BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Periodik paralisis (PP) merupakan sindrom gangguan otot rangka dengan
etiologi yang bermacam-macam, bersifat episodik, berlangsung sebentar,
hiporefleks dengan atau tanpa miotonia tetapi tanpa defisit sensorik dan tanpa
kehilangan kesadaran. Pasien mengalami kelemahan otot dengan durasi dan
derajat yang bervariasi. Serangan dapat berlangsung dari beberapa menit hingga
hari. Kelemahan dalam serangan dapat general atau fokal. (Fialho, 2007).
Menurut jurnal lain, Periodic paralysis (PP) merupakan suatu sindrom
klinis langkah yang dikarakteristikan dengan adanya episode dari paralysis yang
berlangsung dalam hitungan menit ke hari sebagai akibat dari aktivitas abnormal
ion channel fluxes di otot rangka. Mutasi dari Ion channels pada kelainan bawaan
autosomal dominant merupakan etiologi primer dari PP sindrom. Hal ini berkaitan
dengan perubahan serum potassium dan biasanya terjadi pada usia anak anak
hingga dewasa muda. Paralisis yang diketahui dengan jelas penyebabnya dan
terjadi karena underlying disease merupakan periodik paralisis sekunder
(Dissanayake,2008).
4. Infeksi
5. Kehamilan
6. Anestesi
Pada paralisis periodik hiperkalemia, karbohidrat dan garam bukan
merupakan faktor pencetus. Gejala lebih ringan dibandingkan paralisis periodik
hipokalemia. Biasanya berlangsung kurang dari 1 jam. Serangan lebih sering
terjadi pada siang hari dan biasanya terjadi waktu istirahat, misalnya sedang
duduk. Keluhan berkurang bila penderita berjalan-jalan. Kelemahan dimulai dari
tungkai lalu menjalar ke paha, punggung, tangan, lengan dan bahu. Sebelum
timbul kelemahan biasanya terdapat rasa kaku dan kesemutan pada kedua
tungkai. Jarang terjadi gangguan menelan dan napas. Sering terdapat miotonia
pada otot mata, wajah, lidah dan faring. Pada saat serangan didapatkan tonus dan
refleks fisiologis yang menurun dan tanda Chovstek yang positif. Diluar
serangan kekuatan otot normal, pada fase lanjut terdapat kelemahan otot-otot
proksimal (Wijayanti,2005)
2.3 Patofisiologi
Depolarisasi pada membran sel otot normalnya dipicu oleh perangsangan
kanal Na+ bergerbang voltase yang menyebabkan pembukaan kanal Ca2+
bergerbang voltase dan kanal Ca2+ di retikulum sarkoplasma. Akibatnya Ca2+
intrasel akan meningkat sehingga memperantarai kontraksi otot. Repolarisasi
dipicu melalui inaktivasi kanal Na+ oleh influks Cl- dan efluks K+ . Hal tersebut
menyebabkan inaktivasi kanal Ca2+ sehingga kontraksi Ca2+ intrasel turun kembali
dan otot berelaksasi. Perlambatan inaktivasi kanal Na+ akibat mutasi pada gen
protein kanal dapat menyebabkan perlambatan relaksasi, peningkatan eksitabilitas,
dan kram (paramiotonia kongenital dan miotonia kanal Na + ). Adanya kelainan
pada kanal Na+ atau kanal K+ dapat menyebabkan paralisis bila konsentrasi K+
ekstrasel tinggi (paralisis hiperkalemia periodik). Kelainan genetik juga didapat
pada kanal Ca2+ bergerbang voltase juga menyebabkan paralisis hipokalemia
periodik. Jika terdapat kelainan pada Cl- akan terjadi miotonia. Tergantung
beratnya gangguan molekuler, pewarisan penyakit dapat bersifat dominan
(miotonia kongenital, penyakin Thomson) atau resesif (miotonia becker)
(Silbernagl, 2014). Thyrotoxic Periodic Paralysis merupakan penyakit turunan
autosomal dominan. Diakibatkan karena peningkatan aktivitas Na+-K+-ATPase.
