Anda di halaman 1dari 35

Laporan Kasus

Rinitis Vasomotor

Oleh :

Hardiandy Gilbert Nugraha, S.Ked


1830912310129

Pembimbing :
dr. Rusina Hayati, Sp. THT-KL

BAGIAN/ SMF ILMU PENYAKIT THT-KL


FK ULM - RSUD ULIN
BANJARMASIN
Januari, 2021
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................ ii

BAB I. PENDAHULUAN ........................................................................ 1

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 3

A. Definisi ................................................................................... 3

B. Etiologi .................................................................................... 4

C. Patogenesis .............................................................................. 5

D. Gejala Klinis ........................................................................... 6

E. Diagnosis ................................................................................ 7

F. Diagnosis Banding .................................................................. 10

G. Tatalaksana ............................................................................. 13

H. Komplikasi .............................................................................. 16

I. Prognosis ................................................................................ 16

BAB III. DATA PASIEN ............................................................................. 17

BAB IV. PEMBAHASAN ........................................................................... 24

BAB V. PENUTUP .................................................................................... 32

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 33

i
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Rinitis merupakan suatu kondisi inflamasi yang melibatkan mukosa hidung.

Gejala rinitis meliputi sumbatan pada hidung, hiperiritabilitas dan hipersekresi.

Rinitis dapat disebabkan oleh berbagai faktor, di antaranya alergi dan non-alergi.

Rinitis alergi merupakan peradangan mukosa hidung yang disebabkan oleh reaksi

alergi. Rinitis non-alergi merupakan peradangan mukosa hidung yang disebabkan

selain karena reaksi alergi, seperti karena infeksi, medikamentosa, perubahan

hormonal, maupun disfungsi sistem otonom hidung.1

Manifestasi klinis rinitis alergi dengan rinitis non-alergi sering sulit untuk

dibedakan. Hasil pemeriksaan sensitivitas yang diperantarai IgE terhadap

aeroalergen penting dalam menegakkan diagnosa antara rinitis alergi dengan rinitis

non-alergi.2

Rinitis vasomotor merupakan salah satu rinitis non-alergi dan non- infeksi.

Pada rinitis vasomotor terdapat gangguan fisiologi lapisan mukosa hidung yang

disebabkan oleh bertambahnya aktivitas parasimpatis. Gangguan pada mukosa

hidung yang ditandai dengan adanya edema yang persisten dan hipersekresi

kelenjar pada mukosa hidung apabila terpapar oleh iritan spesifik terjadi pada rinitis

vasomotor.2

Rinitis alergi sering ditemukan pada pasien dengan usia < 20 tahun,

sedangkan pada rinitis vasomotor lebih banyak dijumpai pada usia > 20 tahun dan

1
Universitas Lambung Mangkurat
2

terbanyak diderita oleh perempuan. Berdasarkan epidemiologinya, kurang lebih 58

juta penduduk Amerika Serikat menderita rinitis alergi, 19 juta menderita rinitis

non- alergi dan 26 juta menderita rinitis tipe campuran.1,2

Rinitis vasomotor mempunyai gejala yang mirip dengan rinitis alergi

sehingga sulit untuk dibedakan. Pada umumnya pasien mengeluhkan gejala hidung

tersumbat, ingus yang banyak dan encer serta bersin-bersin walaupun jarang.

Adanya kemiripan gejala antara rinitis vasomotor dan rinitis alergi menyebabkan

dokter umum sebagai primary care sering tidak tepat dalam menegakkan diagnosa.

Pada rinitis vasomotor tidak ditemukan adanya skin test yang (+) dan tes alergen

yang (+). Sedangkan yang alergi murni mempunyai skin test yang (+) dan alergen

yang jelas.2

Universitas Lambung Mangkurat


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Rinitis vasomotor merupakan suatu keadaan idiopatik yang didiagnosis tanpa

adanya infeksi, alergi, eosinofilia, perubahan hormonal (kehamilan, hipertiroid)

dan pajanan obat (kontrasepsi oral, antihipertensi, B-bloker, aspirin, klopromazin

dan obat topikal hidung dekongestan). Rinitis vasomotor merupakan rinitis non-

alergi jika tidak terdapat alergi spesifik yang dapat diidentifikasi melalui

pemeriksaan alergi yang sesuai seperti skin test, kadar antibodi Ig E spesifik serum.

Rinitis vasomotor juga disebut vasomotor catarrj, vasomotor rinorhea, nasal

vasomotor instability atau non- allergic perennial rinitis.2,6,7

Pasien rinitis yang sudah dievaluasi di Amerika, 43% (58 juta orang)

mempunyai penyakit alergi, 23% (19 juta orang) mempunyai penyakit yang non-

alergi, dan 34% (26 orang) mempunyai rinitis campuran. Tujuh puluh persen dari

pasien rinitis alergi pada pasien anak-anak, sedangkan pasien rinitis non-alergi 70%

kebanyakan pasien dewasa. Kurang lebih dua pertiga non-alergi pasien mempunyai

rinitis vasomotor. Pada rinitis non-alergi perempuan lebih banyak dibanding

dengan laki-laki.2,7

B. Etiologi

Etiologi dan patofisiologi rinitis vasomotor belum diketahui secara pasti.

Beberapa hipotesis telah dikemukakan untuk menerangkan etiologi & patofisiologi

rinitis vasomotor, diantaranya : 2,6

3
Universitas Lambung Mangkurat
4

a. Neurogenik (disfungsi sistem otonom)

Serabut simpatis hidung berasal dari korda spinalis segmen Th 1-2,

menginervasi terutama pembuluh darah mukosa dan sebagian kelenjar.

