Anda di halaman 1dari 8

Rinitis Vasomotor

Rinitis vasomotor adalah suatu inflamasi mukosa hidung yang bukan merupakan proses alergi,
bukan proses infeksi, menyebabkan terjadinya obstruksi hidung dan rinorea. Etiologi dari Rinitis
Vasomotor dipercayai sebagai akibat dari terganggunya keseimbangan dari saraf autonom pada
mukosa hidung yang menyebabkan terjadinya vasodilatasi dan hipersekresi. Menejemen
pengelolaan pada rinitis vasomotor bervariasi antara lain dengan menghindari penyebab,
psikoterapi, penggunaan medikamentosa, serta terapi bedah, tetapi sampai saat ini belum
memberikan hasil yang optimal.
II.1. Definisi
Rinitis vasomotor adalah terdapatnya gangguan fisiologi lapisan mukosa hidung yang
disebabkan peningkatan aktivitas saraf parasimpatis. Penyakit ini termasuk dalam penyakit rinitis
kronis selain rinitis alergika.
Rinitis vasomotor adalah infeksi kronis lapisan mukosa hidung yang disebabkan oleh
terganggunya keseimbangan sistem saraf parasimpatis dan simpatis. Parasimpatis menjadi lebih
dominan sehingga terjadi pelebaran dan pembangkakan pembuluh darah di hidung. Gejala yang
timbul berupa hidung tersumbat, bersin dan ingus yang encer.
Rinitis vasomotor adalah kondisi dimana pembuluh darah yang terdapat di hidung menjadi
membengkak sehingga menyebabkan hidung tersumbat dan kelenjar mukus menjadi hipersekresi
II.2. Etiologi
Penyebab pasti rinitis vasomotor ini belum diketahui secara pasti, diduga akibat gangguan
keseimbangan vasomotor. Keseimbangan vasomotor ini dipengaruhi berbagai hal, antara lain :

Obat obatan yang menekan dan menghambat kerja saraf simpatis, misal ergotamin,
clorpromazin, obat antihipertensi dan obat vasokonstriktor lokal.

Faktor fisik, seperti asap rokok, udara dingin, kelembaban udara yang tinggi, dan bau yang
merangsang.

Faktor endokrine, seperti kehamilan, pubertas dan hipotiroidisme.

Faktor psikis seperti cemas, tegang

II.3 Patofisiologi

Ada beberapa mekanisme yang berinteraksi dengan hidung yang menyebabkan terjadinya rinitis
vasomotor pada berbagai kondisi lingkungan. Sistem saraf otonom mengontrol suplai darah ke
dalam mukosa nasal dan sekresi mukus. Diameter dari arteri hidung diatur oleh saraf simpatis
sedangkan saraf parasimpatis mengontrol sekresi glandula dan mengurangi tingkat
kekentalannya, serta menekan efek dari pembuluh darah kapasitan (kapiler). Efek dari
hipoaktivitas saraf simpatis atau hiperaktivitas saraf parasimpatis bisa berpengaruh pada
pembuluh darah tersebut yaitu menyebabkan terjadinya peningkatan edema interstisial dan
akhirnya terjadi kongesti yang bermanifestasi klinis sebagai hidung tersumbat. Aktivasi dari saraf
parasimpatis juga meningkatkan sekresi mukus yang menyebabkan terjadinya rinorea yang
eksesif.
Teori lain meyebutkan adanya peningkatan peptida vasoaktif yang dikeluarkan sel sel seperti
sel mast. Peptida ini termasuk histamin, leukotrien, prostaglandin dan kinin. Peningkatan peptida
vasoaktif ini tidak hanya mengontrol diameter pembuluh darah yang meyebabkan kongesti,
hidung tersumbat, juga meningkatkan efek dari asetilkolin pada sistem saraf parasimpatis pada
sekresi nasal, yang meningkatkan terjadinya rinorea. Pelepasan dari peptida ini bukan
diperantarai oleh IgE seperti pada rinitis alergika. Pada beberapa kasus rinitis vasomotor,
eosinofil atau sel mast kemungkinan didapati meningkat pada mukosa hidung . Terlalu
hiperaktifnya reseptor iritans yang berperan pada terjadinya rinitis vasomotor. Banyak kasus
rinitis vasomotor berkaitan dengan agen spesifik atau kondisi tertentu. Contoh beberapa agen
atau kondisi yag mempengaruhi kondisi tersebut adalah ; perubahan temperatur, kelembaban
udara, parfum, aroma masakan yang terlalu kuat, asap rokok, debu, polusi udara dan stress (fisik
dan psikis) .
Mekanisme terjadinya rinitis vasomotor oleh karena aroma dan emosi secara langsung
melibatkan kerja dari hipotalamus. Aroma yang kuat akan merangsang sel sel olfaktorius
terdapat pada mukosa olfaktorii. Kemudian berjalan melalui traktus olfaktorius dan berakhir
secara primer maupun sesudah merelay neuron pada dua daerah utama otak, yaitu daerah
olfaktoris medial dan olfaktoris lateral. Daerah olfaktoris medial terletak pada bagian anterior
hipotalamus. Jika bagian anterior hipotalamus teraktivasi misalnya oleh aroma yang kuat serta
emosi, maka akan menimbulkan reaksi parasimpatetik di perifer sehingga terjadi dominasi fungsi
syaraf parasimpatis di perifer, termasuk di hidung yang dapat menimbulkan manifestasi klinis
berupa rhinitis vasomotor.
Dari penelitian binatang telah diketahui bahwa vaskularisasi hidung dipersarafi sistem adrenergik
maupun oleh kolinergik. Sistem saraf otonom ini yang mengontrol vaskularisasi pada umumnya
dan sinusoid vena pada khususnya, memungkinan kita memahami mekanisme bendungan koana.
Stimulasi kolinergik menimbulkan vasodilatasi sehingga koana membengkak atau terbendung,
hasilnya terjadi obstruksi saluran hidung. Stimulasi simpatis servikalis menimbulkan
vasokonstriksi hidung.

