Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Periodik paralisis hipokalemi (HKPP) adalah suatu serangan berulang
kelemahan otot yang dihubungkan dengan penurunan kadar kalium darah. Ada
dua jenis HKPP yaitu HKPP yang berhubungan dengan tiroksikosis dan HKPP
familial yang merupakan kelainan genetik autosomal dominan.1,2
Kalium adalah kation yang memiliki jumlah sangat besar di dalam tubuh
manusia. Kalium terdapat terutama di intraselular, namun juga terdapat sedikit di
ekstraselular. Kalium merupakan nutrisi esensial yang didapatkan secara cukup
dalam makanan sehari-hari, dan diperlukan untuk mempertahankan volume total
cairan tubuh, keasaman, keseimbangan elektrolit, dan fungsi tubuh normal.2,3
Kalium berfungsi dalam sintesis protein, kontraksi otot, konduksi saraf,
pengeluaran hormon, transport cairan, dan berperan dalam perkembangan janin.
Hipokalemia adalah bila kadar kalium plasma < 3,5 mmol/L ( Kalium : 1 mmol/L
= 1 mEq/L). Hipokalemia dapat disebabkan oleh kurangnya intake dari kalium,
pengeluaran kalium yang berlebihan, baik melalui saluran cerna, ginjal, atau
keringat dan masuknya kalium ke intrasel yang berlebihan.2
Kelemahan otot biasanya terjadi pada keempat anggota gerak. Bila
kelainan belum komplit, kelemahan yang terjadi lebih dominan pada anggota
gerak bawah. Hipokalemia Periodik Paralisis diperkirakan berhubungan dengan
peningkatan aktivitas pompa Na/K ATPase, yang menyebabkan terjadinya kalium
intraselluler shift. Terdapat suatu hipotesis dimana pasien tiroksikosis HKPP
mempunyai suatu predisposisi aktivasi Na/K ATPase akibat peningkatan hormon
tiroid dan hiperinsulinisme.1
Angka kejadian HKPP adalah sekitar 1 diantara 100.000 orang, pria
lebih sering dari wanita dan biasanya lebih berat. Usia terjadinya serangan
pertama bervariasi dari 1–20 tahun, frekuensi serangan terbanyak di usia 15–35
tahun dan kemudian menurun dengan peningkatan usia.4

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi
Paralisis hipokalemia merupakan kelainan yang ditandai dengan
kelemahan otot atau paralisis flaksid akibat perpindahan kalium ke ruang
intraselular otot rangka. Manifestasi klinis berupa kelemahan atau paralisis pada
tungkai, kemudian menjalar ke lengan. Serangan muncul setelah tidur atau istirahat,
tetapi dapat dicetuskan oleh latihan fisik. Diagnosis ditegakkan apabila timbul
kelemahan otot disertai kadar kalium plasma yang rendah (< 3,0 mEq/L) dan
kelemahan otot membaik setelah pemberian kalium.4
Pasien mengalami serangan kelemahan otot dengan durasi dan
keparahan yang bervariasi. Serangan dapat berlangsung dari beberapa menit
sampai beberapa hari. Kelemahan dalam serangan dapat general atau fokal. Dalam
perjalanan penyakitnya, kekuatan otot dapat normal kembali setelah serangan,
tetapi kemudian kelemahan otot signifikan yang menetap sering berkembang.
Pada awal perjalanan penyakit ini, kelumpuhan periodik primer atau yang
diturunkan (familial), kekuatan otot normal di antara serangan. Gangguan ini
dapat diobati dan kelemahan progresif dapat dicegah atau bahkan dapat sembuh.5,6

2. Klasifikasi
Paralisis periodik dibagi menjadi dua golongan berdasarkan
penggolongan secara konvensional yaitu paralisis periodik primer atau familial
dan paralisis periodik sekunder. Paralisis periodik primer atau familial merupakan
kelompok gangguan akibat mutasi gen tunggal yang mengakibatkan kelainan
saluran kalsium, kalium natrium, dan klorida pada sel otot - membran. Oleh
karena itu, ini juga dikenal sebagai channelopathies atau membranopathies.5
Paralisis periodik sekunder dapat disebabkan oleh riwayat penggunaan
ACE inhibitor, angiotensin-II-reseptor-blocker, diuretik, atau carbenoxolone.
Karakteristik klinis atau biokimia dari gagal ginjal kronis, tirotoksikosis,
paramyotonia kongenital, atau sindrom Andersen dapat ditemukan kelumpuhan

