Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN
RHINITIS VASOMOTOR

A. Latar Belakang
Gangguan vasomotor hidung adalah terdapatnya gangguan fisiologi lapisan
mukosa hidung yang disebabkan oleh bertambahnya aktivitas parasimpatis.
Rhinitis vasomotor adalah gangguan pada mukosa hidung yang ditandai dengan
adanya edema yang persisten dan hipersekresi kelenjar pada mukosa hidung
apabila terpapar oleh iritan spesifik. Rhinitis vasomotor disebut juga dengan
vasomotor catarrh, vasomotorrinorrhea, nasal vasomotor instability, non spesific
allergic rhinitis, non - Ig E mediated rhinitis atau intrinsic rhinitis.
Perjalanan penyakit ini cenderung bersifat kronis dan bisa berlangsung
seumur hidup, kondisi ini yang kadang membuat pasien terganggu sehingga
menjadi tidak nyaman dan frustasi akan penyakitnya yang berdampak
terganggunya aktivitas dan produktivitaspenderita sehari-hari disamping penderita
juga harus mengeluarkan biaya ekstra untuk obat yang biasanya hanya bersifat
simtomatis saja.
Rhinitis adalah inflamasi pada lapisan dalam hidung yang dikarakterisasi
dengan adanya gejala-gejala nasal seperti rhinore anterior atau posterior, bersin
bersin, hidung tersumbat, dan/atau hidung gatal. Rhinitis vasomotor merupakan
tipe rinitis di mana terjadi reaksi hiper-responsivitas pada saluran pernapasan
bagian atas terhadap faktor pemicu eksternal non-spesifik, seperti perubahan suhu
dan kelembaban, asap rokok, atau aroma tajam. Simptom yang sering muncul
pada tipe ini adalah inflamasi nasal (sebagian kecil pasien), hiperreaktivitas
parasimpatik dan/atau glandular. Hal penting yang harus diperhatikan adalah cara
anamnesa dan pemeriksaan awal bila kita menemukan pasien dengan rhinitis
vasomotor, sehingga dokter muda diharapkan mampu menegakkan diagnosis
benda asing hidung serta dapat menangani kasus-kasus tersebut secara mandiri
dan tuntas.
Rhinitis vasomotor adalah terdapatnya gangguan fisiologik lapisan mukosa
hidung yang disebabkan oleh bertambahnya aktivitas parasimpatis. Rinitis
vasomotor adalah gangguan pada mukosa hidung yang ditandai dengan adanya
edema yang persisten dan hipersekresi kelenjar pada mukosa hidung apabila
terpapar oleh iritan spesifik.2 Kelainan ini merupakan keadaan yang non-infektif
dan non-alergi. Rinitis vasomotor disebut juga dengan vasomotor catarrh,
vasomotor rinorrhea, nasal vasomotor instability, non spesific allergic rhinitis,
non - Ig E mediated rhinitis atau intrinsic rhinitis

B. Rumusan Masalah
1) Apa definisi dari Rhinitis Vasomotor?
2) Apa penyebab penyakit Rhinitis Vasomotor?
3) Apa tanda dan gejala penyakit Rhinitis Vasomotor ?
4) Apa data penunjang penyakit Rhinitis Vasomotor?
5) Bagaimana patofisiologi Rhinitis Vasomotor?

KPPMT 1 A 1
6) Bagaimana penatalaksanaan yang tepat pada penderita Rhinitis
Vasomotor?
C. Tujuan Penulisan
a. Tujuan Umum
Secara umum makalah ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang
penyakit Rhinitis Vasomotor
b. Tujuan Khusus
 Menjelaskan definisi, etiologi, dan patofisiologi dari Rhinitis Vasomotor
 Menjelaskan tanda dan gejala, penunjang, penatalaksanaan dari Rhinitis
Vasomotor

D. Manfaat
Secara umum manfaat penulisan makalah ini bagi pembaca dapat mengetahui
lebih jelas tentang penyakakit Rhinitis Vasomotor dan khususnya bagi mahasiswa
di Program Studi Rekam Medis mendapat informasi tentang konsep dasar
Rhinitis Vasomotor.

KPPMT 1 A 2
BAB II
PEMBAHASAN MASALAH
RHINITIS VASOMOTOR

A. Identitas Penyakit
a. Diagnosa
Untuk mendiagnosis rhinitis, dokter akan menanyakan seputar gejala dan
riwayat penyakit, serta melakukan pemeriksaan fisik. Setelah itu, dokter akan
melakukan tes alergi untuk mencari tahu ada-tidaknya alergi serta zat yang
menjadi pemicu alergi. Bila penyebabnya bukan alergi, dokter akan melakukan
pemeriksaan lain, seperti teropong hidung atau CT scan

b. Sistem
Rhinitis Vasomotor ini termasuk kedalam sistem pernapasan atau respiratory
dimana diagnosis ini tergolong pada penyakit hidung.

c. Kode diagnosis
Kode diagnosis Rhinitis Vasomotor pada ICD 10 dengan kode J30.

B. Definisi Rhinitis Vasamotor


Rinitis vasomotor adalah suatu keadaan idiopatik yang didiagnosis tanpa
adanya infeksi, alergi, eosinofilia, perubahan hormonal (kehamilan, hipertiroid),
dan pajanan obat (kontrasepsi oral, antihipertensi, B-bloker, aspirin, klorpromazin
dan obat topikal hidung dekongestan).
Rhinitis vasomotor adalah terdapatnya gangguan fisiologik lapisan mukosa
hidung yang disebabkan oleh bertambahnya aktivitas parasimpatis. Rinitis
vasomotor adalah gangguan pada mukosa hidung yang ditandai dengan adanya
edema yang persisten dan hipersekresi kelenjar pada mukosa hidung apabila
terpapar oleh iritan spesifik. Kelainan ini merupakan keadaan yang non-infektif
dan non-alergi. Rinitis vasomotor disebut juga dengan vasomotor catarrh,
vasomotor rinorrhea, nasal vasomotor instability, non spesific allergic rhinitis,
non - Ig E mediated rhinitis atau intrinsic rhinitis.

