PERTEMUAN KE-II
DISUSUN OLEH:
1. Ulfa Fithria
3. Riandino Febriansyah
KELAS REGULER 2B
Email: riandinofebriansyah@student.poltekkespalembang.ac.id
JURUSAN FARMASI
PERCOBAAN I
Judul:
ASMA ANTITUSIV (Penggolongan Dan Jenis Obat)
Allerin Expectorant
Bisolvon Extra,
Siladex Expectorant,
5. Mukolitika
Asetilsistein
Bromheksin.
Endosteine
Lidokain
A.Antitusif yang Bekerja Sentral
Golongan narkotik
a) Kodein
b) Morfin
Golongan non-narkotik
a) Dekstrometorfan
b) Noskapin
Berdasarkan tipe utama bronkodilator
1. Agonis β-adrenergik
Salbutamol sulfat
.terbutaline sulfate
.Klenbuterol
1. Heksoprenalin sulfat
ipradol
2. Prokaterol HCl
3. Efedrin HCl
Salmeterol xinafoat
Epinefrin
- Alat
1. Idnmedis.com
2. Alodokter.com
3. Content.co.id
4. Gooddoctor.co.id
5. Klikdokter.com
6. Hallosehat.com
7. Sehatq.com
8. K24klik.com
B. Alat tulis
1. Laptop
2. Alat tulis
3. Buku bacaan
IV TEORI
Saluran pernapasan dibagi dalam 2 golongan utama:
Saluran pernapasan atas, terdiri dari lubang hidung, rongga hidung, faring,
laring.
Bronkhodilator
1. Batuk
Batuk bukanlah merupakan penyakit, mekanisme batuk timbul oleh karena
paru-paru mendapatkan agen pembawa penyakit masuk ke dalamnya sehingga
menimbulkan batuk untuk mengeluarkan agen tersebut. Batuk dapat juga
menimbulkan berbagai macam komplikasi seperti pneumotoraks,
pneumomediastinum, sakit kepala, pingsan, herniasi diskus, hernia inguinalis, patah
tulang iga, perdarahan subkonjungtiva, dan inkontinensia urin.Batuk merupakan
refleks fisiologis kompleks yang melindungi paru dari trauma mekanik, kimia dan
suhu. Batuk juga merupakan mekanisme pertahanan paru yang alamiah untuk
menjaga agar jalan nafas tetap bersih dan terbuka dengan jalan :
Mencegah masuknya benda asing ke saluran nafas.
Mengeluarkan benda asing atau sekret yang abnormal dari dalam saluran
nafas.
Batuk dimulai dari suatu rangsangan pada reseptor batuk. Reseptor ini berupa
serabut saraf non mielin halus yang terletak baik di dalam maupun di luar rongga
toraks. Yang terletak di dalam rongga toraks antara lain terdapat di laring, trakea,
bronkus, dan di pleura. Jumlah reseptor akan semakin berkurang pada cabang-
cabang bronkus yang kecil, dan sejumlah besar
reseptor di dapat di laring, trakea, karina dan daerah percabangan bronkus. Reseptor
bahkan juga ditemui di saluran telinga, lambung, hilus, sinus paranasalis, perikardial,
dan diafragma.
Serabut afferen terpenting ada pada cabang nervus vagus yang mengalirkan
rangsang dari laring, trakea, bronkus, pleura, lambung, dan juga rangsangan dari
telinga melalui cabang Arnold dari nervus vagus. Nervus trigeminus menyalurkan
rangsang dari sinus paranasalis, nervus glosofaringeus, menyalurkan rangsang dari
faring dan nervus frenikus menyalurkan rangsang dari perikardium dan diafragma.
Oleh serabut afferen rangsang ini dibawa ke pusat batuk yang terletak di
medula, di dekat pusat pernafasan dan pusat muntah. Kemudian dari sini oleh
serabut-serabut afferen nervus vagus, nervus frenikus, nervus interkostalis dan
lumbar, nervus trigeminus, nervus fasialis, nervus hipoglosus, dan lain-lain menuju
ke efektor. Efektor ini berdiri dari otot-otot laring, trakea, bronkus, diafragma,otot-
otot interkostal, dan lain-lain. Di daerah efektor ini mekanisme batuk kemudian
terjadi.
Pada dasarnya mekanisme batuk dapat dibagi menjadi empat fase yaitu :
Fase iritasi
Iritasi dari salah satu saraf sensoris nervus vagus di laring, trakea, bronkus besar,
atau serat afferen cabang faring dari nervus glosofaringeus dapat menimbulkan
batuk. Batuk juga timbul bila reseptor batuk di lapisan faring dan esofagus, rongga
pleura dan saluran telinga luar dirangsang.
Fase inspirasi
Pada fase inspirasi glotis secara refleks terbuka lebar akibat kontraksi otot
abduktor kartilago aritenoidea. Inspirasi terjadi secara dalam dan cepat, sehingga
udara dengan cepat dan dalam jumlah banyak masuk ke dalam paru. Hal ini
disertai terfiksirnya iga bawah akibat kontraksi otot toraks, perut dan diafragma,
sehingga dimensi lateral dada membesar mengakibatkan peningkatan volume paru.
Masuknya udara ke dalam paru dengan jumlah banyak memberikan keuntungan
yaitu akan memperkuat fase ekspirasi sehingga lebih cepat dan kuat serta
memperkecil rongga udara yang tertutup sehingga menghasilkan mekanisme
pembersihan yang potensial.
Fase kompresi
Fase ini dimulai dengan tertutupnya glotis akibat kontraksi otot adduktor kartilago
aritenoidea, glotis tertutup selama 0,2 detik. Pada fase ini tekanan intratoraks
meninggi sampai 300 cmH2O agar terjadi batuk yang efektif. Tekanan pleura tetap
meninggi selama 0,5 detik setelah glotis terbuka . Batuk dapat terjadi tanpa
penutupan glotis karena otot-otot ekspirasi mampu meningkatkan tekanan
intratoraks walaupun glottis tetap terbuka.
