DYSFAGIA
Oleh :
I. PENDAHULUAN
Menurut kamus deglutasi atau deglutition diterjemahkan sebagai proses memasukkan
makanan kedalam tubuh melalui mulut the process of taking food into the body through the
mouthmelalui esofagus ke dalam lambung.
Proses menelan merupakan suatu proses yang kompleks, yang memerlukan setiap
organ yang berperan harus bekerja secara terintegrasi dan berkesinambungan. Dalam proses
menelan ini diperlukan kerjasama yang baik dari 6 syaraf cranial: n. ofthelmicus, n.
maxillaris, n. mandibularis, n. glossopharingeus, n. vagus, dan n. hipoglossus, 4 syaraf
servikal dan lebih dari 30 pasang otot menelan.
Pada proses menelan terjadi pemindahan bolus makanan dari rongga mulut ke dalam
lambung. Secara klinis terjadinya gangguan pada deglutasi disebut disfagia yaitu terjadi
kegagalan memindahkan bolus makanan dari rongga mulut sampai ke lambung. Disfagia atau
sulit menelan, yang merupakan masalah yang sering dikeluhkan baik oleh pasien dewasa,
lansia ataupun anak-anak. Disfagia berasal dari bahasa Yunani; Dys yang berarti kesulitan
atau gangguan, dan phagia berarti makan. Menurut catatan rata-rata manusia dalam sehari
menelan sebanyak kurang lebih 2000 kali, sehingga masalah disfagia merupakan masalah
yang sangat menggangu kualitas hidup seseorang.
Berdasarkan epidemiologi, disfagia dapat terjadi pada semua kelompok usia, dimana
gangguan dalam menelan merupakan keluhan yang umum didapat pada orang berusia lanjut,
dan insiden disfagia lebih tinggi pada orang berusia lanjut dan stroke.
Sekitar 51-73%
pasien stroke menderita disfagia sehingga stroke dikatakan sebagai penyebab utama disfagia
neurologis, dan beresiko untuk terjadi pneumonia. Sekitar 34% dari seluruh kematian terkait
stroke adalah pneumonia dan merupakan penyebab kematian ketiga terbanyak pada bulan
pertama setelah mengalami stroke karena aspirasi makanan.
II. TINJAUAN ANATOMI
- Dalam cavum oris terdapat lidah yang terdiri dari : pangkal (akar) lidah, badan lidah,
-
laringofaring.
Esofagus merupakan organ silindris berongga (hipofaring-kardia lambung) dengan
panjangnya sekitar 25 cm. Pada kedua ujung esofagus terdapat otot sfingter, pada
keadaan normalnya berkontraksi dan baru terbuka bila ada makanan yang lewat.
Dinding esofagus terdiri dari 4 lapisan, yaitu : lapisan mukosa (epitel gepeng
berlapis); lapisan submukosa (mukus); lapisan otot terdiri dari 2 serat yaitu lapisan
dalam esofagus.
Perdarahan esofagus :
a.) Bagian atas : cabang-cabang a. tiroidea inferior dan suklavia.
b.) Bagian tengah : cabang-cabang segmental aorta dan arteria bronkiales.
c.) Sedangkan bagian bawah : arteria gastrika sinistra dan frenika inferior. Vena
esofagus daerah leher mengalirkan darah ke vena azigos dan hemiazigos, dan
esofagus bagian bawah dialirkan ke vena gastrika sinistra.
III.NEUROFISIOLOGI MENELAN
Dalam proses menelan akan terjadi hal-hal seperti berikut : (1) pembentukan bolus
makanan dengan bentuk dan konsistensi yang baik, (2) usaha sfingter mencegah
terhamburnya bolus ini dalam fase-fase menelan, (3) kerja sama yang baik dari otot-otot di
rongga mulut untuk mendorong bolus makanan ke arah lambung, (4) mencegah masuknya
bolus makanan dan minuman ke dalam nasofaring dan laring, (5) mempercepat masuknya
bolus makanan ke dalam faring pada saat respirasi, (6) usaha untuk membersihkan kembali
esofagus.
Proses menelan dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu fase oral, fase faringeal dan fase
esophageal.
