PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Rinitis adalah keadaan dimana inflamasi pada membran mukosa hidung sehingga
timbul gejala menyerupai flu seperti bersin-bersin, hidung gatal, tersumbat dan berair.
Berdasarkan penyebabnya rinitis dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu rinitis alergi dan
rinitis non-alergi. Rinitis non-alergi merupakan rinitis yang disebabkan oleh faktor pemicu
tertentu yang bukan merupakan allergen. Rinitis non-alergi dapat dibagi menjadi rinitis
vasomotor, rinitis medikamentosa dan rinitis struktural.
Rinitis medikamentosa dikenal juga dengan rebound rhinitis atau rinitis kimia karena
menggambarkan kongesti mukosa hidung yang diakibatkan penggunaan vasokontriksi topikal
yang berlebihan. Obat-obatan lain yang bisa mempengaruhi keseimbangan vasomotor adalah
antagonis ß-adrenoreseptor oral, inhibitor fosfodiester, kontrasepsi pil, dan antihipertensi.
Tetapi mekanisme terjadinya kongesti antara vasokontriktor hidung dengan obat-obat di atas
berbeda sehingga istilah rinitis medikamentosa hanya digunakan untuk rinitis yang
disebabkan oleh penggunaan vasokontiktor topikal sedangkan yang disebabkan oleh obat-
obat oral dinamakan rhinitis yang dicetuskan oleh obat (drug-induced rhinitis).
Mukosa hidung merupakan organ yang sangat peka terhadap rangsangan sehingga
dalam penggunaan vasokontriktor topikal harus berhati-hati. Vasokontriktor hidung diisolasi
pertama kali pada tahun 1887 dari ma-huang yaitu tanaman yang mengandung ephedrin dan
digunakan sebagai vasokontriktor topikal pada mukosa hidung dalam bentuk inhalasi,
minyak, semprot dan tetes. Vasokontriktor topikal yang digunakan sebaiknya yang isotonik
dengan sekret yang normal, pH antara 6,3 sampai 6,5 serta pemakaiannya tidak lebih dari
satu minggu sehingga rinitis medikamentosa dapat dicegah.
Rinitis medikamentosa merupakan salah satu kelainan hidung non alergi yang dapat
mengganggu dan membuat penderita datang berobat ke dokter. Oleh karena itu pada makalah
ini akan dibahas tentang patofisiologi, gejala, pemeriksaan dan penatalaksanaan dari rinitis
medikamentosa.
B. Rumusan masalah
1
2. Bagaimana fisiologi hidung ?
3. Apa etiologi Rinitis Medikamentosa ?
4. Bagaimana patofisiologi Rinitis Medikamentosa?
5. Bagaimana manifestasi klinis Rinitis Medikamentosa
6. Bagaimana penatalaksanaan Rinitis Medikamentosa?
7. Apa komplikasi dari Rinitis Medikamentosa?
C. Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Rinitis Medikamentosa
2
Rinitis medikamentosa adalah suatu kelainan hidung yang berupa gangguan
respons normal vasomotor. Kelainan ini merupakan akibat dari pemakaian
vasokontriktor topikal seperti obat tetes hidung atau obat semprot hidung dalam waktu
lama dan berlebihan, sehingga menyebabkan sumbatan hidung yang menetap. Istilah
rinitis mendikamentosa ini pertama kali dikenalkan oleh Lake pada tahun 1946.
B. Fisiologi Hidung
Berdasarkan teori struktural, teori evolusioner dan teori fungsional, fungsi
fisiologis hidung dan sinus paranasal adalah: 1) fungsi respirasi untuk mengatur kondisi
udara (air conditioning), penyaring udara, humikifikasi, penyeimbang dalam pertukaran
tekanan dan mekanise inunologik lokal; 2) fungsi pengidu karena terdapatnya mukosa
olfaktorius dan reservoir udara untuk menampung stimulus penghidu; 3) fungsi fonetik
yang berguna untuk resonansi suara, membantu proses bicara dan mencegah hantaran
tuara sendiri melalui kondukdi tulang; 4) fungsi static dan mekanik untuk meringankan
beban kepala, proteksi terhadap trauma dan pelindung panas, proteksi terhadap trauma
dan pelindung panas; 5) refleks nasal.