C. Penyebab Penyakit Rhinitis Vasomotor


Penyebab rhinitis vasomotor masih belum diketahui secara pasti. Namun,
gejalanya dapat dipicu oleh sesuatu yang mengiritasi hidung, misalnya:
1. Polusi udara
2. Perubahan cuaca & udara kering
3. Asap rokok
4. Alkohol & parfum
5. Obat tertentu seperti obat antihipertensi, beta blockers, antidepresan,
aspirin, dan pil KB
6. Penggunaan obat dekongestan semprot hidung yang terlalu sering
7. Makanan pedas
8. Stres berat

KPPMT 1 A 3
9. Perubahan hormon saat kehamilan atau menstruasi
Beberapa gejala dari penyakit ini yaitu hidung meler, tersumbat, bersin,
berair, serta iritasi ringan atau adanya ketidaknyamanan di dalam atau sekitar
hidung yang bisa mengurangi fungsi indera penciuman Anda. Jika Anda
mengalami rhinitis vasomotor, Anda tidak akan merasakan gejala hidung gatal,
mata berair atau gatal, dan tenggorokan gatal.

D. Tanda dan Gejala Rhinitis Vasomotor


Gejala dari rhinitis vasomotor dapat datang dan pergi sepanjang tahun. Gejala
dapat berlangsung beberapa minggu atau berlangsung lama jika tidak ditangani.
Gejala-gejala umum dari rhinitis vasomotor biasanya meliputi:
1. Lendir pada tenggorokan
2. Hidung beringus
3. Bersin-bersin
4. Hidung tersumbat.

E. Data Penunjang Rhinitis Vasomotor


Umumnya, rhinitis vasomotor dapat dicegah dengan menghindari faktor
pemicunya, seperti polusi udara atau paparan asap rokok. Tidak hanya itu, hindari
penggunaan obat secara sembarangan atau batasi penggunaan obat tanpa resep
dari dokter. Kebiasaan ini meningkatkan risiko seseorang mengalami rhinitis
vasomotor.
Penggunaan obat sesuai anjuran dokter mengatasi masalah rhinitis vasomotor
yang dialami. Gunakan obat ini untuk mengatasi masalah rhinitis vasomotor,
yaitu:
1. Spray hidung saline;
2. Spray hidung kortikosteroid;
3. Spray hidung antihistamin.
Tidak hanya itu, terkadang tindakan pengangkatan polip hidung dapat
dilakukan untuk mengatasi masalah rhinitis vasomotor.

F. Patofisologi
Beberapa hipotesis telah dikemukakan untuk menerangkan patofisiologi
rinitis vasomotor.
Neurogenik (disfungsi sistem otonom). Serabut simpatis hidung berasal dari
korda spinalis segmen Th 1-2, menginervasi terutama pembuluh darah mukosa
dan sebagian kelenjar. Serabut simpatis melepaskan ko-transmiter noradrenalin
dan neuropeptida Y yang menyebabkan vasokonstriksi dan penurunan sekresi
hidung. Tonus sompatis ini berfluktuasu sepanjang hari yang menyebabkan
adanya peningkatan tahanan rongga hidung yang bergantian setiap 2-4 jam.
Keadaan ini disebut sebagai “sikklus nasi”. Dengan adanya siklus ini, seseorang
akan mampu untuk dapat bernapas dengan tetap normal melalui rongga hidung
yang berubah-ubah luasnya.
Serabut sarah parasimpatis berasal dari nukleus salivatori superior menuju
ganglion sfenopalatina dan membentuk N.Vidianus, kemudian menginervasi
pembuluh darah dan terutama kelenjar eksokrin. Pada rangsangan akan terjadi

KPPMT 1 A 4
pelepasan ko-transmiter asetilkolin dan vasoaktif intestinal peptida yang
menyebabkan peningkatan sekresi hidung dan vasodilatasi, sehingga terjadi
kongesti hidung.
Bagaimana tepatnya saraf otonom ini bekerja belumlah diketahui dengan
pasti, tetapi mungkin hipotalamus bertindak sebagai pusat penerima impuls
eferen, termasuk rangsang emosional dari pusat yang lebih tinggi. Dalam keadaan
hidung normal, persarafan simpatis lebih dominan. Rinitis vasomotor diduga
sebagai akibat dari ketidakseimbangan impuls saraf otonom di mukosa hidung
yang berupa bertambahnya aktivitas sistem parasimpatis.
Neuropeptida, pada mekanisme ini terjadi disfungsi hidung yang diakibatkan
oleh meningkatnya rangsangan terhadap saraf sensoris serabut C di hidung.
Adanya rangsangan abnormal saraf sensoris ini akan diikuti dengan peningkatan
pelepasan neuropeptida seperti substance P dan calcitonin gene-related protein
yang menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskular dan sekresi kelenjar.
Keadaan ini menerangkan terjadinya peningkatan respon pada hiper-reaktifitas
hidung.
Nitrit Oksida, kadar nitrit oksida (NO) yang tinggi dan persisten di lapisan
epitel hidung dapat menyebabkan terjadinya kerusakan atau nekrosis epitel,
sehingga rangsangan non-spesifik berinteraksi langsung ke lapisan subepitel.
Akibatnya terjadi peningkatan reaktivitas serabut trigeminal dan recruitment
refleks vaskular dan kelenjar mukosa hidung.
Trauma, Rinitis vasomotor dapat merupakan komplikasi jangka panjang dari
trauma hidung melalui mekanisme neurogenik, dan/atau neuropeptida.

G. Penatalaksanaan
1. Pengobatan
Metode pengobatan utama dari rhinitis vasomotor adalah dengan menghindari
faktor pemicunya. Saat gejala sedang berlangsung, pengidap dianjurkan untuk
tidur dengan bantal yang lebih tinggi, untuk membantu mengurangi gejala hidung
tersumbat. Pada rhinitis alergi yang parah atau sangat mengganggu aktivitas
sehari-hari pengidap, dokter umumnya akan memberikan obat-obatan, seperti:
1. Dekongestan oral, seperti Pseudoephedrine.
2. Spray hidung saline.
3. Spray hidung corticosteroid, seperti Fluticasone atau Triamcinolone.
4. Spray hidung antihistamin, seperti Azelastine atau Olopatadine
hydrochloride.
5. Spray hidung anticholinergic seperti Ipratropium.
Pada sebagian kecil kasus yang tidak membaik dengan pemberian obat-
obatan, dokter dapat mempertimbangkan tindakan operasi untuk mengangkat
polip hidung atau memperbaiki septum yang bengkok, agar efek pengobatan yang
diberikan dapat lebih optimal.

