Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

Paralisis periodik (PP) adalah sekelompok kelainan otot rangka yang bersifat episodik
dalam waktu yang singkat. Kelemahan otok rangka pada paralisis periodik bersifat hiporefleks,
dengan atau tanpa myotonia, tanpa adanya defisit sensorik dan penurunan kesadaran. Derajat
dan durasi dari kelemahan otot bervariasi, mulai dari beberapa menit hingga beberapa hari.
Kelemahan dalam serangan dapat berisifat umum maupun fokal.1
Paralisis periodik merupakan penyakit yang relatif langka. Frekuensi dari paralisis
periodik tidak begitu diketahui secara pasti. Paralisis periodik hipokalemik memiliki prevalensi
1:100.000 populasi.1,2
Paralisis periodik hipokalemi ditegakkan berdasarkan kadar kalium darah rendah
(kurang dari 3,5 mmol/L (0,9–3,0 mmol/L) pada waktu serangan, riwayat mengalami episode
flaccid paralysis dengan pemeriksaan lain dalam batas normal.3
Periodik paralisis hiperkalemik merupakan kelainan bersifat autosomal dominan
sodium channelopathy.4

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1.DEFINISI
Paralisis periodik (PP) adalah sekelompok kelainan otot rangka yang bersifat episodik
dalam waktu yang singkat. Kelemahan otok rangka pada paralisis periodik bersifat
hiporefleks, dengan atau tanpa myotonia, tanpa adanya defisit sensorik dan penurunan
kesadaran. Derajat dan durasi dari kelemahan otot bervariasi, mulai dari beberapa menit
hingga beberapa hari. Kelemahan dalam serangan dapat berisifat umum maupun fokal.1
Pada awal perjalanan penyakit, kekuatan otot di sela-sela serangan pada paralisis
periodik primer atau familial adalah normal, namun setelah serangan bertahun-tahun,
kelemahan interiktal terjadi dan mungkin progresif. Gangguan-gangguan ini bisa di cegah
atau bahkan dapat disembuhkan.1

2.2.EPIDEMIOLOGI
Paralisis periodik merupakan penyakit yang relatif langka. Frekuensi dari paralisis
periodik tidak begitu diketahui secara pasti. Paralisis periodik hipokalemik memiliki
prevalensi 1:100.000 populasi.1,2
Paralisis periodik tirotoksik lebih sering terjadi pada laki-laki (85%) di asia dengan
frekuensi mencapai 2%.1,2

2.3.ETIOLOGI
Paralisis periodik biasanya terjadi defek pada terowong mikroskopik (channel) dalam
sel otot. Paralisis periodik primer disebabkan oleh mutase gen tunggal sehingga
menyebabkan timbulnya kelainan pada kanal kalsium, kalium, natrium, dan klorida pada
sel-sel membran otot. Paralisis periodik sekunder disebabkan oleh beberapa penyebab.
Penggunaan obat-obatan seperti ACEI inhibitor, angiotensin-II-receptor-blocker, diuretic
atau carbenoxolone dapat memberi petunjuk terjadinya paralisis periodik sekunder.1
Berikut merupakan penyebab dari paralisis periodik sekunder1:
a. Paralisis periodik hipokalemik:
- Tirotoksikosis
- Thiazide atau loop-diuretic induced

2
- Nefropati yang menyebabkan kehilangan kalium
- Drug-induced: gentamicin, carbenicillin, amphotericin-B, turunan tetrasiklin,
vitamin B12, alkohol, carbenoxolone
- Hiperaldosteron primer atau sekunder
- Keracunan akut akibat menelan barium karbonat sebagai rodentisida
- Gastro-intestinal potassium loss
b. Paralisis periodik hiperkalemik:
- Gagal ginjal kronis
- Terapi ACE-inhibitor dosis tinggi, atau nefropati diabetik lanjut
- Suplemen kalium jika digunakan bersama potassium sparing diuretics
(spironolactone, triamterene, amiloride) dan atau ACE-inhibitors
- Paramyotonia congenita-periodic paralysis terjadi spontan atau dipicu oleh
paparan suhu dingin.