Serabut simpatis melepaskan ko-transmiter noradrenalin dan neuropeptida Y

yang menyebabkan vasokonstriksi dan penurunan sekresi hidung. Tonus

simpatis ini berfluktuasi sepanjang hari yang menyebabkan adanya

peningkatan tahapan rongga hidung yang bergantian setiap 2-4 jam. Keadaan

ini disebut sebagai ‘siklus nasi’. Serabut saraf parasimpatis berasal nukleus

salivatori superior menuju ganglion sfenopalatina dan membentuk n.vidianus,

kemudian menginervasi pembuluh darah dan terutama kelenjar eksokrin.

Pada rangsangan akan terjadi pelepasan ko-transmitter asetilkolin dan

vasoaktif intestinal peptida yang menyebabkan peningkatan sekresi hidung

dan vasodilatasi, sehingga terjadi kongesti hidung. 6

b. Neuropeptida

Pada mekanisme ini terjadi disfungsi hidung yang diakibatkan oleh

meningkatnya rangsangan terhadap saraf sensori serabut C di hidung. Adanya

rangsangan abnormal saraf sensoris ini akan diikuti dengan peningkatan

pelepasan neuropeptida seperti substansi P dan calcitonin gen- related protein

yang menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskuler dan sekresi kelenjar.

Keadaan ini menerangkan terjadinya peningkatan respin pada hiper-

reaktifitas hidung.6

c. Nitrit Oksida

Universitas Lambung Mangkurat


5

Kadar nitrit oksida (NO) yang tinggi dan persisten di lapisan epitel hidung

dapat menyebabkan terjadinya kerusakan atau nekrosis epitel, sehingga

rangsangan non-spesifik berinteraksi langsung ke lapisan sub-epitel.

Akibatnya terjadi peningkatan reaktifitas serabut trigeminal dan recruitment

refleks vaskuler dan kelenjar mukosa hidung.6

d. Trauma

Rinitis vasomotor dapat merupakan komplikasi jangka panjang dari trauma

hidung melalui mekanisme neurogenik dan/atau neuropeptida. 6

Beberapa faktor yang mempengaruhi keseimbangan vasomotor antara lain :6

1) Obat-obatan yang menekan dan menghambat kerja saraf simpatis, seperti

ergotamin, klorpromazin, obat anti hipertensi dan obat vasokonstriktor

topikal.

2) Faktor fisik, seperti iritasi oleh asap rokok, udara dingin, kelembaban udara

yang tinggi dan bau yang merangsang.

3) Faktor endokrin, sepeti keadaan kehamilan, pubertas, pemakaian pil anti

hamil dan hipotiroidisme.

4) Faktor psikis, seperti stress, ansietas dan fatigue.

C. Patogenesis

Sistem saraf otonom mengontrol aliran darah ke mukosa hidung dan sekresi

dari kelenjar. Diameter resistensi pembuluh darah di hidung diatur oleh sistem saraf

simpatis sedangkan parasimpatis mengontrol sekresi kelenjar. Pada rinitis

vasomotor terjadi disfungsi sistem saraf otonom yang menimbulkan peningkatan

Universitas Lambung Mangkurat


6

kerja parasimpatis yang disertai penurunan kerja saraf simpatis. Baik sistem

simpatis yang hipoaktif maupun sistem parasimpatis yang hiperaktif, keduanya

dapat menimbulkan dilatasi arteriola dan kapiler disertai peningkatan permeabilitas

kapiler yang akhirnya akan menyebabkan transudasi cairan, edema dan kongesti. 6,8

Teori lain mengatakan bahwa terjadi peningkatan peptida vasoaktif dari sel-

sel seperti sel mast. Termasuk diantara peptida ini adalah histamin, leukotrin,

prostaglandin, polipeptida intestinal vasoaktif dan kinin. Elemen-elemen ini tidak

hanya mengontrol diameter pembuluh darah yang menyebabkan kongesti, tetapi

juga meningkatkan efek asetilkolin dari sistem saraf parasimpatis terhadap sekresi

hidung, yang menyebabkan rinore. Pelepasan peptida-peptida ini tidak diperantarai

oleh Ig-E (non-Ig E mediated) seperti pada rinitis alergi. 6,9

Adanya reseptor zat iritan yang berlebihan juga berperan pada rinitis

vasomotor. Banyak kasus yang dihubungkan dengan zat-zat atau kondisi yang

spesifik. Beberapa diantaranya adalah perubahan temperatur atau tekanan udara,

parfum, asap rokok, polusi udara dan stres (emosi atau fisik). 6,7

D. Gejala Klinis

Pada rinitis vasomotor, gejala sering dicetuskan oleh berbagai rangsangan

non-spesifik, seperti asap/rokok, bau yang menyengat, parfum, minuman

beralkohol, makanan pedas, udara dingin, pendingin dan pemanas ruangan,

perubahan kelembaban, perubahan suhu luar, kelelahan, dan stres/emosi. 6,7

Kelainan ini mempunyai gejala yang mirip dengan rinitis alergi, namun gejala

yang dominan adalah hidung tersumbat, bergantian kanan dan kiri, tergantung pada

Universitas Lambung Mangkurat


7

posisi pasien. Selain itu terdapat rinore yang mukoid atau serosa. Keluhan ini jarang

