Anda di halaman 1dari 30

BAB 1.

PENDAHULUAN

Penyakit ulkus peptik adalah masalah saluran gastrointestinal yang ditandai


dengan kerusakan mukosa sekunder akibat pepsin dan sekresi asam lambung.
Biasanya terjadi di perut dan duodenum proksimal; Yang jarang terjadi pada
esofagus bagian bawah, duodenum distal, atau jejunum, seperti pada keadaan
hipersekresi yang tidak terlindungi seperti sindrom Zollinger-Ellison, pada hernia
hiatus (tukak Cameron), atau pada mukosa lambung ektopik (misalnya pada
divertikulum Meckel). Sekitar 500.000 orang menderita penyakit ulkus peptik di
Amerika Serikat setiap tahunnya. Pada 70 persen pasien itu terjadi antara usia 25
dan 64 tahun. Biaya perawatan kesehatan langsung dan tidak langsung tahunan dari
penyakit ini diperkirakan sekitar $ 10 miliar. (Ramakrishnan,K. 2007). Untuk
menentukan epidemiooginya tergolong sulit secara teknis dikarenakan memerlukan
survei endoskopi berbasis populasi (Najm Wadie. 2011). Penelitian yang di lakukan
oleh Aro P, et al. menunjukkan 4.1% dimana 2% ulkus gaster dan 2.1% ulkus
duodenum. Namun, kejadian tukak lambung menurun, kemungkinan akibat
meningkatnya penggunaan inhibitor pompa proton dan penurunan tingkat infeksi
Helicobacter pylori. (Ramakrishnan,K. 2007)
Pada lambung normal, terdapat dua mekanisme yang bekerja dan
mempengaruhi kondisi lambung, yaitu faktor pertahanan (defense) lambung dan
faktor perusak (aggressive) lambung. Kedua faktor ini, pada lambung sehat, bekerja
secara seimbang, sehingga lambung tidak mengalami kerusakan/luka. Faktor
perusak lambung meliputi (1) faktor perusak endogen/ berasal dari dalam lambung
sendiri antara lain HCL, pepsin dan garam empedu; (2) faktor perusak eksogen,
misalnya (obat-obatan, alkohol dan bakteri). Faktor pertahanan lambung tersedia
untuk melawan atau mengimbangi kerja dari faktor tersebut diatas. Faktor/ sistem
pertahanan pada lambung, meliputi lapisan (1) pre-epitel; (2) epitel; (3) post epitel.
(sjamsuhidajat-de jong, 2010)
Apabila terjadi ketidakseimbangan antara kedua faktor di atas, baik
faktorpertahanan yang melemah ataupun faktor perusak yang semakin kuat, dapat
mengakibatkan kerusakan pada sel-sel lambung, yang pada akhirnya akan

1
membentuk ulkus lambung/ peptikum. Pemberian paparan eksogen yang berlebihan
seperti kortikosteroid, OAINS dan kafein dapat memicu terjadinya ulkus lambung.
Lambung memiliki mekanisme penyembuhan ulkus sendiri. Mekanisme ini
merupakan suatu proses kompleks yang melibatkan migrasi sel, proliferasi,
reepitelisasi, angiogenesis dan deposisi matriks yang selanjutnya akan membentuk
jaringan parut.

2
BAB 2. ISI
2.1 Ulkus Peptikum dan Dedoenum
2.1.1 Definisi
Ulkus peptikum merupakan luka terbuka dengan pinggir edema
disertai indurasi dengan dasar tukak tertutup debris (Tarigan, 2009). Ulkus
peptikum merupakan erosi lapisan mukosa biasanya di lambung atau
duodenum. Ulkus peptikum adalah keadaan terputusnya kontinuitas mukosa
yang meluas di bawah epitel atau kerusakan pada jaringan mukosa, sub
mukosa hingga lapisan otot dari suatu daerah saluran cerna yang langsung
berhubungan dengan cairan lambung asam/pepsin (Sanusi, 2011).
Secara anatomis ulkus peptikum didefinisikan sebagai suatu defek
mukosa/submukosa yang berbatas tegas dapat menembus muskularis
mukosa sampai lapisan serosa sehingga dapat terjadi perforasi. Secara klinis,
suatu ulkus adalah hilangnya epitel superficial atau lapisan lebih dalam
dengan diameter 5mm yang dapat diamati secara endoskopis atau radiologis.
(Schafer, T.W 2008)

Gambar . Ulkus peptikum dan deudenum

Menurut definisi, ulkus peptikum dapat terletak pada setiap bagian


saluran cerna yang terkena getah asam lambung, yaitu esofagus, lambung,
duodenum, dan setelah gastroenterostomi, juga jejunum. Dua jenis ulkus
peptikum yang paling sering ditemukan adalah ulkus gaster dan ulkus
duodenum. Nama dari ulkus mengacu pada lokasi anatomis atau lingkungan

3
di mana ulkus terbentuk. Ulkus gaster di temukan di gaster, dan ulkus
duodenum ditemukan pada beberapa sentimeter pertama usus halus, tepat di
bawah lambung. Pada saat bersamaan seseorang bisa terkena ulkus gaster
dan ulkus duodenum. (Schafer, T.W 2008)

2.1.2 Anatomi dan Fisiologi Lambung dan Deodenum


Lambung terletak oblik dari kiri ke kanan menyilang di abdomen
atas tepat di bawah diafragma. Kapasitas normal lambung adalah 1 sampai
2L. secara anatomis lambung terbagi atas bagian besar (fundus dan korpus)
dan bagian kecil (antrum pyloricum). Lambung tersusun atas empat lapisan,
tunika serosa (lapisan luar), tunika muskularis (longitudinal, sirkuler, oblik),
tunika sub mukosa dan tunika mukosa. Mukosa tersusun atas lipatan-lipatan
longitudinal disebut rugae, yang memungkinkan terjadinya distensi
lambung sewaktu diisi makanan. Terdapat beberapa kelenjar pada lapisan
ini dan dikategorikan menurut bagian anatomi lambung yang ditempatinya.
Kelenjar kardia berada dekat orifisium kardia dan menyekresikan mucus.
Kelenjar fundus atau gastric terletak di fundus dan pada hampir seluruh
korpus lambung. Kelenjar gastric memiliki tiga tipe utama sel. Sel
zimogenik (chief cell) menyekresikan pepsinogen. Pepsinogen diubah
menjadi pepsin dalam suasana asam. Sel parietal menyekresikan asam
hidroklorida (HCL) dan factor intrinsic. Factor intrinsic diperlukan untuk
absorbs vitamin B12 di dalam usus halus. Sel mucus (leher ) ditemukan di
leher kelenjar fundus dan menyekresikan mucus. Hormone gastrin
diproduksi oleh sel G yang terletak pada daerah pylorus lambung. Gastrin
merangsang kelenjar gastric untuk menghasilkan asam lambung dan
pepsinogen. Substansi lain yang disekresikan dalam lambung adalah enzim
dan berbagai elektrolit, terutama ion natrium, kalium, dan klorida.