1. FASE ORAL
Pada fase oral ini akan terjadi proses pembentukan bolus makanan yang dilaksanakan
oleh gigi geligi, lidah, palatum mole, otot-otot pipi dan saliva untuk menggiling dan
membentuk bolus dengan konsistensi dan ukuran yang siap untuk ditelan. Bolus
terdorong ke posterior akibat lidah, palatum mole dan Passavants ridge terangkat ke
atas. Proses ini berlangsung selama sekitar 1 detik, dan terjadi secara volunter dan
diatur oleh pusat menelan pada medulla oblongata. Proses ini terjadi secara disadari
dan melibatkan :
- kontraksi m. levator veli palatini penutupan nasofaring
- kontraksi m. Palatoglossuspenutupan ismus fausium
AFFEREN (sensorik)
EFFEREN (motorik)
n. V.2 (maksilaris)
n.V : m. Temporalis, m. maseter, m. pterigoid
n. V.2 (maksilaris)
n.VII : m.orbikularis oris, m. zigomatikum,
m.levator labius oris, m.depresor labius oris, m.
levator anguli oris, m. depressor anguli oris
n.V.2 (maksilaris)
n.V.3 (lingualis)
Pada fase oral ini perpindahan bolus dari ronggal mulut ke faring segera terjadi,
setelah otot-otot bibir dan pipi berkontraksi meletekkan bolus diatas lidah. Otot intrinsik lidah
berkontraksi menyebabkan lidah terangkat mulai dari bagian anterior ke posterior. Bagian
anterior lidah menekan palatum durum sehingga bolus terdorong ke faring.
Bolus menyentuh bagian arkus faring anterior, uvula dan dinding posterior faring
sehingga menimbulkan refleks faring. Arkus faring terangkat ke atas akibat kontraksi m.
palato faringeus (n. IX, n.X dan n.XII).
Peranan saraf kranial fase oral
ORGAN
Bibir
n.
AFFEREN (sensorik)
EFFEREN (motorik)
V.2 (mandibularis), n.V.3n. VII : m.orbikularis oris, m.levator
(lingualis)
labius
oris,
n. V.2 (mandibularis)
m.mentalis
n.VII: m.zigomatikus,levator anguli oris,
m.depressor
m.
anguli
depressor
oris,
labius,
m.risorius.
m.businator
Lidah
n.V.3 (lingualis)
n.IX,X,XI : m.palatoglosus
Uvula
n.V.2 (mandibularis)
n.IX,X,XI : m.uvulae,m.palatofaring
Jadi pada fase oral ini secara garis besar bekerja saraf karanial n.V2 dan nV.3 sebagai
serabut afferen (sensorik) dan n.V, nVII, n.IX, n.X, n.XI, n.XII sebagai serabut efferen
(motorik).
2. FASE FARINGEAL
Fase ini dimulai ketika bolus makanan menyentuh arkus faring anterior (arkus
palatoglosus) dan refleks menelan segera timbul. Merupakan fase perpindahan bolus dari
faring ke esofagus pada akhir fase oral dan terjadi secara involunter. Secara garis besar proses
yang terjadi adalah timbulnya kontraksi m.stilofaring, m.salfingofaring, m.tirohioid, dan
m.palatofaring yang akan menggerakkan faring dan laring keatas, penutupan aditus laring
oleh epiglotis, penutupan plika ariepiglotika, plika ventrikularis, plika vokalis oleh
m.ariepiglotika dan m. aritenoid obliquus dan selanjutnya bolus makanan akan meluncur ke
arah esofagus karena valekula dan sinus piriformis dalam keadaan lurus.
Jika dijabarkan lebih lanjut pada fase faringeal ini terjadi :
1. m. Tensor veli palatini (n.V) dan m. Levator veli palatini (n.IX, n.X dan n.XI)
berkontraksi menyebabkan palatum mole terangkat, kemudian uvula tertarik keatas
dan ke posterior sehingga menutup daerah nasofaring.
2. m.genioglosus (n.XII, servikal 1), m ariepiglotika (n.IX,nX) m.krikoaritenoid lateralis
(n.IX,n.X) berkontraksi menyebabkan aduksi pita suara sehingga laring tertutup.
3. Laring dan tulang hioid terangkat keatas ke arah dasar lidah karena kontraksi
m.stilohioid, (n.VII), m. Geniohioid, m.tirohioid (n.XII dan n.servikal I).