disertai dengan gejala mata.6

Gejala dapat memburuk dipagi hari waktu bangun tidur oleh karena adanya

perubahan suhu yang ekstrim, udara lembab, juga oleh karena asap rokok dan

sebagainya. Berdasarkan gejala yang menonjol, kelainan ini dibedakan dalam 3

golongan, yaitu 1) golongan bersin (sneezers), gejala biasanya member respon baik

terhadap antihistamin dan glukokortikosteroid topikal; 2) golongan rinore

(runners), gejala dapat diatasi dengan pemberian anti kolinergik topikal; 3)

golongan tersumbat (blockers), kongesti umumnya memberikan respon yang baik

dengan terapi glukokortikosteroid topikal dan vasokonstriktor oral. 6,7

Prognosis pengobatan golongan obstruksi lebih baik daripada golongan

rinore. Oleh karena golongan rinore sangat mirip dengan rinitis alergi, perlu

anamnesis dan pemeriksaan yang teliti untuk memastikan diagnosisnya. 7

E. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan dengan cara eksklusi, yaitu menyingkirkan adanya

rinitis infeksi, alergi, okupasi, hormonal, dan akibat obat. Anamnesis dilakukan

untuk mencari faktor yang mempengaruhi timbulnya gejala. 6,7

a. Anamnesis

Anamnesis juga mencari faktor yang mempengaruhi keseimbangan

vasomotor dan menyingkirkan kemungkinan rinitis alergi. Biasanya

penderita tidak mempunyai riwayat alergi dalam keluarganya dan keluhan

dimulai pada usia dewasa. Beberapa pasien hanya mengeluhkan gejala

Universitas Lambung Mangkurat


8

sebagai respon terhadap paparan zat iritan tertentu tetapi tidak mempunyai

keluhan apabila tidak terpapar. 7

b. Pemeriksaan fisik

Pada rinitis vasomotor, pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah

pemeriksaan rinoskopi anterior dan posterior.6,7

I. Rinoskopi anterior

Pada pemeriksaan rinoskopi anterior, tampak gambaran yang khas

berupa edema mukosa hidung, konka berwarna merah gelap atau

merah tua, tetapi dapat pula pucat. Hal ini perlu dibedakan dengan

rinitis alergi. Permukaan konka lebih licin atau berbenjol-benjol

(hipertrofi). Sekret mukoid yang sedikit dapat ditemukan di dalam

rongga hidung. Pada golongan rinore sekret yang ditemukan adalah

serosa dan banyak jumlahnya. 6,7

Gambar 1. Rinoskopi Anterior Rinitis Non-alergi

Universitas Lambung Mangkurat


9

II. Rinoskopi posterior

Pada rinoskopi posterior dapat dijumpai post nasal drip.7

c. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan

rinitis alergi. Test kulit ( skin test ) biasanya negatif, demikian pula test RAST, serta

kadar IgE total dalam batas normal. Kadang-kadang ditemukan juga eosinofil pada

sekret hidung, akan tetapi dalam jumlah yang sedikit. Infeksi sering menyertai yang

ditandai dengan adanya sel neutrofil dalam sekret. Pemeriksaan radiologi sinus

memperlihatkan mukosa yang edema dan mungkin tampak gambaran cairan dalam

sinus apabila sinus telah terlibat. 6,7

Universitas Lambung Mangkurat


10

Tabel 1. Diagnosis Rinitis Vasomotor7

Riwayat Penyakit  Tidak berhubungan


dengan musim
 Tidak ada riwayat
keluarga
 Tidak ada riwayat
alergi saat masih
anak-anak
 Gejala timbul setelah
dewasa
 Keluhan gatal dan
bersin tidak ada
Pemeriksaan THT  Struktur hidung
normal, tidak ada
deviasi
 Tanda-tanda infeksi
tidak ada
 Adanya
pembengkakan
mukosa
 Adanya hipertrofi
konka inferior
Radiologi X-ray / CT  Tidak ada bukti
Scan keterlibatan sinus
 Adanya penebalan
mukosa
Bakteriologi  Tidak ada infeksi
bakteri yang
ditemukan
Tes alergi IgE total Normal
Prick Test Negatif atau positif lemah
RAST Negatif atau positif lemah

F. Diagnosis Banding

a. Rinitis Alergi

Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi

pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitasi dengan alergen yang sama

Universitas Lambung Mangkurat


11

serta dilepaskannya suatu mediator kimia berupa histamine sehingga menyebabkan

gejala gatal.

Gambar 2. Rinoskopi Anterior Rinitis Alergi

Pemeriksaan rinoskopi anterior akan tampak mukosa edem, basah, warna

pucat atau livid disertai adanya sekret terjadi paparan ulang dengan alergen spesifik

tersebut. Rinitis alergi menurut ARIA 2019 adalah kelainan pada hidung dengan

gejala bersin-bersin, rinore encer, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung

terpapar alergen yang diperantarai oleh IgE.10

Tabel 2. Perbedaan rinitis alergi dan vasomotor 7

Rinitis Alergi Rinitis Vasomotor


Mulai Serangan Usia belasan tahun, Onset pada usia
Riwayat terpapar dekade ke 3-4
alergen (+)
Etiologi Reaksi Ag-Ab Riwayat terpapar
terhadap rangsangan alergen (-)
spesifik
Gatal & Bersin Menonjol Reaksi neurovaskuler
terhadap beberapa
rangsangan mekanis
atau kimia, juga faktor
psikologis

