Anda di halaman 1dari 24

RHINOSCRHINITIS ATROFI (OZAENA)

Dr. BERESMAN SIANIPAR, Sp.THT-KL

Rinitis atrofi adalah penyakit infeksi hidung kronik, yang ditandai adanya atrofi progresif pada mukosa dan tulang konka dan pembentukan krusta. Disebut juga rhinitis chronica atrophicanscum foetida, Secara klinis, mukosa hidung menghasilkan sekret yang kental dan cepat mengering, sehingga terbentuk krusta yang berbau busuk. Etiologi dan patogenesis rinitis atrofi sampai sekarang belum dapat diterangkan dengan memuaskan. Oleh karena etiologinya belum pasti, maka pengobatannya belum ada yang baku. Pengobatan dapat diberikan secara konservatif atau jika tidak menolong, dilakukan operasi.

PENDAHULUAN

ANATOMI
Hidung terdiri dari hidung bagian luar dan rongga hidung Hidung luar berbentuk pyramid dengan bagian-bagiannya : Pangkal hidung (bridge). Dorsum nasi. Puncak hidung. Ala nasi. Kolumela. Lubang hidung. Hidung luar dibentuk
kerangka tulang rawan yang dilapisi oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan atau menyempitkan lubang hidung

Rongga hidung atau cavum nasi


Berbentuk terowongan dipisahkan oleh septum nasi. Cavum nasi yang mempunyai 4 buah dinding, yaitu dinding lateral, medial, inferior dan superior. Dinding medial ialah septum nasi. Bagian depan dinding lateral licin, yang disebut ager nasi Dinding lateral tdp 4 buah konka. konka inferior, konka media, konka superior, konka suprema biasanya rudimenter. Diantara konka-konka dan dinding lateral hidung terdapat rongga sempit yang disebut meatus. yaitu superior, inferior, media

Pendarahan Hidung
Bagian atas rongga hidung a.etmoid anterior dan posterior a.oftalmikus a.karotis interna. Bagian bawah rongga hidung cabang a.maksila interna. Bagian depan hidung a.fasialis. Bagian depan septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang a.sfenopalatina, a.etmoidalis anterior, a.labialis superior dan a.palatina mayor, yang disebut pleksus kiesselbach. Pleksus kiesselbach letaknya superficial dan mudah cedera oleh trauma, sehingga sering menjadi sumber epistaksis

Persarafan Hidung
Bagian depan dan atas rongga hidung N.etmoidalis anterior, yang merupakan cabang dari n.nasosiliaris yang berasal dari N.oftalmikus (N.V-I). Rongga hidung lainnya N.maksila melalui ganglion sfenopalatinum

Fisiologi Hidung
Fungsi hidung : 1. Sebagai jalan nafas, untuk mengatur keluar masuknya udara. 2. Pengatur kondisi udara (Air Conditioning). Fungsi ini dilakukan dengan cara mengatur kelembaban udara dan mengatur suhu. 3. Sebagai penyaring dan pelindung, 4. Indera pencium 5. Resonansi suara 6. Proses bicara. 7. Reflek nasal, mukosa hidung merupakan reseptor reflek yang berhubungan dengan saluran cerna, kardiovaskuler, pernafasan

DEFENISI

Rhinitis atrofi adalah suatu penyakit infeksi hidung dengan tanda adanya atrofi progresif tulang dan mukosa konka.

EPIDEMIOLOGI
Beberapa kepustakaan menuliskan bahwa
Sering mengenai wanita, terutama pada usia pubertas. Menurut Boies frekwensi penderita rhinitis atrofi wanita : laki adalah 3 : 1. Penyakit ini sering ditemukan di kalangan Masyarakat dengan tingkat sosial ekonomi rendah dan lingkungan yang buruk dan di negara sedang berkembang. Di RS H. Adam Malik dari Januari 1999 sampai Desember 2000 ditemukan 6 penderita rinitis atrofi, 4 wanita dan 2 pria, umur berkisar dari 10-37 tahun.1,2

Ozaena lebih umum di negara-negara sekitar Laut Tengah daripada di Amerika Serikat.

ETIOLOGI
Teori mengenai etiologi dan patogenesis rhinitis atrofi belum dapat diketahui dengan pasti ,beberapa hal yang dianggap sebagai penyebabnya, antara lain : Infeksi kuman spesifik, yang tersering ditemukan adalah spesies Klebsiela, Beberapa factor yang mungkin menimbulkan penyakit ini adalah sinusitis kronis, trauma yang luas pada mukosa, sifilis. ketidakseimbangan endokrin . Gizi buruk, biasanya karena defisiensi vitamin A, vitamin C dan zat besi. Penyakit kolagen, yang termasuk penyakit autoimun. Herediter. Berhubungan dengan trauma atau terapi radiasi.