2.4. PATOFISIOLOGI
a. Paralisis periodik hipokalemik
Paralisis periodik hipokalemi ditegakkan berdasarkan kadar kalium darah rendah
(kurang dari 3,5 mmol/L (0,9–3,0 mmol/L) pada waktu serangan, riwayat mengalami
episode flaccid paralysis dengan pemeriksaan lain dalam batas normal.3
Kadar kalium plasma adalah hasil keseimbangan antara asupan kalium dari luar,
ekskresi kalium, dan distribusi kalium di ruang intra dan ekstraselular. Sekitar 98%
kalium total tubuh berada di ruang intraselular, terutama di sel otot rangka. Secara
fisiologis, kadar kalium intrasel dipertahankan dalam rentang nilai 120-140 mEq/L dan
ekstrasel dalam rentang 3,5-5,5 mEq/L melalui kerja enzim Na+-K+-ATPase. Kanal ion
di membran sel otot berfungsi sebagai pori tempat keluar-masuknya ion dari/ke sel otot.
Dalam keadaan depolarisasi, gerbang kanal ion akan menutup dan bersifat impermeabel
terhadap ion Na+ dan K+, sedangkan dalam keadaan repolarisasi (istirahat), gerbang
kanal ion akan membuka, memungkinkan keluar-masuknya ion natrium dan kalium
serta menjaganya dalam keadaan seimbang.4
Paralisis periodik hipokalemi merupakan kelainan autosomal dominan yang
diwariskan, dimana terjadi gangguan pada saluran ion voltage-gated yang bermutasi
(biasanya kalsium atau sodium, paling jarang pada potassium) mengakibatkan kelainan
eksitasi sarkolema. Kelainan ini disebabkan oleh disfungsi gen reseptor dihidropiridin

3
dikodekan oleh gen pada kromosom 1q31-32. Reseptor adalah calcium channel yang
bersama dengan reseptor ryanodine berperan dalam proses coupling pada eksitasi
kontraksi otot. Kelemahan otot terjadi karena kegagalan otot rangka dalam menjaga
potensial istirahat (resting potential) akibat adanya mutasi gen CACNL1A3, SCN4A,
dan KCNE3 yakni gen yang mengontrol gerbang kanal ion (voltage gated ion channel)
natrium, kalsium, dan kalium pada membran sel otot.5

Gambar 1. Mutasi gen CACNL1A3, SCN4A, dan KCNE3.


(Sumber: Naganand Sripathi. Periodic paralysis. 2017. Available at:
https://emedicine.medscape.com/article/1171678-overview#showall)

Mutasi dari CACNL1A3 dapat disubtitusi oleh 3 jenis protein arginine (Arg) yang
berbeda., diantaranya Arg-528-HIS, Arg-1239-HIS, dan Arg-1239-Gly.3 Mutasi gen
yang mengontrol kanal ion ini akan menyebabkan influks K+ berlebihan ke dalam sel
otot rangka dan turunnya influks kalsium ke dalam sel otot rangka sehingga sel otot
tidak dapat tereksitasi secara elektrik, menimbulkan kelemahan sampai paralisis.4
b. Paralisis periodik hiperkalemik
Periodik paralisis hiperkalemik merupakan kelainan bersifat autosomal dominan
sodium channelopathy. Pada keadaan ini kenaikan kadar kalium serum terjadi saat
serangan spontan. Mutasi utama di gen SCN4A yang mengkodekan subunit alfa dari
otot rangka voltage-gated sodium Channel Nav1.4 memicu fungi channel menjadi
terganggu, hal ini akan menyebabkan penurunan kemampuan untuk berkontraksi dan
mengakibatkan serangan kelemahan otot atau kelumpuhan. Kondisi ini mempengaruhi
kira-kira 1 di setiap 200.000 orang.6

4
Gambar 2. Mutasi gen SCN4A.
(Sumber: Naganand Sripathi. Periodic paralysis. 2017. Available at:
https://emedicine.medscape.com/article/1171678-overview#showall)

2.5.KLASIFIKASI
a. Paralisis periodik hiperkalemik
Paralisis periodik hiperkalemik adalah suatu kondisi yang menyebabkan episode
kelemahan atau kelumpuhan otot yang ekstrim, biasanya kondisi ini dimulai sejak bayi
atau kanak-kanak. Kondisi ini paling sering melibatkan ketidakmampuan secara
sementara untuk menggerakkan otot lengan dan tungkai. Episode cenderung lebih
sering terjadi sampai dengan usia pertengahan, kemudian frekuensinya akan semakin
berkurang. Faktor-faktor yang dapat memicu terjadinya serangan adalah istirahat
setelah berolahraga, makanan kaya kalium seperti pisang dan kentang, stres, kelelahan,
alkohol, kehamilan, paparan suhu dingin, obat tertentu, dan puasa. Pasien biasanya
mendeskripsikan dengan sensasi berat atau kaku pada otot. Kelemahan otot dapat
diawali dari paha dan betis, kemudian menyebar ke lengan dan leher. Kelemahan otot
daerah proksimal biasanya lebih mendominasi.6
Kekuatan otot biasanya akan kembali normal di antara serangan, walaupun banyak
orang yang tetap merasakan kekakuan ringan (myotonia), terutama pada otot wajah dan
tangan. Kebanyakan orang dengan paralisis periodik hiperkalemik mengalami
peningkatan kadar potassium dalam darah mereka (hiperkalemik) selama serangan.
Hiperkalemik tersebut terjadi ketika otot yang lemah atau lumpuh melepaskan ion
kalium ke dalam aliran darah. Serangan juga dikaitkan dengan kadar potassium normal
dalam darah (normokalemia) dalam kasus lainnya.6