Fase ekspirasi/ ekspulsi
Pada fase ini glotis terbuka secara tiba-tiba akibat kontraksi aktif otot ekspirasi,
sehingga terjadilah pengeluaran udara dalam jumlah besar dengan kecepatan yang
tinggi disertai dengan pengeluaran benda-benda asing dan bahan-bahan lain.
Gerakan glotis, otot-otot pernafasan dan cabang-cabang bronkus merupakan hal
yang penting dalam fase mekanisme batuk dan disinilah terjadi fase batuk yang
sebenarnya. Suara batuk sangat bervariasi akibat getaran sekret yang ada dalam
saluran nafas atau getaran pita suara.
Penyebab Batuk
Iritan
Mekanik
o Bronkitis kronis
o Asma
o Emfisema
o Firbrosis kistik
Bronkiektasis
o Pneumokoniosis
o Penyakit kolagen
o Penyakit granulomatosa
Infeksi
o Laringitis akut
o Brokitis akut
o Pneumonia
Pleuritis
o Perikarditis
Tumor
o Tumor laring
o Tumor paru
Psikogenik
Pengobatan Batuk
Antitusif
Obat antitusif berfungsi menghambat atau menekan batuk dengan menekan pusat
batuk serta meningkatkan ambang rangsang sehingga akan mengurangi iritasi.
Secara umum berdasarkan tempat kerja obat, antitusif dibagi atas antitusif yang
bekerja di perifer dan antitusif yang bekerja di sentral. Antitusif yang bekerja di
sentral dibagi atas golongan narkotik dan nonnarkotik. Contoh :
1.Kodein
2.DMP
Noskapin
Ekspektoran
Obat ini digunakan untuk meningkatkan sekresi mukus di saluran napas sehingga
bermanfaat untuk mengurangi iritasi dan batuknya akan berkurang dengan
sendirinya. Contoh :
Amonium klorida,
1.Benacol
2.dexyl
3.licodril DMP
potasium sitrat,
guaifenesin
Guaifenesin Guaifenesin adalah obat untuk mengatasi batuk berdahak atau
meredakan penumpukan dahak di saluran pernapasan akibat flu atau
bronkitis akut. Obat ini tidak digunakan untuk meredakan batuk yang
disebabkan oleh penyakit paru obstruktif kronis.
1. guaifenesin tablet
2.comtusi
gliseril guaiakolat.
Bisolvon Extra Obat Batuk merupakan sirup obat batuk yang mengandung dua
kombinasi utama yaitu Bromhexine dan Guaiaphenesine yang dapat menjauhkan batuk
dengan segera. Bromhexine bekerja mengencerkan dahak, sedangkan Guaiaphenesine
bekerja meningkatkan aliran di sepanjang saluran pernapasan.
Siladex Expectorant,
Siladex Mucolytic & Expectorant adalah obat yang mengandung Bromhexine HCI,
Guaifenesin. Siladex Mucolytic & Expectorant berfungsi untuk membantu meredakan
batuk berdahak dengan menipiskan dahak di saluran pernapasan.
Mukolitika
Asetilsistein
Bromheksin.
Endosteine
2. Asma
Dada terasa sesak dan menjadi sempit, terutama pada bagian paru-paru.
Karena nafas terganggu, maka ketika sedang berbicara tidak bisa lancar
dan tidak bisa mengatur jalannya pernafasan dengan baik.
Orang yang menderita asma memiliki jalur penafasan yang sangat sensitif.
Penyakit ini termasuk penyakit yang kompleks dan belum dapat dimengerti. Tanda-
tanda asma yang terlihat adalah hasil dari jalan pernafasan yang terhambat. Penyebab
penyakit asma yang paling umum adalah alergi. Namun selain itu ada juga pemicu
lainnya seperti :
Alergi : Bulu hewan, kutu busuk, sepura, serbuk sari tumbuhan
Infeksi virus.
Olah raga.
Stres dan emosi
Obat-obatan
Asap rokok
Polusi udara
Bahan kimia pada alat rumah tangga dan industry
Hormon
Kondisi cuaca
Pengobatan Asma
Bronkodilator
Bronkodilator artinya obat yang dapat melebarkan saluran napas dengan jalan
melemaskan otot-otot saluran napas yang sedang mengkerut (asma) .Jalan napas di
saluran pernapasan yang mentransfer udara ke paru-paru disebut “bronchi”
(bronki). Bronki kemudian terbagi lagi menjadi cabang kecil yang disebut
„bronchioles (bronkiolus)‟. Bronkodilator adalah obat yang mempunyai efek
antibronkokonstriksi. Bronkodilator dapat digunakan untuk mengatasi kesulitan
bernafas yang disebabkan oleh asma,bronchitis, bronchiolitis, pneumonia dan
emfisema. Ada tiga golongan bronkodilator yang biasa digunakan, yaitu :
o Adrenergik
o Antikolinergik
o Xantin
Demulcent
Obat ini bekerja melapisi mukosa faring dan mencegah kekeringan selaput lendir. Obat
ini dipakai sebagai pelarut antitusif lain atau sebagai lozenges yang mengandung madu,
akasia, gliserin dan anggur. Secara obyektif tidak ada data yang menunjukkan obat ini
mempunyai efek antitusif yang bermakna, tetapi karena aman dan memberikan
perbaikan subyektif obat ini banyak dipakai.
Kodein
Kodein atau Metilmorfin masih merupakan antitusif dengan uji klinik terkontrol
dalam batuk eksperimen dan batuk patologik akut dan kronis.
Dalam dosis antitusif biasa, kodein memiliki efek analgesic ringan dan sedative.
Efek Analgetik Kodein ini dapat dimanfaatkan untuk batuk yang disertai dengan nyeri
dan ansietas. Dan untuk dapat menimbulkan ketergantungan fisik, Kodein harus
diberikan dalam dosis tinggi dalam beberapa jam dengan jangka waktu satu bulan/lebih
(lama).