Dianggap bahwa sistem saraf otonom, karena pengaruh dan kontrolnya atas mekanisme hidung,
dapat menimbulkan gejala yang mirip rinitis alergika. Rinopati vasomotor disebabkan oleh
gangguan sistem saraf autonom dan dikenal sebagai disfungsi vasomotor. Reaksi reaksi
vasomotor ini terutama akibat stimulasi parasimpatis (atau inhibisi simpatis) yang menyebabkan
vasodilatasi, peningkatan permeabilitas vaskular disertai udema dan peningkatan sekresi
kelenjar.
Bila dibandingkan mekanisme kerja pada rinitis alergika dengan rinitis vasomotor, maka reaksi
alergi merupakan akibat interaksi antigen antibodi dengan pelepasan mediator yang
menyebabkan dilatasi arteriola dan kapiler disertai peningkatan permeabilitas yang menimbulkan
gejala obstruksi saluran pernafasan hidung serta gejala bersin dan rasa gatal. Pelepasan mediator
juga meningkatan aktivitas kelenjar dan meningkatkan sekresi, sehingga mengakibatkan gejala
rinorea. Pada reaksi vasomotor yang khas, terdapat disfungsi sistem saraf autonom yang
menimbulkan peningkatan kerja parasimpatis (penurunan kerja simpatis) yang akhirnya
menimbulkan peningkatan dilatasi arteriola dan kapiler disertai peningkatan permeabilitas, yang
menyebabkan transudasi cairan dan edema. Hal ini menimbulkan gejala obstruksi saluran
pernafasan hidung serta gejala bersin dan gatal. Peningkatan aktivitas parasimpatis
meningkatkan aktivitas kelenjar dan menimbulkan peningkatan sekresi hidung yang
menyebabkan gejala rinorea. Pada pokoknya, reaksi alergi dan disfungsi vasomotor
menghasilkan gejala yang sama melalui mekanisme yang berbeda. Pada reaksi alergi, ia
disebabkan interaksi antigen antibodi, sedangkan pada reaksi vasomotor ia disebabkan oleh
disfungsi sistem saraf autonom.
II.4 Gejala dan Tanda
Gejala penderita rinitis alergi atau rinitis vasomotor kadang kadang sulit dibedakan karena
gejala gejalanya mirip, yaitu obstruksi hidung, rinorea dan bersin. Biasanya penderita rinitis
alergika lebih merasakan gatal dan bersin berulang seperti staccato. Biasanya ia tidak
ditemukan atau tidak jelas pada rinitis vasomotor.Reaksi bisa disebabkan oleh disfungsi sistem
saraf autonom, tetapi disamping itu, obstruksi hidung, rinorea dan bersin dapat disebabkan oleh
faktor iritasi , fisik, endokrin dan faktor lain.Hidung mungkin sensitive terhadap pengaruh
hormone, oleh karena itu reaksi rhinitis vasomotor mungkin berhubungan dengan kehamilan atau
kontrasepsi per oral, tapi rhinitis vasomotor pada kehamilan segera menyembuh setelah
melahirkan dan mungkin berhubungan dengan keseimbangan hormone.
Penderita dengan anamnesis rinitis vasomotor bisa menggambarkan sensitivitas yang tidak biasa
terhadap kelembaban udara. Biasanya rinitis non alergika ini disertai dengan gejala gejala
obstruksi saluran pernafasan hidung dan rinorea yang hebat. Biasanya tidak terdapat variasi
musim, tetapi gejalanya dapat menyerupai rinitis alergika sepanjang tahun. Tetapi karena
mungkin terdapat remisi dan eksaserbasi, maka ia dapat pula menyerupai rinitis alergika
musiman. Hal ini terjadi bila pasien sensitif pada perubahan suhu yag menyertai perubahan