5
b. Paralisis periodik hipokalemik
Paralisis periodik hipokalemik disebabkan oleh redistribusi kalium secara akut ke
dalam cairan intraselular. Paralisis periodik hipokalemik dapat terjadi secara familial
atau didapat. Contoh paralisis periodik hipokalemik yang didapat adalah paralsisis
periodik tirotoksik, sedangkan yang terjadi secara familial disebut paralisis periodik
hipokalemik familal. Hipokalemik dapat timbul karena berbagai sebab, misalnya karena
kekurangan asupan kalium melalui makanan, kehilangan kalium melalui gangguan
saluran cerna atau kulit, atau akibat redistribusi kalium ekstraselular ke dalam cairan
intraselular.4
Paralisis periodik hipokalemik terjadi karena adanya redistribusi kalium
ekstraselular ke dalam cairan intraselular tanpa defisit total kalium tubuh. Kelemahan
otot terjadi karena kegagalan otot rangka dalam menjaga potensial istirahat karena
adanya mutasi gen CACNL1A3, SCN4A, dan KCNE3, yaitu gen yang mengontrol
gerbang kanal ion natrium, kalsium, dan kalium pada membran sel otot.4
Frekuensi terjadinya serangan Paralisis Periodik Hipokalemik Familal beragam,
mulai dari beberapa kali setahun hingga dengan hampir setiap hari, sedangkan durasi
serangan dapat terjadi selama beberapa jam hingga beberapa hari. Kelemahan atau
paralisis otot pada PPHF biasanya timbul pada kadar kalium plasma <2,5 mEq/L.
Manifestasi klinis Paralisis Periodik Hipokalemik Familal antara lain berupa kelemahan
atau paralisis episodik yang intermiten pada tungkai, kemudian menjalar ke lengan.
Biasanya serangan muncul setelah tidur/istirahat dan jarang timbul saat beraktivitas,
walaupun dapat dipicu dengan aktivitas fisik. Ciri khas paralisis pada Paralisis Periodik
Hipokalemik Familal adalah kekuatan otot akan berangsur membaik pasca koreksi
kalium. Otot yang sering terkena adalah otot bahu dan pinggul; dapat juga mengenai
otot lengan, kaki, dan mata.4
Patogenesis Paralisis Periodik Tirotoksik telah lama dipikirkan terkait peningkatan
aktivitas Na+-K+ ATPase yang distimulasi oleh hormon tiroid atau hiperinsulinemia.
Tetapi hal ini tidak dapat secara pasti menjelaskan bagaimana hipokalemik terjadi
selama serangan akut atau depolarisasi paradoks yang terkait dengan potensi membran
istirahat. Paralisis Periodik Tirotoksik ditandai oleh trias kelumpuhan otot, hipokalemik
akut tanpa defisiensi K+ total, dan hipertiroidisme. Pengenalan dan penanganan dini
pada Paralisis Periodik Tirotoksik ditujukan untuk menghindari komplikasi fatal akibat
hipokalemik. Kejadian tirotoksikosis dan hipokalemik secara bersamaan tidak selalu

6
terjadi akibat Paralisis Periodik Tirotoksik. Pasien dengan hipertiroidisme mungkin
mengalami hipokalemik kronis terkait dengan penggunaan diuretik, obat pencahar,
kondisi dengan kelebihan mineralokortikoid, atau kelainan tubulus ginjal, seperti
asidosis tubulus ginjal atau sindrom Bartter's atau Gitelman. Mengacu pada penanganan
akut, dosis KCL harus diberikan secara minimal untuk menjegah rebound
hyperkalemia, dan b-blocker dapat menjadi pilihan alternatif, terutama pada pasien yang
mengalami hipokalemik yang berhubungan akibat aktivitas hiperadrenergik. Terapi,
jangka panjang dari Paralisis Periodik Tirotoksik adalah untuk menormalkan fungsi
tiroid dan mencegah seragan akut.4
c. Paralisis periodik normokalemia
Paralisis Periodik Normokalemia adalah kelainan otot yang ditandai dengan
serangan episodik kelemahan otot. Hal ini pada awalnya dianggap sebagai kondisi yang
berbeda, namun kebanyakan dokter sekarang menganggapnya sebagai varian dari
Paralisis Periodik Hyperkalemia. Orang dengan kelumpuhan periodik hyperkalemia
mengalami peningkatan kadar potasium selama serangan, sedangkan orang dengan
bentuk normokalemia tidak mengalami perubahan potasium selama serangam. Studi
telah menunjukkan bahwa kedua bentuk kondisi tersebut disebabkan oleh mutasi gen
SCN4A dan diturunkan secara autosomal dominan. Tujuan pengobatan adalah untuk
menghilangkan gejala akut dan mencegah serangan lebih lanjut.8