Universitas Lambung Mangkurat


12

Gatal di Mata Sering dijumpai Tidak menonjol


Test Kulit Positif Negatif
Sekret Hidung Peningkatan eosinofil Tidak ada eosinofil
dalam sekret dalam sekret hidung
Eosinofil Darah Meningkat Normal
IgE darah Meningkat Tidak meningkat

b. Rinitis virus

Rinitis virus (rinitis simplek) merupakan penyakit virus yang paling sering

ditemukan pada manusia. Sering disebut juga sebagai selesma, flu atau common

cold. Penyebabnya ialah beberapa jenis virus dan yang paling penting adalah

rhinovirus, yang lainnya adalah Myxovirus, Coxsackie dan virus ECHO. Penyakit

ini sangat menular dan gejala dapat timbul sebagai akibat tidak adanya kekebalan,

atau menurunnya daya tahan tubuh. Pada stadium prodormal yang berlangsung

beberapa jam, didapatkan rasa panas, kering dan gatal dalam hidung, kemudian

akan timbul bersin berulang- ulang, hidung tersumbat dan ingus encer, yang

biasanya disertai demam dan nyeri kepala. Mukosa hidung tampak merah dan

membengkak dan bila terjadi infeksi sekunder sekret menjadi mukopurulen.6,11

c. Rinitis hipertrofi

Rinitis hipertrofi didapatkan perubahan mukosa hidung pada konka inferior.

Konka inferior mengalami hipertrofi karena proses inflamasi kronis yang

disebabkan oleh infeksi bakteri primer atau sekunder. Konka inferior dapat juga

mengalami hipertrofi tanpa terjadi infeksi bakteri, seperti pada keadaan lanjutan

dari rinitis alergi dan rinitis vasomotor.6

Universitas Lambung Mangkurat


13

Gambar 3. Mukosa Konka Inferior Pada Rinitis Hipertrofi

G. Tatalaksana

Pengobatan rinitis vasomotor bervariasi, tergantung kepada faktor penyebab

dan gejala yang menonjol. Penatalaksanaan rinitis vasomotor terbagi menjadi :

1. Menghindari penyebab/ pencetus (Avoidance therapy)

2. Pengobatan konservatif (farmakoterapi) :

 Dekongestan atau obat simpatomimetik digunakan untuk mengurangi

keluhan hidung tersumbat. Contohnya : Pseudoephedrine dan

Phenylpropanolamine (oral) serta Phenylephrine dan Oxymetazoline

(semprot hidung)

 Anti histamin : untuk golongan rinore.

 Kortikosteroid topikal mengurangi keluhan hidung tersumbat, rinore dan

bersin-bersin dengan menekan respon inflamasi lokal yang disebabkan

oleh mediator vasoaktif. Biasanya digunakan paling sedikit selama 1 atau

Universitas Lambung Mangkurat


14

2 minggu sebelum dicapai hasil yang memuaskan. Contoh steroid topikal

: Budesonide, Fluticasone, Flunisolide atau Beclomethasone.

 Anti kolinergik juga efektif pada pasien dengan rinore sebagai keluhan

utamanya. Contoh : Ipratropium bromide (nasal spray).6,7

Gambar 4. Algoritma Tata Laksana Rinitis Vasomotor

Universitas Lambung Mangkurat


15

3. Terapi operatif ( dilakukan bila pengobatan konservatif gagal ) :

 Kauterisasi konka yang hipertrofi dengan larutan AgNO3 25% atau

triklorasetat pekat ( chemical cautery ) maupun secara elektrik (electrical

cautery).

 Diatermi submukosa konka inferior ( submucosal diathermy of the inferior

turbinate )

 Bedah beku konka inferior ( cryosurgery )

 Reseksi konka parsial atau total (partial or total turbinate resection) -

Turbinektomi dengan laser ( laser turbinectomy )

 Neurektomi n. vidianus ( vidian neurectomy ), yaitu dengan melakukan

pemotongan pada n. vidianus, bila dengan cara diatas tidak memberikan

hasil. Operasi sebaiknya dilakukan pada pasien dengan keluhan rinore yang

hebat. Terapi ini sulit dilakukan, dengan angka kekambuhan yang cukup

tinggi dan dapat menimbulkan berbagai komplikasi. 6,7

Tabel 3. Terapi Operatif Rinitis Vasomotor 7

Gejala Klinik Jenis Terapi Prosedur


Obstruksi Hidung Reduksi Konka  Kauterisasi
konka
(chemical atau
electrical)
 Diatermi sub
mukosa
 Bedah baku
(cryosurgery)

Universitas Lambung Mangkurat


16

Reseksi Konka  Turbinektomi


parsial atau
total
 Turbinektomi
dengan laser
Rinore Vidian neurectomy  Eksisi nervus
vidianus
 Diatermi nervus
vidianus

H. Komplikasi

Tidak ada komplikasi yang berbahaya dari rinitis vasomotor, komplikasi yang

mungkin terjadi hanyalah seperti infeksi pada hidung yang menyebabkan sekret

mukopurulen, dan juga dapat memberikan manifestasi kelainan di mata walaupun

jarang dijumpai. Komplikasi yang lebih mungkin terjadi adalah dari terapi

neurektomi, yang dapat menimbulkan sinusitis, diplopia, buta, gangguan lakrimasi,

neuralgia atau anestesis infraorbita dan palatum. 7

I. Prognosis

Prognosis pengobatan rinitis vasomotor golongan obstruksi lebih baik

daripada golongan rinore. Oleh karena golongan rinore sangat mirip dengan rinitis

alergi, perlu anamnesis dan pemeriksaan yang teliti untuk memastikan

diagnosisnya. Secara umum prognosis baik karena tidak menimbulkan kelainan

yang berbahaya, hanya membuat rasa tidak nyaman, namun tanpa tindakan

pembedahan, penyakit ini tidak dapat benar-benar hilang/sembuh.7

Universitas Lambung Mangkurat


BAB III

DATA PASIEN

A. Identitas Pasien

Nama : Tn. AS

Umur : 57 tahun

Agama : Islam

Suku : Banjar

Pendidikan : S-1

Pekerjaan : Pensiunan PNS

Alamat : Jl. Persada Raya IV No.17 RT 02, Kel. Handil Bakti,

Kec. Alalak, Kab. Barito Kuala

Tanggal pemeriksaan : Selasa, 26 Januari 2021

B. Anamnesis

Sumber : Anamnesis dengan pasien (Alloanamnesis)