Tiroksin meningkatkan aktivitas beta-adrenergic sehingga menyebabkan
9
Mual
Penurunan energi (lemas)
Penurunan kemampuan dalam bersosial, berkeluarga, bersekolah, dan
aktivitas lainnya
Gejala klinis HypoPP :
Biasanya menyerang pada usia 15 – 35 tahun
Episode paralisis fokal atau general pada otot rangka (jam/hari)
Hipokalemi (<2,5 mEq/L)
Paling banyak terjadi pada otot proksimal anggota gerak bawah dan
dapat memberat secara progresif
Serangan akut dapat menyerang berulang dalam harian, mingguan, atau
bulanan
Serangan dapat menyerang secara spontan tapi juga dapat dipicu oleh
karena makanan kaya karbohidrat, alkohol, dan istirahat setelah
olahraga berat.
Gejala klinis HyperPP :
Mulai muncul pada usia dekade pertama
Menyerang anggota gerak dan meningkatkan serum kalium selama
serangan, tapi ada beberapa pasien memiliki kadar serum kalium
normal selama serangan
Dipicu karena mengkonsumsi kalium yang terlalu tinggi, istirahat
setelah olahraga, puasa, paparan dingin, stres emosional, kehamilan
Biasanya muncul pada 2 jam pada pagi hari bangun tidur
Lebih dari 80% pasien > 40 tahun akan mengalami kelemahan anggota
gerak secara permanen dan sepertiga lainnya berkembang menjadi
miopati progresif kronik
Serangan pada HyperPP terjadi lebih sering dan durasinya lebih pendek
daripada serangan pada HypoPP
Gejala klinis Andersen-Tawil Syndrome :
Trias : kelemahan otot secara flasid dalam waktu episodik (paralisis
periodik), abnormalitas jantung (aritmia ventrikuler, pemanjangan
13
interval QT, dan gelombang U prominen), dan gejala skeletal lain (low-
set ears, ocular hipertelorism, mandibula membesar, klinodakti pada
jari ke lima, syndactyl, berbadan pendek, skoliosis, dan dahi melebar).
Muncul pada usia dekade pertama atau kedua dengan gejala jantung
(palpitasi atau sinkop) atau kelemahan yang muncul secara spontan
diawali dengan istirahat yang lama atau istirahat setelah olahraga
Gejala jantung yang dapat timbul seperti premature ventricular
contractioun, complex ventricular ectopy, polymorphic ventricular
tachycardia, dan bidirectional VT.
2.5
Penegakan Diagnosis
Penegakan diagnosis PP dapat ditegakkan melalui anamnesa, pemeriksaan
fisik, pemeriksaan laboratorium, ECG, dan EMG. Pada beberapa pasien juga
membutuhkan biopsi otot.
A. Anamnesa
Riwayat kelemahan pada otot : kelemahan akan muncul mulai bagian
proksimal ke distal, dan dapat di lokalisasi paralisisnya pada satu atau
dua anggota gerak. Pada lain waktu mungkin anggota gerak lain yang
mengalami kelemahan. Paralisis dapat terjadi 1- 24 jam atau beberapa
hari dan dapat terjadi bisa harian atau tahunan. Pada beberapa pasien
terjadi kelemahan yang progresif dan permanen tanpa riwayat
sebelumnya mengalami paralisis pada waktu muda. Pada kasus berat,
otot respirasi dan otot yang dipersarafi oleh saraf kranial dapat
terkena. Kematian dapat terjadi jika tidak ditangani dengan cepat dan
tepat.
Usia : pada anak-anak banyak terjadi hypercalemic primary periodic
pralysis dan paramyotonia congenita. Pada usia pubertas tapi kurang
14
D. Tes Provokatif
Tes Glukosa oral 5 mg/kg atau glukosa iv 3 mg/kg selama satu jam
diberikan. Dilakukan monitor EKG untuk melihat kadar serum kalium
selama 15-30 menit dan di follow up 12 jam setelah pemberian
glukosa. Jika serangan tipikal, dapat dikonfirmasikan sebagai
hipokalemi paralisis periodik. Lebih direkomendasikan menggunakan
oral.