2.6.GEJALA KLINIS
a. Paralisis periodik hipokalemi
Paralisis Periodik Hipokalemi dapat terjadi akibat kondisi primer atau merupakan
gejala dari beberapa penyakit. Kriteria konsensus untuk mendiagnosis paralisis periodik
hipokalemi primer, diantaranya10:
 Dua atau lebih serangan kelemahan pada otot dengan serum K <3,5 mEq/L.
ATAU
 Salah satu serangan kelemahan otot pada proband dan satu serangan menyebabkan
kelemahan pada salah satu anggota keluarga dengan serum K <3,5 mEq / L.
ATAU
 Tiga dari enam gejala klinis/ laboratorium berikut ini10:
o Onset pada dekade pertama atau kedua

7
o Durasi serangan (kelemahan otot yang melibatkan satu atau lebih anggota
badan) lebih dari dua jam
o Adanya pemicu (makanan tinggi karbohidrat, onset gejala saat berisirahat
setelah berolahraga, stres)
o Adanya perbaikan gejala dengan asupan kalium
o Riwayat keluarga dengan mutasi saluran kalsium secara genetis
o Positif pada tes latihan yang lama
DAN
 Mengecualikan penyebab lain hipokalemik (ginjal, adrenal, disfungsi tiroid;
asidosis tubulus ginjal; penyalahgunaan diuretik dan pencahar)
Bagi individu yang tidak memenuhi kriteria diagnostik di atas, diagnosis HOKPP
(Hypokalemic Periodic Paralysis) primer dapat dicurigai jika seseorang individu
memiliki gejala dan tanda berikut10:
 Berkurangnya otot (flaccidity).
 Kelumpuhan secara bilateral, simetris, ascending (anggota gerak bawah terkena
lebih dahulu kemudian berlanjut ke anggota gerak atas) yang ditandai pada
kelamahan otot proksimal daripada otot distal.
 Refleks tendon dalam yang normal atau menurun dan refleks plantar yang normal
 Hipokalemik bersamaan yang biasanya disebutkan (0,9-3,0 mmol/L).
Evolusi gejala yang khas adalah sebagai berikut10:
 Onset cepat (lebih dari beberapa menit hingga beberapa jam)
 Durasi beberapa menit sampai beberapa hari
 Pemulihan secara spontan
Gejala cenderung terjadi pada keadaan berikut10:
 Istirahat setelah aktivitas fisik yang berat.
 Saat terbangun, setelah makan makanan tinggi karbohidrat pada malam
sebelumnya.
 Setelah imobilitas berkepanjangan (mis., saat perjalanan jarak jauh).
HOKPP (Hypokalemic Periodic Paralysis) primer juga dapat dipertimbangkan pada
individu yang memiliki10
 Riwayat keluarga dengan serangan paralitik pada generasi sebelumnya (ayah atau
ibu, kakek atau nenek) dan pada saudara kandung

8
 Riwayat personal yang memiliki riwayat kelumpuhan spontan sebelumnya atau
riwayat kelemahan otot akut dengan karakteristik yang telah disebutkan di atas.

Gambar 3. Algoritma pendekatan diagnosis Periodik Paralisis Hipokalemik


(Sumber: Sudung O. Pardede, Reni Fahriani. Paralisis Periodik Hipokalemik Familial. CONTINUING
MEDICAL EDUCATION. CDK-198/ vol. 39 no. 10, th. 2012)

b. Paralisis periodik hiperkalemi


Paralisis Periodik Hiperkalemi harus dicurigai pada individu dengan riwayat
klinis, keluarga, elektromirogram (EMG), dan temuan laboratorium sugestif:
Gejala11
 Adanya riwayat setidaknya dua serangan kelemahan flaksid anggota gerak (yang
mungkin juga termasuk kelemahan otot mata, tenggorokan, otot pernapasan, dan
dada)