Kodein diserap baik pada pemberian oral dan puncak efeknya ditemukan 1-2
jam, dan berlangsung selama 4-6 jam. Metabolisme terutama di hepar, dan diekskresi
ke dalam urin dalam bentuk tidak berubah, diekskresi komplit setelah 24 jam. Dalam
jumlah kecil ditemukan dalam air susu Ibu.
Sediaan terdapat dalam bentuk tablet Kodein Sulfat atau Kodein fosfat berisi 10,
15, dan 20 mg. Dosis biasa dewasa 10-30 mg setiap 4-6 jam. Dosis yang lebih besar
tidak lagi menambah besar efek secara proporsional. Dosis anak: 1-1,5 mg/kg BB/ hari
dalam dosis terbagi.
Kodein dalam dosis kecil (10-30mg) sering digunakan sebagai obat batuk,
jarang ditemukan efek samping, dan kalau ada tidak lebih tinggi dari placebo. Efek
samping dapat berupa mual, pusing, sedasi, anoreksia, dan sakit kepala. Dosis lebih
tinggi (60-80mg) dapat menimbulkan kegelisahan, hipotensi ortostatik, vertigo, dan
midriasis. Dosis lebih besar lagi (100-500mg) dapat menimbulkan nyeri abdomen atau
konstipasi. Jarang-jarang timbul reaksi alergi seperti: dermatitis, hepatitis, trombopenia,
dan anafilaksis. Depresi pernafasan dapat terlihat pada dosis 60 mg dan depresi yang
nyata terdapat pada dosis 120 mg setiap beberapa jam. Karena itu dosis tinggi
berbahaya pada penderita dengan kelemahan pernafasan, khususnya pada penderita
retensi CO2.
Dosis fatal kodein ialah 800-1000 mg. Kelebihan dosis paling sering terjadi
pada anak-anak, dan terutama harus diperhatikan pada neonatus dengan perkembangan
hepar dan ginjal yang belum sempurna atau dengan diuresis yang berkurang sehingga
dapat terjadi efek kumulatif yang memperdalam koma atau mempercepat kematian.
Antagonis Opioid seperti nalokson dapat bermanfaat untuk terapi kelebihan dosis.
Morfin
Dihidromorfinon, Dihidrokodeinon
Morfolinil-etilmorfin (Pholcodine) Puried Opium Alkaloid (Pantopon) Meperidin
Levorfanol
Keefektifan antitusif narkotik ini sebagai obat batuk, sedangkan secara klinis
yang digunakan sebagai antitusif yang hanyalah kodein. Narkotik lain diatas tidak lebih
baik dari Kodein dam efektifitas dan keamanannya sebagai penekan batuk.
Kebanyakan obat-obat yang mendepresi SSP dapat memi pusat batuk di
Medulla Oblongata. Antitusif yang bekerja sentral juga dapat bekerja melalui serabut
saraf di Cortex serebri dan subcortex, seperti Opioid-opioid dan sedative pada
umumnya.
b. Antitusif Narkotik Lain
Dihidrokodein ( paracodin ), cara kerja dan efek samping hamper sama dengan
kodein.Folkodin, penggunaan utama ialah sebagai antitusif. Efek analgetik dan efek
efori hampir tidak ada ( kalau ada kecil sekali ), dan gejala putus obat jauh lebih ringan
dari kodein.
Hidrokodon
Merupakan derivat sintetik morfin dan kodein, mempunyai efek antitusif yang serupa
dengan kodein. Efek samping utama adalah sedasi, penglepasan histamin, konstipasi
dan kekeringan mukosa. Obat ini tidak lebih unggul dari kodein.
Golongan non-narkotik
Antitusif non – narkotik ialah antitusif yang tidak mendatangkan adiksi dan potensinya
untuk di salah gunakan kecil sekali. Termasuk dekstrometorfan, noskapin dan lain –
lain antitusif yang bekerja perifer.
Dekstrometorfan
)
Prometazin 5 – 60 mg
Noskapin
Noskapin merupakan derivat benzilisokinolin yang di peroleh dari alkaloid
opium, tidak mempunyai efek analgesik. Kecuali efek antitusif, noskapin dalam dosis
terapi tidak memiliki efek terhadap SSP, dan tidak memiliki efek adiksi dan
ketergantungan; potensi antitusif nya lebih kurang sama dengan kodein ( dalam berat
yang sama ). Cara kerja sama dengan kodein.
Efek samping yang menonjol adalah gangguan saluran cerna ( terutama
konstipasi ringan ), terlihat sampai 30 % dari pasien yang di teliti. Efek depresi
pernafasan baru terjadi bila di berikan dosis lebih dari 90 mg. Kelebihan dosis juga
menimbulkan depresi otot jantung dan otot polos lain.
Noskapin tersedia dalam bentuk tablet etau sirup. Dosis dewasa 3 kali sehari 15
– 30 mg.
c. Levopropoksifen
Levopropoksifen adalah senyawa non – narkotik sintetik, isomer dari propoksifen yang
tidak memiliki efek analgesik. Beberapa uji klinik pada pasien dengan batuk patologik
menunjukkan efikasinya dapat menyamai dekstrometorfan. Dosis yang di gunakan
untuk mengontrol batuk adalah 50 – 100 mg.
d. Difenhidramin
Antihistamin H1 dengan efek sedasi dan efek antikolinergik dapat menekan batuk,
misalnya difenhidramin. Sebagai antitusif harus di berikan dalam dosis yang juga
menyebabkan sedasi, dan obat ini sering di berikan dalam bentuk kombinasi dangan
obat lain.
2. Pengaruh lingkungan
Codein HCl harus disimpan dalam wadah tertutup rapat .
Difenhidramine HCl disimpan dalam wadah tertutup rapat,tidak tembus cahaya .
Lidokain HCl disimpan dalam wadah tertutup baik .
Noskapin disimpan dalam wadah tertutup baik .
3. Cara pembuatan
Sirup Dekstrometorfan
Sediaan 1
0,2 g dekstrometorphan dilarutkan dalam 12 mL air lalu diaduk hingga homogen.