Tes kalium klorida oral 1-2 mEq/kg. Jika serangan paralisis periodik
terprovokasi dalam 1,5 – 3 jam maka di diagnosis paralisis periodik
hiperkalemi atau normokalemi. Tes kalium secara loading iv (kalium
klorida 0,005 - 0,15 mg/kg) dapat menginduksi kelemahan pada
beberapa kasus. Lebih direkomendasikan menggunakan oral.
Tes air dingin : handuk yang sudah diberikan air dingin diletakkan
pada mata pasien yang tertutup dalam satu menit. Lalu minta pasien
18
untuk membuka mata dan melirik keatas untuk 2 detik lalu kebawah.
Sklera akan terlihat diatas kornea (lig lag) merupakan hiperkalemia
atau normokalemia paralisis periodik.
Epinefrin, nor-epinefrin, kortikosteroid : pemberian secara parenteral
dapat memprovokasi serangan serangan hipokalemi paralisis periodik.
Tes terapeutik
Jika pemberian furosemid PO/IV atau normal salin IV atau kalsium
glukonas IV 20% 10 ml atau salbutamol IM/SC dapat menimbulkan
serangan, dan kadar serum kalium normal atau diatas/dibawah
ambang batas, diagnosis paralisis periodik normokalemi dapat
dipertimbangkan (Arya, 2002).
Analisis DNA
19
2.7 Tatalaksana
Tatalaksana diberikan sesuai dengan tipe dari paralisis periodik yaitu
hiperkalemia, hipokalemia, atau normokalemia.
A. Paralisis Periodik Hipokalemi
Profilaksis
Acetazolamide (Diamox tablet 250 mg) ½ -4 tablet/hari PO
Diuretik hemat kalium seperti triamteren 25-100 mg OD atau
spironolakton 100 mg OD atau amiloride 5 mg OD
20
2.8 Prognosis
Hiperkalemik periodik paralisis dan paramyotonia kongenital
- Ketika tidak dihubungkan dengan kelemahan, kelainan ini biasanya tidak
mengganggu pekerjaan.
- Myotonia bisa memerlukan pengobatan
- Harapan hidup tidak diketahui.
Hipokalemik periodik paralisis
- Pasien yang tidak diobati bisa mengalami kelemahan proksimal menetap,
yang bisa mengganggu aktivitas
- Beberapa kematian sudah dilaporkan, paling banyak dihubungkan dengan
aspirasi pneumonia atau ketidakmampuan membersihkan sekresi
23
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Periodik paralisis merupakan sindroma klinis yang dapat menyebabkan
kelemahan yang akut pada anak-anak maupun dewasa muda. Pasien akan
mengalami kelemahan progresif dari anggota gerak baik tungkai maupun lengan
tanpa adanya gangguan sensoris yang diikuti oleh suatu keadaan hipokalemia
pada HypoPP. Gangguan ini secara konvensional dibagi menjadi paralisis
periodik primer atau diturunkan dan paralisis periodik sekunder. Paralisis periodik
primer merupakan kelompok gangguan akibat mutasi gen tunggal yang
mengakibatkan kelainan saluran kalsium, kalium natrium, dan klorida pada sel
otot – membran. Kalium memiliki fungsi mempertahankan membran potensial
elektrik dalam tubuh dan menghantarkan aliran saraf di otot. Kalium mempunyai
peranan yang dominan dalam hal eksitabilitas sel, terutama sel otot jantung, saraf
dan otot lurik. Keadaan hipokalemia yang berat dapat mengganggu fungsi organ
lain seperti jantung hingga terjadi gangguan irama jantung yang bila tidak
ditangani akan memperburuk keadaan pasien hingga mengancam nyawa.
3.2 Saran
1. Dalam penegakan diagnosis paralisis periodik diperlukan anamnesa,
pemeriksaan fisik, dan sarana pemeriksaan penunjang yang memadai.
2. Perlunya KIE pada pasien dan keluarganya terkait perubahan gaya hidup
dan kepatuhan terapi untuk penyembuhan penyakit dan pencegahan
terjadinya serangan berulang.
24
Daftar Pustaka
1. Arya, SN. Lecture Notes: Periodic Paralysis. Journal Indian Academy of
Clinical Medicine. 2002; 3(4): 374-82.
2. Cannon sc. The Diagnosis and Treatment of Periodic Paralysis.
Neurotherapeutics. 2017;4(2):522−530.