1. Fungsi respirasi
Udara inspirasi masuk ke hidung menuju sistem repirasi melalui nares
anterior, lalu naik ke atas stinggi konka media dan kemudian turun ke bawah kearah
nasorafing. Aliran udara di hidung ini benbentuk lingkungan atau arkus. Udara yang
dihirup akan menglami humidifikasi oleh palut lendir. Pada musim panas, udara
hamper jenuh oleh uap air, sehingga terjadi sedikit penguapan udara inspirasi oleh
palut lendir, sedangkan pada musim dingin akan terjadi sebaliknya. Suhu udara yang
melalui hidung diatur sehingga berkisar 37 derajat celcius. Fungsi pengatur suhu ini
dimungkinkan oleh banyaknya pembuluh darah di bawah epitel dan adanya
permukaan konka dan septum yang luas.
Partikel debu, virus, bakteri dan jamur yang terhirup bersama udara akan
disaring di hidung oleh: a) rambut (vibrissae) pada vesti bulum nasi, b) silis, c) palut
lender. Debu dan bakteri akan melekat pada palut lender dan partikel-partikel yang
besar akan dikeluarkan dengan refleks bersin.
2. Fungsi penghidu
3
Hidung juga bekerja sebagai indera penghidu dan pencecep dengan adanya
mukosa olfaktorius pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian atas
septum. Partikel bau dapat mencapai daerah ini dengan cara difusi dengan palut lendir
atau bila menarik napas dengan kuat. Fungsi hidung untuk membantu indra pencecep
adalah untuk membedakan rasa manis yang berasal dari berbagai macam bahan,
seperti perbedaan rasa manis strawberi, jeruk, pisang atau coklat. Juga untuk
membedakan rasa asam yang berasal dari cuka dan asam jawa.
3. Fungsi fonetik
Resonasi oleh hidung penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan
bernyanyi. Sumbatan hidung akan menyebabkan resonasi berkurang atau hilang,
sehingga terdengar suara sengau (rinolalia). Hidung membantu pembentukkan
konsonan nasal (m, n, ng), rongga mulut tertutup dan hidung terbuka dan palatum
mole turun untuk aliran udara.
4
Antihipertensi Phosphodiesterase type 5 Hormon
inhibitors
5
Imidazolines
– Simpatomimetik :
Amfetamin Klonidin
Benzedrine Naphazolin
Kafein Oxymetazolin
Ephedrin Xylometazolin
Mescalin
Phenylephrin
Phenylpropanolamin
Pseudoephedrin
Mukosa hidung merupakan organ yang amat peka terhadap rangsangan atau iritan
sehingga harus berhati hati dalam mengkonsumsi obat vasokonstriksi topikal dari golongan
simptomatik yang dapat mengakibatkan terganggunya siklus nasal dan akan berfungsi
kembali dengan menghentikan pemakaian obat. Pemakaian vasokonstriktor topikal yang
berulang dalam waktu lama, akan mengakibatkan terjadinya fase dilatasi berulang (rebound
dilatation) setelah vasokonstriksi, sehingga menimbulkan terjadinya obstruksi atau
penyumbatan. Dengan adanya gejala obstruksi hidung ini menyebabkan pasien lebih sering
dan lebih banyak lagi memakai obat tersebut sehingga efek vasokonstriksi berkurang, pH
hidung berubah dan aktivitas silia terganggu, sedangkan efek balik akan menyebabkan
obstruksi hidung lebih hebat dari keluhan sebelumnya. Bila pemakaian obat diteruskan akan
menyebabkan dilatasi dan kongesti jaringan. Kemudian terjadi pertambahan mukosa jaringan
dan rangsangan sel–sel mukoid, sehingga sumbatan akan menetap dengan produksi sekret
yang berlebihan.
6
Selain itu, terdapat juga hipotesis bahwa rhinitis medikamentosa terjadi sebagai akibat
berkurangnya produksi nor-epinefrin simpatetik endogen menerusi jalur umpan balik negatif.