KPPMT 1 A 5
2. Pencegahan
Upaya untuk mencegah rhinitis vasomotor adalah dengan menghindari
pemicunya. Beberapa upaya yang dapat dilakukan, antara lain:
1. Hindari terlalu sering menggunakan obat dekongestan hidung, karena
dapat menyebabkan perburukan gejala.
2. Hindari menggunakan obat-obatan bebas secara sembarangan, jika tidak
sesuai dengan indikasi.

KPPMT 1 A 6
BAB III
PENUTUP
RHINITIS VASOMOTOR

A. Kesimpulan
Rinitis vasomotor adalah suatu keadaan idiopatik yang didiagnosis tanpa
adanya infeksi, alergi, eosinofilia, perubahan hormonal (kehamilan, hipertiroid),
dan pajanan obat (kontrasepsi oral, antihipertensi, B-bloker, aspirin, klorpromazin
dan obat topikal hidung dekongestan).
Rrhinitis vasomotor yang merupakan suatu sindrom klinik dengan gejala
hidung tersumbat bergantian kiri dan kanan, disertai rhinore yang mukoid atau
serosa. Faktor pencetus bisa terjadi pada seseorang yang terpapar asap/rokok, bau
yang menyengat, perubahan suhu dan kelembaban, kelelahan, stres/emosi, dan
lain sebagainya.
B. Saran
Pada kasus rhinitis vasomotor yang saat gejala sedang berlangsung, pengidap
dianjurkan untuk tidur dengan bantal yang lebih tinggi, untuk membantu
mengurangi gejala hidung tersumbat. Pada sebagian kecil kasus yang tidak
membaik dengan pemberian obat-obatan, dokter dapat mempertimbangkan
tindakan operasi untuk mengangkat polip hidung atau memperbaiki septum yang
bengkok, agar efek pengobatan yang diberikan dapat lebih optimal

KPPMT 1 A 7
DAFTAR PUSTAKA

Efiaty Arsyad Soepardi. Pemeriksaan Telinga, Hidung, Tenggorok Kepala dan


Leher. Dalam: Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan
Leher. Edisi: 6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2007. h.1-6.
Nina Irawati, Elisa Kasakeyan, Nikmah Rusmono. Rinitis Alergi. Dalam: Buku
Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi: 6.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2007. h.128-32.
Nina Irawati, Niken L. Poerbonegoro, Elise Kasakeyan. Rinitis Vasomotor.
Dalam: Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher.
Edisi: 6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2007. h.135-8.
Retno S.Wardani, Endang Mangunkusumo. Infeksi Hidung. Dalam: Buku Ajar
Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi: 6. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI; 2007. h.139-44. Kimmelan, Charles P. and Ali, G. H. A.
Vasomotor Rhinitis. In: The otoloryngologic Clinics of North America. Volume
19, Number 1. W.B. Sauders Co., 1986. Pg. 65-71.
http://www.academia.edu/6233152/RHINITIS_VASOMOTOR

KPPMT 1 A 8
BAB I
PENDAHULUAN
PULPITIS

A. Latar Belakang
Pulpitis atau inflamasi pulpa adalah suatu peradangan pada pulpa gigi yang
menimbulkan rasa nyeri. Pulpitis dapat terjadi akut atau kronis. Dahulu respon
pulpa diperkirakan bermula dari peradangan akut, dilanjutkan oleh peradangan
kronis, tanpa memperhatikan factor etiologis. Namun Branstrom dan Linn dan
Seltzer menunjukan bahwa respon awal terhadap karies mungkin peradangan
kronis karena progress iritan relative lambat. Sedangkan prosedur operatif, karena
efek yang cepat, mungkin merupakan akibat peradangan akut.
Etiologi Penyakit Pulpa,dikelompokan dalam 4 kategori umum:
1. Faktor Bakteri
bakteri dan produk-produknya adalah penyebab utama penyakit
endodontik.
Khususnya, pulpa yang terekspos akan memburuk dan menjadi nekrotik
total dengan pembentukan abses jika hanya terdapat bakteri.
2. Faktor Iatrogenik
Penyebab umum kedua dari penyakit endodontik adalah akibat usaha
perbaikan penyakit gigi. Misalnya saat prosedur operatif yang
mengakibatkan panas atau kekeringan yang berlebihan, teknik saat
mencetak gigi, material dan bahan kimia yang digunakan dalam
kedokteran gigi juga dapat menyebabkan iritasi pulpa.
3. Faktor Trauma
Respon terhadap trauma tergantung keparahan trauma tersebut. Misalnya,
trauma yang relative ringan dari oklusi akan sedikit atau tidak mempunyai
pengaruh, namun, trauma oklusi yang lebih berat mungkin akan
mempunyai efek ke pulpa yang lebih signifikan. Beberapa gigi merespon
trauma dengan meningkatkan kalsifikasi pulpanya. Tetapi ada juga yang
menjadi nekrotik. Trauma yang menyebabkan fraktur pada gigi
memberikan jalan kepada oral flora mencapai pulpa. Hal ini dapat
membuat gejala klinis aneh, sehingga diagnosa menjadi sulit.
4. Faktor Idiopatik
Perubahan pulpa juga terjadi karena alasan-alasan yang belum diketahui
(idiopathic). Contoh umumnya adalah resorpsi interna. Walaupun sudah
diketahu bahwa trauma memperluas resorpsi interna, namun tidak dapat
menjelaskan kejadiannya secara keseluruhan. Secara mikroskopis,
macrophages dan multinucleated giant cells ditemukan di dentin yang
teresorbsi. Juga terlihat gambaran radiolusensi di bagian periapikal yang
mungkin berhubungan dengan resorpsi interna, menandakan nekrosis
pulpa sebagai lanjutan dari reaksi tersebut.

KPPMT 1 A 9
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari Pulpitis?
2. Apa penyebab penyakit Pulpitis?
3. Apa tanda dan gejala penyakit Pulpitis?
4. Apa data penunjang penyakit Pulpitis?
5. Bagaimana patofisiologi Pulpitis?
6. Bagaimana penatalaksanaan yang tepat pada penderita Pulpitis?

C. Tujuan Penulisan
a. Tujuan Umum
Secara umum makalah ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang
penyakit Pulpitis
b. Tujuan Khusus
 Menjelaskan definisi, etiologi, dan patofisiologi dari Pulpitis
 Menjelaskan tanda dan gejala, penunjang, penatalaksnaan dari Pulpitis

D. Manfaat
Secara umum manfaat penulisan makalah ini bagi pembaca dapat mengetahui
lebih jelas tentang penyakakit asthma dan khususny bagi mahasiswa di Program
Studi Rekam Medis mendapat informasi tentang konsep dasar Pulpitis.