2
periodik sekunder. Berikut di bawah ini penggolongan paralisis periodik secara
konvensional.5
A. Paralisis periodik primer atau familial:
a. Paralisis periodik hipokalemi.
b. Paralisis periodik hiperkalemi.
c. Paralisis periodik normokalemi.
Semua di atas diturunkan secara autosomal dominan
B. Paralisis periodik sekunder:
I. Paralisis periodik Hipokalemi
a. Tirotoksikosis
b. Thiazide atau loop-diuretic induced
c. Nefropati yang menyebabkan kehilangan kalium
d. Drug-induced: gentamicin, carbenicillin,amphotericin-B, turunan
tetrasiklin, vitamin B12 , alkohol, carbenoxolone
e. Hiperaldosteron primer atau sekunder
f. Keracunan akut akibat menelan barium karbonat sebagai rodentisida
g. Gastro-intestinal potassium loss
II. Paralisis periodik hiperkalemik:
a. Gagal ginjal kronis
b. Terapi ACE-inhibitor dosis tinggi, atau nefropati diabetik lanjut
c. Potassium supplements jika digunakan bersama potassium sparing
diuretics (spironolactone, triamterene, amiloride) dan atau ACE-
inhibitors.
d. Andersen’s cardiodysrhythmic syndrome
e. Paramyotonia congenita-periodic paralysis terjadi spontan atau dipicu
oleh paparan suhu dingin

A. Paralisis periodik hipokalemik


Paralisis periodik hipokalemik adalah kelainan yang ditandai kelemahan
otot akut karena hipokalemia yang terjadi secara episodik. Sebagian besar
paralisis periodik hipokalemik merupakan paralisis periodik hipokalemik primer
atau familial. Paralisis periodik hipokalemik sekunder bersifat sporadik dan

3
biasanya berhubungan dengan penyakit tertentu atau keracunan. Salah satu
kelainan ginjal yang dapat menyebabkan paralisis periodik hipokalemik sekunder
adalah asidosis tubulus renalis distal (ATRD) yang awitan pertama biasanya
terjadi pada masa dewasa. Gejala klinis yang karakteristik adalah kelemahan otot
akut yang bersifat intermiten, gradual, biasanya pada ekstremitas bawah, dapat
unilateral atau bilateral, disertai nyeri di awal serangan. Paralisis periodik
hipokalemik diterapi dengan kalium dan mengobati penyakit dasarnya. Analisis
yang cermat diperlukan untuk mengetahui penyakit dasarnya karena sangat
menentukan tata laksana dan prognosis selanjutnya.7
Paralisis periodik hipokalemik adalah kelainan yang ditandai dengan
kadar kalium yang rendah (kurang dari 3.5 mmol/L) pada saat serangan, disertai
riwayat episode kelemahan sampai kelumpuhan otot skeletal. Hipokalemia dapat
terjadi karena adanya faktor pencetus tertentu, misalnya makanan dengan kadar
karbohidrat tinggi, istirahat sesudah latihan fisik, perjalanan jauh, pemberian obat,
operasi, menstruasi, konsumsi alkohol dan lain-lain. Kadar insulin juga dapat
mempengaruhi kelainan ini pada banyak penderita, karena insulin akan
meningkatkan aliran kalium ke dalam sel. Pada saat serangan akan terjadi
pergerakan kalium dari cairan ekstra selular masuk ke dalam sel, sehingga pada
pemeriksaan kalium darah terjadi hipokalemia. Kadar kalium biasanya dalam
batas normal diluar serangan. Pencetus untuk setiap individu berbeda, juga tidak
ada korelasi antara besarnya penurunan kadar kalium serum dengan beratnya
paralisis (kelemahan) otot skeletal.8
Penderita dapat mengalami serangan hanya sekali, tetapi dapat juga
serangan berkali-kali (berulang) dengan interval waktu serangan juga bervariasi.
Kelemahan biasanya terjadi pada otot kaki dan tangan, tetapi kadang-kadang
dapat mengenai otot mata, otot pernafasan dan otot untuk menelan, di mana kedua
keadaan terakhir ini dapat berakibat fatal. Angka kejadian adalah sekitar 1
diantara 100.000 orang, pria lebih sering dari wanita dan biasanya lebih berat.
Usia terjadinya serangan pertama bervariasi dari 1–20 tahun, frekuensi serangan
terbanyak di usia 15–35 tahun dan kemudian menurun dengan peningkatan usia.
Hipokalemik periodik paralisis biasanya terjadi karena kelainan genetik otosomal

