FARING
Hidung
Terdiri dari : hidung bagian luar (pyramid hidung) dan rongga hidung
Epitel torak berlapis semu yang mempunyai silia dan diantaranya terdapat sel goblet
3
FARING
4
Laring
rangkaian tulang rawan
Cavum laring:
1. Supraglotis (vestibulum superior)
2. Glotis (pars media)
3. Infraglotis (pars inferior)
5
TRAKEA
6 berbentuk tabung, berdinding tipis,
bersifat lentur
v. cervicalis VI - v. thoracalis V
2 2,5 cm
Dinding : cincin kenyal berbentuk
huruf C dengan bagian posterior yang
terbuka, ditutupi M. Trakealis
6
Tanda-tanda Obstruksi Jalan Nafas Atas
1. Atresia koana
Atresia koana adalah
tertutupnya satu atau kedua
posterior kavum nasi oleh
membran abnormal atau
tulang.
Gejala yang paling khas pada
atresia koana adalah tidak
adanya atau tidak adekuatnya
jalan napas hidung.
A. Kongenital
2. Stenosis subglotik
kelainan yang dapat menyebabkan
stenosis subglotik adalah:
Penebalan jaringan submukosa dengan
hyperplasia kelenjar mucus dan fibrosis.
Kelainan bentuk tulang rawan krikoid
dengan lumen yang lebih kecil.
Bentuk tulang rawan normal dengan ukuran
lebih kecil
Pergeseran cincin trakea pertama kearah
atas belakang ke dalam lumen krikoid.
A. Kongenital
3. Laringomalasia
Pada stadium awal ditemukan epiglotis lemah,
sehingga pada waktu inspirasi epiglotis tertarik
ke bawah dan menutup rima glotis.
Bila pasien bernafas, nafasnya berbunyi (stridor).
B. Radang
Epiglotitis akut
Epiglotitis akut adalah suatu keadaan inflamasi akut yang terjadi pada daerah
supraglotis dari orofaring, meliputi epiglotis, valekula, aritenoid, dan lipatan
ariepiglotika.
Disebabkan oleh infeksi bakteri, bakteri paling sering ditemukan adalah
Haemophilus influenza.
Paling sering terjadi pada anak-anak berusia 2-4 tahun
Gejala yang sering ditemui adalah sesak napas dan stridor yang didahului oleh
demam.
C. Trauma
2. Paralisis laring
a. Paralisis n. laringeus superior
Cabang ekstern n. laringeus superior mensarafi m. krikotiroid yang
menegangkan pita suara, cabang internnya mengurus mukosa laring.
Paralisis n. laringeus superior di proksimal percabangannya menjadi cabang
ekstern dan intern menyebabkan penderita tersedak bila minum akibat
anastesi mukosa sebab tidak merasa minuman turun.
Terjadi juga perubahan nada dan resonansi suara bila penderita bicara keras
atau menyanyi terlalu lama karena tegangan pita suara terganggu.
Gerakan abduksi dan adduksi pita suara tidak terganggu.
C. Trauma
3. Trauma trakea
Trauma tumpul tidak menimbulkan gejala atau tanda, tetapi dapat juga
mengakibatkan kelainan lebih hebat berupa sesak nafas karena penekanan
jalan nafas atau aspirasi darah atau emfisema kutis bila trakea robek.
Trauma tumpul trakea jarang memerlukan tindakan bedah. Penderita
diobservasi. Bila terjadi obstruksi jalan nafas dikerjakan trakeostomi.
Pada trauma tajam yang menyebabkan robekan trakea, dilakukan trakeotomi
di distal robekan, dan dijahit.
C. Trauma
4. Trauma intubasi
Pemasangan pipa endotrakea yang lama dapat menimbulkan udema laring dan
trakea.
Gejalanya suara penderita terdengar parau, dan adanya kesulitan menelan,
gangguan aktivitas laring, dan beberapa derajat obstruksi pernafasan.
Pengobatan yang diberikan kortikosteroid. Bila obstruksi nafas terlalu hebat,
dilakukan trakeostomi.
D. Tumor
1. Hemangioma
Hemangioma biasanya timbul di daerah subglotik.
Sering pula disertai dengan hemangioma di tempat
lain, seperti di leher.
Gejalanya ialah terdapat hemoptisis dan bila tumor
itu besar, terdapat juga sumbatan laring.