4. Kontraksi m.konstriktor faring superior (n.IX, n.X, n.XI), m. Konstriktor faring
inermedius (n.IX, n.X, n.XI) dan m.konstriktor faring inferior (n.X, n.XI)
menyebabkan faring tertekan kebawah yang diikuti oleh relaksasi m. Kriko faring
(n.X)
5. Pergerakan laring ke atas dan ke depan, relaksasi dari introitus esofagus dan dorongan
otot-otot faring ke inferior menyebabkan bolus makanan turun ke bawah dan masuk
ke dalam servikal esofagus. Proses ini hanya berlangsung sekitar satu detik untuk
menelan cairan dan lebih lama bila menelan makanan padat.
Peranan saraf kranial pada fase faringeal
Organ
Lidah
Afferen
n.V.3
Efferen
n.V :m.milohyoid, m.digastrikus
n.VII : m.stilohyoid
n.XII,nC1 :m.geniohyoid, m.tirohyoid
Palatum
n.V.2, n.V.3
n.XII :m.stiloglosus
n.IX, n.X, n.XI :m.levator veli palatini
n.V :m.tensor veli palatini
Hyoid
n.VII : m. Stilohioid
Nasofaring
n.X
Faring
n.X
Laring
n.rekuren (n.X)
n.IX :m.stilofaring
Esofagus
n.X
n.X : m.krikofaring
Pada fase faringeal ini saraf yang bekerja saraf karanial n.V.2, n.V.3 dan n.X sebagai
serabut afferen dan n.V, n.VII, n.IX, n.X, n.XI dan n.XII sebagai serabut efferen.
Bolus dengan viskositas yang tinggi akan memperlambat fase faringeal,
meningkatkan waktu gelombang peristaltik dan memperpanjang waktu pembukaan sfingter
esofagus bagian atas. Bertambahnya volume bolus menyebabkan lebih cepatnya waktu
pergerakan pangkal lidah, pergerakan palatum mole dan pergerakan laring serta pembukaan
sfingter esofagus bagian atas. Waktu Pharyngeal transit juga bertambah sesuai dengan umur.
Kecepatan gelombang peristaltik faring rata-rata 12 cm/detik. Mc.Connel dalam
penelitiannya melihat adanya 2 sistem pompa yang bekerja yaitu :
1. Oropharyngeal propulsion pomp (OOP) adalah tekanan yang ditimbulkan tenaga lidah
2/3 depan yang mendorong bolus ke orofaring yang disertai tenaga kontraksi dari
m.konstriktor faring.
2. Hypopharyngeal suction pomp (HSP) adalah merupakan tekanan negatif akibat
terangkatnya laring ke atas menjauhi dinding posterior faring, sehingga bolus terisap
ke arah sfingter esofagus bagian atas. Sfingter esofagus bagian atas dibentuk oleh
m.konstriktor faring inferior, m.krikofaring dan serabut otot longitudinal esofagus
bagian superior.
3. FASE ESOFAGEAL
Pada fase esofageal proses menelan berlangsung tanpa disadari. Merupakan tahap
perpoindahan bolus makanan dari esofagus ke lambung. Bolus makanan turun lebih lambat
dari fase faringeal yaitu 3-4 cm/ detik.
Fase ini terdiri dari beberapa tahapan :
1.
Dimulai dengan terjadinya relaksasi m.kriko faring oleh rangsangan bolus sehingga
introitus esofagus terbuka dan makanan masuk ke dalam esofagus. Kemudian sfingter
krikofaring akan berkontraksi lebih kuat dan merangsang pusat menelan di medulla
untuk memulai suatu gelombang peristaltik primer. Gelombang peristaltik primer
terjadi akibat kontraksi otot longitudinal dan otot sirkuler dinding esofagus bagian
proksimal. Peristaltik primer adalah kontraksi berbentuk cincin otot polos sirkuler
yang bergerak secara progresif ke depan dengan gerakan mengosongkan dan
berlangsung secara aktif tanpa mengandalkan gaya gravitasi. Proses ini berlangsung
sekitar 5-9 detik untuk mencapai ujung bawah esofagus. Diatur oleh pusat menelan,
melalui persarafan vagus. Gelombang peristaltik pertama ini akan diikuti oleh
gelombang peristaltik kedua yang merupakan respons akibat regangan dinding
esofagus (tidak diinisiasi oleh medulla).