4
dominan. Hal lain yang dapat menyebabkan terjadinya hipokalemik periodik
paralisis adalah tirotoksikosis (thyrotoxic periodic paralysis), hiperinsulin.8
B. Paralisis periodik hiperkalemik
Lebih jarang dibanding paralisis periodik hipokalemik. Mulai timbul
sebelum umur 10 tahun. Frekuensi dan berat serangan berkurang pada masa
remaja dan hilang pada saat dewasa. Frekuensi laki-laki dan wanita sama.
Berbagai faktor pencetus terjadinya paralisis periodik hiperkalemik
diantaranya.9,10
1. Lapar
2. Istirahat setelah kena dingin atau setelah latihan
3. Asupan kalium yang berlebihan
4. Infeksi
5. Kehamilan
6. Anestesi
Pada paralisis periodik hiperkalemia, karbohidrat dan garam bukan
merupakan faktor pencetus. Gejala lebih ringan dibandingkan paralisis periodik
hipokalemia. Biasanya berlangsung kurang dari 1 jam. Serangan lebih sering
terjadi pada siang hari dan biasanya terjadi waktu istirahat, misalnya sedang
duduk. Keluhan berkurang bila penderita berjalan-jalan. Kelemahan dimulai dari
tungkai lalu menjalar ke paha, punggung, tangan, lengan dan bahu. Sebelum
timbul kelemahan biasanya terdapat rasa kaku dan kesemutan pada kedua tungkai.
Jarang terjadi gangguan menelan dan napas. Sering terdapat miotonia pada otot
mata, wajah, lidah dan faring. Pada saat serangan didapatkan tonus dan refleks
fisiologis yang menurun dan tanda Chovstek yang positif. Diluar serangan
kekuatan otot normal, pada fase lanjut terdapat kelemahan otot-otot proksimal.9,10

C. Paralisis Periodik Normokalemik


Jenis ini paling jarang ditemui. Patofisiologinya belum diketahui.
Serangan lebih berat dan lebih lama daripada paralisis periodik hiperkalemia.
Serangan dapat ditimbulkan oleh pemberian KCl dan dapat dihentikan dengan
pemberian NaCl. Serangan tidak dipicu oleh pemberian insulin, glukosa ataupun
kalium.11

5
Karakteristik klinis perbedaan dari paralisis periodik hiperkalemik dan
paralisis hipokalemik dapat dilihat pada tabel di bawah ini.6
Paralisis Paralisis
periodik hiprekalemik peiodik hipokalemik
Onset Dekade pertama Dekade kedua
Pemicu Istirahat sehabis Istirahat
latihan, dingin, puasa, sehabis latihan,
makanan kaya kalium kelebihan karbohidrat
Waktu Kapan pun Pada saat
serangan bangun tidur pagi hari
Durasi Beberapa menit Beberapa jam
serangan sampai beberapa jam sampai beberapa hari
Keparahan Ringan sampai Sedang
serangan sedang, fokal sampai berat
Gejala Miotonia atau -
tambahan paramiotonia
Kalium Biasanya tinggi, Rendah
serum bisa normal
Pengobatan Acetazolamide, Acetazolamid
dichlorphenamide, e, dichlorphenamide,
thiazide, beta-agonist suplemen kalium,
diuretik hemat kalium
Gen/ ion SCN4A: Nav1.4 CACNA1S:
channel (sodium channel subunit Cav1.1 (calcium
KCNJ2: Kir2.1 channel subunit)
(pottasium channel SCN4A:
subunit) Nav1.4 (sodium
channel subunit)
KCNJ2:
Kir2.1 (pottasium
channel subunit)