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

PATOLOGI DAN PATOGENESIS


Metaplasi epitel kolumnar bersilia epitel skuamous atau atrofik dan fibrosis dari tunika propria. Pengurangan kelenjar alveolar dan adanya endarteritis dan periarteritis pada arteriole terminal. Oleh karena itu secara patologi, rinitis atrofi bisa dibagi menjadi dua: 1) Tipe I : adanya endarteritis dan periarteritis pada arteriole terminal akibat infeksi kronik; membaik dengan efek vasodilator dari terapi estrogen. 2) Tipe II : terdapat vasodilatasi kapiler, yang bertambah jelek dengan terapi estrogen

CONT......................... Atrofi epitel bersilia dan kelenjar seromusinus pembentukan krusta tebal yang melekat. Atrofi konka saluran nafas jadi lapang. Dobbie mendeteksi adanya antibodi yang berlawanan dengan surfaktan protein A. Defisiensi surfaktan merupakan penyebab utama menurunnya resistensi hidung terhadap infeksi Fungsi surfaktan yang abnormal pengurangan efisiensi mucus gerakan silia terganggul lendir menumpuk Mukus akan mengering bersamaan dengan terkelupasnya sel epitel krusta pertumbuhan kuman

GEJALA KLINIS
1. Pada perubahan lanjut rhinitis atrofi, dikenal sebagai ozaena atau krusta yang banyak dapat disertai bau busuk mamualkan. 2. Sementara orang disekeliling penderita tidak tahan terhadap bau busuk tersebut, pasien sendiri tidak merasakannya karena anosmia. 3. Kehilangan indera pengecap dan 4. Tidak bisa tidur nyenyak ataupun tidak tahan udara dingin. 5. Hidung tersumbat meskipun jalan menjadi semakin lebar, 6. Keluhan yang lain pada rhinitis atrofi adalah nyeri kepala dan epistaksis

Sutomo dan Samsudin membagi ozaena secara klinik dalam tiga tingkat : 1. Tingkat I : Atrofi mukosa hidung, mukosa tampak kemerahan dan berlendir, krusta sedikit. 2. Tingkat II : Atrofi mukosa hidung makin jelas, mukosa makin kering, warna makin pudar, krusta banyak, keluhan anosmia belum jelas. 3. Tingkat III : Atrofi berat mukosa dan tulang sehingga konka tampak sebagai garis, rongga hidung tampak lebar sekali, dapat ditemukan krusta di nasofaring, terdapat anosmia yang jelas.

Pemeriksaan THT pada kasus rinitis atrofi (Ozaena) dapat kita temukan : 1. Rongga hidung : Rongga hidung sangat lapang. 2. Konka hidung : Konka nasi media dan konka nasi inferior mengalami hipotrofi atau atrofi. 3. Sekret : Sekret purulen dan berwarna hijau. 4. Krusta : Berwarna hijau.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang pada kasus rinitis atrofi (Ozaena) yang dapat kita lakukan antara lain : 1. Transiluminasi. 2. Foto Rontgen. Foto sinus paranasalis. 3. Pemeriksaan mikroorganisme. 4. Uji resistensi kuman. 5. Pemeriksaan darah tepi. 6. Pemeriksaan Fe serum. 7. Pemeriksaan histopatologi.

HISTOPATOLOGI
Perubahan histopatologi dalam hidung pada rinitis atrofi (Ozaena), yaitu : Mukosa hidung : Berubah menjadi lebih tipis. Silia hidung : Silia akan menghilang. Epitel hidung : Terjadi perubahan metaplasia dari epitel torak bersilia menjadi epitel kubik atau epitel gepeng berlapis. Kelenjar hidung : Mengalami degenerasi, atrofi (bentuknya mengecil), atau jumlahnya berkurang.

DIAGNOSA
Diagnosis ditegakkan berdasarkan Anamnese pemeriksaan fisik Penunjang
Pemeriksaan Fe serum, Mantoux test, pemeriksaan histopatologi dan test serologi (VDRL test dan Wasserman test) untuk menyingkirkan sifilis.

DIAGNOSA BANDING
Diagnosis banding rinitis atrofi (ozaena)antara lain : Rinitis kronik TBC Rinitis kronik lepra Rinitis kronik sifilis Rinitis sika

KOMPLIKASI
Komplikasi rinitis atrofi (ozaena) dapat berupa : Perforasi septum Faringitis Sinusitis Miasis hidung Hidung pelana

PENATALAKSANAAN
Pengobatan Rhinitis atropi meliputi Konservatif Tindakan bedah

Konservatif
Pengobatan konservatif ozaena meliputi

1. Pemberian antibiotik, 2. Obat cuci hidung, dan 3. Simptomatik


Antibiotik spektrum luas sesuai uji resistensi kuman, dengan dosis adekuat sampai tanda-tanda infeksi hilang. Qizilbash dan Darf melaporkan hasil yang baik pada pengobatan dengan Rifampicin oral 600 mg 1 x sehari selama 12 minggu.

OPERASI
Tujuan operasi pada rhinitis atrofi (ozaena) antara lain untuk :
Menyempitkan rongga hidung yang lapang Mengurangi pengeringan dan pembentukan krusta Mengistirahatkan mukosa sehingga memungkinkan terjadinya regenerasi.

Teknik bedah dibedakan menjadi dua kategori utama : 1. Implan dengan pendekatan intra atau ekstra nasal dan 2. Operasi, seperti penyempitan lobulus hidung atau fraktur tulang hidung ke arah dalam

Teknik Operasi
Beberapa teknik operasi yang dilakukan antara lain : Young's operation Modified Young's operation Lautenschlager operation Implantasi submukosa dengan tulang rawan, tulang, dermofit, bahan sintetis seperti Teflon, campuran Triosite dan Fibrin Glue. Transplantasi duktus parotis ke dalam sinus maksila (Wittmack's operation) dengan tujuan membasahi mukosa hidung.

Anda mungkin juga menyukai