Kemudian ditambahkan 25 mL sirupus simpleks, diaduk hingga homogen. Campuran
tersebut dimasukan ke dalam botol yang sudah ditara. Add 100 mL dengan aquadest.
Sediaan 2
Dekstrometorphan ditimbang sebanyak 0,2 g, lalu dilarutkan dalam 12 mL air, diaduk
hingga homogen. Ditambahkan 75 mL air dan diaduk hingga homogen. Campuran
tersebut dimasukan ke dalam botol yang sudah ditara. Add 100 mL dengan aquadest.
Sediaan 3
0,2 g dekstrometorphan dilarutkan dalam 12 mL air, lalu diaduk hingga homogen.
Kemudian 0,18 g metil paraben dan 0,02 g propil paraben dilarutkan dalam 2 mL etanol
secara terpisah satu sama lain. Setelah larut, masing-masing larutan tersebut dimasukan
ke dalam botol. Lalu ditambahkan 25 mL sirupus simpleks. Setelah itu aquadest
dimasukan add 100 mL.
Sediaan 4
Dekstrometorphan ditimbang sebanyak 0,2 g dan dilarutkan dalam 12 mL air. 0,2 g
metil paraben dilarutkan dalam 2 mL etanol. 25 mL sirupus simpleks dicampurkan dan
diaduk hingga homogen. Campuran tersebut dimasukan ke dalam botol yang sudah
ditara. Add 100 mL dengan aquadest.
Sediaan 5
0,2 g dekstrometorphan dilarutkan dalam 12 mL air. Ditambahkan 25 mL sirupus
simpleks dan diaduk hingga homogen. 15 g sorbitol dilarutkan dalam air. Campuran
tersebut dimasukan ke dalam botol yang sudah ditara. Add 100 mL dengan aquadest.
B. EKSPEKTORANSIA
Ekspektoran ialah obat yang dapat merangsang pengeluaran dahak dari saluran napas
(ekspetorasi). Penggunaan ekspektoran didasarkan pengalaman empiris. Mekanisme
kerjanya diduga berdasarkan stimulasi mukosa lambung dan selanjutnya secara reflex
merangsang sekresi kelenjar saluran napas lewat N.vagus, sehingga menurunkan
viskositas dan mempermudah pengeluaran dahak. Obat yang termasuk golongan ini,
ialah :
a. Ammonium klorida
Biasanya digunakan dalam bentuk campuran dengan ekspektoran lain atau antitusif.
Ammonium klorida dosis besar dapat menimbulkan asidosis metabolik, dan harus
digunakan dengan hati-hati pada pasien dengan insufisiensi hati, ginjal, dan paru. Dosis
ammonium klorida sebagai ekspektoran padaorang dewasa ialah 300 mg (5 mL) tiap 2-
4 jam.
b. Gliseril guaiakolat
Penggunaan obat ini hanya didasarkan pada tradisi dan kesan subyektif pasien dan
dokter. Efek samping yang mungkin timbul dengan dosis besar, berupa kantuk, mual,
dan muntah. Obat ini tersedia dalam bentuk sirop 100mg/5mL. Dosis dewasa yang
dianjurkan 2-4 kali 200-400 mg sehari.
2. Pengaruh lingkungan
Ammonium Klorida harus disimpan didalam wadah tertutup rapat. Asetil sistein
harus disimpan didalam wadah tertutup rapat.
Guaifenesin harus disimpan didalam wadah tertutup rapat.
3. Sifat obat
Amonium Klorida
Berbentuk Kristal putih Tidak berbau
Merupakan garam dari ammonia yang larut dalam air. Bila dilarutkan dalam air,
sedikit asam, karena garam ini berasal dari asam kuat (HCl) dan basa lemah. Rumus
kimia NH4Cl.
Berat molekul: 53.491
Titik didih 338 °C. Kelarutan dalam air 297 g/L (0 °C), 372 g/L (20 °C), dan 773 g/L
(100 °C); sedangkan dalam alkohol 6 g/L (19 °C).
Tidak larut dalam diethyl ether, acetone serta hampir tidak larut dalam etil asetat.
Asetil sistein (acetylsteinum)
Kelarutan mudah larut dalm air, dalam etanol: praktis tidak larut dalam ester dan
klorofom.
Guaifenesin (gusifenesium, gliserin guaiakolat)
Kelarutan, larut dalam air, dalam etanol, klorofom dan dalam propilen ; agak sukar
larut dalam gliserin.
Ekspektoransia yang bekerja sekretolitik merangsang mukosa lambung, sehingga
sekresi bronkhus ditingkatkan, melalui stimulasi vagus. Hal ini mengakibatkan
pembentukan sekret yang encer.
a. Kalium iodida tergolong sekretolitik yang paling kuat, penggunaan luas.
b. Asetilsistein, karbosistein dan bromheksin mengurangi viskositas sekret
bronkhus, asetilsistein bekerja berdasarkan reaksi kimia langsung dengan glikoprotein
yang terdapat di dalam lendir. Asetilsistein berdasarkan gugus merkapto nya yang
bebas dapat memecahkan jembatan disulfida glikoprotein. Reaksi yang terjadi dapat
dirumuskan sebagai berikut (R-SH = asetilsistein)
4. Cara pembuatan
Salah satu contoh Untuk pembuatan asetilsistein dimulai dari sistin yang diperoleh dari
keratin. Setelah asetilasi dengan asetan hidrida dengan NaOH, senyawa N,N”-
diasetilsistin yang terbentuk direduksi dengan seng dalam larutan asam.
C. BRONKODILATOR
Bronkodilator artinya obat yang dapat melebarkan saluran napas dengan jalan
melemaskan otot-otot saluran napas yang sedang mengkerut (asma) .Jalan napas di
saluran pernapasan yang mentransfer udara ke paru-paru disebut “bronchi” (bronki).
Bronki kemudian terbagi lagi menjadi cabang kecil yang disebut „bronchioles
(bronkiolus)‟. Bronkodilator adalah obat yang mempunyai efek anti bronkokonstriksi.