6
3. Epidemiologi
Kadar kalium dipengaruhi dari asupan makanan seseorang, dan asupan
kalium berbeda pada masing – masing individu, tergantung pada usia, jenis
kelamin, latar belakang etnis. Pada populasi umum, kalium didapatkan dalam
jumlah yang cukup dalam makanan sehari-hari, meskipun diperkirakan
didapatkan < 1 % orang yang sehat memiliki kadar kalium < 3,5 mmol/L, tetapi
tidak menimbulkan gejala.12
Hipokalemia merupakan kejadian yang sering ditemukan dalam klinik,
prevalensi yang dilaporkan bervariasi antara 3,5-24%, dan sering ditemukan pada
pasien rawat inap. Dapat terjadi pada semua usia, jarang terjadi pada anak-anak
dan sering terjadi pada pasien lanjut usia, hal ini karena rendahnya asupan diet
pada pasien lansia. Hipokalemia juga sering terjadi pada penggunaan diuretik,
terutama tiazid. 2,12,14
Pada penggunaan tiazid, hipokalemia terjadi hingga 20% penggunaan,
dengan kadar hipokalemia yang bermacam-macam, pada penggunaan diuretik
hemat kalium masih dapat terjadi meskipun jarang. Pada orang dengan gangguan
pola makan, Hipokalemia ditemukan pada 4,6%-19,7% pada pasien, pada pasien
dengan AIDS ditemukan hipokalemia pada 23,1% pasien, dan juga pada pasien
alkoholik ditemukan hipokalemia pada 12,6% pasien, diduga disebabkan oleh
penurunan reabsorpsi kalium pada tubulus ginjal terkait hipomagnesemia.13,16
Walaupun defek genetik ini dialami selama hidupnya, namun umur saat
onset pertama biasanya terjadi pada umur dekade kedua. Frekuensi serangan lebih
tinggi pada dekade kedua sampai dekade keempat dan kemudian cenderung
menurun. Frekuensi serangan sangat bervariasi, mulai dari sekali seumur hidup
sampai beberapa kali seminggu. Lebih sering terjadi pada laki-laki daripada
wanita, dan serangan pada wanita lebih ringan.1

4. Etiologi dan patofisiologi


Penyebab hipokalemia dapat dibagi sebagai berikut (1) Asupan kalium
yang kurang, (2) pengeluaran kalium yang berlebihan melalui saluran cerna
(Gasrointestinal loss), ginjal (renal loss) dan keringat, (3) kalium yang masuk ke
dalam sel.2

7
Gambar 1. Regulasi kalium
Hipokalemia yang terjadi karena asupan kalium yang menurun, dapat
terjadi pada pasien sakit berat yang tidak mendapakan makan dan minuman
melalui mulut selama beberapa hari tanpa penambahan suplemen kalium dalam
cairan infusnya, pasien kelaparan, konsumsi roti panggang dan teh, serta pada
pasien dengan alkoholisme.2,15
Pengeluaran kalium yang berlebihan pada saluran cerna
(Gastrointestinal loss) dapat terjadi pada muntah yang berkepanjangan,
penggunaan gastric tube (NGT), diare, penyalah gunaan laksatif kronis, ileostomi,
fistula, adenoma vilosa kolon. Pada keadaan muntah atau pemakaian naso gastric
tube (NGT) , pengeluaran kalium bukan terjadi dengan muntah, karena kandungan
kalium di lambung hanya sedikit (5-10 mmol/L), hipokalemia terjadi karena pada
muntah terjadi alkalosis yang menyebabkan terjadinya hipokalemia dan
hiperaldosteron sebagai efeks dari hipovolemia. Pada keadaan diare, kalium dalam
jumlah besar (20-50 mmol/L) dapat keluar saat diare. Keluarnya feses dalam
jumlah banyak mengakibatkan terjadinya kekurangan cairan ekstra sel, asidosis
metabolik, dan deplesi kalium.1,6,7
Pengeluaran kalium yang berlebihan pada ginjal (renal loss) dapat
terjadi karena pemakaian diuretik, asidosis tubulus ginjal, asidosis diabetik yang
menyebabkan diuresis osmotik, tahap penyembuhan luka bakar berat, kelebihan