Terapinya ialah dengan bedah laser, kortikosteroid
atau dengan obat-obat skleroting.
D. Tumor
2. Papiloma Laring
Tumor ini digolongkan dalam 2 jenis :
Papiloma laring juvenile, ditemukan pada anak,
biasanya berbentuk multiple dan mengalami regresi
saat dewasa
Pada orang dewasa biasanya berbentuk tunggal, tidak
akan mengalami resolusi dan merupakan prekanker.
Gejala utama adalah suara parau. Apabila papiloma
telah menutup rima glottis maka timbul sesak nafas
dengan stridor.
D. Tumor
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan hasil Pemeriksaan penunjang yang dapat
pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang. dilakukan untuk mengetahui letak
Gejala dan tanda sumbatan yang tampak adalah : sumbatan, diantaranya adalah :
Serak (disfoni) sampai afoni Laringoskop.
Sesak napas (dispnea) Nasoendoskopi
Stridor (nafas berbunyi) yang terdengar pada waktu X-ray. Foto polos sinus paranasal
inspirasi.
CT-Scan kepala dan leher
Cekungan yang terdapat pada waktu inspirasi di
suprasternal, epigastrium, supraklavikula dan Biopsi
interkostal.
Gelisah karena pasien haus udara (air hunger)
Warna muka pucat dan terakhir menjadi sianosis karena
hipoksia.
Stadium Obstruksi Saluran Nafas Atas
Mencegah aspirasi sekret yang ada di rongga mulut Tidak bisa makan melalui mulut.
atau berasal dari lambung. Tidak bisa bicara.
Komplikasi yang dapat timbul yaitu
stenosis laring atau trakea.
1. Intubasi
Teknik krikotirotomi:
Pasien tidur telentang dengan kepala ekstensi pada artikulasi
atlantooksipitalis.
Puncak tulang rawan tiroid mudah diidentifikasi difiksasi
dengan jari tangan kiri.
Dengan telunjuk jari tangan kanan tulang rawan tiroid diraba
ke bawah sampai ditemukan kartilago krikoid. Membran
krikotiroid terletak di antara kedua tulang rawan ini. Daerah
ini diinfiltrasi dengan anestetikum kemudian dibuat sayatan
horizontal pada kulit.
Jaringan di bawah sayatan dipisahkan tepat pada garis tengah.
Setelah tepi bawah kartilago terlihat, tusukkan pisau dengan
arah ke bawah.
Kemudian masukkan kanul bila tersedia. Jika tidak, dapat
dipakai pipa plastik untuk sementara.
3. Trakeostomi
Mengatasi obstruksi laring. Penderita merasa enak dan perawatan lebih mudah
Mengurangi ruang rugi (dead air space) di saluran Penderita dapat makan seperti biasa.
pernapasan atas. Menghindari aspirasi, menghisap sekret bronkus.
Mempermudah pengisapan sekret dari bronkus. Jalan napas lancar, meringankan kerja paru.
Teknik trakeostomi:
Penderita tidur telentang dengan kaki lebih rendah 30 untuk menurunkan tekanan vena di
daerah leher.
Anestesi lokal subkutan, prokain 2% atau silokain dicampur dengan epinefrin atau adrenalin
1/100.000. Dilakukan insisi.
Insisi vertikal: dimulai dari batas bawah krikoid sampai fossa suprasternum, insisi ini lebih
mudah dan alir sekret lebih mudah
Insisi horizontal: dilakukan setinggi pertengahan krikoid dan fossa sternum, membentang antara
kedua tepi depan dan medial m.sternokleidomastoid, panjang irisan 4-5 cm.
Bila sudah tampak trakea maka difiksasi dengan kain tajam. Kemudian suntikkan anestesi lokal
kedalam trakea sehingga tidak timbul batuk pada waktu memasang kanul.
Stoma dibuat pada cincin trakea 2-3 bagian depan, setelah dipastikan trakea yaitu dengan
menusukkan jarum suntik dan letakkan benang kapas tersebut. Kemudian kanul dimasukkan
dengan bantuan dilator.
Kanul difksasi dengan pita melingkar leher, jahitan kulit sebaiknya jahitan longgar agar udara
ekspirasi tidak masuk ke jaringan dibawah kulit.
4. Perasat Heimlich
34