Bronkodilator dapat digunakan untuk mengatasi kesulitan bernafas yang disebabkan
oleh asma, bronchitis, bronchiolitis, pneumonia dan emfisema.
Penggolongan Bronkodilator
1. Berdasarkan waktu kerja obat
Ada dua jenis bronkodilator berdasarkan waktu kerja obatnya, yaitu short-acting dan
long- acting. Short-acting merupakan bronkodilator kerja cepat yang dapat meredakan
gejala asma. Bronkodilator jenis ini digunakan sebagai obat penyelamat dalam kasus
serangan asma. Sedangkan long-acting merupakan bronkodilator kerja lama yang
digunakan setiap hari untuk mengontrol asma.
2. Berdasarkan tipe utama bronkodilator
Ada tiga jenis bronkodilator berdasarkan tipe utamanya yaitu agonis β-adrenergik,
antikolinergik dan derivat xanthin.
Agonis β-adrenergik
Beberapa senyawa adrenergik yang mengaktifkan β-reseptor, mempunyai kekhasan
tinggi terhadap β2-reseptor dan dapat menyebabkan relaksasi otot polos bronki
sehingga digunakan sebagai bronkodilator. Oleh karena dapat menyebabkan relaksasi
otot polos bronkiola, bronkodilator digunakan sebagai penunjang pada pengobatan
asma, bronkitis, emfisema dan lain-lain gangguan pada paru. Obat ini menimbulkan
bronkodilatasi. Hal ini dikarenakan β-reseptor berhubungan erat dengan adenil siklase,
yaitu substansi penting yang menghasilkan siklik AMP yang menyebabkan
bronkodilatasi. Contoh :
1. Salbutamol sulfat
Bekerja secara dominan sebagai perangsang β2-reseptor pada otot bronki sehingga
digunakan sebagai bronkodilator yang khas, dengan efek terhadap reseptor pada jantung
sangat kecil. Salbutamol digunakan untuk meringankan bronkospasma pada asma
bronki, bronkitis kronik dan emfisema.
2. Terbutalin sulfat
Bekerja secara dominan sebagai perangsang β2-reseptor pada otot bronki sehingga
digunakan sebagai bronkodilator yang khas, dengan efek terhadap reseptor pada jantung
sangat kecil. Terbutalin digunakan untuk meringankan bronkospasma pada asma
bronki, bronkitis kronik dan emfisema.
3. Klenbuterol
Bekerja secara dominan sebagai perangsang β2-reseptor pada otot bronki sehingga
digunakan sebagai bronkodilator yang khas, dengan efek terhadap reseptor pada jantung
sangat kecil. Klenbuterol digunakan untuk meringankan bronkospasma pada asma
bronki, bronkitis kronik dan emfisema.
4. Metaproterenol sulfat
Bekerja sebagai perangsang reseptor β-adrenergik yang kuat. Reseptor pada otot bronki
lebih sensitif terhadap obat ini dibandingkan pada jantung dan pembuluh darah
sehingga digunakan sebagai bronkodilator untuk meringankan bronkospasma pada
asma bronki, bronkitis kronik dan emfisema.
5. Fenoterol HBr
Digunakan sebagai bronkodilator untuk meringankan bronkospasma pada asma bronki,
bronkitis kronik dan emfisema. Dapat untuk profilaksis karena efek anti alerginya.
6. Heksoprenalin sulfat
ipradol
Bekerja secara dominan sebagai perangsang β2-reseptor pada otot bronki sehingga
digunakan sebagai bronkodilator yang lebih khas dibandingkan dengan salbutamol.
Prokaterol juga mempunyai efek anti alergi yang cukup kuat. Prokaterol digunakan
untuk meringankan bronkospasma pada asma bronki, bronkitis kronik dan emfisema.
8. Efedrin HCl
Mempunyai 4 bentuk optis aktif dan yamg paling aktif adalah bentuk isomer D (-).
Efedrin merupakan senyawa simpatomimetik dengan efek langsung dan tak langsung
terhadap α dan β-adrenoseptor. Karena sifat vasokonstriksinya, efedrin digunakan untuk
bronkodilator, dekongestan hidung dan dekongestan mata.
9. Salmeterol xinafoat
Bekerja sebagai perangsang β2-reseptor pada otot bronki, dengan efek terhadap reseptor
pada jantung sangat kecil. Salmeterol merupakan bronkodilator kuat yang
dikembangkan untuk pemakaian inhalasi, mempunyai derajat kekhasan tinggi, dan
dapat menghambat saraf vagus yang bertanggung jawab terhadap spasma bronkus.
Digunakan secara inhalasi untuk meringankan bronkospasma pada asma bronki,
bronkitis kronik dan emfisema.
10. Epinefrin
Digunakan sebagai bronkodilator untuk meringankan akibat serangan asma bronki,
untuk pengobatan glaukoma kronik, sebagai bahan tambahan pada anestesi setempat
dan untuk mengurangi tekanan dalam mata.
Antikolinergik
Di dalam sel-sel otot polos terdapat keseimbangan antara sistem adrenergis dan sistem
kolinergis. Bila karena sesuatu sebab reseptor β2 dari sistem adrenergis terhambat,
maka sistem kolinergis akan berkuasa dengan akibat bronkokonstriksi. Antikolinergik
memblok reseptor muskarin dari saraf-saraf kolinergis di otot polos bronki, hingga
aktivitas saraf adrenergis menjadi dominan dengan efek bronkodilatasi. Contoh :
1. Ipratropium bromida
Ipratropium bromida merupakan antikolinergik yang paling luas digunakan, dimana
berfungsi sebagai bronkodilator yan dikembangkan untuk pemakaian inhalasi,
mempunyai derajat kekhasan tinggi, dan dapat menghambat saraf vagus yang
bertanggung jawab terhadap spasma bronkus. Ipratropium digunakan untuk pengobatan
gangguan jalan udara yang berhubungan dengan bronkitis kronik.