4
Gambar 2. Anatomi dan histologi lambung

Gambar 3. inervasi otonom lambung

Serat parasimpatis preganglionic (Rr. Gastrici mencapai gaster


sebagian truci vagales anterior dan posterior yang turun sepanjang
Oesophagus dan berjalan sepanjang Curvatura minor.sebagai akibat rotasi
gaster selama perkembangan, trunkus vagalis anterior terutama berasal dari
cabar kiri N. Vagus, dan trukus vagalis posterior dari cabang kanan N.
Vagus (x). pars pirolica di inervasi oleh cabang-cabang terpisah (Rr.
Hepatici) trukus vagales. Neuron-neuron post ganglionic terletak dalam
lapisan muscular gaster. Inervasi parasimpatis merangsang produksi
asam lambung dan meningkatkan gerak peristaltic gaster. (Sobotta,2010)

5
Serat Simpatis reganglionik melintasi diafragma di kedua sisi
sebagai Nn. Splanchnici major dan minor dan bersinaps ke neuron simpatis
post ganglionic pada ganglia coeliac yang trletak pada pangkal trunkus
coeliacus.serat-serat simpatis post ganglionic tersebut mencapai gaster
sebagai pleksus saraf peri-arterioal. Inervasi simpatais mengimbangi
pengaruh para simpatis dengan mengurangi produksi asam lambung, gerak
peristaltic dan perfusi. (Sobotta, 2010)

Duodenum merupakan tabung yang berbentuk huruf C, terlektak


retroperitoneal di belakang abdomen , kecuali bagian superior
(intraperitoneal). Panjang duodenum sekitar 25 cm, terbagi atas empat
bagian yaitu bagian superior, descendens, inferior dan ascendens. Ulkus
duodenum biasanya terjadi pada bagian superior, 5 cm dalam pylorus
diakibatkan infeksi H. pylori. Pada ulkus duodenum bisa terjadi perdarahan
masif apabila arteri yang menyuplai pancreas mengalami erosi karena asam.

Gambar 3. Duodenum

2.1.3 Etiologi
Penyebab utama terjadinya ulkus peptikum adalah rusaknya sawar yang
disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya adalah:
1) Hipersekresi asam lambung
2) Infeksi Helicobacter pylori
3) Refluks empedu

6
4) Bahan iritan seperti makanan dan minuman, obat-obat anti inflamasi non
steroid dan alkohol.
5) Merokok.
6) Faktor genetic
Faktor- faktor yang dapat merusak mukosa adalah:
1) Asam lambung dan pepsin
Terjadinya peningkatan produksi dan pelepasan gastrin
menyebabkan sensitifitas mukosa lambung terhadap rangsangan gastrin
meningkat secara berlebihan, jumlah sel parietal, pepsinogen khususnya
pepsinogen I juga meningkat. Sekresi bikarbonat dalam duodenum
menurun menyebabkan daya tahan mukosa menurun, tidak mampu
menahan daya cerna asam dan pepsin sehingga memungkinkan
terbentuknya tukak.
2) Helicobacter pylori
H. pylori merupakan bakteri gram negative mikroaerophilic,
berbentuk spiral pendek /S shape, hidup dalam suasana asam dalam
lambung dan duodenum dengan ukuran panjang 3µm dan diameter 5µm,
mempunyai satu atau lebih flagel pada ujungnya. Bila terjadi infeksi,
maka bakteri ini akan melekat pada permukaan epitel dengan bantuan
adhesin.2,7 Infeksi H. pylori merupakan penyebab utama ulkus peptikum
di Negara berkembang. H. pylori hidup di lapisan dalam mukosa,
terutama mukosa antrum menyebabkan kelemahan pada sistem
pertahanan mukosa dengan mengurangi ketebalan lapisan mukosa
dengan melepaskan berbagai macam enzim seperti urease, lipase,
protease dan posfolipase dan mengeluarkan berbagai macam sitotoksin
(vacuolating cytotxin/ Vac A gen) yang dapat menyebabkan vakuolisasi
sel-sel epitel. Urease dapat memecah urea dalam lambung menjadi
amonia yang toksik terhadap sel-sel epitel, sedangkan protease dan
fosfolipase A2 menekan sekresi mucus yang menyebabkan daya tahan
mukosa menurun, merusak lapisan yang kaya lipid pada apical sel epitel

7
dan melalui kerusakan sel-sel ini asam lambung berdifusi balik
menyebabkan nekrosis yang lebih luas sehingga terjadi ulkus peptikum.