musim. Biasanya penderita rinitis vasomotor tidak mempunyai riwayat alergi pada keluarganya.
Mereka menjelaskan fenomena iritatifnya dimulai di usia dewasa. Jarang terjadi bersin dan rasa
gatal.
Hidung tersumbat, bergantian kiri dan kanan, tergantung pada posisi pasien. Terdapat rinorea
yang mukus atau serosa, kadang agak banyak. Jarang disertai bersin dan tidak disertai gatal di
mata. Gejala memburuk pada pagi hari waktu bangun tidur karena perubahan suhu yang ekstrim,
udara lembab, juga karena asap rokok dan sebagainya.
II.5. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dengan rinoskopi anterior didapatkan konka nasalis inferior mungkin
pucat, membengkak dan polipoid. Dapat ditemukan eosinofil di dalam sekresi hidung, seperti
yang dapat dijumpai pada rinitis alergika. Walaupun belim diketahui mengapa eosinofil juga
ditemukan pada rinitis vasomotor.

II.6. Diagnosis
Diagnosis rinitis vasomotor dibuat dengan menyingkirkan kemungkinan lain dengan mengetahui
riwayat penyakit, pemeriksaan fisik pada hidung dan tenggorok serta tidak didapatkannya
allergen spesifik yang menyebabkan terjadinya gejala tersebut atau dengan pemeriksaan skin tes
yang negativ. Perubahan foto rontgen, penebalan membrana mukosa sinus tidaklah spesifik dan
tidak bernilai untuk diagnosis. Rinitis vasomotor bisa terjadi bersama sama dengan rinitis
alergika. Setelah menyingkirkan setiap penyebab obstruksi hidung dan sekresi hidung lainnya,
maka dapat dibuat diagnosis rinitis vasomotor.
II.7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang digunakan pada rhinitis vasomotor bervariasi, tergantung pada factor
penyebab dan gejala yang menonjol.
Secara garis besar penatalaksanaan dibagi menjadi tiga macam, yaitu :
1. Menghindari penyebab
Jika agen iritan diketahui, terapi terbaik adalah dengan pencegahan dan menghindari. Jika
tidak diketahui, pembersihan mukosa nasal secar periodik mungkin bisa membantu. Bisa
dilakukan dengan menggunakan semprotan larutan saline atau alat irigator seperti
Grossan irigator.