Keluhan Utama : Hidung tersumbat keduanya sejak 4 bulan

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke poliklinik THT RS Ansari Saleh Banjarmasin dengan

keluhan hidung tersumbat keduanya sejak 4 bulan, muncul mendadak, hilang

timbul dan semakin memberat. Keluhan timbul saat suhu dingin, terutama saat pagi

dan malam lalu hilang dengan sendirinya. Posisi hidung tersumbat bergantian

mengikuti posisi pasien. Keluhan tidak mengganggu aktivitas.

17
Universitas Lambung Mangkurat
18

Pasien juga mengeluhkan adanya cairan keluar dari hidung bersamaan dengan

keluhan hidung tersumbat, muncul perlahan, terus menerus dan semakin memberat.

Cairan jernih, tidak berbau dan tidak bercampur darah. Keluhan ini mengganggu

aktivitas. Keluhan sering bersin, hilang penciuman dan rasa terdapat cairan

dibelakang hidung disangkal.

Keluhan nyeri telinga, berdenging, keluar cairan dan pendengaran menurun

disangkal. Batuk, sulit menelan, suara parau, sakit tenggorok dan sesak nafas

disangkal.

Demam, nyeri pada daerah wajah, mata gatal dan berair disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien tidak memiliki riwayat penyakit asma, alergi makanan dan alergi obat.

Riwayat Penyakit Keluarga :

Keluarga tidak ada keluhan serupa. Riwayat asma, alergi makanan, alergi

obat disangkal.

Riwayat Pengobatan :

Pasien berobat ke puskesmas dan mendapat obat CTM. Keluhan dirasa tidak

berkurang. Pasien kemudian disarankan pihak puskesmas untuk konsultasi dengan

dokter spesialis THT-KL karena terdapat pembengkakan didalam rongga hidung

kiri. Pasien tidak memiliki riwayat penggunaan obat dalam waktu yang lama.

Riwayat Kebiasaan :

Pasien lebih sering beraktivitas didalam rumah, tidur di ruangan dengan

fasilitas air conditioner (AC) dan tidak merokok.

Universitas Lambung Mangkurat


19

C. Pemeriksaan Fisik

Status Generalis

Keadaan Umum : Tampak sakit ringan

Kesadaran : Compos mentis

GCS : E4V5M6

Tensi : 120/70 mmHg

Nadi : 81 x/menit (reguler, kuat angkat)

Laju Napas : 16 x/menit

Suhu : 36,7 oC

SpO2 : 99% dikondisi udara ruangan

STATUS LOKALIS

Telinga

Inspeksi : Ukuran dan bentuk normal, fistula (-/-), massa (-/-), edema (-/-),

sekret (-/-)

Palpasi : Nyeri tekan tragus (-/-), nyeri tekan mastoid (-/-), nyeri tarik

aurikula (-/-)

MAE : Sempit (-/-), hiperemi (-/-), edema (-/-), sekret (-/-), serumen (-/-

), furunkel (-/-), hifa (-/-)

MT : Intak (+/+), reflaks cahaya (+/+)

Tes Pendengaran : Tes Rinne : +/+

Tes Weber : Tidak ada lateralisasi

Universitas Lambung Mangkurat


20

Tes Schwabach : sama dengan pemeriksa/ sama dengan

pemeriksa

Kesimpulan : normal/ normal

Hidung

Inspeksi : Bentuk normal, deformitas(-), hiperemi (-), massa (-), deviasi

hidung (-)

Palpasi : Nyeri tekan (-), krepitasi (-)

Sinus : Nyeri tekan sinus frontalis (-/-), nyeri tekan sinus maksilaris

(-/-), nyeri tekan sinus etmoidalis (-/-)

Rinoskopi Anterior :

Vestibulum : Lapang (+/+), edema (-/-), hiperemi (-/-), massa (-/-)

Kavum Nasi : Lapang (+/+), hiperemi (+/+), massa (-/-), edema konka (+/+),

sekret (+/+) serous, konka (eutrofi/eutrofi), permukaan licin (+/+)

Universitas Lambung Mangkurat


21

Rinoskopi Posterior : Tidak dilakukan

Transluminasi : Tidak dilakukan

Tenggorok

Rongga Mulut

Bibir : Simetris, mukosa lembab, hiperemi (-), ulkus (-)

Gingiva : Hiperemi (-), ulkus (-), massa (-), perdarahan (-)

Gigi Geligi : Lengkap, berlubang (-), karies (-)

Lidah : Deviasi (-), massa (-), ulkus (-), pseudomembran (-)

Palatum : Massa (-), ulkus (-)

Uvula : Deviasi (-), pseudomembran (-), ulkus (-), hiperemi (-)

Universitas Lambung Mangkurat


22

Orofaring

Faring : Hiperemi (-), post nasal drip (-), edema (-), massa (-), refleks

muntah (-)