Gambar 5. Bakteri H.pylori

H. pylori yang terkonsentrasi dalam antrum mengakibatkan


antrum predominant gastritis sehingga terjadi kerusakan pada sel D yang
mengeluarkan stomatostatin, yang berfungsi mengerem produksi gastrin.
Akibatnya produksi gastrin meningkat dan merangsang sel parietal
mengeluarkan asam lambung yang berlebihan. Asam lambung masuk ke
duodenum sehingga keasaman meningkat menyebabkan duodenitis yang
berlanjut menjadi ulkus duodenum. (Tarigan, P. 2007, Akil, H. 2007)
Asam lambung yang tinggi dalam duodenum mengakibatkan gastric
metaplasia yang dapat merupakan tempat hidup H. pylori dan sekaligus
dapat memproduksi asam sehingga lebih menambah keasaman dalam
duodenum. Keasaman yang tinggi akan menekan produksi mucus dan
bikarbonat, menyebabkan daya tahan mukosa lebih menurun dan
mempermudah terbentuknya ulkus duodenum. (Tarigan, P. 2007, Akil,
H. 2007, Harrison’s 2005)

3) Penggunaan obat-obat anti inflamasi non steroid (OAINS), kebiasaan


makan, merokok, danstres lingkungan. Bakteri gram negatif
Helicobacter pylori telah sangat diyakini sebagai factor penyebab.
Diketahui bahwa ulkus peptik terjadi hanya pada area saluran GI yang
terpajan pada asam hidrochlorida dan pepsin. Penyakit ini terjadi dengan

8
frekuensi paling besar pada individu antara usia 40 dan 60 tahun. Tetapi,
relatif jarang pada wanita menyusui, meskipun ini telah diobservasi pada
anak-anak dan bahkan pada bayi. Pria terkenal lebih sering daripada
wanita, tapi terdapat beberapa bukti bahwa insiden pada wanita hampir
sama dengan pria. Setelah menopause, insiden ulkus peptikum pada
wanita hampir sama dengan pria. Ulkus peptikum pada korpus lambung
dapat terjadi tanpa sekresi asam berlebihan.
Upaya masih dilakukan untuk menghilangkan kepribadian ulkus.
Beberapa pendapat mengatakan stress atau marah yang tidak
diekspresikan adalah factor predisposisi. Ulkus nampak terjadi pada
orang yang cenderung emosional, tetapi apakah ini factor pemberat
kondisi, masih tidak pasti. Kecenderungan keluarga yang juga tampak
sebagai factor predisposisi signifikan. Hubungan herediter selanjutnya
ditemukan pada individu dengan golongan darah lebih rentan daripada
individu dengan golongan darah A, B, atau AB. Faktor predisposisi lain
yang juga dihubungkan dengan ulkus peptikum mencakup penggunaan
kronis obat anti inflamasi nonsteroid (NSAID). Minum alkohol dan
merokok berlebihan. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa ulkus
lambung dapat dihubungkan dengan infeksi bakteri dengan agens seperti
Helicobacter pylori. Adanya bakteri ini meningkat sesuai dengan usia.
Ulkus karena jumlah hormon gastrin yang berlebihan, yang diproduksi
oleh tumor (gastrinomas-sindrom zolinger-ellison) jarang terjadi. Ulkus
stress dapat terjadi pada pasien yang terpajan kondisi penuh stress.

9
2.1.4 Patofisiologi
Ulkus peptikum terjadi pada mukosa gastroduodenal karena
jaringan ini tidak dapat menahan kerja asam lambung pencernaan (asam
hidrochlorida dan pepsin). Erosi yang terjadi berkaitan dengan peningkatan
konsentrasi dan kerja asam pepsin, atau berkenaan dengan penurunan
pertahanan normal dari mukosa. Mukosa yang rusak tidak dapat mensekresi
mukus yang cukup bertindak sebagai barier terhadap asam klorida.
Permukaan epitelium dari lambung atau usus rusak dan berulkus dan
hasil dari inflamasi menyebar sampai ke dasar mukosa dan submukosa.
Asam lambung dan enzim pencernaan memasuki jaringan menyebabkan
kerusakan lebih lanjut pada pembuluh darah dan jaringan di sekitarnya
(Keshav, 2004).

10
Sekresi lambung terjadi pada 3 fase yang serupa:
1) Sefalik
Fase pertama ini dimulai dengan rangsangan seperti pandangan, bau
atau rasa makanan yang bekerja pada reseptor kortikal serebral yang pada
gilirannya merangsang saraf vagal. Intinya, makanan yang tidak
menimbulkan nafsu makan menimbulkan sedikit efek pada sekresi
lambung. Inilah yang menyebabkan makanan sering secara konvensional
diberikan pada pasien dengan ulkus peptikum. Saat ini banyak ahli
gastroenterologi menyetujui bahwa diet saring mempunyai efek
signifikan pada keasaman lambung atau penyembuhan ulkus. Namun,
aktivitas vagal berlebihan selama malam hari saat lambung kosong
adalah iritan yang signifikan.
2) Fase lambung
Pada fase ini asam lambung dilepaskan sebagai akibat dari rangsangan
kimiawi dan mekanis terhadap reseptor dinding lambung. Refleks vagal
menyebabkan sekresi asam sebagai respon terhadap distensi lambung
oleh makanan.
3) Fase usus
Makanan dalam usus halus menyebabkan pelepasan hormon
(dianggap menjadi gastrin) yang pada waktunya akan merangsang
sekresi asam lambung. Pada manusia, sekresi lambung adalah campuran
mukokolisakarida dan mukoprotein yang disekresikan secara kontinyu
melalui kelenjar mukosa. Mukus ini mengabsorpsi pepsin dan
melindungi mukosa terhadapasam. Asam hidroklorida disekresikan
secara kontinyu, tetapi sekresimeningkat karena mekanisme neurogenik
dan hormonal yang dimulai dari rangsangan lambung dan usus. Bila
asam hidroklorida tidak dibuffer dan tidak dinetralisasi dan bila lapisan
luar mukosa tidak memberikanp erlindungan asam hidroklorida bersama
dengan pepsin akan merusak lambung. Asam hidroklorida kontak hanya
dengan sebagian kecil permukaan lambung. Kemudian menyebar ke
dalamnya dengan lambat. Mukosa yang tidak dapat dimasuki disebut

11
barier mukosa lambung. Barier ini adalah pertahanan utama lambung
terhadap pencernaan yang dilakukan oleh sekresi lambung itu sendiri.
Factor lain yang mempengaruhi pertahanan adalah suplai darah,
keseimbangan asambasa, integritas sel mukosa, dan regenerasi epitel.
Oleh karena itu, seseorang mungkin mengalami ulkus peptikum karena
satu dari dua faktor ini :
1. Hipersekresi asam lambung
2. Kelemahan barier mukosa lam
Apapun yang menurunkan yang mukosa lambung atau yang merusak
mukosa lambung adalah ulserogenik, salisilat dan obat antiinflamasi
nonsteroid lain, alcohol, dan obat antiinflamasi masuk dalam
(gastrinoma) dicurigai bila pasien datang kategori ini.Sindrom Zollinger-
Ellison dengan ulkus peptikum berat atau ulkus yang tidak sembuh
denganterapi medis standar. Sindrom ini diidentifikasi melalui temuan
berikut :hipersekresi getah lambung, ulkus duodenal, dan
gastrinoma(tumor selistel) dalam pancreas. 90% tumor ditemukan dalam
gastric triangle yang mengenai kista dan duktus koledokus, bagian kedua
dan tiga dari duodenum, dan leher korpus pankreas. Kira-kira dari
gastrinoma adalah ganas (maligna).
2.1.5 Faktor Resiko
1). Rokok dan Konsumsi Alkohol