2. Farmakologik
Antihistamin mempunyai respon yang beragam. Membantu pada pasien dengan gejala
utama rinorea. Selain antihistamin, pemakaian antikolinergik juga efektif pada pasien
dengan gejala utama rinorea. Obat ini adalah antagonis muskarinik. Obat yang disarankan
seperti Ipratropium Bromida, juga terdapat formula topikal dan atrovent, yang
mempunyai efek sistemik lebih sedikit. Penggunaan obat ini harus dihindari pada pasien
dengan takikardi dan glaukom sudut sempit.
Steroid topikal membantu pada pasien dengan gejala utama kongesti, rinorea dan bersin.
Obat ini menekan respon inflamasi lokal yang disebabkan oleh vasoaktif mediator yang
dapat menghambat Phospolipase A2, mengurangi aktivitas reseptor asetilkolin,
menurunkan basofil, sel mast dan eosinofil. Efek dari kortikostreroid tidak bisa segera,
tapi dengan penggunaan jangka panjang, minimal sampai 2 gr sebelum hasil yang
diinginkan tercapai. Steroid topikal yang dianjurkan seperti Beclomethason, Flunisolide
dan Fluticasone. Efek samping dengan steroid ; udem mukosa,eritema ringan.
Dekongestan atau simpatomimetik agen digunakan pada gejala utama hidung tersumbat.
Untuk gejala yang multiple, penggunan dekongestan yang diformulasikan dengan
antihistamin dapat digunakan. Obat yang disarankan seperti Pseudoefedrin,
Phenilprophanolamin dan Phenilephrin serta Oxymetazoline (semprot hidung). Obat ini
merupakan agonis reseptor dan baik untuk meringankan serangan akut. Pada
penggunaan topikal yang terlalu lama (> 5 hari) dapat terjadi rinitis medikamentosa yaitu
rebound kongesti yang terjadi setelah penggunaan obat topikal > 5 hari. Kontraindikasi
pemakaian dekongestan adalah penderita dengan hipertensi yang berat serta tekanan
darah yang labil.
Pemberian preparat Kalsium seperti Dumocalsin atau preparat Kalk dapat juga
digunakan.Pada rhinitis vasomotor terjadi peningkatan acetilkholin sebagai akibat dari
dominasi parasimpatis ,untuk menurunkan kadar asetil cholin maka diperlukan adanya
enzyme asetilcholin esterase.Dengan pemberian prerat Kalk dapat meningkatkan kerja
enzyme asetil cholin esterase sehingga dapat memecah asetilkolin yang menumpuk
tersebut.
3. Bedah
Jika rhinitis vasomotor tidak berkurang dengan terapi diatas, prosedur pembedahan dapat
dilakukan antara lain dengan Cryosurgery / Bedah Cryo yang berpengaruh pada mukosa
dan submukosa. Operasi ini merupakan tindakan yang cukup sukses untuk mengatasi
kongesti, tetapi ada kemungkinan untuk terjadinya hidung tersumbat post operasi yang
berlangsung lama dan kerusakan dari septum nasi. Neurectomi n.vidianus merusak baik

hantaran simpatis and parasimpatis ke mukosa sehingga dapat menghilangkan gejala


rinorea. Kauterisasi dengan AgNO3 atau elektrik cauter dapat dilakukan tetapi hanya pada
lapisan mukosa. Cryosurgery lebih dipertimbangkan daripada cauterisasi karena dapat
mencapai lapisan submukosa. Reseksi total atau parsial pada konka inferior berhasil baik
Komunikasi dan diskusi dengan pasien merupakan bagian penatalaksanaan medis yang
sangat penting, terutama bila tidak ditemukan abnormalitas yang mendasari. Konsep
reaksi hidung normal berlebihan harus didiskusikan ke pasien bahwa beberapa orang
mempunyai hidung yang sensitif. Penderita dengan sensitivitas hidung dapat diiritasi oleh
pengatur udara (AC) atau polusi udara (ruangan yang penuh dengan asap rokok atau
smog). Bila telah diterangkan konsep variabilitas biologis dan sensitivitas hidung, pasien
akan lebih memahami gangguannya. Pengertian akan sangat membantu pasien untuk
menerima dan hidup dengan kelainan ini.
Dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa dengan melakukan olahraga dapat
meningkatkan daya tahan dan kondisi penderita rhinitis vasomotor. Peningkatan aktivitas
fisik berpengaruh pada pengurangan produksi dari protein yang memacu timbulnya
mucus. Penjelasan lain menyebutkan dengan olahraga dapat menyebabkan terjadinya
vasokonstriksi membrane, karena dengan olah raga dapat meningkatkan kadar adrenalin
sehinggga dapat mengurangi sekresi mucus.Juga dengan olahraga akan membentuk reflek
naso pulmonal yaitu dengan meningkatkan Volume Tidal ( VT) paru dan diharapkan bila
paru terbuka maksimal maka hidung juga akan lebih terbuka, sehingga dapat mengurangi
sumbatan hidung. Ini bukanlah suatu solusi permanent dalam menangani rhinitis
vasomotor, tetapi dapat dipertimbangkan sebagai salah satu bentuk pencegahan terjadinya
eksaserbasi gejala. 11

II.8. Komplikasi
Biasanya komplikasi yang sering terjadi dari rinitis vasomotor ini adalah polip hidung dan
terjadinya sinusitis.

