A. Definisi
Asma merupakan penyakit kronis yang mengganggu jalan napas akibat adanya
inflamasi dan pembekakan dinding dalam saluran napas sehingga menjadi sangat
sensitif terhadap masuknya benda asing yang menimbulkan reaksi yang berlebihan.
Akibatnya saluran napas menyempit dan jumlah udara yang masuk ke dalam paru
berkurang. Hal ini menyebabkan timbulnya napas berbunyi wheezing, batuk-batuk,
dada sesak, dan gangguan bernapas terutama pada malam hari dan dini hari
(Soedarto, 2012).
Asma merupakan penyakit gangguan jalan napas yang ditandai dengan
hipersensitifitas bronkus dan bronokostriksi yang diakibatkan oleh proses inflamasi
kronik yang bersifat reversibel (Prasetyo, 2010).
B. Klasifikasi
Klasifikasi menurut Riyadi (2011), sebagai berikut:
1. Asma ekstrinsik atopik/ intrinsik, jenis ini ditandai dengan adanya faktor
pencetus yang tidak jelas seperti latihan/ emosi. Asma ini sering muncul pada
klien dengan usia setelah 40 tahun. Serangan asma ini makin lama makin
sering sehingga akan terjadi bentuk-bentuk gabungan dengan bronchitis
kronik.
2. Asma ekstrinsik non-atopik/ ekstrinsik/ alergi merupakan bagian kecil dari
penderita asma dewasa dengan penyebab alergi yang jelas asma jenis ini
umumnya dimulai sejak masa kanak-kanak dengan anggota keluarga yang
mempunyai riwayat penyakit atopik seperti eksema, dermatitis. Adapun
bahan alergen biasanya adalah aminal, dander, spora, jamur, debu dan bulu
binatang.
3. Asma campuran/ kombinasi ekstrinsik dan intrinsik. Mayoritas penderita
asma adalah jenis campuran.
C. Etiologi
Penyebab asma menurut Murwani (2011), yaitu:
1. Ekstrinsik: faktor allergi
a. Debu, bulu hewan, tumbuh-tumbuhan
b. Ingestan lewat makanan/ obat-obatan Ikan laut/ ikan tawar, telur dan
obat-obatan
c. Kontaktan bersinggungan Perhiasan
2. Intrinsik: faktor non alergi
a. Biasanya tidak jelas faktor alerginya
b. Biasanya ada peradangan
c. Psikologis: kejiwaan
d. Genetik: faktor keturunan
D. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis menurut Brunner & Suddarth (2016), yaitu:
1. Batuk, dengan atau tanpa disertai produksi mukus.
2. Dispnea dan mengi, pertama-tama pada ekspirasi, kemudian bisa juga terjadi
selama inspirasi.
3. Sesak napas
4. Diperlukan usaha untuk melakukan ekspirasi memanjang
5. Eksaserbasi asma sering kali didahului oeh peningkatan gejala selama
berhari-hari, namun dapat pula terjadi secara mendadak
6. Takikardi
E. Patofisiologi
Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang
menyebabkan sukar bernapas. Penyebab yang umum adalah hipersesitivitas
bronkhiolus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe
alergi diduga terjadi dengan cara, seorang yang alergi mempunyai kecenderungan
untuk membentuk sejumlah antibody Ig E abnormal dalam jumlah besar dan
antobodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen spesifikasinya.
Antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial paru yang
berhubungan erat dengan bronkhiolus dan bronkhus keil. Seseorang yang menghirup
alergen maka antibody Ig E orang `10 tersebut meningkat, alergen dengan antibody
yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan
berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksiyang bereaksi lambat dengan
faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. Efek gabungan dari semua faktor-faktor
ini akan menghasilkan edema lokal pada dinding bronkhiolus kecil maupun sekresi
mucus yang kental dalam lumen bronkhiolus dan spasme otot polos bronkhiolus
sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat. Penderita
asma, diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada selama inspirasi
karena peningkatan tekanan dalam paru selama ekspirasi paksa menekan bagian luar
bronkiolus. Bronkhiolus tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah
akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama
ekspirasi. Penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan
adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea.