9
 Onset atau memburuknya serangan akibat asupan potassium oral
 Manifestasi penyakit sebelum usia 20 tahun
 Tidak adanya aritmia jantung diantara serangan
 Perkembangan psikomotor normal
Riwayat keluarga11
 Biasanya, paling tidak satu keluarga tingkat pertama terpengaruh
Catatan: Tidak adanya riwayat keluarga yang menunjukkan hiperkalemik paralisis
periodik (hiperPP) tidak menghalangi diagnosis.
Elektromiogram (EMG)11
 Selama serangan tersebut, EMG menunjukkan berkurangnya jumlah unit motor atau
mungkin diam (tidak ada aktivitas sisipan atau aktivitas voluntir).
 Dalam interval antara serangan, EMG dapat menunjukkan aktivitas miotonik
(semburan potensial aksi serat otot dengan modulasi amplitudo dan frekuensi),
meskipun kekakuan miotonik mungkin tidak hadir secara klinis.
 Pada beberapa individu, terutama pada mereka yang memiliki kelemahan permanen,
pola miopati mungkin terlihat.
Catatan: Sekitar 50% individu yang terkena tidak memiliki miotonia listrik yang
terdeteksi.
Temuan laboratorium selama serangan11
 Hiperkalemik (konsentrasi kalium serum >5 mmol/L) atau peningkatan konsentrasi
kalium serum paling sedikit 1,5 mmol/L
Catatan: Konsentrasi kalium serum jarang mencapai tingkat kardiotoksik, namun
perubahan EKG (peningkatan amplitudo gelombang T) dapat terjadi.
 Peningkatan kadar serum creatine kinase (CK) (kadang-kadang 5-10x kisaran
normal)
Temuan laboratorium antara serangan11
 Konsentrasi kalium serum normal dan kekuatan otot antar serangan normal
Catatan: Pada akhir serangan, pengeluaran potassium melalui ginjal dan reuptake
kalium oleh otot dapat menyebabkan hipokalemik sementara yang dapat
menyebabkan misdiagnosis kelumpuhan periodik hipokalemik.
 Peningkatan kadar serum CK dengan konsentrasi natrium serum normal

10
2.7.DIAGNOSIS BANDING
Tabel 1. Diagnosis Banding Paralisis Periodik
Hipokalemic Normokalemic Hyperkalemic Andersen- Thyrotoxic
Periodic Periodic Periodic Tawil Periodic
Paralysis Paralysis Paralysis Syndrome Paralysis
Umur saat Akhir dekade Umur 1 tahun Variasi,
serangan pertama ke-1 atau dekade tergantung
ke-2 pada onset
tirotoksikosis
Pencetus utama Tirotoksikosis
Kelainan Tidak ada Tidak ada Tidak ada Aritmia Kemungkinan
Ekstramuskular jantung, manifestasi
yang menyertai dismorfi tirotoksikosis
Pencegahan Acetazolamide Diuretik Diuretik
serangan paralisis
Tatalaksana Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tatalaksana
kuratif gangguan
tiroid
Gen CACNA1S; SCN4A SCN4A KCNJ2 KCNJ18
penyebab/rentan SCN4A;
KCNJ18
(sporadiccases)
Gangguan Cav 1.1; Nav 1.4 Nav 1.4 Kir 2.1 Kir 6.2
saluran ion Nav 1.4;
Kir 6.2
Sumber: Vicart S, Stenberg D, Arzel-Hezode M, et al. Hypokalemic Periodic Paralysis. 2014. GeneReviews
[online] Available at https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK1338/

Kelumpuhan normo-dan hyperkalemic (normo/ hyperPP) berbeda dalam beberapa hal


dari hypokalemic periodic paralysis (HOKPP)11:
 Konsentrasi serum potasium selama serangan paralitik normal atau meningkat.
 Beberapa faktor pemicu serangan HOKPP (mis., Makanan tinggi karbohidrat) tidak
ditemukan.
 Usia onset serangan paralitik lebih rendah.
 Durasi serangan dianggap lebih pendek. Namun, masih dipertanyakan.