8
hormon mineralokortikoid, karena defisit volume ekstrasel, hiperaldosteronisme
primer atau sekunder, cushing syndrom, antibiotika (karbenisilin,
aminoglikosida), dan deplesi magnesium.9 Keadaan diuresis osmotik pada pasien
ketoasidosis terjadi peningkatkan eksresi kalium. Anion (bikarbonat, hippurat,
betahiroksibutirat) yang tidak dapat di reabsorbsi berikatan dengan natrium di
tubulus menyebabkan lumen duktus koligentes bermuatan lebih negatif dan
menarik kalium masuk kedalam lumen dan dikeluarkan bersama urin. Zat-zat
terlarut yang dapat menyebabkan poliuria antara lain glukosa, anion asam keton.
Asidosis dan kekurangan insulin menyebabkan kalium berpindah dari intrasel ke
ekstrasel sehingga didapatkan hasil kalium serum yang normal meskipun total
kalium tubuh berkurang.2,12
Untuk membedakan pengeluaran kalium disebabkan oleh renal loss atau
gastrointestinal loss, selain dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yang cermat,
dapat dilakukan pemeriksaan kadar kalium urin 24 jam, jika didapatkan kadar
kalium urin > 30 meq/hari berarti pengeluaran kalium disebabkan oleh renal loss,
jika kadar kalium urin < 25 meq/ hari, berarti dapat dicurigai disebabkan oleh
gastrointestinal loss.10 Jika didapatkan Kalium urin > 30 mEq/hari, perlu
dilakukan pemeriksaan tekanan darah untuk melihat penyebab dari renal loss.
Pendekatan etilogi dari hipokalemia dapat dilihat dari gambar 2 berikut :

Gambar 2. Pendekatan etiologi dari hipokalemia10


9
Pengeluaran kalium yang berlebihan melalui keringat dapat disebabkan
oleh aktivitas yang berat, lingkungan yang panas, atau penyakit yang
meningkatkan metabolisme sehingga menghasilkan keringat berlebih.
Hipokalemia yang disebabkan masuknya kalium ke intrasel dapat terjadi karena
keadaan alkalosis metaboli, pengaruh pemberian hormon insulin, aldosteron,
paralisis periodik hipokalemik, dan hipotermia. Keadaan hipomagnesia juga dapat
menyebabkan hipokalemi, meski mekanisme pasti belum diketahui.2
Sinyal listrik pada otot skeletal, jantung, dan saraf merupakan
suatu alat untuk mentransmisikan suatu informasi secara cepat dan jarak yang
jauh. Kontraksi otot skeletal diinisiasi dengan pelepasan ion kalsium oleh
retikulum sarkoplasma, yang kemudian terjadi aksi potensial pada motor end-
plate yang dicetuskan oleh depolarisasi dari transverse tubule (T tubule).
Ketepatan dan kecepatan dari jalur sinyal ini tergantung aksi koordinasi beberapa
kelas voltage-sensitive kanal ion. Mutasi dari gen dari kanal ion tersebut akan
menyebabkan kelainan yang diturunkan pada manusia. Dan kelainannya disebut
chanelopathies yang cenderung menimbulkan gejala yang paroksismal : miotonia
atau periodik paralisis dari otot-oto skeletal. Defek pada kanal ion tersebut dapat
meningkatkan eksitasi elektrik suatu sel, menurunkan kemampuan eksitasi,
bahkan dapat menyebabkan kehilangan kemampuan eksitasi. Dan kehilangan dari
eksitasi listrik pada otot skeletal merupakan kelainan dasar dari periodik
paralisis.9
Pada kondisi normal keseimbangan ion intra selular dan ekstraselular
yang mengatur voltase potensial istirahat sel (-90 mV) diatur oleh ion Na+ dan K+
tubuh. Tetapi pada HKPP, dimana kadar kalium ekstraselular yang lebih rendah
mengakibatkan keseimbangan potensial kalium berubah lebih negatif sehingga
sehingga Na+ lebih banyak masuk ke intraselular dan kalium terlambat dan lebih
sedikit yang keluar ke ekstra selular. Hal ini mengakibatkan potensial istirahat sel
berada pada voltase -50 mv dan menyebabkan gangguan elektrik dan otot tidak
dapat dieksitasi.1
Gejala-gejala yang diakibatkan oleh perubahan polarisasi membran
menyebabkan gangguan pada fungsi jaringan yang dapat dieksitasi seperti otot.

10
Studi-studi elektrofisiologi saat ini menyebutkan bahwa defek yang fundamental
pada HKPP melibatkan peningkatan permeabilitas membran natrium otot, namun
masalah utama pada HKPP berhubungan dengan kanal kalsium14. Data genetik
yang berhubungan menyatakan suatu defek pada pengikatan dihydropteridin,
sensitif voltase, kanal kalsium otot rangka.1