Merokok dan alkohol. Konsumsi alkohol dan merokok merupakan


faktor risiko. Alkohol kronis mengganggu penghalang mukosa lambung
dengan menghambat enzim reseptor COX 1 yang mengurangi produksi
prostaglandin sitoprotektif. Merokok menyebabkan pengurangan faktor
pertumbuhan epidermal yang beredar dan meningkatkan produksi radikal
bebas pada mukosa lambung. Meskipun beberapa penelitian telah
menemukan korelasi antara merokok dan pembentukan ulkus. Lebih
lanjut, lebih spesifik dalam mengeksplorasi risiko yang terlibat dan
mendapati bahwa merokok dengan sendirinya mungkin tidak banyak

12
faktor risiko kecuali dikaitkan dengan infeksi H.pylori. Peneliti di
Denmark dalam rangkaian 2416 subjek menemukan bahwa merokok
tembakau dan infeksi H.pylori adalah faktor risiko utama untuk PUD
pada orang dewasa Denmar .Studi telah menemukan bahwa konsumsi
alkohol meningkatkan risiko bila dikaitkan dengan H.pyloriinfection,
tampaknya tidak secara independen meningkatkan risiko. Bahkan
digabungkan dengan H.pyloriiMnfeksi, kenaikannya sederhana
dibandingkan dengan faktor risiko utama. Satarasinghe dan rekannya
dalam rangkaian 1500 pasien yang menemukan alkohol merupakan
faktor penyebab sepertiga pasien pendarahan gastrointestinal (IGIB).
(Mustafa M, 2015)
3). Faktor Psikologi
Faktor psikologis walaupun belum diketahui dengan pasti
mekanismenya, juga dapat meningkatkan resiko ulkus peptikum. Stres
psikologi dapat menyebabkan perilaku menyimpang seperti
meningkatkan konsumsi rokok, konsumsi alkohol, penggunaan obat-
obatan dan kurang tidur yang bisa menyebabkan pertahanan mukosa
rusak sehingga bisa mengarah pada ulkus. Perilaku menyimpang tadi
juga bisa menyebabkan sekresi asam berlebihan, aliran darah berkurang,
motilitas lambung meningkat, motilitas usus menurun sehingga
menyebabkan jumlah asam yang memasuki usus meningkat. Kekebalan
tubuh juga dapat menurunsehingga mudah terinfeksi Helicobacter
pylori yang dapat menyebabkan ulkus (Mustafa M.2005)
Beberapa faktor risiko yang memudahkan terjadinya ulkus peptikum
pada pengguna NSAIDs adalah :
• Umur tua (> 60 tahun)
• Riwayat adanya tukak peptic sebelumnya
• Dyspepsia kronik
• Intoleransi terhadap penggunaan NSAIDs sebelumnya
• Jenis, dosis dan lamanya penggunaan NSAIDs

13
•Penggunaan secara bersamaan dengan kortikosteroid, antikoagulan dan
penggunaan 2 jenis NSAIDs bersamaan
• Penyakit penyerta lainnya.
2.1.6 Manifestasi Klinis
Ulkus biasanya sembuh sendiri tetapi dapat timbul kembali. Nyeri
dapat timbul selama beberapa hari atau minggu dan kemudian berkurang
atau menghilang. Gejala bervariasi tergantung lokasi ulkus dan usia
penderita. Contohnya anak-anak dan orang tua biasanya tidak memiliki
gejala yang sering didapat atau tidak ada gejala sama sekali. Oleh karena itu
ulkus biasanya diketahui ketika komplikasi terjadi. Hanya setengah dari
penderita ulkus duodenum mempunyai gejala yang sama seperti perih, rasa
seperti terbakar, nyeri, pegal, dan lapar. Rasa nyeri berlangsung terus-
menerus dengan intensitas ringan sampai berat biasanya terletak di bawah
sternum. Kebanyakan orang yang menderita ulkus duodenum, nyeri
biasanya tidak ada ketika bangun tidur tetapi timbul menjelang siang.
Minum susu dan makan (yang menyangga keasaman PH lambung) atau
meminum obat antasida mengurangi nyeri, tapi mulai timbul kembali
setelah 2 atau 3 jam kemudian.
Gambaran klinis utama ulkus peptikum adalah kronik dan nyeri
epigastrium. Nyeri biasanya timbul 2 sampai 3 jam setelah makan atau pada
malam hari sewaktu lambung kosong. Nyeri ini seringkali digambarkan
sebagai teriris, terbakar atau rasa tidak enak. Remisi dan eksaserbasi
merupakan ciri yang begitu khas sehingga nyeri di abdomen atasyang
persisten. Pola nyeri-makan-hilang ini dapat saja tidak khas pada ulkus
peptikum. Bahkan pada beberapa penderita ulkus peptikum makanan dapat
memperberat nyeri. Biasanya penderita ulkus peptikum akan mengalami
penurunan berat badan. Sedangkan penderita ulkus duodenum biasanya
memiliki berat badan yang tetap (Wilson dan Lindseth, 2005).
Penderita ulkus peptikum sering mengeluh mual, muntah dan
regurgitasi.Timbulnya muntah terutama pada ulkus yang masih aktif, sering
dijumpai pada penderita ulkus peptikum daripada ulkus duodenum,