2.
Cairan biasanya turun akibat gaya berat dan makanan padat turun karena gerak
peristaltik dan berlangsung selama 8-20 detik. Esophagal transit time bertambah pada lansia
akibat dari berkurangnya tonus otot-otot rongga mulut untuk merangsang gelombang
peristaltik primer.
Mekanisme proteksi akan mencegah refluks bolus makanan. Mekanisme ini terdiri dari :
-
Makanan dicegah untuk masuk kembali ke mulut posisi lidah menekan palatum
durum
Makanan dicegah untuk masuk ke hidung oleh palatum molle (uvula).
II.
Elevasi laring
Epiglotis tertekan ke belakang oleh bolus
Penutupan glotis (Plika ariepiglotika, plika ventrikularis, plika vokalis)
DISFAGIA/GANGGUAN MENELAN
III.
yang ditelan, diameter lumen, kekuatan kontraksi peristaltik, fungsi sphincter esophagus atas
dan bawah, serta kerja otot-otot rongga mulut dan lidah. Disfagia yang disebabkan oleh bolus
yang besar atau penyempitan lumen disebut disfagia mekanik, sedangkan disfagia akibat
kelemahan kontraksi peristaltic, gangguan sphincter esophagus serta gangguan kerja otot-otot
rongga mulut dan lidah disebut disfagia motorik.
Disfagia mekanik dapat disebabkan oleh:
1. sebab intraluminer seperti bolus yang besar dan benda asing,
2. Penyempitan lumen karena sebab intrinsik seperti inflamasi yang menyebabkan
pembengkakan seperti stomatitis, faringitis, epiglottitis, faringitis, esofagitis Sindroma
pulmer- vinson, Esofagus ( Congenital, inflamasi), cincin mukosa esofagus distal,
striktur benigna seperti ditimbulkan oleh bahan kaustik, pil, inflamasi, iskemik,
anesthesia orofaring, lesi pada otot-otot bibir, bucal dan mastikator, penurunan produksi saliva, lesi
pada pusat menelan
Penyakit otot lurik dapat mengenai farynx, sphincter esophagus superior, dan esophagus
proximal. Penyakit otot lurik pada farynx disebabkan oleh gangguan neuromuskuler yang
menyebabkan kelumpuhan otot, kontraksi non peristaltik simultan, dan kegagalan pembukaan
sphincter esophagus superior. Gangguan otot-otot bibir, bucal, masticator, serta lidah juga dapat
mengganggu transport bolus dari cavum oris ke orofarynx.
Penyakit otot polos dapat mengenai esophagus
Disfagia muncul apabila terjadi kontraksi yang lemah ataupun kontraksi nonperistaltik atau apabila
sphincter esophagus inferior gagal untuk relaksasi secara normal. Kontraksi non peristaltik dan
kegagalan relaksasi sphincter esophagus inferior terjadi akibat defek pada persarafan inhibisi vagal.
IV.
-
ETIOLOGI DISFAGIA
Etiologi disfagia meliputi :
Kelainan kongenital (K)
Radang (R)
Trauma (T)
Benda asing (B)
Neoplasma (N)
Psikis (P)
Kelainan endokrin (E)
Mekanik
O F E
1 Atresia
V
2 Fistula trakeoesofagus
v
3 Stenosis/web
v
4 Divertikulum zenker
v
5 Korpal
v v
v
6 Disfagia lusoria
v
7 Akalasia
8 Spasme difus
No
Penyakit
esophagus
9 Striktur
10 Radang (Itis)Tonsilitis, faringitis,
11
12
13
14
V.
esofagitis, dsb
Karsinoma/tumor
Globus histerikus
Serebral palsy
GERD
Disfagia
Neurogenik
O
F
E
Psikogenik
O
F
E
Etiologi
K
K
K
K
B
K
u/k
T/R
R
v
v
v
N
P
S
P
a. Transfer dysphagia bila kelainannya akibat kelainan neuromotor di fase oral dan
faringeal.
b. Transit dysphagia
bila
disfagia
disebabkan
gangguan
peristaltik
baik
obat-obat
yang
mengganggu
proses
menelan
(anastesi,
muskulorelaksan pusat).
