by FDA sebanyak 1 atau 2 semprot/2-
3x/hari, bisa juga digunakan jika butuh atau 1 jam sebelum paparan yang
menyebabkan rhinorrhea
e. Dekongestan
Dekongestan efektif untuk mengatasaikongesti nasal
Intranasal decongestants (oxymetazoline [Afrin] dan phenylephrine) lebih poten
dan kerja cepat
f. Other Therapies
Irigaris dengan saline atau cairan hipertonis

H. Prognosis
Persisten dan biasanya terjadi seumur hidup
Sebuah studi  180 pasien berobat kembali 3 hingga 7 tahun setelah diagnosis
pertama
52% mengalami perburukan penyakit  12% peningkatan persisten, 9% perburukan
gejala nasal, 24% berkembang menjadi komorbid baru (paling sering  asma 32-55%
subjek, sinusitis
I. Komplikasi
Gejala rhinitis vasomotor  mengganggu performa kerja dan sekolah akibat
berkurangnya produktivitas dan kunjungan ke dokter yang lebih sering
Terapi medis  efek samping (nasal dryness, palpitasi, epistaksis dan kantuk)
Sering dihubungkan dengan kondisi lain (nyeri kepala, disfungsi tuba eustachius,
polip nasal, obstructive sleep apnea, batuk kronis)

TANYA JAWAB
1. Apakah ada terapi lain selain terapi medikamentosa pada kasus rhinitis vasomotor?
a. Irigasi hidung dengan cairan isotonis/NaCl 0.9% (jika menggunakan larutan
hipertonis dapat menyebabkan mukosa menjadi kering)
b. Neurektomi (nervus vidianus dipotong). Komplikasi lakrimasi karena nervus
vidianus menyilang melewati muara kelenjar air mata.
c. Turbinektomi
2. Kenapa pada perempuan lebih sering terjadi rhinitis vasomotor?
Karena pengaruh hormon progesterone  memicu parasimpatis yang lebih dominan
 mudah terkena rhinitis
3. Mengapa dekongestan tidak boleh diberikan dalam jangka panjang?
Dekongestan tidak boleh diberikan dalam jangka panjang karena dapat memicu
rhinitis medikamentosa dan rebound effect. Vasokonstriksi jangka panjang dapat
menyebabkan iskemik mukosa, edem intersisial, peningkatan permeabilitas dan
mekanisme kongesti reaktif.
Penggunaan dekongestan intranasal yang tidak boleh digunakan dalam jangka waktu
lama, maksimal 5-7 hari saja. Obat yang biasa digunakan adalah Iriadin topical
Dekongestan sistemik seperti tremenza, rhinos, dll boleh dipakai dalam jangka waktu
lama karena tidak mempunyai efek rebound, tetapi penggunaannya juga hati hati pada
pasien hipertensi sehingga dosisnya harus dikurangi.
4. Bagaimana cara membedakan rhinitis alergi dan rhinitis vasomotor?
a. Gejala :
Rhinitis alergi : dominan sneezing/bersin dan itching/gatal
Rhinitis vasomotor : dominan hidung tersumbat
b. Pemeriksaan fisik
Rhinitis alergi : konka putih dan secret serous
Rhinitis vasomotor : konka edem hiperemis
c. Pemeriksaan penunjang swab hidung
Rhinitis alergi : terdapat eosinophil, IgE biasanya masih meningkat
Rhinitis vasomotor : tidak ditemukan eosinophil, tidak terjadi peningkatan IgE
d. Faktor pencetus
Rhinitis alergi : debu, bulu hewan, makanan, suhu (dapat diperiksa dengan skin
prick test)
Rhinitis vasomotor : tidak terdapat factor pencetus tertentu
Diagnosis di PPK 1 sebaiknya berdasarkan onsetnya saja seperti rhinitis akut atau
kronik kemudian baru di DD atau di suspek dengan rhinitis alergi atau rhinitis vasomotor
karena di PPK 1 tidak ada alat penunjang diagnosis seperti skin prick test ataupun
nasoendoskopi

Anda mungkin juga menyukai