14
terutama yang letaknya di antrum atau pilorus. Rasa mual disertai di pilorus
atau duodenum. Keluhan lain yaitu nafsu makan menurun, perut kembung,
perut merasa selalu penuh atau lekas kenyang, timbulnya konstipasi sebagai
akibat instabilitas neromuskuler dari kolon (Akil, 2006). Penderita ulkus
peptikum terutama pada ulkus duodenum mungkin dalam mulutnya merasa
dengan cepat terisi oleh cairan terutama cairan saliva tanpa ada rasa.
Keluhan ini diketahui sebagai water brash. Sedang pada lain pihak
kemungkinan juga terjadi regurgitasi pada cairan lambung dengan rasa yang
pahit (Akil, 2006). Secara umum pasien ulkus gaster mengeluh dispepsia.
Dispepsia adalah suatu sindrom atau kumpulan keluhan beberapa penyakit
saluran cerna seperti mual, muntah, kembung, nyeri ulu hati, sendawa atau
terapan, rasa terbakar, rasa penuh ulu hati dan cepat merasa kenyang
(Tarigan, 2009).
Nyeri yang dapat membangunkan orang ketika malam hari juga
ditemukan. Seringkali nyeri timbul sekali atau lebih dalam sehari selama
beberapa minggu dan hilang tanpa diobati. Namun, nyeri biasanya timbul
kembali 2 tahun kemudian dan terkadang juga dalam beberapa tahun
kemudian. Penderita biasanya akan belajar mengenai pola sakitnya ketika
kambuh (biasanya terjadi ketika stres). Makan bisa meredakan sakit untuk
sementara tetapi bisa juga malah menimbulkan sakit. Ulkus lambung
terkadang membuat jaringan bengkak (edema) yang menjalar ke usus halus,
yang bisa mencegah makanan melewati lambung. Blokade ini bisa
menyebabkan kembung, mual, atau muntah setelah makan. (Keshav, 2004).

15
2.1.7 Diagnosis
1. Endoskopi
Endoskopi merupakan referensi standar untuk diagnosis dari ulkus
peptikum. Salah satu kekurangan utamanya adalah biaya yang tinggi di
beberapa negara seperti
Amerika Serikat. Keputusan
untuk melakukan endoskopi
pada pasien yang diduga
menderita ulkus peptikum
didasarkan pada beberapa
faktor. Pasien dengan
komplikasi ulkus peptikum
seperti pendarahan memerlukan
evaluasi endoskopi untuk
mendapatkan diagnosis yang
akurat agar pengobatannya
berhasil.

2. Radiografi
Pemeriksaan radiografi pada saluran gastrointestinal bagian atas
juga bisa menunjukkan ulkus peptikum. Salah satu kekurangannya adalah
paparan radiasi. Keuntungan
endoskopi bisa melakukan biopsi
mukosa untuk mendiagnosa
Helicobacterpylori, sedangkan
radiografi terbatas dalam praktik
dunia kedokteran modern (Vakil,
2010).

16
2.1.8 Komplikasi
Perforasi pada tukak lambung dan duodenum dapat memberikan
kesan perdarahan saluran cerna atas. Perdarahan ini biasanya diakibatkan oleh
erosi dinding arteri karena penetrasi. Proses ini terjadi di bagian belakang dan
ditandai dengan hematemesis, melena, hematozkezia. Perforasi lambung dan
duodenum bagian depan menyebabkan peritonitis akut. Pasien yang
mengalami perforasi ini tampak kesakitan hebat seperti di tikam di perut.
Nyeri timbul mendadak terutama di daerah epigastrium akibat rangsangan
peritoniumoleh asam lambung, empedu, dan enzim pancreas. Cairan lambung
dan deudenum akan mengalir ke parakolika kanan dan menumbulkan nyeri
perut kanan bawah kemudian menyebar ke seluruh perut. Pada awal perforasi
yang belum terjadi infeksi bakteri disebut peritonitis kimiawi. Nyri pada bahu
menunjukkan adanya rangsangan peritoneum di permukaan bawah
diafragma.rangsangan peritoneum menimbulkan nyeri tekan dan defans
muskuler. Pekak hepar bisa menghilang akibat adanya udara dibawah
diafragma. Peristaltic usus juga menurun sampai hilang akibat kelumpuhan
usus sementara. Bila terjadi peritonitis bakteria bisa meimbulkan gejala suhu
badan yang meningkat, takikardi, dan hipotensi dan pasien tampak letargik
karena syok toksik. (sjamsuhidajat-de jong, 2010)
Obstruksi Lambung. Tukak kronik di dekat pylorus menyebabkan
fibrosis yang dapat berlanjut membentuk striktur pada awalnya terjadi
sumbatan partial, kemudian eksaserbasi akut akan menyebabkan uedema
mukosa dan spasme sfingter pylorus yang mendorong terjadinya sumbatan
total (sjamsuhidajat-de jong, 2010). Obstruksi pada pylorus menyebabkan
keluhan muntah dan dehidrasi berulang. Hipocloremik alkalosis terjadi akibat
hilangnya asam hydrochloric pada sekresi lambung. Hipokalemi juga bisa
terjadi akibat kompensasi sekunder oleh ginjal karena alkalosis.(Michael J.
Zinner, 2013)

17
2.1.9 Penatalaksanaan
Beberapa faktor mempengaruhi penyembuhan ulkus dan
kemungkinan untuk kambuh. Faktor yang reversibel harus diidentifikasi
seperti infeksi Helicobacterpylori, penggunaan NSAID dan merokok. Waktu
penyembuhan ulkus tergantung pada ukuran ulkus. Ulkus lambung yang besar
dan kecil bisa sembuh dalam waktu yang relatif sama jika terapinya efektif.
Ulkus yang besar memerlukan waktu yang lebih lama untuk sembuh (Soll,
2009). Secara garis besar pengelolaan penderita dengan ulkus peptikum
adalah sebagai berikut:
1. Non – farmakologi
a. Istirahat
Secara umum pasien ulkus dianjurkan pengobatan rawat jalan, bila
kurangberhasil atau ada komplikasi baru dianjurkan rawat inap.
Penyembuhan akan lebih cepatdengan rawat inap walaupun
mekanismenya belum jelas, kemungkinan oleh bertambahnya jam
istirahat, berkurangnya refluks empedu, stress dan penggunaan analgesik.
Stress dan kecemasan memegang peran dalam peningkatan asam lambung
danpenyakit ulkus (Tarigan, 2009).
b. Diet
Makanan lunak apalagi bubur saring, makanan yang mengandung susu
tidak lebih baik daripada makanan biasa, karena makanan halus akan
merangsang pengeluaran asam. Cabai, makanan merangsang, makanan
mengandung asam dapat menimbulkan rasa sakit pada beberapa pasien
ulkus dan dispepsia non ulkus, walaupun belum dapat dibuktikan
keterkaitannya. Alkohol belum terbukti mempunyai efek yang merugikan.
Air jeruk yang asam, coca-cola, bir, kopi tidak mempunyai pengaruh
ulserogenik pada mukosa lambung tetapi dapat menambah sekresi asam
dan belum jelas dapat menghalangi penyembuhan ulkus dan sebaiknya
diminum jangan pada waktu perut sedang kosong (Tarigan, 2009).