KPPMT 1 A 10
BAB II
PEMBAHASAN MASALAH
PULPITIS

A. Identitas Penyakit
a. Diagnosa
Pemeriksaan mengenai pulpitis biasanya dilakukan oleh dokter gigi.
Beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan antara lain:
1. Dokter gigi akan memeriksa seluruh gigi, termasuk gigi yang berlubang
dengan beberapa alat-alat standar kedokteran gigi untuk melihat keadaan
gigi bahkan kedalaman lubang pada gigi.
2. Tes sensivitas gigi terhadap rangsangan panas ataupun dingin untuk
melihat kondisi saraf dalam gigi. Intensitas rasa nyeri yang dirasakan
pada pemeriksaan ini dapat menentukan kategori pulpitis.
3. Mengetuk gigi secara ringan pada gigi yang diduga mengalami pulpitis
untuk mendeteksi penjalaran peradangan yang terjadi.
4. Rontgen (X-Ray) pada area gigi yang sakit juga dapat membantu untuk
melihat apakah saraf gigi (pulpa) sudah terbuka akibat gigi yang
berlubang maupun gigi yang patah.
Electric pulp test adalah sebuah pemeriksaan dengan alat elektrik yang dapat
dilakukan untuk mengetahui sejauh mana kerusakan yang terjadi pada saraf
gigi (Pulpa)

b. Sistem
Pulpitis ini termasuk kedalam sistem digestive dimana diagnosis ini tergolong
pada penyakit gigi.

c. Kode diagnosis
Kode diagnosis Pulpitis pada ICD 10 dengan kode K04

B. Definisi Pulpitis

Pulpitis merupakan sebuah peradangan yang terjadi pada saraf gigi (pulpa)
akibat infeksi bakteri. Saraf gigi (pulpa) terdapat di dalam setiap gigi yang ada
pada mulut kita dan terdiri dari saraf-saraf serta pembuluh darah. Pulpitis dapat

KPPMT 1 A 11
berawal dari lubang pada gigi yang tidak segera ditangani ataupun tidak tertangani
dengan tepat sehingga berkembang semakin parah. Peradangan ini dapat terjadi
baik pada anak-anak (gigi sulung) maupun orang dewasa (gigi permanen).
Pulpitis dapat terjadi pada satu gigi maupun lebih dan dapat menimbulkan
rasa sakit. Berdasarkan intensitas sakit yang dirasakan, pulpitis dapat dibagi dalam
dua kategori, yaitu:
a. Reversible pulpitis
Reversible pulpitis merupakan peradangan ringan pada saraf gigi (pulpa) yang
menyebabkan rasa sakit atau tidak nyaman saat gigi terpapar makanan manis
maupun dingin dan kemudian rasa sakit akan segera menghilang apabila sudah
tidak terpapar oleh hal-hal tersebut. Pada pulpitis jenis ini, keadaan saraf gigi
(pulpa) dapat kembali normal apabila ditangani secara tepat.
Apabila tidak ditangani secara tepat, maka reversible pulpitis akan berlanjut
menjadi irreversible pulpitis.
b. Irreversible Pulpitis
Irreversible pulpitis merupakan peradangan pada saraf gigi (pulpa) yang
ditandai dengan rasa nyeri secara tiba-tiba (spontan), rasa nyeri berdenyut, dan
rasa nyeri yang bertahan lama (lebih dari 30 detik) setelah gigi terpapar oleh
makanan manis maupun dingin atau panas. Rasa nyeri juga dapat terjadi ketika
berbaring dan biasanya pada tahap ini pengobatan dengan obat antinyeri biasa
tidak dapat meredakan rasa sakit yang dialami.
Pada pulpitis jenis ini, saraf gigi (pulpa) sudah tidak dapat kembali normal
serta dibutuhkan perawatan yang lebih rumit untuk mempertahankan gigi tersebut.
Apabila tidak ditangani, irreversible pulpitis dapat memicu terjadinya
pembengkakan yang berisi nanah (abses) pada area akar gigi yang kemudian dapat
menyebar pada bagian lain seperti rahang, sinus, maupun otak.
C. Penyebab Penyakit Pulpitis
Pada dasarnya, penyebab pulpitis adalah terbukanya pulpa (saraf gigi)
sehingga dapat terpapar oleh bakter yang kemudian menimbulkan peradangan.
Beberapa faktor pemicu yang dapat menyebabkan terpaparnya pulpa dengan
bakteri adalah sebagai berikut:
1. Lubang pada gigi yang tidak ditangani atau tidak tertangani dengan baik.
Meskipun lubang pada gigi Anda sudah ditambal, penambalan gigi yang tidak
baik dapat mengakibatkan terjadinya lubang kembali pada gigi sehingga
menimbulkan terjadinya pulpitis.
2. Gigi yang patah sehingga menyebabkan terbukanya saraf pada bagian dalam
gigi.
3. Kebiasaan buruk untuk menggesek-gesekkan gigi sehingga gigi menjadi aus
hingga saraf pada bagian dalam gigi menjadi terbuka.
Selain itu, terdapat beberapa faktor seperti kesehatan dan kebersihan rongga
mulut yang buruk sehingga mudah menyebabkan gigi berlubang serta seringnya
konsumsi makanan-makanan yang mempermudah timbulnya lubang pada gigi
(misalnya makanan dan minuman manis) dapat meningkatkan risiko terjadinya
pulpitis.

KPPMT 1 A 12
D. Tanda dan Gejala Pulpitis
Beberapa gejala yang juga dapat timbul pada pulpitis adalah:
1. Rasa nyeri yang ringan hingga berat
2. Gigi menjadi sensitif terhadap makanan manis, panas, maupun dingin
3. Bau mulut
4. Rasa tidak nyaman pada mulut
5. Apabila semakin parah, pulpitis juga dapat menyebabkan terjadinya
demam

E. Data Penunjang Penyakit Pulpitis


Untuk menentukan apakah pulpa masih bisa diselamatkan, bisa dilakukan
beberapa pengujian):
1. Diberikan rangsangan dingin.
Jika setelah rangsangan dihentikan nyerinya hilang, berarti pulpa masih
sehat. Pulpa bisa dipertahankan dengan cara mencabut bagian gigi yang
membusuk dan menambalnya.
Jika nyeri tetap ada meskipun rangsangan dingin telah dihilangkan atau
jika nyeri timbul secara spontan, maka pulpa tidak dapat dipertahankan.
2. Penguji pulpa elektrik.
Alat ini digunakan untuk menunjukkan apakah pulpa masih hidup, bukan
untuk menentukan apakah pulpa masih sehat.
Jika penderita merasakan aliran listrik pada giginya, berari pulpa masih
hidup.
3. Menepuk gigi dengan sebuah alat.
Jika dengan pengetukan gigi timbul nyeri, berarti peradangan telah
menyebar ke jaringan dan tulang di sekitarnya.
4. Rontgen gigi.
Dilakukan untuk memperkuat adanya pembusukan gigi dan menunjukkan
apakah penyebaran peradangan telah menyebabkan pengeroposan tulang
di sekitar akar gigi.