Tonsil : Ukuran : T1/T1

Warna : normal/normal

Permukaan : rata/rata

Kripte : tidak melebar/tidak melebar

Detritus : -/-

Leher

Inspeksi : Pembesaran KGB (-), massa (-), hiperemi (-)

Palpasi : Nyeri tekan (-), pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-)

Laringoskopi Indirek : tidak dilakukan

Pemeriksaan Nervus Kranial

NI : (+/+) N VIII : N.Vestibularis (+/+), N.Koklearis (+/+)

N II : (+/+) N IX, X : N.Glosofaringeus (+), N. Vagus (+)

N III, IV, VI : (+/+) N XI : (+/+)

NV : (+/+) N XII : (+/+)

N VII : (+/+)

D. Pemeriksaan Penunjang

Tidak ada

Universitas Lambung Mangkurat


23

E. Diagnosis

Rinitis vasomotor

F. Terapi

Non Medikamentosa

- Pasien dianjurkan untuk menjauhi faktor pencetus.

- Pasien dianjurkan untuk menjaga kondisi tubuh.

Medikamentosa

- Cuci hidung dengan NaCl 0,9% 4 kali per hari selama 5 hari

- Oral Pseudoefedrin HCl 3 x 60 mg + Oral Triprolidine HCl 3 x 2,5 mg

selama 3 hari

G. Prognosis

Quo ad vitam : ad bonam

Quo ad sanationam : Dubia ad bonam

Quo ad functionam : ad bonam

Universitas Lambung Mangkurat


BAB IV

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik yang dilakukan, ditegakkan

diagnosis kerja rinitis vasomotor. Hasil anamnesis menggambarkan etiologi dan

faktor risiko pasien. Yang ditemukan dari anamnesis adalah munculnya keluhan

hidung tersumbat bergantian kiri dan kanan sejak 4 bulan, muncul tiba-tiba, hilang

timbul dan semakin memberat. Posisi hidung tersumbat mengikuti posisi badan

pasien. Pasien juga mengeluhkan adanya cairan keluar dari hidung bersamaan

dengan keluhan hidung tersumbat, muncul perlahan, terus menerus dan semakin

memberat. Cairan jernih, tidak berbau dan tidak bercampur darah. Keluhan ini

mengganggu aktivitas. Keluhan bersin, hilang penciuman dan rasa terdapat cairan

dibelakang hidung disangkal. Keluhan lain pada telinga seperti nyeri, berdenging,

keluar cairan dan pendengaran menurun disangkal. Keluhan lain pada tenggorok

seperti batuk, sulit menelan, suara parau, sakit tenggorok dan sesak nafas disangkal.

Keluhan demam, nyeri pada daerah wajah, mata gatal dan berair disangkal. Pasien

juga tidak memiliki riwayat penyakit asma, alergi makanan dan alergi obat. Tidak

ada riwayat penyakit serupa di keluarga. Pasien juga diketahui tidur di ruangan

dengan fasilitas air conditioner (AC). Data ini mendukung teori bahwa dalam

anamnesis penyakit rinitis vasomotor dapat ditemukan gejala yang khas berupa

hidung tersumbat yang mengikuti posisi badan dan adanya cairan jernih yang keluar

melalui hidung dan tidak ditemukan adanya infeksi, alergi dan penggunaan obat

dalam jangka waktu yang lama.

24
Universitas Lambung Mangkurat
25

Pada mekanisme fisiologis, bersin merupakan gejala yang normal, terutama

pada pagi hari atau bila terdapat kontak dengan sejumlah besar debu, hal ini disebut

sebagai proses membersihkan sendiri (self cleaning process). Kadang-kadang

keluhan hidung tersumbat merupakan keluhan utama atau satu- satunya gejala yang

diutarakan oleh pasien sehingga sulit untuk membedakan antara rinitis vasomotor

dan rinitis alergi.1 Pada pasien ini, etiologi dari rinitis vasomotor dapat disebabkan

oleh beberapa hal, yaitu karena disfungsi sistem otonom (neurogenik),

neuropeptida, nitrit oksida dan karena trauma. Pada kasus trauma, rinitis vasomotor

terbentuk karena komplikasi jangka panjang dari trauma hidung melalui mekanisme

neurogenik an/atau neuropeptida.2,6

Pada pasien ini, terdapat beberapa faktor yang kemungkinkan dapat

mempengaruhi keseimbangan vasomotor yang menimbulkan rinitis alergi, yaitu

faktor fisik yang disebabkan udara dingin dan kemungkinan adanya faktor psikis

pada pasien. Pada kasus rinitis vasomotor, terdapat beberapa faktor yang dapat

mempengaruhi keseimbangan vasomotor.6 Adanya reseptor zat iritan yang

berlebihan berperan pada rinitis vasomotor. Banyak kasus yang dihubungkan

dengan zat-zat atau kondisi yang spesifik.7 Beberapa diantaranya adalah perubahan

temperatur seperti pada kasus ini.

Gejala pada rinitis vasomotor dapat berupa hidung tersumbat, keluarnya

cairan encer dari hidung dan bersin, sehingga terdapat golongan pada orang-orang

dengan gejala yang lebih dominan dibandingkan gejala lain. Gejala dapat

memburuk dipagi hari waktu bangun tidur oleh karena adanya perubahan suhu yang

ekstrim, udara lembab, juga oleh karena asap rokok dan sebagainya. Berdasarkan

Universitas Lambung Mangkurat


26

gejala yang menonjol, kelainan ini dibedakan dalam 3 golongan, yaitu 1) golongan

bersin (sneezers), gejala biasanya member respon baik terhadap antihistamin dan

glukokortikosteroid topikal; 2) golongan rinore (runners), gejala dapat diatasi

dengan pemberian anti kolinergik topikal; 3) golongan tersumbat (blockers),

kongesti umumnya memberikan respon yang baik dengan terapi


6,7
glukokortikosteroid topikal dan vasokonstriktor oral. Pada kasus ini, pasien

memiliki keluhan dominan pada keluhan hidung tersumbat sehingga pasien ini

termasuk dalam golongan blockers.