18
c. Tidak merokok
Merokok menghalangi penyembuhan ulkus peptikum kronik,
menghambat sekresi bikarbonat pankreas, menambah keasaman bulbus
duodenum, menambah refluks duogenogastrik akibat relaksasi sfingter
pilorus sekaligus meningkatkan kekambuhan ulkus (Tarigan, 2009).
2. Farmakologi
a. Antagonis Reseptor H2
Antagonis Reseptor H2 mengurangi sekresi asam lambung dengan
cara berkompetisi dengan histamin untuk berikatan dengan reseptor H2
pada sel parietal lambung. Bila histamin berikatan dengan H2 maka
akan dihasilkan asam. Dengan diblokirnya tempat ikatan antara histamin
dan reseptor digantikan dengan obat-obat ini, maka asam tidak akan
dihasilkan. Efek samping obat golongan ini yaitu diare, sakit kepala,
kantuk, lesu, sakit pada otot dan konstipasi (Berardy and Lynda,
2005).Contoh obat seperti Simetidin, Ranitidine, Famotidin, Nizatidin
(Lacy et al, 2008). Kemampuan antagonis reseptor H2 menurunkan
asam lambung disamping dengan toksisitas rendah merupakan
kemajuan dalam pengobatan penyakit. Hasil dari beberapa uji klinik
menunjukkan obat-obat ini dapat menjaga gejala dengan efektif selama
episode akut dan mempercepat penyembuhan ulkus duodenal (Ghosh
dan Kinnear, 2003).
b. PPI (Proton Pump Inhibitor)
Mekanisme kerja PPI adalah memblokir kerja enzim KH ATPase
yang akan memecah KH ATP akan menghasilkan energi yang
digunakan untuk mengeluarkan asam dari kanalikuli serta parietal ke
dalam lumen lambung. Pemakaian jangka panjang dapat menimbulkan
kenaikan gastrin darah dan dapat menimbulkan tumor karsinoid pada
tikus percobaan. Pada manusia belum terbukti gangguan keamanannya
pada pemakaian jangka panjang (Tarigan, 2009). Penghambat pompa
proton dimetabolisme dihati dan dieliminasi di ginjal. Dengan
pengecualian penderita disfungsi hati berat, tanpa penyesuaian dosis

19
pada penyakit liverdan penyakit ginjal. Dosis Omeprazol 20-40 mg/hr,
Lansoprazol 15-30 mg/hr, Rabeprazol 20 mg/hr, Pantoprazol 40 mg/hr
dan Esomeprazol 20-40 mg/hr (Lacy et al, 2008). Inhibitor pompa
proton memiliki efek yang sangat besar terhadap produksi asam.
Omeprazol juga secara selektif menghambat karbonat anhidrase mukosa
lambung, yang kemungkinan turut berkontribusi terhadap sifat suspensi
asamnya (Parischa dan Hoogerwefh, 2008). Efek samping obat
golongan ini jarang, meliputi sakit kepala, diare, konstipasi, muntah, dan
ruam merah pada kulit. Ibu hamil dan menyusui sebaiknya menghindari
penggunaan PPI (Lacyet al, 2008).
c. Sulkralfat
Pada kondisi adanya kerusakan yang disebabkan oleh asam,
hidrolisis proteinmukosa yang diperantarai oleh pepsin turut
berkontribusi terhadap terjadinya erosi danulserasi mukosa. Protein ini
dapat dihambat oleh polisakarida bersulfat. Selain menghambat
hidrolisis protein mukosa oleh pepsin, sulkrafat juga memiliki efek
sitoprotektif tambahan, yakni stimulasi produksi lokal prostagladin dan
faktor pertumbuhan epidermal (Parischa dan Hoogerwefh, 2008). Dosis
sulkralfat 1gram 4x sehari atau 2gram 2x sehari. Efek samping yang
sering dilaporkan adalah konstipasi, mual dan mulut kering (Berardi dan
Lynda, 2005).
d. Antasida
Pada saat ini antasida digunakan untuk menghilangkan keluhan
nyeri dan obat dispepsia. Mekanisme kerjanya menetralkan asam
lambung secara lokal. Preparat yang mengandung magnesium akan
menyebabkan diare sedangkan aluminium menyebabkan konstipasi.
Kombinasi keduanya saling menghilangkan pengaruh sehingga tidak
terjadi diare dan konstipasi. Dosis: 3 x 1 tablet, 4 x 30 cc (3 kali sehari
malam dan sebelumtidur). Efek samping diare, berinteraksi dengan obat
digitalis, barbiturat, salisilat, dankinidin (Tarigan, 2009).

20
3. Tindakan Operasi
Tujuan utama dari terapi pembedahan pada ulkus peptikum
perforasi adalah untuk menekan faktor agresif terutama sekresi asam
lambung dan pepsin terhadap patogenesis ulkus peptikum dan untuk
mengeluarkan tempat yang paling resisten di antrum dan mengoreksi
statis di lambung (Akil, 2006). Indikasi operasi ulkus peptikum:
1. Gagal pengobatan.
2. Adanya komplikasi perforasi, pendarahan dan obstruksi.
3. Ulkus peptikum dengan sangkaan keganasan (Tarigan, 2009).
Tindakan pembedahan ada dua macam yaitu reseksi bagian distal
lambung atau gastrektomi sebagian (partial gastrectomy) dan Vagotomi
yang bermanfaat untuk mengurangi sekresi asam lambung terutama pada
ulkus duodenum (Akil, 2006).