F. Patofisologi

KPPMT 1 A 13
Pulpitis dapat terjadi karena adanya jejas berupa kuman beserta produknya
yaitu toksin dan dapat juga karena faktor fisik dan kimia (tanpa kuman). Namun
pada praktek sehari-hari pulpitis biasanya terjadi diawali dengan karies yang
terbentuk karena kerusakan email akibat dari fermentasi karbohidrat oleh bakteri-
bakteri penghasil asam (pada umumnya Streptococus mutans) yang menyebabkan
proses demineralisasi).
Demnineralisasi lebih cepat dari proses mineralisasi. Bila karies sudah
terbentuk dan tidak mendapat perawatan, maka proses demineralisasi terus
berlanjut dan menyebabkan karies semakin meluas kedalam gigi sehingga
menembus lapisan-lapisan email, dentin dan pada akhirnya akan mencapai
kedalam ruang pulpa. Bila karies sudah mencapai kedalam ruang pulpa maka
bakteri akan masuk kedalam ruangan tersebut dan mengakibatkan peradangan
pada jaringan pulpa. Jika peradangan hanya sebagian (pada vacum dentis) maka
kita sebut pulpitis akut parsial dan jika mengenai seluruh jaringan pulpa maka kita
sebut pulpitis akut totalis.

G. Penatalaksanaan
1. Pengobatan
Pulpitis tidak dapat hilang dengan sendirinya. Maka dari itu, bila merasakan
gejala-gejala yang mengarah pada pulpitis, baik reversible maupun irreversible
pulpitis, sebaiknya segera konsultasikan pada dokter gigi. Untuk mengatasi
peradangan dan rasa nyeri, dokter gigi tentu akan membantu dengan meresepkan
obat antiradang dan antinyeri untuk meredakan gejala tersebut. Akan tetapi, gigi
yang mengalami pulpitis juga harus ditangani dengan baik. Penanganan pulpitis
selanjutnya didasarkan pada jenis pulpitis.
Apabila mengalami reversible pulpitis, pengobatan yang dilakukan akan
menyesuaikan dengan penyebab terjadinya peradangan pulpa. Misalnya dengan
melakukan penambalan pada gigi yang berlubang sehingga proses penyembuhan
dapat terjadi dan pulpa dapat berangsur-angsur normal kembali.
Apabila mengalami irreversible pulpitis, pengobatan yang diperlukan
tentunya akan lebih rumit. Dokter gigi akan merujuk pada dokter gigi spesialis
endodontik yang fokus menangani masalah yang berhubungan dengan perawatan
saraf gigi. Dalam dunia kedokteran gigi, perawatan saraf disebut dengan
pulpektomi atau perawatan saluran akar (PSA). Pulpektomi dapat dilakukan
apabila saraf gigi (pulpa) yang mengalami peradangan masih dapat merespon tes
sensitivitas terhadap rangsangan panas maupun dingin yang sebelumnya telah
dilakukan oleh dokter gigi. Sedangkan perawatan saluran akar (PSA) merupakan
pengobatan yang dilakukan apabila saraf gigi (pulpa) sudah mati atau tidak
merespon terhadap tes sensitivitas panas maupun dingin.
Meskipun terdapat perbedaan penyebutan dalam kedua perawatan tersebut,
jaringan pulpa sama-sama akan diambil dari saluran akar gigi. Selanjutnya saluran
akar gigi akan dibersihkan, diisi dengan bahan khusus untuk membantu proses
penyembuhan, dan kemudian akan ditutup atau ditambal. Pada beberapa kasus,
apabila gigi sudah tidak dapat dipertahankan, maka pencabutan gigi akan
dilakukan. Setelah melakukan perawatan, gigi tersebut juga tetap harus dipantau
dalam jangka waktu tertentu untuk melihat perkembangan dari hasil perawatan.

KPPMT 1 A 14
2. Pencegahan
Pulpitis dapat dicegah dengan cara:
1. Menjaga kebersihan dan kesehatan rongga mulut dengan menyikat gigi
dua kali sehari (setelah sarapan pagi dan sebelum tidur) serta
membersihkan sela-sela gigi dengan dental floss guna menghindari
terjadinya lubang pada gigi.
2. Rutin konsultasi ke dokter gigi setiap 6 bulan sekali untuk memeriksa
keadaan seluruh gigi sehingga apabila terdapat masalah, dapat terdeteksi,
dan tertangani sejak dini.
3. Mengurangi konsumsi makanan dan minuman yang dapat memicu
terjadinya gigi berlubang seperti permen, kue, dan minuman bersoda.
4. Apabila memiliki kebiasaan buruk menggesek-gesekkan gigi,
penggunaan tooth guard dapat membantu.

KPPMT 1 A 15
BAB III
PENUTUP
PULPITIS

A. Kesimpulan
Pulpitis reversibel merupakan inflamasi pulpa yang tidak parah. Jika
penyebabnya dihilangkan, inflamasi akan menghilang dan pulpa akan kembali
normal. Stimulus ringan seperti karies insipien, erosi servikal, atau atrisi oklusal,
sebagian besar prosedur operatif, kuretase periodontal yang dalam, dan fraktur
email yang menyebabkan tubulus dentin terbuka adalah faktor yang dapat
mengakibatkan pulpitis reversibel.
Pulpitis irreversibel merupakan perkembangan dari pulpitis reversibel.
Kerusakan pulpa yang parah akibat pengambilan dentin yang luas selama
prosedur operatif, terganggunya aliran darah pada pulpa akibat trauma, dan
pergerakan gigi dalam perawatan ortodonsi dapat menyebabkan pulpitis
irreversibel. Pulpitis irreversibel merupakan inflamasi parah yang tidak akan dapat
pulih walaupun penyebabnya dihilangkan. Nyeri pulpitis irreversibel dapat berupa
nyeri tajam, tumpul, lokal, atau difus dan berlangsung hanya beberapa menit atau
berjam-jam. Aplikasi stimulus eksternal seperti termal dapat mengakibatkan nyeri
berkepanjangan. Jika inflamasi hanya terbatas pada jaringan pulpa dan tidak
menjalar ke periapikal, respon gigi terhadap tes palpasi dan perkusi berada dalam
batas normal. Perbedaannya klinis antara pulpitis reversibel dan irreversibel
adalah kuantitatif; rasa sakit pulpitis irreversibel adalah lebih parah
dan berlangsung lebih lama. Pada pulpitis reversibel, penyebab rasa sakit
umumnya peka terhadap suatu stimulus, seperti air dingin atau aliran udara,
sedangkan pulpitis irreversibel rasa sakit dapat datang tanpa stimulus yang nyata.