11
 Elektromiografi menunjukkan pelepasan miotonik pada kebanyakan individu antara
serangan;
Sindrom Andersen-Tawil (ATS) ditandai oleh tiga serangkaian kelemahan
episodic otot flaksid (yaitu kelumpuhan periodik), aritmia ventrikel dan interval QT
yang memanjang, dan anomali termasuk telinga rendah, jarak mata yang jauh,
mandibula kecil, klinodactyly lima digit, sindaktili, perawakan pendek, dan skoliosis.
Individu terkena pada dekade pertama atau kedua dengan beberapa gejala jantung
(palpitasi dan/ atau sinkop) atau kelemahan yang terjadi secara tiba-tiba setelah istirahat
yang berkepanjangan atau istirahat setelah berolahraga. Kelemahan permanen ringan
biasa terjadi. Kesulitan belajar yang ringan dan fenotipe neurokognitif yang berbeda
(yaitu defisit dalam fungsi eksekutif dan penalaran abstrak) telah dijelaskan. Gambaran
klinis lain kemungkinan: Sindrom Andersen-Tawil dapat mengekspresikan dirinya
sebagai HOKPP murni. Elektrokardiogram atau rekaman Holter-ECG antara serangan
diperlukan untuk mengevaluasi kemungkinan sindrom Andersen-Tawil. Pola respons
EMG untuk tes latihan pendek dan panjang mungkin sama. EKG harus dilakukan lagi
dalam periode interictal untuk mengevaluasi gelombang U, yang diamati pada sindrom
Andersen-Tawil.11
Kelumpuhan periodik tirotoksik (TPP) paling sering tidak familial, namun dalam
beberapa kasus mungkin ada predisposisi familial. Gambaran klinis dan biologis TPP
identik dengan episode paralitik HOKPP. Selanjutnya, pola respons EMG untuk
HOKPP keluarga famili dan TPP identik bila tirotoksikosis ada. Laki-laki asal Asia, dan
mungkin orang Amerika Latin dan Afrika Amerika, dianggap memiliki risiko lebih
besar dari pada orang-orang asal etnis / ras lainnya untuk menjadi kelumpuhan periodik
sebagai konsekuensi tirotoksikosis.11
Meskipun TPP biasanya tidak disebabkan oleh varian patogen penyebab HOKPP
klasik, asosiasi TPP dengan HOKPP dan normoPP yang didefinisikan secara genetis
telah dilaporkan. Sebuah asosiasi dengan CACNA1S 5'UTR dan intronik SNPs telah
disarankan namun belum dikonfirmasi. Varian patogen di KCNJ18 menyebabkan 1,5%
sampai 33% kasus TPP.11
Karena tirotoksikosis mungkin merupakan faktor pengendapan dari kelumpuhan
periodik hipotalamus atau normokalemik yang didefinisikan secara genetis, hal berikut
harus diukur pada orang dengan kelemahan dan hipokalemik11:
 Serum thyroid-stimulating hormone (TSH) (kisaran referensi: 0,45-4,5 μU/mL)

12
 Tiroksin bebas (FT4) (kisaran referensi: 8.0-20,0 pg/mL)
 Triiodothyronine gratis (FT3) (kisaran referensi: 1,4-4,0 pg / mL)
Catatan: (1) TSH rendah bersamaan dengan FT3 dan FT4 yang tinggi adalah
diagnostik hipertiroidisme. Pengobatan obat hipertiroid menyembuhkan TPP.
(2) TPP berbeda dengan kelumpuhan periodik hipokalemik (HOKPP); Namun,
setidaknya dua kejadian HOKPP keluarga yang didiagnosa secara genetis
dimana hipertiroid merupakan pemicu tambahan episode hipokalemik paralitik
telah dilaporkan.

2.8.PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Paralisis periodik hipokalemik
Kadar kalium serum dapat menurun selama serangan, tetapi belum tentu di bawah
normal. Kadar fosfokinase (CPK) meningkat selama serangan.2
Dalam sebuah penelitian terbaru menunjukkan pada pemeriksaan transtubular
potassiusm concentration gradient (TPCG) atau transtubular K+concentration ([K+])
gradient (TTKG) dapat digunakan untuk membedakan penyebab dari hipokalemi
periodik paralisis, apakah akibat kehilangan kalium melalui urin atau karena proses
perindahan kalium ke ruang intraselular (chanellopathy). Pemeriksaan TTKG dilakukan
pada saat serangan. Dalam kondisi normal, ginjal akan merespon hipokalemi dengan
cara menurunkan ekskresi kalium untuk menjaga homeostasis. Jika dalam kalium
plasma rendah, namun dijumpai ekskresi kalium urin yang tinggi (lebih dari 20
mmol/L), hipokalemi periodik paralisis terjadi akibat proses di ginjal. Jika TTKG >3,
hipokalemi periodik paralisis diakibatkan oleh kehilangan kalium melalui ginjal.
Namun, jika TTKG<2 hipokalemi periodik paralisis terjadi karena proses perpndahan
kalium ke ruang interselular.4
Dari pemeriksaan EKG dapat menunjukkan sinus bradikardi dan bukti hipokalemi
(gelombang T datar, gelombang U di lead II, V2, V3, dan V4 dan depresi segment ST).2
b. Paralisis periodik hiperkalemik
Kadar kalium serum dapat meningkat setinggi 5-6 mEq/L. Terkadang dapat diatas
batas normal, dan jarang mencapai kadar yang kardio toksik. Kadar natrium serum dapat
turun karena kenaikan kadar kalium. Hal ini dapat terjadi karena masuknya ion natrium
kedalam otot. Air juga bergerak pada arah ini, menyebabkan hemokonsentrasi dan
selanjutnya terjadi hiperkalemi. Hiperregulasi dapat terjadi pada akhir serangan,

13
disebabkan oleh hipokalemi. Diuresis air kretinuria, dan peningkatan kadar CPK juga
dapat terjadi pada akhir serangan. Pada pemeriksan EKG menunjukkan gelombang T
tinggi.2
Elektrodiagnosis2:
- pemeriksaan konduksi saraf
- pendinginan otot
- tes latihan pada periodik paralisis
- pemeriksaan EMG dengan elektroda jarum