Derivat xanthin
Senyawa-senyawa turunan xanthin diketahui memiliki beberapa aktivitas farmakologis,
diantaranya sebagai bronkodilator. Meskipun penggunaannya sebagai obat anti asma
telah cukup dikenal, tetapi turunan xanthin diketahui memiliki efek samping yang
kurang menguntungkan yaitu penekanan pada jantung dan sistem saraf pusat. Beberapa
penelitian mengenai modifikasi struktur xanthin telah dilakukan guna mendapatkan
turunan yang lebih poten dan selektif. Berdasarkan penelitian terdahulu, diketahui
bahwa substitusi pada atom N‟ xanthin dapat meningkatkan aktivitas dan
selektivitasnya sebagai bronkodilator. Contoh :
1. Teofilin
Bekerja sebagai bronkodilator dengan menghambat secara kompetitif enzim siklik
nukleotida fosfodiesterase menghasilkan peningkatan kadar cAMP sehingga terjadi
relaksasi langsung otot polos bronki. Seperti turunan xanthin yang lain, teofilin juga
mempunyai efek vasodilator koroner, rangsangan jantung, rangsangan otot rangka,
rangsangan sistem saraf pusat dan diuretik.
2. Aminofilin
Adalah kompleks teofilin dan etilendiamin di-HCl yang mempunyai kelarutan dalam air
lebih besar dibandingkan dengan teofilin.
2. Pengaruh Lingkungan Terhadap Obat
Obat harus disimpan sehingga terhindar dari pencemaran dan peruraian, terhindar dari
pengaruh lingkungan seperti udara, kelembaban, panas dan cahaya. Penyimpanan obat
berkaitan dengan wadah dan sumbat yang digunakan. Wadah dan sumbatnya dapat
mempengaruhi bahan yang disimpan di dalamnya baik secara kimia maupun fisika
yang dapat mengakibatkan perubahan khasiat, mutu maupun kemurniannya hingga
tidak memenuhi syarat baku.
1. Salbutamol sulfat
Salbutamol sulfat merupakan obat yang harus disimpan dalam wadah tertutup baik dan
tidak tembus cahaya. Wadah tertutup baik merupakan wadah yang harus melindungi
isinya terhadap pemasukan bahan padat dari luar dan mencegah kehilangan isi selama
penanganan, pengangkutan, penyimpanan dan distribusi. Salbutamol sulfat harus
disimpan dalam wadah tidak tembus cahaya dikarenakan cahaya merupakan salah satu
pengaruh lingkungan yang dapat mengakibatkan terjadinya perubahan khasiat, mutu
dan kemurnian pada obat.
2. Aminofilin
Aminofilin merupakan obat yang harus disimpan dalam wadah tertutup rapat dan
terlindung dari cahaya. Wadah tertutup rapat merupakan wadah yang harus melindungi
isinya terhadap masuknya bahan padat, lengas dari luar dan mencegah kehilangan,
pelapukan, pencairan dan penguapan selama penanganan, pengangkutan, penyimpanan
dan distribusi. Aminofilin harus disimpan dalam wadah tertutup rapat dikarenakan
aminofilin merupakan obat yang mudah menguap atau terurai. Aminofilin harus
disimpan dalam wadah yang terlindung dari cahaya dikarenakan cahaya merupakan
salah satu pengaruh lingkungan yang dapat mengakibatkan terjadinya perubahan
khasiat, mutu dan kemurnian pada obat.
3. Sifat Obat
1. Salbutamol sulfat
Merupakan serbuk putih atau hampir putih.
Memiliki rumus molekul (C13H21NO3)2 . H2SO4 Memiliki berat molekul sebesar
576,70
Mengandung tidak kurang dari 98,5% dan tidak lebih dari 101,0% (C13H21NO3)2 .
H2SO4 dihitung terhadap zat anhidrat.
Mudah larut dalam air; sukar larut dalam etanol, dalam kloroform dan dalam eter.
Cepat diabsorpsi dalam saluran cerna.
Memiliki waktu paruh plasma antara 2-7 jam tergantung pada cara pemberian. Pada
pemberian secara parenteral waktu paruh obat pendek, pemberian secara oral waktu
paruh obat sedang dan pemberian secara inhalasi aerosol waktu paruh obat lebih
panjang.
2. Aminofilin
Merupakan serbuk atau butir yang berwarna putih atau agak kekuningan Memiliki
rumus molekul C16H24N10O4
Memiliki berat molekul sebesar 420,43
Mengandung tidak kurang dari 78,0% dan tidak lebih dari 83,5% teofilina
(C7H8N4O2), tidak kurang dari 12,8% dan tidak lebih dari 14,1% etilendiamina
(C2H8N2) masing- masing dihitung terhadap zat anhidrat.
Memiliki bau yang lemah mirip amoniak
Memiliki rasa pahit
Larut dalam lebih kurang 5 bagian air; praktis tidak larut dalam etanol 95% dan dalam
eter.
Memiliki kelarutan dalam air lebih besar dibandingkan dengan teofilin.
4. Cara Pembuatan
Pembuatan mikrokapsul salbutamol sulfat
Mikrokapsul salbutamol sulfat dibuat dengan matriks etil selulosa dengan
menggunakan metode penguapan pelarut. Cara pembuatannya adalah sebagai berikut :
1. Etil selulosa dilarutkan dengan 20 ml larutan aseton dalam erlenmeyer.
2. Kemudian salbutamol sulfat didispersikan ke dalamnya.
3. Selanjutnya campuran tersebut diemulsikan dalam 100 ml parafin cair yang
mengandung 1,3 ml tween 80 dan diaduk dengan homogenizer pada kecepatan 700 rpm
selama 3 jam pada suhu kamar.
4. Mikrokapsul yang terbentuk dikumpulkan melalui dekantasi dan dicuci dua kali
dengan n-hexan masing-masing 100 ml untuk menghilangkan parafin cair yang
melekat.
5. Setelah itu disaring dan dikeringkan dalam lemari pengering granul.
6. Setelah kering sejumlah mikrokapsul yang setara dengan 8 miligram salbutamol
sulfat dimasukkan ke dalam cangkang kapsul untuk dilakukan uji disolusi.