Rinitis Medikamentosa
Rhinitis medikamentosa adalah suatu kelainan hidung yang berupa gangguan respons normal
vasomotor. Kelainan ini merupakan akibat dari pemakaian vasokontriktor topikal (obat tetes
hidung atau obat semprot hidung) dalam waktu lama dan berlebihan, sehingga menyebabkan
sumbatan hidung yang menetap. Istilah rhinitis mendikamentosa ini pertama kali dikenalkan oleh
Lake pada tahun 1946.
Rhinitis medikamentosa dikenal juga dengan rebound atau rhinitis kimia karena
menggambarkan kongesti mukosa hidung yang diakibatkan penggunaan vasokontriksi topikal
yang berlebihan. Obat-obatan lain yang bisa mempengaruhi keseimbangan vasomotor adalah
antagonis -adrenoreseptor oral, inhibitor fosfodiester, kontrasepsi pil, dan antihipertensi. Tetapi
mekanisme terjadinya kongesti antara vasokontriktor hidung dengan obat-obat di atas berbeda
sehingga istilah rhinitis medikamentosa hanya untuk rhinitis yang disebabkan oleh penggunaan
vasokontiktor topikal sedangkan yang disebabkan oleh obat-obat oral dinamakan rhinitis yang
dicetuskan oleh obat (drug induced rhinitis).1
Mukosa hidung merupakan organ yang sangat peka terhadap rangsangan sehingga dalam
penggunaan vasokontriktor topikal harus berhati-hati. Vasokontriktor hidung diisolasi pertama
kali pada tahun 1887 dari ma-huang yaitu tanaman yang mengandung ephedrine dan digunakan
sebagai vasokontriktor topikal pada mukosa hidung dalam bentuk inhalasi, minyak, semprot dan
tetes.1 Vasokontriktor topikal yang digunakan sebaiknya yang isotonik dengan sekret yang
normal, pH antara 6,3 sampai 6,5 serta pemakaiannya tidak lebih dari satu minggu sehingga
rhinitis medikamentosa dapat dicegah.
Rhinitis medikamentosa merupakan salah satu kelainan hidung non alergi yang dapat
mengganggu dan membuat penderita datang berobat ke dokter. Oleh karena itu pada makalah ini
akan dibahas tentang patofisiologi, gejala, pemeriksaan dan penatalaksanaan dari rhinitis
medikamentosa.
DEFINISI
Rinitis medikamentosa adalah suatu kelainan hidung berupa gangguan respons normal
vasomotor yang diakibatkan oleh pemakaian vasokonstriktor topikal (tetes hidung atau semprot
hidung) dalam waktu yang lama dan berlebihan, sehingga menyebabkan sumbatan hidung yang
menetap.
EPIDEMIOLOGI
RM terjadi pada tingkat yang sama pada pria dan wanita tetapi lebih sering terjadi pada dewasa
muda dan setengah baya.

Kejadian dilaporkan dalam rentang THT klinik dari 1% menjadi 7%. Dari 500 pasien
berturutturut dengan hidung tersumbat di klinik alergi, 9% memiliki RM.

PATOFISIOLOGI
pemakaian topikal vasokonstriktor yang berulang dan dalam jangka waktu yang lama fase
dilatasi berulang (rebound dilatation) setelah vasokonstriksi menyebabkan pasien lebih sering
dan lebih banyak lagi memakai obat tersebut timbul gejala obstruksi rhinitis medikamentosa.
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pada rhinitis medikamentosa adalah hentikan pemakaian obat tetes atau
semprot vasokonstriktor hidung, untuk mengatasi sumbatan berulang (rebound congestion).
Dapat diberikan kortikosteroid oral dosis tinggi jangka pendek dan dosis diturunkan secara
bertahap (tappering off) dengan menurunkan dosis sebanayak 5 mg setiap hari, (misalnya hari
pertama 40 mg maka pada hari kedua diberikan 35 mg dan seterusnya).
KOMPLIKASI
Dengan penggunaan yang berkelanjutan, medicamentosa rhinitis dapat menyebabkan sinusitis
kronis, rinitis atropi, dan permanen hiperplasia turbinate. Pasien mengembangkan
ketergantungan psikologis dan sindrom pantang atas penarikan obat, yang terdiri dari sakit
kepala, gangguan tidur, gelisah, lekas marah dan kecemasan.
PROGNOSIS
Studi menunjukkan bahwa hampir semua pasien mampu akhirnya berhenti menggunakan obat.
Apabila mereka yang menggunakan preparat topikal lagi, bahkan 1 tahun kemudian, dapat
memunculkan kemacetan rebound yang cepat dalam beberapa hari.

Anda mungkin juga menyukai