Pada pemeriksaan fisik, tidak ditemukan adanya allergic sign berupa allergic

salute, allergic shiners dan allergic crease. Saat pemeriksaan rinoskopi anterior dan

rinoskopi posterior, didapatkan sekret serosa di kedua kavum nasi dan hipertrofi

konka inferior sinistra. Menurut teori, sebelum dilakukan pemeriksaan rinoskopi

posterior, kedua kavum nasi dimasukan tampon yang berisi larutan vasokonstriktor

yang berfungsi untuk mengurangi edema pada konka inferior dan dapat

menyingkirkan diagnosis polip nasi. Lalu, pada pemeriksaan rinoskopi anterior,

tampak gambaran yang khas berupa edema mukosa hidung, konka berwarna merah

gelap atau merah tua, tetapi dapat pula pucat. Hal ini perlu dibedakan dengan rinitis

alergi. Permukaan konka lebih licin atau berbenjol-benjol (hipertrofi). Sekret

mukoid yang sedikit dapat ditemukan di dalam rongga hidung. Pada golongan

rinore sekret yang ditemukan adalah serosa dan banyak jumlahnya. 6,7 Namun, pada

pemeriksaan rinoskopi posterior pasien ini tidak didapatkan adanya post nasal drip.

Pemeriksaan penunjang yang diajukan adalah uji alergi pada kulit (skin prick

test). Karena prinsip pemeriksaan skin test terhadap alergen ialah adanya reaksi

Universitas Lambung Mangkurat


27

wheal and flare pada kulit untuk membuktikan adanya IgE spesifik terhadap alergen

yang diuji (reaksi tipe I). Reaksi maksimal terjadi setelah 15-20 menit, dan dapat

diikuti reaksi lambat setelah 4-8 jam. Alergi Tipe 1 (Ig-E mediated) adalah hasil

dari produksi Ig-E spesifik untuk alergen oleh alergi individu. Kondisi di mana

alergi yang dimediasi Ig-E dapat memainkan peran utama termasuk rinitis alergi,

asma, dermatitis atopik, anafilaksis, urtikaria dan angioedema akut, alergi makanan,

alergi racun serangga, lateks alergi dan beberapa obat alergi. Sehingga hasil negatif

pada pemeriksaan skin prick test akan menyingkirkan diagnosis banding rinitis

alergi.5

Universitas Lambung Mangkurat


28

Tabel Diagnosis Rinitis Vasomotor

Riwayat Penyakit  Tidak berhubungan


dengan musim
 Tidak ada riwayat
keluarga
 Tidak ada riwayat
alergi saat masih
anak-anak
 Gejala timbul setelah
dewasa
 Keluhan gatal dan
bersin tidak ada
Pemeriksaan THT  Struktur hidung
normal, tidak ada
deviasi
 Tanda-tanda infeksi
tidak ada
 Adanya
pembengkakan
mukosa
 Adanya hipertrofi
konka inferior
Radiologi X-ray / CT  Tidak ada bukti
Scan keterlibatan sinus
 Adanya penebalan
mukosa
Bakteriologi  Tidak ada infeksi
bakteri yang
ditemukan
Tes alergi IgE total Normal
Prick Test Negatif atau positif lemah
RAST Negatif atau positif lemah

Diagnosis kerja yang diajukan rinitis vasomotor melihat dari teori, anamnesis,

dan pemeriksaan fisik yang ditemukan. Rinitis vasomotor dapat ditegakkan apabila

memiliki keluhan hidung tersumbat, keluar cairan encer dari hidung dan atau

disertai bersin yang sering kambuh dan dipicu oleh faktor non-spesifik. Lalu, pasien

juga tidak memiliki riwayat alergi, tidak ada tanda infeksi dan riwayat penggunaan

Universitas Lambung Mangkurat


29

obat dalam jangka panjang. Rinitis vasomotor dan rinitis alergi secara gejala klinis

sulit dibedakan, berikut tabel perbedaan antara rinitis vasomotor dan rinitis alergi.

Tabel Perbedaan Rinitis Alergi dan Rinitis Vasomotor

Rinitis Alergi Rinitis Vasomotor


Mulai Serangan Usia belasan tahun, Onset pada usia
Riwayat terpapar dekade ke 3-4
alergen (+)
Etiologi Reaksi Ag-Ab Riwayat terpapar
terhadap rangsangan alergen (-)
spesifik
Gatal & Bersin Menonjol Reaksi neurovaskuler
terhadap beberapa
rangsangan mekanis
atau kimia, juga faktor
psikologis
Gatal di Mata Sering dijumpai Tidak menonjol
Test Kulit Positif Negatif
Sekret Hidung Peningkatan eosinofil Tidak ada eosinofil
dalam sekret dalam sekret hidung
Eosinofil Darah Meningkat Normal
IgE darah Meningkat Tidak meningkat

Terdapat diagnosis banding lainnya, yaitu rinitis virus dan rinitis hipertrofi yang

telah dibahas pada bagian tinjauan pustaka.