7. Evaluasi pola hidup, usia, hygiene mulut, pola makanan.
8. Riwayat operasi kepala dan leher sebelumnya.
PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum pasien.
2. Pemeriksaan rongga mulut, evaluasi gerakan dan kekuatan otot mulut dan otot
lidah.
Kegunaan
Menilai anatomi dan fungsi otot faring/esofagus,
deteksi sumbatan o/k tumor, striktur, web, akalasia,
CT Scan
MRI
divertikulum
Kelainan anatomi di kepala, leher dan dada
Deteksi tumor, kalainan vaskuler/stroke, degeneratif
proses diotak
Laringoskopi direk
Esofagoskopi
Endoskopi ultrasound
Kegunaan
Menilai keadaan kedua sfingter esofagus, menganalisa
transfer dysphagia
Menilai pergerakan faring dan laring
faringoskop
3. Video floroscopy recording
4. Scintigraphy
5. EMG
6. Manometri
7. pHmetri 24 jam
VI.
PENATALAKSANAAN DISFAGIA
Terapi terbaik disfagia adalah langsung pada penyebab disfagia. Dapat diberikan obat
seperti pada gangguan disfagia akibat radang pada esophagus. Pada gangguan menelan akibat
massa yang menekan biasanya digunakan terapi pembedahan. Pada disfagia secara umum,
disamping terapi definitif sesuai dengan penyebab disfagianya, perlu diperhatikan aupan
cairan dan nutrisi untuk mencegah dehidrasi akibat intake cairan yang kurang dan perburukan
keadaan umum karena kesulitan makan.
Pada pasien yang kesulitan minum, perlu dilakukan kateterisasi intravena untuk
memberikan cairan secara parenteral. Sedangkan untuk asupan nutrisi perlu dilakukan diet
modifikasi pada pasien. Teknik modifikasi diet pada pasien dengan gangguan menelan
meliputi merubah bentuk dan suhu makanan berdasarkan pada hasil evaluasi makanan yang
ditelan. Liquid dapat dikentalkan dengan produk komersial atau makanan lain. Penggunaan
makanan lain seperti cereal bayi, tak berasa gelatin, atau tapioca bisa dirubah secara
konsisten dengan pasien dysphagia yang diperlukan pasien sesuai kebutuhan untuk
memenuhi nutrisi dan hidrasi mereka. Jalur pemberian makanan jika sulit lewat oral, maka
dapat dipertimbangkan untuk memasang NGT/OGT sebagai jalur pemberian. Jika
pemasangan sulit maka pemasangan kateter intra vena baik perifer maupun sentral dapat
dipertimbangkan sevagai jaliur pemberian nutrisi parenteral. Pemilihan pemberian melalui
perifer atau sentral disesuaikan dengan osmolaritas cairan nutrisinya untuk mencegah
phlebitis dan ruptur pada pembuluh darah.
Bila prinsip dasar penatalaksanaan gagal untuk menghasilkan kemajuan dalam dua
sampai tiga minggu atau jika pasien mengalami kemunduran setelah pengembangan dibuat,
pertimbangan harus diberikan untuk mengevaluasi kembali dan menyerahkan selanjutnya
untuk intervensi medik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Alper MC, Myers EN, Eibling DE. 2001. Dysphagia. Decision making in ENT
Disorders.;52:136-37.
2. Bailey, J Byron. 1998. Esophageal disorders. Head and neck surgeryOtolaringology.Vol.1.2.;56:781-801.
3. Punagi, Abdul Qadar. 2006. Evaluasi Menelan Dengan Menggunakan Endoskop
Fleksibel ( FEES ) dalam J Med Nus Vol. 27. Makassar : Bagian THT-KL FKUH, RS.
BLU. Dr. Wahidin Sudirohusodo.
4. Paik, NJ. Dysphagia. Available at http://www.emedicine.com. Accessed on August
18th 2011.
5. Soepardi, A Efianty. 2002. Penatalaksanaan disfagia secara komprehensif. Acara
ilmiah penglepasan purna: tugas Prof Dr. Bambang.
6. Thaller SR, Granick MS, Myers EN. 1993. Disfagia. Diagram diagnostik penyakit
THT.EGC;13:105-11