V Materi Praktikum
Antitusif yang bekerja di sentral dibagi atas
(Jelaskan Point Dari Tujuan)
golongan narkotik dan nonnarkotik. Contoh :
1.Kodein
2.DMP
Nama Obat :
Alco plus
Amonium klorida,
1.Benacol
Guaifenesin
Guaifenesin Guaifenesin adalah obat untuk
mengatasi batuk berdahak atau meredakan
penumpukan dahak di saluran pernapasan akibat
flu atau bronkitis akut.
Cara Penyimpanan
Simpan pada suhu di bawah 30 derajat Celcius,
di tempat kering dan sejuk.
Efek Samping Bisolvon Extra
Efek samping penggunaan Bisolvon Extra yang
mungkin terjadi adalah:
Bisolvon Extra,
Mukolitika
Infeksi
pernapasan
menyebabkan munculnya mukus yg bersifat
purulen atau menyebabkan infeksi, oleh
karena itu harus segera dikeluarkan secara
alamiah. Obat golongan ini berkhasiat
melarutkan dan mengencerkan dahak yg
kental sehingga lebih mudah dikeluarkan
melalui batuk dan sering digunakan pada
penderita Bronkhitis. Contoh :
Asetilsistein
Bromheksin.
Pusing
Sakit kepala
Mual
Muntah
Perut kembung
Endosteine
Berikut ini merupakan beberapa conton obat
yang mengandung erdosteine di pasar
Lidokain
A. Antitusif yang Bekerja Sentral
Golongan narkotik
a) Kodein
Tujuan: Meredakan batuk
Sakit perut
Kesulitan berkemih
Konstipasi
Kantuk
Kebingungan
Pusing, sakit kepala, atau vertigo
Mulut kering
c. Morfin
Bentuk: Tablet
Sakit kepala
Kram perut
Gugup
Rasa kantuk yang parah
Konstipasi
Perubahan mood
Sulit berkemih
Mual atau muntah
Golongan non-narkotik
1. Dekstrometorfan
Noskapin
Bentuk obat: Kapsul
Dewasa: 1–2 kapsul 25 mg, 4 kali sehari
atau 1 kapsul 50 mg, 4 kali sehari
Anak usia 10–15 tahun: 1 kapsul 25
mg, 4 kali sehari
Anak usia 7–9 tahun: 1 kapsul 25 mg, 3
kali sehari
Bentuk obat: Kapsul
c. Levopropoksifen
d. Difenhidramin
Lain – lain Antitusif non – Narkotik
4. KLOFEDANOL ( Pectolitan )
5. KLOBUTINOL ( Silomat 0 dan
ISOAMINIL ( Peracon )
6. PENTOKSIVERIN ( Sedotusin ),
Butamirat sitrat ( Sinecod ),
OKSELADIN, oksolamin ( Bredon ) dan
PIPIZETAT ( Selvigon )
2.Obat Asma
Rhinitis Bronkhodilator
Batuk bukanlah merupakan penyakit,
mekanisme batuk timbul oleh karena paru-paru
mendapatkan agen pembawa penyakit masuk ke
dalamnya sehingga menimbulkan batuk untuk
mengeluarkan agen tersebut. Batuk dapat juga
menimbulkan berbagai macam komplikasi
seperti pneumotoraks, pneumomediastinum,
sakit kepala, pingsan, herniasi diskus, hernia
inguinalis, patah tulang iga, perdarahan
subkonjungtiva, dan inkontinensia urin.Batuk
merupakan refleks fisiologis kompleks yang
melindungi paru dari trauma mekanik, kimia dan
suhu. Batuk juga merupakan mekanisme
pertahanan paru yang alamiah untuk menjaga
agar jalan nafas tetap bersih dan terbuka dengan
jalan :
1.Mencegah masuknya benda asing ke saluran
nafas.
2.Mengeluarkan benda asing atau sekret yang
abnormal dari dalam saluran nafas.
Batuk menjadi tidak fisiologis bila dirasakan
sebagai gangguan. Batuk semacam itu sering
kali merupakan tanda suatu penyakit di dalam
atau diluar paru dan kadang-kadang merupakan
gejala dini suatu penyakit. Batuk mungkin
sangat berarti pada penularan penyakit melalui
udara ( air borne infection ). Batuk merupakan
salah satu gejala penyakit saluran nafas
disamping sesak, mengi, dan sakit dada. Sering
kali batuk merupakan masalah yang dihadapi
para dokter dalam pekerjaannya sehari-hari.
Penyebabnya amat beragam dan pengenalan
patofisiologi batuk akan sangat membantu dalam
menegakkan diagnosis dan penanggulangan
penderita batuk.
- Perikarditis
Tumor
- Tumor laring
- Tumor paru
Psikogenik
Pengobatan Batuk
1.Antitusif
Obat antitusif berfungsi menghambat atau
menekan batuk dengan menekan pusat batuk
serta meningkatkan ambang rangsang sehingga
akan mengurangi iritasi. Secara umum
berdasarkan tempat kerja obat, antitusif dibagi
atas antitusif yang bekerja di perifer dan antitusif
yang bekerja di sentral. Antitusif yang bekerja di
sentral dibagi atas golongan narkotik dan
nonnarkotik. Contoh : Kodein, DMP, Noskapin
dan Uap Menthol.
2.Ekspektoran
Obat ini digunakan untuk meningkatkan sekresi
mukus di saluran napas sehingga bermanfaat
untuk mengurangi iritasi dan batuknya akan
berkurang dengan sendirinya. Contoh :
Amonium klorida, potasium sitrat, guaifenesin
dan gliseril guaiakolat.
3.Mukolitika
Infeksi pernapasan menyebabkan munculnya
mukus yg bersifat purulen atau menyebabkan
infeksi, oleh karena itu harus segera dikeluarkan
secara alamiah. Obat golongan ini berkhasiat
melarutkan dan mengencerkan dahak yg kental
sehingga lebih mudah dikeluarkan melalui batuk
dan sering digunakan pada penderita Bronkhitis.