Pengobatan rinitis vasomotor bervariasi, tergantung kepada faktor penyebab

dan gejala yang menonjol. Penatalaksanaan rinitis vasomotor terbagi menjadi

penghindaran faktor pencetus, pengobatan konservatif dan terapi operatif. Pada

kasus ini, penatalaksanaan yang sesuai berdasarkan teori pada tinjauan pustaka

yaitu terapi cuci hidung, pemberian dekongestan oral dan kortikosteroid topikal.

Pada kasus rinitis vasomotor, tidak ada terapi kausal dan hanya diberikan terapi

simtomatik beserta edukasi untuk menghindari faktor pencetus. Terapi yang

Universitas Lambung Mangkurat


30

diberikan pada kasus ini adalah terapi cuci hidung 4 kali dalam sehari dan

pemberian Pseudoefedrin Hcl 3x60 mg. Pada beberapa kasus yang berat dan tidak

membaik setelah diberikan obat, maka terapi pembedahan dapat dilakukan seperti

electrocautery, konkotomi parsial konka inferior, dan neurektomi n. vidianus.

Tindakan operatif dapat dilakukan apabila pengobatan konservatif tidak memberik

efekperbaikan pada pasien. Tindakan operatif yang dapat dilakukan dapat dilihat

pada tabel dibawah ini.

Gejala Klinik Jenis Terapi Prosedur


Obstruksi Hidung Reduksi Konka  Kauterisasi
konka
(chemical atau
electrical)
 Diatermi sub
mukosa
 Bedah baku
(crysurgery)
Reseksi Konka  Turbinektomi
parsial atau
total
 Turbinektomi
dengan laser
Rinore Vidian neurectomy  Eksisi nervus
vidianus
 Diatermi nervus
vidianus

Universitas Lambung Mangkurat


31

Tidak ada komplikasi yang ditemukan pada pasien ini. Secara teori, tidak ada

komplikasi yang berbahaya dari rinitis vasomotor, komplikasi yang mungkin terjadi

hanyalah seperti infeksi pada hidung yang menyebabkan sekret mukopurulen, dan

juga dapat memberikan manifestasi kelainan di mata walaupun jarang dijumpai. 7

Prognosis pasien dalam kasus ini secara ad vitam dan ad functionam, adalah

ad bonam. Namun secara ad sanationam adalah dubia ad bonam. Karena pada

kasus rinitis vasomotor tidak dapat disembuhkan dan tidak memiliki terapi kausal,

sehingga dasar terapi terbaiknya berasal dari faktor internal pasien, yaitu

menghindar faktor pencetus. Secara teori, prognosis pengobatan rinitis vasomotor

golongan obstruksi lebih baik daripada golongan rinore dan secara keseluruhan

prognosis baik karena tidak menimbulkan kelainan yang berbahaya, hanya

membuat rasa tidak nyaman, namun tanpa tindakan pembedahan, penyakit ini tidak

dapat benar-benar hilang/sembuh.7

Universitas Lambung Mangkurat


BAB V

PENUTUP

Telah diperiksa pasien Tn. AS, usia 57 tahun, dengan keluhan hidung buntu

keduanya dan keluar cairan berwarna bening. Tidak ada riwayat alergi. Keluhan ini

mengganggu aktivitas. Keluhan di telinga dan tenggorok disangkal. Pada

pemeriksaan rinoskopi anterior didapatkan konka inferior berwarna kemerahan dan

edem, dan terdapat sekret serosa. Tidak ditemukan adanya allergic sign. Sehingga,

diagnosis kerja yang diajukan adalah rinitis vasomotor dengan diagnosis banding

rinitis alaergi dan rinitis medikamentosa. Pemeriksaan penunjang yang dapat

diajukan berupa skin prick test dan tes adrenalin untuk menyingkirkan diagnosis

banding. Tatalaksana yang diajukan mengikuti algoritma tatalaksana rinitis non-

alergi.

32
DAFTAR PUSTAKA

1. Irawati Nina et al. Rhinitis Alergi ini Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. FKUI. 2012.

2. Sundaru Heru, Winulyo Erwanto Budi. Rhinosinusitis In Buku Ajar Ilmu


Penyakit Dalam Jilid I Edisi VI. Jakarta: Interna Publishing. 2014. Hal. 504-
507.

3. Soetjipto D, Mangunkusumo E, Wardani RS. Sumbatan hidung, dalam: Buku


Ajar Imu Kesehatan Telinga-Hidung-Tenggorok Kepala & Leher. Jakarta:
Badan Penerbit FKUI; 2014.h.100

4. Rambe, AYM, dalam : Rinitis Vasomotor. Sumatera Utara: Universitas


Sumatera Utara; 2003.h.1-10. Didapat dari:
https://library.usu.ac.id/download/fk/tht-andrina.pdf

5. Kopke RD, Jackson RL. Rhinitis. Dalam : Byron J, Bailey JB,Ed.


Otolaryngology Head and Neck Surgery. Philadelphia: Lippincott Comp,
1993.p. 269 – 87.

6. Wainwright M, Gombako LA. Vasomotor Rhinitis. Diunduh dari


http://www.medschool.lsuhsc.edu/otor/Vasorhi.html. 30 Januari 2021

7. Herawati S, Rukmini S. Ilmu penyakit telinga hidung tenggorok. Jakarta: EGC;


2005. h.36.

8. Becker W, Naumann H H, Pfaltz C R. Ear, Nose, and Throat Diseases A Pocket


Reference. 2nd ed. New York : Thieme Medical Publishers Inc, 1994. p. 210-
3.

43

Universitas Lambung Mangkurat

Anda mungkin juga menyukai