B. Saran
Segera konsultasi pada dokter gigi apabila mengalami nyeri pada gigi.
Semakin cepat rasa nyeri tersebut ditangani, maka semakin besar pula
kemungkinan gigi kembali sehat.

KPPMT 1 A 16
DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/9521714/LAPORAN_PULPITIS_DAN_NEKROSIS_
PULPA
http://organisasi.org/macam-jenis-gigi-dan-struktur-gigi-pada-manusia-seri-
taring-geraham-kecil-geraham,
http://pkmsekura.blogspot.com/2011/06/pulpitis.html,
http://www.ilmukesehatangigi.com/2011/05/05/pulpitis

KPPMT 1 A 17
BAB I
PENDAHULUAN
ARTERITIS

A. Latar Belakang
Arteritis sel raksasa atau giant cell arteritis adalah kondisi di mana lapisan
arteri meradang dan membengkak. Kondisi ini mengakibatkan arteri mengalami
penyempitan sehingga mengurangi persediaan darah ke jaringan di seluruh organ.
Meskipun arteri di setiap bagian tubuh bisa berisiko mengalami peradangan,
arteri di kedua bagian pelipislah yang paling terpengaruh. Inilah sebabnya,
arteritis sel raksasa juga sering kali disebut sebagai arteritis temporal. Jika tidak
segera ditangani dan diobati dengan baik, kondisi ini dapat menyebabkan stroke
dan kebutaan.
Giant cell arteritis adalah kondisi yang umumnya terjadi pada wanita di atas
usia 50 tahun. Penyakit ini lebih banyak terjadi pada wanita daripada pria.
Penyakit ini bisa diatasi dengan mengurangi faktor-faktor risiko. Kondisi ini
sering kali menyebabkan nyeri kepala, nyeri tekan pada bagian kepala, nyeri pada
rahang, dan gangguan daya lihat. Bila tidak mendapatkan penanganan yang tepat,
kondisi ini dapat menyebabkan stroke atau kebutaan.
Penanganan dengan pengobatan umumnya dapat membantu mengatasi
keluhan akibat giant cell arteritis dan mencegah timbulnya gangguan daya lihat.
Mereka yang mengalami masalah ini dapat merasakan keluhan yang mereda
dalam beberapa hari setelah memulai pengobatan. Namun, bahkan dengan
pengobatan, ada kemungkinan keluhan akan timbul kembali.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari Arteritis?
2. Apa penyebab penyakit Arteritis?
3. Apa tanda dan gejala penyakit Arteritis?
4. Apa data penunjang penyakit Arteritis?
5. Bagaimana patofisiologi Arteritis?
6. Bagaimana penatalaksanaan yang tepat pada penderita Arteritis?

C. Tujuan Penulisan
a. Tujuan Umum
Secara umum makalah ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang
penyakit Arteritis
b. Tujuan Khusus
 Menjelaskan definisi, etiologi, dan patofisiologi dari Arteritis
 Menjelaskan tanda dan gejala, penunjang, penatalaksnaan dari Arteritis

D. Manfaat
Secara umum manfaat penulisan makalah ini bagi pembaca dapat mengetahui
lebih jelas tentang penyakakit asthma dan khususny bagi mahasiswa di Program
Studi Rekam Medis mendapat informasi tentang konsep dasar Arteritis.

KPPMT 1 A 18
BAB II
PEMBAHASAN MASALAH
PULPITIS

A. Identitas Penyakit
a. Diagnosa
Giant cell arteritis kadang kala sulit didiagnosis karena tanda dan gejala yang
timbul di masa-masa awal juga menyerupai berbagai kondisi kesehatan lainnya.
Oleh sebab itu, dokter akan mencoba untuk menyingkirkan kemungkinan adanya
penyakit lain terlebih dahulu. Kondisi ini dapat didiagnosis melalui wawancara
medis yang rinci, pemeriksaan fisik secara langsung, dan pemeriksaan penunjang
tertentu.
Beberapa jenis pemeriksaan yang dapat dilakukan mencakup:
a. Pemeriksaan fisik. Selain menanyakan keluhan yang dialami dan riwayat
kesehatan sebelumnya, dokter juga akan melakukan pemeriksaan fisik,
terutama melihat arteri temporalis di dahi. Tak jarang, pada satu atau kedua
arteri dahi tersebut terjadi nyeri tekan, dengan denyut nadi yang lebih lambat
dan penampilan serta perabaan yang keras.
b. Pemeriksaan darah. Bila menduga seseorang mengalami giant cell arteritis,
dokter bisa meminta orang tersebut untuk melakukan pemeriksaan darah.
Salah satu yang dicek adalah laju sedimentasi eritrosit, yaitu tes yang
mengukur kecepatan sel darah merah jatuh ke bagian bawah tabung darah.
Sel darah yang jatuh dengan cepat dapat mengindikasikan adanya peradangan
pada tubuh. Selain itu, diagnosis bisa diperkuat dengan pemeriksaan c-
reactive protein (CRP). Ini adalah zat yang diproduksi oleh hati saat terjadi
peradangan dalam tubuh.
c. Salah satu cara untuk mengonfirmasi diagnosis giant cell arteritis adalah
dengan mengambil sampel kecil dari arteri temporalis. Prosedur ini dapat
dilakukan dengan pembiusan lokal. Sampel yang diambil kemudian
dievaluasi lebih lanjut menggunakan mikroskop. Pada mereka dengan giant
cell arteritis, arterinya dapat menunjukkan adanya peradangan yang
mencakup sel dengan ukuran sangat besar, yang disebut giant cell.
d. Pemeriksaan pencitraan. Pemeriksaan pencitraan dapat digunakan untuk
menentukan diagnosis giant cell arteritis dan memantau respons terhadap
pengobatan. Beberapa pilihan pemeriksaan yang dapat dilakukan
adalah magnetic resonance angiography (MRA), ultrasonografi Doppler,
atau positron emission tomography (PET).

b. Sistem
Arterithis ini termasuk kedalam sistem cardio/circulation dimana diagnosis
ini tergolong pada penyakit peradangan pembuluh darah.

c. Kode diagnosis
Kode diagnosis Arterithis pada ICD 10 dengan kode I77.6

KPPMT 1 A 19
B. Definisi Arteritis
Giant cell arteritis merupakan kondisi terjadinya peradangan pada lapisan
pembuluh darah arteri. Sering kali, kondisi ini melibatkan pembuluh arteri di
kepala, terutama di bagian dahi. Oleh sebab itu, giant cell arteritis sering disebut
sebagai arteritis temporal.