Gambar 4. Macam-Macam Prosedur Operasi

Maksud pembedahan pada tukak peptic yang membandel adalah


mengurangi sekresi asam lambung melalui vagotomi trunkus, vagotomi
selektif atau sangat selektif dan/atau dengan pengangkatan jaringan yang
mensekresi gastrin melalui pengangkatan antrum (gastrektomi parsial) dan
di ikuti dengan rekontruksi.

21
Gambar 5. Vagostomi Trukus dan Vagostomi Selektif
Vagotomi dan penyaliran. Vagotomi trunkus dan vagotomi selektif
akan murunkan produksi asam lambung tetapi akan menyebabkan retensi
lambung karena cabang saraf Laterjet yang mensyarafi anrum dan pylorus
juga ikut terpotong. Untuk itu diperlukan penyaliran berupa piloroplastik
atau gastroyeyunostomi untuk menjamin pengosongan lambung
(sjamsuhidajat-de jong, 2010).

22
Batang tunggal vagal anterior biasanya diidentifikasi di anterior
tengah esophagus, 2-4 cm di atas gastroesofageal junction. Panjang saraf 2
cm diikat dan klip diaplikasikan di bawah penjepit; perdarahan kecil di –
cauterized dengan tepat. Jika belum selesai, eshopagus harus lebih banyak
dimobilisasi untuk jarak 4-5 cm di atas gastroesofageal junction. .(Michael
J. Zinner, 2013)
Batang vagal posterior itu sendiri biasanya akan teridentifikasi di
sepanjang tepi kanan eshophagus Jika vagus anterior telah dipisahkan,
esophagu bisa lebih mobile. Mobilitas ini memungkinkan ahli bedah untuk
menempatkan traksi ke bawah pada gastroeshofageal junction atau
sepanjang bagian paling kaudal dari kelengkungan yang lebih besar,
sehingga terjadi ketegangan lembut pada persimpangan EG, yang
menyebabkan vagus posterior menjadi "busur" dan membuatnya lebih
mudah dikenali. Segmen 2 sampai 4 cm dipisahkan dari jaringan sekitarnya,
marginnya ditandai dengan klip, dan direseksi. .(Michael J. Zinner, 2013)
Vagotomi dan Reseksi Partial Lambung. Reseksi partial meliputi
pylorus dan antrum dan bila perlu sebagian corpus lambung. Reseksi antrum
akan meurunkan gastrin sehingga produksi asam lambung akan
menurun.biasanya dilakukan recontruksi Billroth II karena radang dan
deformitas di deudenum tidak memungkinkan anastomosis Billroth I
(sjamsuhidajat-de jong, 2010)
Vagotomi Sel Parietal (Highly Slective Vagotomy) Karena
cabang vagus ke antrum dan pylorus (Saraf Leterjet dipertahankan, tidak
akan terjadi retensi oleh karena itu tidak perlu dilakukan penyaliran.
Keuntungan pendekatan ini adalah tidak ada komplikasi pasca bedah
piloropasti atau billroth II. Kerugiannya, kemungkinan kambuh lebih sering
dibandingkan dua jenis operasi terdahulu (Sjamsuhidajat-de jong, 2010)
Secara konseptual, operasi dibagi menjadi empat tahap: (1)
membuka dan mobilisasi lambung; (2) pembedahan bagian anterior
omentum yang lebih rendah; (3) pembedahan bagian posterior omentum

23
yang lebih rendah; dan (4) pembedahan serat vagal yang berjalan ke perut
di sepanjang esophagus distal.

Gambar 6 Highly Slective


Vagotomy.
A. Ilustrasi garis pembedahan
bagian anterior ligamentum
gastrohepatik.
B. Pembedahan dilakukan,
mulai hanya proksimal ke
crow’s foot dan membentang
ke atas, ke kiri
gastroesofageal junction.

Gambar 7 Vagotomi sel


parietal.
A. Garis pembedahan bagian
posterior ligamen
gastrohepatik diilustrasikan.
B. Pembedahan dilakukan
melalui celah yang dibuat
oleh pembedahan awal bagian
anterior.

24
Pyloroplasty yang paling cepat dilakukan adalah prosedur Heineke-
Mikulicz. Hal ini sulit dilakukan jika daerah pilorus yang sangat rusak.
Operasi biasanya dilakukan dalam pengaturan operasi darurat untuk
pendarahan atau perforasi tukak lambung atau duodenum. Vagotomi
dilakukan, biasanya setelah pendarahan terkontrol. Jika indikasinya adalah
tukak saluran duodenum atau saluran empedu duodenum atau perforasi,
sayatan untuk pyloroplasty mungkin termasuk ulkus atau digunakan untuk
mendapatkan akses ke luka ulkus. Insisi dengan demikian adalah insisi
pyloroplasty yang direncanakan. .(Michael J. Zinner, 2013)

Gambar 8 Heinecke-
Mikulicz pyloroplasty.
A. Insisi penuh memanjang
dari 2 cm proksimal sampai 1-
2 cm distal pada cincin
pilorus.
B. Insisi ditutup secara
vertikal.
C. Ilustrasi jahitan Gambee.
D. Pyloroplasty yang sudah
selesai.

25
Rekonstruksi Billroth-I. Bila gastrektomi distal dilakukan untuk
tukak gastrik tipe I, anastomosis B-I lebih baik. Anastomosis B-I dapat
digunakan dengan aman untuk ulkus saluran duodenum atau pilorus, jika
jaringan parut pada duodenum bulb dan pilorus minimal. Jika bentuk
rekonstruksi ini direncanakan, manuver Kocher harus dilakukan sebelum
distrasi gastrektomi. Ini akan membantu meminimalkan ketegangan pada
anastomosis. Seperti ditunjukkan pada, bagian bawah dari garis staple
lambung dikeluarkan dengan eksisi dinding lambung yang hanya berada di
posterior garis stapel. Panjang garis pokok yang harus dilepas adalah lebar
tunggul duodenum. Gastroduodenostomi dilakukan dalam dua lapisan.
.(Michael J. Zinner, 2013)

Gambar 9. Operasi Billroth I


Divisi perut di luar incisura.
Stapler lambung memfasilitasi
manuver ini. Perhatikan adanya
vagotomy truncal yang sudah
dilakukan