Contoh : Asetilsistein , Bromheksin.
2. Asma
Asma adalah keadaan saluran napas yang
mengalami penyempitan karena hiperaktivitas
terhadap rangsangan tertentu, yang
menyebabkan peradangan dan penyempitan yang
bersifat sementara. Asma menyebabkan episode
berulang mengi, sesak napas, sesak dada, dan
batuk pada malam atau dini; episode ini juga
dikenal sebagai eksaserbasi atau serangan.
Tingkat keparahan eksaserbasi dapat berkisar
dari ringan sampai mengancam nyawa.
Seseorang bisa diduga terserang penyakit asma
jika mengeluarkan tanda atau gejala seperti di
bawah ini.
1.Ketika sedang bernafas sering mengeluarkan
bunyi lenguhan. Namun perlu digaris bawahi
bahwa tidak semua penderita asma nafasnya
selalu bersuara.
2.Nafas sering menjadi sesak karena organ
pernafasan menjadi sempit.
3.Batuk yang tiada henti terutama di waktu
malam atau ketika cuaca sedang dingin.
4.Dada terasa sesak dan menjadi sempit,
terutama pada bagian paru-paru.
5.Karena nafas terganggu, maka ketika sedang
berbicara tidak bisa lancar dan tidak bisa
mengatur jalannya pernafasan dengan baik.
Orang yang menderita asma memiliki jalur
penafasan yang sangat sensitif. Penyakit ini
termasuk penyakit yang kompleks dan belum
dapat dimengerti. Tanda-tanda asma yang
terlihat adalah hasil dari jalan pernafasan yang
terhambat. Penyebab penyakit asma yang paling
umum adalah alergi. Namun selain itu ada juga
pemicu lainnya seperti :
Alergi : Bulu hewan, kutu busuk, sepura,
serbuk sari tumbuhan Infeksi virus.
Olah raga.
Stres dan emosi. Obat-obatan.
Asap rokok. Polusi udara.
Bahan kimia pada alat rumah tangga dan
industri. Hormon.
Kondisi cuaca.
Pengobatan Asma
1.Bronkodilator
Bronkodilator artinya obat yang dapat
melebarkan saluran napas dengan jalan
melemaskan otot-otot saluran napas yang sedang
mengkerut (asma) .Jalan napas di saluran
pernapasan yang mentransfer udara ke paru-paru
disebut “bronchi” (bronki). Bronki kemudian
terbagi lagi menjadi cabang kecil yang disebut
„bronchioles (bronkiolus)‟. Bronkodilator adalah
obat yang mempunyai efek antibronkokonstriksi.
Bronkodilator dapat digunakan untuk mengatasi
kesulitan bernafas yang disebabkan oleh
asma,bronchitis, bronchiolitis, pneumonia dan
emfisema. Ada tiga golongan bronkodilator
yang biasa digunakan, yaitu :
a)Adrenergik
b)Antikolinergik
c)Xantin
VII Kesimpulan 1. Obat antitusif berfungsi menghambat
atau menekan batuk dengan menekan pusat
batuk serta meningkatkan ambang rangsang
sehinggaakan mengurangi iritasi. Adapun
penyimpanan untuk obat-obat golongan ini
misalnya :
a) Codein HCl harus disimpan dalam wadah
tertutup rapat .
b) Difenhidramine HCl disimpan dalam
wadah tertutup rapat,tidak tembus cahaya .
c) Lidokain HCl disimpan dalam wadah
tertutup baik .
d) Noskapin disimpan dalam wadah tertutup
baik .
2. Ekspektoran ialah obat yang dapat
merangsang pengeluaran dahak dari saluran
napas (ekspetorasi). Untuk obat-obat golongan
ini, adapun penyimpanannya :
a) Ammonium Klorida harus disimpan
didalam wadah tertutup rapat.
b) Asetil sistein harus disimpan didalam
wadah tertutup rapat.
c) Guaifenesin harus disimpan didalam
wadah tertutup rapat.
3. Bronkodilator artinya obat yang dapat
melebarkan saluran napas dengan jalan
melemaskan otot-otot saluran napas yang sedang
mengkerut (asma), obat bronkodilator harus
benar dan teknik pemberiannya, karena
kegagalan seringkali akibat teknik yang keliru.
Obat harus disimpan sehingga terhindar dari
pencemaran dan peruraian, terhindar dari
pengaruh lingkungan seperti udara, kelembaban,
panas dan cahaya. Penyimpanan obat berkaitan
dengan wadah dan sumbat yang digunakan.
Wadah dan sumbatnya dapat mempengaruhi
bahan yang disimpan di dalamnya baik secara
kimia maupun fisika yang dapat mengakibatkan
perubahan khasiat, mutu maupun kemurniannya
hingga tidak memenuhi syarat baku.
VIII Daftar Pustaka Newnham D.(2001)Asthma Medications and
their Potential Adverse.Drug Safety ;
24(14):1065-1080
Anief, Moh. 2008. Ilmu Meracik Obat. Jakarta :
Gadjah Mada University Press
Anonim, 1979, Farmakope Indonesia, edisi III,
Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
Jakarta.
Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, edisi IV,
Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
Jakarta, 298
Anonim, 2011, Peran Perawat dalam Pemberian
Obat, http : //smart-fresh.blogspot.com, diakses
tanggal 7 Maret 2013
Departemen Farmakologi FKUI. Farmakologi.
Obat-Obat Simtomatik Saluran Napas. Slide
kuliah modul respirasi tahun 2007.
Setiabudy, Rianto. Golongan Kuinolon dan
Fluorokuinolom Dalam: Farmakologi dan
Terapi.
Tjay, Tan Hoan dan Rahardja, Kirana. (2007).
Obat-Obat Penting. Edisi Keenam. Jakarta :
Penerbit PT Elex Media Komputindo. Hal.638-
639.
Wahyuni, 2009, Obat-obat Bronkodilator,
http : //ningrumwahyuni.wordpress.com, diakses
tanggal 7 Maret 2013