2.9.PENATALAKSANAAN
a. Paralisis periodik hipokalemik2
 Hindari kegiatan fisik belebihan.
 Diet rendah karbohidrat dan rendah sodium (natrium).
 Selama serangan, suplementasi potassium oral lebih baik daripada suplementasi IV.
Suplementasi IV ini diperuntukkan bagi pasien yang mual atau tidak bisa menelan.
 Pemberian kalium oral 40-60 mEq dapat menaikkan kadar kalium sebesar 1-1,5
mEq/L, sedangkan pemberian 135-160 mEq dapat menaikkan kadar kalium sebesar
2,5-3,5 mEq/L.
 Untuk profilaksis, dichlorphenamide 50-100 mg BID dapat dipertimbangkan untuk
pengelolaan periodik paralisis hypokalemia primer. Acetazolamide adalah alternatif
off label yang diberikan pada dosis 125-1500 mg/d dalam dosis terbagi. Diuretik
hemat kalium seperti triamterene (25-100 mg/d) dan spironolakton (25-100 mg/d)
adalah obat lini kedua yang digunakan pada pasien yang kelemahannya memburuk
atau pada mereka yang tidak berespon terhadap karbonat anhidrase. Inhibitor.
Spironolakton dapat menyebabkan ginekomastia, tapi efek samping spironolato ini
lebih sedikit dibandingkan dengan eplerenone.
 Kalium intravena digunakan untuk aritmia jantung atau adanya kompresi saluran
napas karena disfagia atau paralisis otot pernafasan.

b. Paralisis periodik hiperkalemik


Serangan biasanya ringan dan jarang memerlukan pengobatan. Kelemahan terjadi
terutama karena mengonsumsi makanan yang tinggi karbohidrat. Stimulasi beta
adrenergik seperti salbutamol inhaler juga memperbaiki kelemahan (tetapi kontra

14
indikasi pada pasien aritmia jantung). Pada serangan berat, tindakan terapetik dapat di
gunakan untuk mengurangi hyperkalemia. Monitoring EKG yang berkelanjutan sangat
dibutuhkan selama pengobatan hyperkalemia periodik paralisis ini. Diuretik tiazid dan
karbonik anhidrase inhibitor digunakan sebagi profilaksis. Diuretik tiazid mempunyai
beberapa efek samping jangka pendek seperti menghasilkan kelemahan hipokalemik
paradoksal.2
Pengobatan untuk hiperkalemia paralisis periodik bersifat simtomatik dan tidak
bersifat kuratif. Serangan seringkali dapat dicegah dengan melakukan olahraga ringan
dan mengonsumsi 2 gram glukosa per kg berat badan. Serangan lebih sering terjadi pada
hari libur dan akhir pekan ketika orang beristirahat di tempat tidur lebih lama dari
biasanya. Oleh karena itu, individu disarankan untuk bangun pagi dan sarapan pagi.
Pada beberapa serangan, dapat dilemahkan oleh glukokortikoid yang disuntikkan secara
intravena atau inhalasi dengan salbutamol 0,1 mg. Latihan ringan dan pengobatan
dengan kerjasama oleh β2 agen stimulasi dapat merangsang pompa Na + K +. Kalsium
glukonat (0,5-2 g yang diambil secara intravena) dapat menghentikan serangan pada
beberapa individu.12
Acetazolamide atau thiazide merupakan profilaksis untuk mengurangi kadar kalium
serum ke tingkat normal. Jika kadar potassium serum sangat tinggi, maka harus
diberikan 20 ml kalsium glukonat 20% intravena, normal salin drips atau 10% glukosa
+ insulin via intravena. Jika terjadi kegagalan atau intoleransi terhadap diuretik,
salbutamol maka dapat diobati dengan rute intravena untuk menghentikan serangan.13
Pada hiperkamelia periodik paralisis, terdapat diet yaitu diet glukosa yaitu permen
atau diet karbohidrat dengan potasium rendah dengan tujuan dapat memperbaiki
kelemahannya.2

c. Paralisis periodik normokalemik


Pengobatannya mirip dengan hiperkalemia periodik paralisis. Yaitu diet tinggi
karbohidrat, misalnya permen gula. Thiazides, misaslnya chlorthalidone 250-1000 mg
/hari jika diperlukan. Normal salin dan kalsium glukonat intravena. Serta insulin dan
glukosa intravena.13