C. Penyebab Penyakit Arteritis


Pada giant cell arteritis, lapisan pembuluh darah arteri mengalami
peradangan, yang kemudian menimbulkan pembengkakan. Pembengkakan
tersebut membuat pembuluh darah menjadi lebih sempit dan mengurangi jumlah
aliran darah. Dengan demikian, oksigen dan nutrisi yang vital untuk mencapai
jaringan tubuh pun tidak optimal.
Hampir semua pembuluh darah arteri yang berukuran besar dan sedang dapat
mengalami kondisi ini. Namun demikian, pembengkakan paling sering terjadi
pada pembuluh darah arteri yang berlokasi di dahi. Terkadang, pembengkakan
hanya terjadi pada sebagian dari pembuluh darah arteri, dengan juga terdapatnya
bagian dari arteri yang masih normal.
Penyebab peradangan pada arteri ini tidak diketahui secara pasti. Faktor
genetik tertentu dikatakan dapat meningkatkan kemungkinan untuk mengalami
masalah tersebut.
Beberapa faktor diduga dapat meningkatkan risiko seseorang mengalami giant
cell arteritis, termasuk di antaranya:
1. Giant cell arteritis hanya terjadi pada orang dewasa dan sering kali pada
mereka yang berusia di atas 50 tahun. Sebagian besar pasien dengan
kondisi ini pertama kali menunjukkan tanda dan gejala pada usia di antara
70 hingga 80 tahun.
2. Jenis kelamin. Wanita memiliki kemungkinan sekitar dua kali lipat lebih
sering dibandingkan pria untuk mengalami kondisi tersebut.
3. Polimialgia reumatika. Seseorang dengan polimialgia reumatika
(peradangan yang menyebabkan nyeri dan kaku otot dan sendi. Biasanya
kaku dan nyeri terjadi di otot-otot seputar bahu, leher, dan panggul)
memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami giant cell arteritis.
4. Riwayat keluarga. Seseorang dengan riwayat anggota keluarga yang
mengalami giant cell arteritis juga memiliki kemungkinan lebih besar
mengalami kondisi ini.

D. Tanda dan Gejala Pulpitis


Tanda dan gejala yang paling sering terjadi pada giant cell arteritis adalah
nyeri kepala dan nyeri tekan pada bagian kepala, yang biasanya berat dan
melibatkan kedua sisi dahi. Secara umum, beberapa tanda dan gejala yang ditemui
pada giant cell arteritis adalah:
1. nyeri kepala yang terus menetap dan berat, umumnya pada bagian dahi
2. nyeri tekan pada kepala
3. nyeri pada rahang saat mengunyah atau membuka mulut secara lebar
4. demam
5. rasa lelah

KPPMT 1 A 20
6. penurunan berat badan yang tidak direncanakan
7. penurunan daya lihat atau pandangan ganda, terutama pada mereka yang
juga mengalami nyeri pada rahang
8. kehilangan daya lihat yang permanen dan tiba-tiba pada satu mata
9. nyeri dan kekakuan pada leher, punggung, dan panggul merupakan tanda
dan gejala dari salah satu kondisi yang berhubungan dengan giant cell
arteritis, yakni polimialgia reumatika. Sekitar 50 persen orang yang
mengalami giant cell arteritis juga mengalami polimialgia reumatika.

E. Data Penunjang Penyakit Pulpitis


Dokter bisa meminta Anda untuk menjalani serangkaian pemeriksaan
penunjang di bawah ini guna memastikan diagnosis giant cell arteritis:
a. Tes darah
Dokter akan mengambil sampel darah pasien untuk mengecek laju endap darah
dan C-reactive protein (CRP). Kadar CRP bisa menandakan ada tidaknya
peradangan.
b. Pemindaian
Contoh pemeriksaan memindaian bisa berupa Doppler ultrasound, magnetic
resonance angiography (MRA), dan PET scan. Selain mendiagnosis penyakit,
pemeriksaan ini juga akan membantu dokter dalam memantau respons pasien
terhadap pengobatan.
c. Biopsi
Biopsi adalal prosedur pengambilan sampel jaringan. Dalam hal ini, dokter akan
mengambil sampel dari arteri temporal.
Sampel tersebut kemudian diperiksa di bawah mikroskop. Pada giant cell
arteritis, akan ditemukan sel-sel besar yang menandakan adanya peradangan.

F. Patofisologi

Patofisiologi rheumatoid arthritis ditandai dengan adanya peradangan dan


hiperplasia sinovial, produksi autoantibodi (faktor rheumatoid dan antibodi

KPPMT 1 A 21
protein anti-citrullinated [ACPA]), serta kerusakan tulang dan/atau tulang rawan
serta tampilan sistemik yang dapat menimbulkan gangguan kardiovaskular, paru,
psikologis, dan skeletal. Penyebab pasti dari keadaan ini masih belum diketahui
namun RA melibatkan interaksi yang kompleks antara faktor genetik, faktor
lingkungan, dan beberapa faktor predisposisi.
Pada patofisiologi rheumatoid arthritis, terjadi migrasi sel inflamasi yang
dipicu oleh aktivasi endotel pada pembuluh darah mikro sinovial yang
meningkatkan ekspresi molekul adhesi (termasuk integrin, selektif, dan anggota
superfamili imunoglobulin) dan kemokin serta menimbulkan proliferasi leukosit
pada kompartemen sinovial. Keadaan ini sebagian besar melibatkan sistem imun
adaptif dan dimediasi oleh sel T-helper tipe 1 (Th-1). Terjadi aktivasi makrofag
oleh sitokin Th-1, seperti interferon-g (IFN-g), interleukin 12 (IL-12), dan IL-18,
yang menyebabkan aktivasi sel T oleh antigen presenting cells. Makrofag juga
dapat diaktivasi melalui kontak langsung dengan sel T, kompleks imun, atau
produk bakterial di cairan sinovial. Aktivasi makrofag ini melepaskan beberapa
sitokin dan mediator inflamasi seperti interleukin, faktor nekrosis tumor
(TNF), transforming growth factor-β (TGF-β), fibroblast growth factor (FGF),
platelet-derived growth factor (PDGF), dan interferon (IFN-α dan IFN-β).