Dengan penggunaan dekongestan dalam jangka waktu yang lama, saraf simpatetik tidak bisa
berfungsi untuk mempertahankan vasokonstriksi karena pelepasan nor-epinefrin yang
ditekan.
Keluhan utama pasien adalah hidung tersumbat secara terus menerus tanpa
mengeluarkan sekret. Penampakan pada pemeriksaan fisis bagi rhinitis medikamentosa tidak
jauh bedanya dengan infeksi atau rhinitis alergi. Mukosa hidung kelihatan kemerahan
( beefy-red ) dengan area bercak pendarahan dan sekret yang minimal atau udem. Selain itu
juga, mukosanya bisa tampak pucat dan udem, juga bisa menjadi atrofi dan berkrusta
disebabkan penggunaan dekongestan hidung dalan jangka waktu yang lama.
7
Hampir semua pasien pada akhirnya bisa menghentikan penggunaan obat tetes
hidung dengan penyembuhan sempurna. Pada pasien yang tidak bisa menghentikan
penggunaannya, menurut penelitian dapat terjadi hiperplasia menetap yang memerlukan
intervensi yang bervariasi dari elektrokauter submukosa atau kryoterapi untuk mengurangkan
destruksi turbinasi melalui penggunaan laser dan reseksi bedah. Komplikasi lainnya yang
dapat terjadi adalah seperti perforasi septum, rinitis atropi dan infeksi sinus.
BAB III
PENUTUP
8
A. Kesimpulan
Rinitis medikamentosa adalah suatu kelainan hidung yang berupa gangguan respons
normal vasomotor. Kelainan ini merupakan akibat dari pemakaian vasokontriktor topikal
seperti obat tetes hidung atau obat semprot hidung dalam waktu lama dan berlebihan,
sehingga menyebabkan sumbatan hidung yang menetap. Istilah rinitis mendikamentosa ini
pertama kali dikenalkan oleh Lake pada tahun 1946. Rinitis medikamentosa dikenal juga
dengan rebound rhinitis atau rinitis kimia karena menggambarkan kongesti mukosa hidung
yang diakibatkan penggunaan vasokontriksi topikal yang berlebihan. Obat-obatan lain yang
bisa mempengaruhi keseimbangan vasomotor adalah antagonis ß-adrenoreseptor
oral, inhibitor fosfodiester, kontrasepsi pil, dan antihipertensi. Tetapi mekanisme terjadinya
kongesti antara vasokontriktor hidung dengan obat-obat di atas berbeda sehingga istilah
rinitis medikamentosa hanya digunakan untuk rinitis yang disebabkan oleh penggunaan
vasokontiktor topikal sedangkan yang disebabkan oleh obat-obat oral dinamakan rhinitis
yang dicetuskan oleh obat (drug-induced rhinitis).
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
9
1. Ramer J.T, Bailen E, Lockey R.F. Rhinitis Medikamentosa, Allergy Clinical
Immunology Journal, Volume 16(3), 2006 : 148-155.
2. Lockey R.F,ed. Rhinitis Medicamentosa and Stuffy Nose, Allergy Clinical Immunology
Journal, Volume 118, 2006 : 1017-1018.
3. Kushnir N.M, Kaliner M.A, eds. Rhinitis Medikamentosa [ online ]. 2011. [ cited 2011
October 25 ]. Available from URL: http://www.medscape.com
4. Efiaty A.S, Nurbaiti I, Jenny B, Ratna D.R, eds. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga,
Hidung dan tenggorok, Kepala dan Leher, Edisi Keenam. Jakarta : FKUI ; 2007. p. 137-
139.
5. Black M.J, Remsen K.A, eds. Rhinitis Medicamentosa, Canadian Medical Journal,
Volume 122, 2005 : 881-884.
6. Dhingra P.L, Dhingra S, eds. Diseases of Ear, Nose & Throat, 5th Edition. New Delhi :
Elsevier; 2011. p. 180-184
7. Tortora G.J, Derrickson B, eds. Principles of Anatomy and Physiology, 11 th Edition.
New York : Wiley; 2006. p. 847-850
10