15
d. Paralisis periodic Tirotoksikosis
Pengobatan terdiri dari kontrol tirotoksikosis dan pengobatan dengan menggunakan
beta-blocker. Suplement kalium, diclorphenamide, propranolol, dan spironolakton
dapat membantu selama serangan serta profilaksis. Dichlorphenamide 50-100 mg BID
atau propranolol dalam dosis 20-40 mg dua kali sehari dapat mengendalikan serangan
periodik paralisis secara rekuren.2
Pasien diberi potasium intravena atau oral untuk mempercepat pemulihan otot dan
mencegah komplikasi kardiopulmoner.14

2.10. PROGNOSIS
a. Paralisis periodik hipokalemik
Paralisis periodik hipokalemik berespon baik dengan obat. Terapi yang baik bisa
mencegah serangan dan mengembalikan progresifitas otot yang lemah. Meskipun
kekuatan otot berada dalam batas normal diantara serangan. Serangan ulang bisa
memperburuk gejala sisa secara permanen dan menyebabkan kelemahan otot diantara
serangan tersebut. Beberapa pasien, perubahan kadar insulin akan menjadi gejala
pencetus, karena naiknya kadar insulin mendorong kalium masuk ke sel.
 Ketika tidak dihubungkan dengan kelemahan, kelainan ini biasanya tidak
mengganggu pekerjaan.
 Myotonia bisa memerlukan pengobatan
 Harapan hidup tidak diketahui.
b. Paralisis periodik hiperkalemik
Pasien yang tidak diobati bisa mengalami kelemahan proksimal menetap, yang bisa
mengganggu aktivitas. Beberapa kematian sudah dilaporkan, paling banyak
dihubungkan dengan aspirasi pneumonia atau ketidakmampuan membersihkan sekret
tersebut.2

2.11. KESIMPULAN
Paralisis periodik (PP) adalah sekelompok kelainan otot rangka yang bersifat episodik
dalam waktu yang singkat. Kelemahan otok rangka pada paralisis periodik bersifat
hiporefleks, dengan atau tanpa myotonia, tanpa adanya defisit sensorik dan penurunan
kesadaran. Derajat dan durasi dari kelemahan otot bervariasi, mulai dari beberapa menit
hingga beberapa hari. Kelemahan dalam serangan dapat berisifat umum maupun fokal.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Arya, SN. Lecture Notes: Periodic Paralysis. Journal Indian Academy of Clinical Medicine. 2002;
3(4): 374-82.
2. Naganand Sripathi. Periodic paralysis. 2017. Available at:
https://emedicine.medscape.com/article/1171678-overview#showall [Accessed: 26 Nov. 2017].
3. Widjajanti, Anik. 2005. Hipokalemi Periodik Paralisis. Indonesian Journal of Clinical Pathology
and Medical Laboratory, Vol. 12, No. 1, Nov 2005: 19.
4. Sudung, dkk. 2012. Paralisis Periodik Hipokalemik Familial. Jakarta: Departemen Ilmu Kesehatan
Anak FKUI.
5. Levitt, Jacob. 2008. Practical aspect in the management of hypoclemic periodic paralysis. Journal
of Translational Medicine.
6. Charles, dkk. 2013. Characterization of hyperkalemic periodic paralysis: a survey of genetically
diagnosed individuals. J Neurol (2013) 260:2606–2613.
7. Hyperkalemic Periodic Paralysis. 2017. Washington: US National Library od Medicine. [online]
Available at https://ghr.nlm.nih.gov/condition/hyperkalemic-periodic-paralysis [Accessed: 28 Nov.
2017].
8. Lin, Shih-Hua, Chou-Long-Huang. 2012. Mechanism of Thyrotoxic Periodic Paralysis: J Am Soc
Nephrol.
9. Normokalemic Periodic Paralysis. 2012. Wahington: US Department of Health & Human Services.
[online] Available at https://rarediseases.info.nih.gov/diseases/4009/normokalemic-periodic-
paralysis [Accessed: 28 Nov. 2017].
10. Vicart S, Stenberg D, Arzel-Hezode M, et al. Hypokalemic Periodic Paralysis. 2014. GeneReviews
[online] Available at https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK1338/ [Accessed: 26 Nov. 2017].
11. Weber F, Jurkat-Rott K and Lehmann-Horn F. Hyperkalemic Periodic Paralysis. 2016.
GeneReviews [online] Available at https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK1496/ [Accessed: 26
Nov. 2017].
12. Adam MP, Ardinger HH, Pagon RA, et al. Hyperkalemic Periodic Paralysis. NCBI. 2016
13. Arya, SN. Periodic Paralysis. Journal, Indian Academy of Clinical Medicine. 2002; 3(4): 374-82
14. Vijayakumar, Abhishek et al. Thyrotoxic Periodic Paralysis: Clinical Challenges. Hindawi
Publishing Corporation Journal of Tyroid Research Volume 2014, Article ID 649502

17

Anda mungkin juga menyukai