Gambar 10. Operasi Billroth I

26
Gambar 11. Operasi Billroth I pembuatan gastroduodenostomi
dilakukan ujung ke ujung dalam dua lapisan
2.1.10 Komplikasi Post-Operative
Dumping didefinisikan sebagai sindrom klinis pasca operasi dengan
gejala gastrointestinal dan vasomotor. Penyebab pembuangan tidak pasti tapi
kemungkinan terkait dengan masuknya makanan yang masuk ke dalam usus
kecil proksimal setelah reseksi, bypass, atau pembagian sfingter pilorus.
Gejala awal Dumping terjadi dalam waktu 1 jam setelah menelan makanan
dan termasuk mual, ketidaknyamanan epigastrik, tremulousness, dan
kadang-kadang pusing atau sinkop. Gejala pembuangan akhir mengikuti
makan 1-3 jam. Gejala akhir biasanya karena hipoglikemia reaktif. .(Michael
J. Zinner, 2013)
Sebagian besar pasien yang menjalani vagotomi atau gastrektomi
tidak mengalami gejala dumping pasca operasi. Bagi pasien yang mengalami
gejala dumping ringan pada periode pasca operasi awal, perubahan pola
makan, dan waktu membawa perbaikan pada semua tapi sekitar 1-2%. Bagi
mereka yang tetap bertahan simtomatik, analog somatostatin yang bekerja
lama, octreotide, memperbaiki gejala pengosongan saat diberikan secara
subkutan sebelum makan. .(Michael J. Zinner, 2013)
Diare pasca bedah lambung biasanya ringan saja. Diare ini bersifat
terus menerus atau episodic.penyebab yang dapat di curigai adalah
berkurangnnya atau hilangnya efek bakterisida lambung dan pengosongan
lambung terlalu cepat akibat hilangnya efek sfingter dan denervasi nervus

27
vagus pada system bilier, pancreas dan usus halus. (Sjamsuhidajat-de jong,
2010)
Pengobatan juga bersifat konservatif dengan menghindari minum
susu, makan makanan basah dan manis. Dapat diberikan codein atau
difenoksilat untuk mengurangi diare. Kolesterain kadang menolong karena
mengikat asam empedu. (Sjamsuhidajat-de jong, 2010)
Gangguan Absorbsi. Steatore dapat timbul setelah vagostomi,
piloroplasti, atau gastreknomi.steatore diduga karena pencampuran empedu,
cairan pancreas dan makanan tidak sejalan. Oleh karenaitu terjadi gangguan
penyerapan vitamin larut lemak misalnya vit D dan vit K. akibat lanjutannya
adalah gangguan koagulasi dan malabsorbsi kalsium yang bisa berakibat
osteomalasia. (Sjamsuhidajat-de jong, 2010)
Gangguan absorbs vit B12 karena defisiensi factor intrinsic dapat
menyebabkan anemia pernisiosa sedangkan gangguan absorbsi besi dapat
menyebabkan anemia defisiensi besi. Berbagai macam gangguan absorbs
trsebut dapat menyebabkan penurunan berat badan. (Sjamsuhidajat-de jong,
2010)

28
DAFTAR PUSTAKA

Aberg, J.A., Lacy,C.F, Amstrong, L.L, Goldman, M.P, and Lance, L.L., Drug
Information Handbook, 17th edition, Lexi-Comp for the American
Pharmacists Association, 2009

Akil, H.A.M, Tukak duodenum, dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, editor Aru
W. Sudoyo, dkk., Edisi VI, FKUI, 2007. p. 1792-1797

Berardy, R., & Lynda, S., 2005, Peptic Ulcer Disease dalam Pharmacotherapy a
Pathophysiologic Approach, Sixth Edition, McGraw-Hill, Medical
Publishing Division by The McGraw-Hill Companies, 629–648.

Del John. Peptic ulcer disease and related disorders. In: Kasper DL, Braunwald E,
et al (eds). Harrison’s principles of internal medicine 19th editions. United
States: McGraw-Hill Companies; 2005. p. 1746-1756.

Goldman and Becklake. Peptic Ulser, Johns Hopkins Hospital. Baltimore, Amerika
Serikat. 2010

Hoogerwerf, W.A., & Pasricha, P.J., 2006. Pharmacotherapy of gastric acidity,


peptic ulcers, and gastroesophageal reflux disease. In: Brunton, L.L., Lazo,
J.S., Parker, K.L. (Eds.)

Keshav S. 2004. The gastrointestinal system at a glance. 1st ed. Massachusetts:


Blackwell Science. p.36-9

Lindseth,Glenda N.2005. Gangguan Hati, Kandung Empedu dan Pankreas dalam


Patofisiologi Prince,Sylvia A., Wilson, Larraine M. Patofisiologi: konsep
klinis proses-proses penyakit. Vol. 1,Edisi 6. Jakarta:EGC. pp: 472-515.

Ramakrishnan, K. Frcse & Salinas, C.R, Peptic Ulser Disease, University of


Oklahoma Health Sciences Center, Oklahoma City, Oklahoma.
2007;76:1005-12, 1013

Sanusi, Iswan A. Tukak lambung. Dalam: Rani, Aziz, Simadibrata M, Syam AF,
editors. Buku Ajar Gastroenterologi. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu
Penyakit Dalam; 2011.

Sjamsuhidayat R, Wim de Jong, 2004.Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2, Jakarta :


EGC, 650-655

29
Taregan. P, Tukak gaster, dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, editor Aru W.
Sudoyo, dkk., Edisi VI, FKUI, 2007. p. 1781-1791

Vakil, N., 2010. Chapter 52: Peptic Ulcer Disease. Dalam: Feldman, M., et al.
Sleisenger and Fordtran’s Gastrointestinal and Liver Disease
Pathophysiology/ Diagnosis/ Management 9th ed Vol 1. USA: Saunders
Elsevier

Wadie I. Najm, Peptic Ulser Disease, Department of Family Medicine & Geriatrics,
Susan Samueli Center of Integrative Medicine, University of California,
2011

Zinner J. Michal, Ashley W. Stanley, Maingot’s Abdominal Operation 12th ed,


McGraw-Hill, 2013 p.443-462, p.509-543

30

Anda mungkin juga menyukai