Kapasitas residu fungsional dan olume residu paru menjadi sangat meningkat selama
serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru (Prasetyo,
2010).
F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan asma menurut Brunner & Suddarth, (2016) yaitu:
1. Penatalaksanaan medis
a. Agonis adrenergik-beta2 kerja-pendek
b. Antikolinergik
c. Kortikostereoid: inhaler dosis-terukur
d. Inhibitor pemodifikasi leukotrien/ antileukotrien
e. Metilxantin
2. Penatalaksanaan keperawatan menurut Claudia, (2010) yaitu:
a. Penyuluhan Penyuluhan ini bertujuan untuk meningkatkan
pengetahuan klien tentang penyakit asma sehingga klien secara sadar
akan menghindari faktor-faktor pencetus asma, menggunakan obat
secara benar, dan berkonsultasi pada tim kesehatan.
b. Menghindari faktorpencetus Klien perlu mengidentifikasi pencetus
asma yang ada pada lingkungannya, diajarkan cara menghindari dan
mengurangi faktor pencetus asma termasuk intake cairan yang cukup.
c. Fisioterapi dan latihan pernapasan.
G. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengajian adalah tahap awal dan dasar dalam proses keperawatan.
Pengkajian merupakan tahap yang paling menentukan bagi tahap berikutnya
(Rohmah & Walid, 2016).
a. Identitaspasien/ biodata
Meliputi nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin, tanggal lahir,
umur, tempat lahir, asal suku bangsa.
2. Pengkajian Primer
a. Airway
Kaji kepatenan jalan napas, observasi adanya lidah jatuh, adanya
benda asing pada jalan napas (bekas muntahan, darah, sekret yang
tertahan), adanya edema pada mulut, faring, laring, disfagia, suara
stidor, gurgling atau wheezing yang menandakan adanya masalah
pada jalan napas.
b. Breathing
Kaji keefektifan pola napas, respiratory rate, abnormalitas
pernapasan, pola napas, bunyi napas tambahan, penggunaan otot bantu
napas, adanya napas cuping hidung, saturasi oksigen.
c. Circulation
Kaji heart rate, tekanan darah, kekuatan nadi, capillary refill, akral,
suhu tubuh, warna kulit, kelembaban kulit, perdarahan eksternal jika
ada.
d. Disability
Berisi pengkajian kesadaran dengan Glasgow Coma Scale (GCS) atau
AVPU, ukuran dan reaksi pupil.
e. Exposure
Berisi pengkajian terhadap suhu serta adanya injury atau kelainan
lain. Atau kondisi lingkungan yang ada di sekitar klien.
3. Pengkajian Sekunder
Kesadaran :
Tanda-tanda vital :
b. History (SAMPLE)
4. PemeriksaanFisik
b. Kesadaran: composmetis
c. Tanda-tanda vital:
d. Pemeriksaan dada
Perkusi : pekak terjadi bila terisi cairan pada paru, normalnya timpani
(terisi udara)resonansi.
5. Diagnosa Keperawatan
Intervensi :
Intervensi
1) Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas. Catat
laporan dispnea, peningkatan kelemahan atau kelelahan
dan perubahan tanda vital selama dan setelah aktivitas.
Rasional : untuk menetapkan kemampuan atau
kebutuhan pasien dan memudahkan pilihanintervensi.
2) Berikan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung
selama fase akut sesuaiindikasi.
Rasional : Untuk menurunkan stres dan rangsangan
berlebihan meningkatkan istirahat.
3) Bantu pasien memilih posisi yang nyaman untuk
istirahat dantidur.
Rasional : Pasien mungkin nyaman dengan kepala
tinggi, tidur di kursi atau menunduk kedepan meja atau
bantal.
4) Bantu aktivitas perawaan diri yang diperlukan. Berikan
kemajuan peningkatan aktivitas selama fase
penyembuhan.
Rasional : meminimalkan kelelahan dan membantu
keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
DAFTAR PUSTAKA
NIM : P1905006
DISUSUN OLEH :
2019
PATHWAY
(Sumber : Amin Huda. 2016. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Nanda
Nic Noc Dalam Berbagai Kasus. Yogyakarta. Medication.)