G. Penatalaksanaan
1. Pengobatan
Giant cell arteritis harus segera diobati untuk mencegah
komplikasi kebutaan. Oleh karena itu, dokter terkadang memberikan obat bahkan
sebelum diagnosis dipastikan. Rangkaian pengobatan yang mungkin dianjurkan
oleh dokter bisa meliputi:
a. Obat kortikosteroid dan imunosupresan
Penanganan giant cell arteritis yang utama adalah pemberian kortikosteroid.
Contohnya, prednisone dalam dosis tinggi.
Obat kortikosteroid umumnya diberikan selama satu hingga dua tahun. Setelah
sebulan pertama, dokter akan menurunkan dosis secara bertahap hingga dosis
minimal.
Apabila pengurangan dosis kortikosteroid menyebabkan kambuhnya gejala, dosis
obat akan kembali ditingkatkan. Dokter juga mungkin meresepkan methotrexate,
yakni obat penekan sistem kekebalan tubuh.
Efek samping kortikosteroid yang digunakan jangka panjang
meliputi osteporosis, hipertensi, dan kelemahan otot. Karena itu, dokter akan
rutin memantau kepadatan tulang serta meresepkan suplemen vitamin D,
kalsium, atau obat lainnya yang dapat mencegah penurunan densitas tulang.

KPPMT 1 A 22
b. Perubahan gaya hidup
Untuk mengendalikan gejala serta membantu dalam mengurangi efek samping
obat, Anda bisa melakukan beberapa perubahan gaya hidup. Misalnya,
menerapkan pola makan yang sehat dan berolahraga secara teratur.
Kosumsi vitamin D dan kalsium yang cukup juga harus dilakukan. Pasien wanita
di atas 50 tahun atau pria di atas 70 tahun sebaiknya mengonsumsi sekitar 1.200
miligram kalsium dan 800 IU vitamin D setiap hari.
Olahraga kardio, seperti jalan santai, yang dilakukan secara rutin dapat
mencegah penurunan kepadatan tulang, peningkatan tekanan darah, dan diabetes.
Jangan lupa pula untuk menjalani pemeriksaan medis secara berkala dan sesuai
anjuran dokter.
c. Aspirin
Aspirin dosis rendah (75 mg hingga 150 mg) yang dikonsumsi tiap hari juga
dapat menurunkan risiko kebutaan dan stroke.

2. Pencegahan
Karena penyebab terjadinya giant cell arteritis tidak diketahui secara pasti,
belum terdapat acara yang terbukti efektif secara sepenuhnya dalam mencegah
terjadinya kondisi ini.

KPPMT 1 A 23
BAB III
PENUTUP
PULPITIS

A. Kesimpulan
Penanganan dengan pengobatan umumnya dapat membantu mengatasi
keluhan akibat giant cell arteritis dan mencegah timbulnya gangguan daya lihat.
Mereka yang mengalami masalah ini dapat merasakan keluhan yang mereda
dalam beberapa hari setelah memulai pengobatan. Namun, bahkan dengan
pengobatan, ada kemungkinan keluhan akan timbul kembali.
Penyebab penyakit ini belum diketahui. Namun, para ahli percaya bahwa
giant cell arteritis adalah kondisi yang terjadi ketika sistem kekebalan tubuh tidak
berfungsi sebagaimana mestinya untuk melawan infeksi pada tubuh.
Saat itu, infeksi akan menyerang lapisan pembuluh darah yang membuat
arteri meradang dan bengkak menyebabkan sel darah arteritis. Kondisi ini dapat
diturunkan ke generasi berikutnya.

B. Saran
Sebaiknya berkonsultasi dengan dokter jika mengalami gejala giant cell
arteritis maupun keluhan yang terasa mencurigakan. Beberapa perubahan gaya
hidup dan pengobatan rumahan yang dapat membantu mengatasi giant cell
arteritis adalah:
1. Minum obat teratur. Jangan ganti atau berhenti berobat tanpa izin dokter.
2. Rutin konsultasi ke dokter. Rutinlah memeriksakan kondisi Anda ke
dokter. Sampaikan ke dokter jika Anda mengalami efek samping tidak
biasa dari minum obat kartikosteroid.
3. Menjaga pola makan sehat. Perbanyak makan buah dan sayur, kurangi
makan berlemak dan tinggi gula.
4. Perbanyak olahraga. Olahragalah secara teratur setidaknya 30 menit dalam
sehari. Tak perlu olahraga berat, lakukan aktivitas fisik sederhana yang
Anda sukai seperti bersepeda atau jogging.

KPPMT 1 A 24
DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/17603388/MAKALAH_REUMATOID_ARTRITIS_F
IX
Anonim, 1999, Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I, Ed.III, hal. 536-539. Jakarta:
Media Aeculapius.
Daud. R. dan Adnan H.M., 1996, Artritis Reumatoid Dalam: Noer S. (Editor)
Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid I, ed. III. Hal. 62-70. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.
Howard L. Weiner, Lawrence P. Levitt, 2001, Buku Saku Neurologi, Edisi V, hal.
232, Jakarta: EGC.
Michael A. Carter, 1995, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit,
Buku 2, Edisi IV, hal.
Nasution, Artritis Reumatoid, 1996, Aspek Genetik Penyakit Reumatik dalam
Noer S (Editor) Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid I, ed. III, hal 29-36. Jakarta:
Balai penerbit FKUI.
Peter E. L., 2000,Arthritis Rheumatoid, Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit
Dalam, ed XIII, vol.4, hal 1840-1847, Jakarta:EGC.
Price, SA. Dan Wilson LM., 1993, Patofisiologi: Konsep Klinik Proses-Proses
Penyakit bag 2. Ed. II. Hal 410-441. Jakarta: EGC.

KPPMT 1 A 25

Anda mungkin juga menyukai