5. Diagnosis
Diagnosis periodik paralisis hipokalemi harus dipertimbangkan ketika
suatu serangan kelemahan terjadi episodic dan berkaitan dengan hipokalemi.
Hipokalemi yang terjadi diduga karena adanya defek permeabiitas membran sel
terhadap kalium sehingga menurunkan kadar kalium ekstraseluler. Kadar Kalium
serum akan kembali normal diantara serangan, dan apabila hipokalemi menetap
harus dipikirkan penyebab lain dari periodic paralisis, seperti penurunan kalium
pada kelainan ginjal, gastrointestinal atau gangguan metabolisme lain.1,2,3,4
Sebagai gejala klinis dari periodik paralisis hipokalemi ini ditandai
dengan kelemahan dari otot-otot skeletal episodik tanpa gangguan dari sensoris
ataupun kognitif yang berhubungan dengan kadar kalium yang rendah di dalam
darah dan tidak ditemukan tanda-tanda miotonia dan tidak ada penyebab sekunder
lain yang menyebabkan hipokalemi. Gejala pada penyakit ini biasanya timbul
pada usia pubertas atau lebih, dengan serangan kelemahan yang episodik dari
derajat ringan atau berat yang menyebabkan quadriparesis dengan disertai
penurunan kapasitas vital dan hipoventilasi, gejala lain seperti fatigue dapat
menjadi gejala awal yang timbul sebelum serangan, namun hal ini tidak selalu
diikuti dengan terjadinya serangan kelemahan. Serangan sering terjadi saat malam
hari atau saat bangun dari tidur dan dicetuskan dengan asupan karbohidrat yang
banyak serta riwayat melakukan aktivitas berat sebelumnya yang tidak seperti
biasanya. Serangan ini dapat terjadi hingga beberapa jam sampai yang paling
berat dapat terjadi beberapa hari dari kelumpuhan tersebut. 1,2,3,4
Distribusi kelemahan otot dapat bervariasi. Kelemahan pada tungkai
biasanya terjadi lebih dulu daripada lengan dan sering lebih berat kelemahannya
dibanding lengan, dan bagian proksimal dari ekstremitas lebih jelas terlihat
kelemahannya dibanding bagian distalnya. Kelemahan ini dapat juga terjadi

11
sebaliknya dimana kelemahan lebih dulu terjadi pada lengan yang kemudian
diikuti kelemahan pada kedua tungkai dimana terjadi pada pasien ini. Otot-otot
lain yang jarang sekali lumpuh diantaranya otot-otot dari mata, wajah, lidah,
pharing, laring, diafragma, dan spingter, namun pada kasus tertentu kelemahan ini
dapat saja terjadi. Saat puncak dari serangan kelemahan otot, refleks tendon
menjadi menurun dan terus berkurang menjadi hilang sama sekali dan reflek
kutaneus masih tetap ada. Rasa sensoris masih baik. Setelah serangan berakhir,
kekuatan otot secara umum pulih biasanya dimulai dari otot yang terakhir kali
menjadi lemah. Miotonia tidak terjadi pada keadaan ini, dan bila terjadi dan
terlihat pada klinis atau pemeriksaan EMG menunjukkan terjadinya miotonia
maka diagnosis HypoPP kita dapat singkirkan.1,2,3,4
Selain dari anamnesa, pemeriksaan penunjang lain seperti
laboratorium darah dalam hal ini fungsi ginjal, elektrolit darah dan urin, urinalisa
urin 24 jam, kadar hormonal seperti T4 dan TSH sangat membantu kita untuk
menyingkirkan penyebab sekunder dari hipokalemia. Keadaan lain atau penyakit
yang dapat menyebabkan hipokalemi diantaranya intake kalium yang kurang,
intake karbohidrat yang berlebihan, intoksikasi barium, kehilangan kalium karena
diare, periodik paralisis karena tirotoksikosis, renal tubular asidosis, dan
hyperaldosteronism.1,2,3,4,8

6. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah 5,6
A. Laboratorium
1) Kadar kalium serum
Kalium serum merupakan pemeriksaan laboratorium yang paling penting.
Diantara serangan paralisis, kalium serum abnormal pada tipe paralisis periodik
sekunder, tetapi biasanya normal pada paralisis periodik primer. Selama serangan
kadar kalium serum dapat tinggi, rendah, atau di atas batas normal dan bisa di
bawah batas normal. Pemeriksaan secara random kadar kalium serum dapat
menunjukan fluktuasi yang periodik pada paralisis periodik normokalemik.
Konsentrasi kalium serum pada 3,0-3,5 mEq/L berhubungan
dengan suatu keadaan klinis seperti kelemahan otot ringan, fatigue, dan mialgia.

12
Pada konsentrasi serum kalium 2,5-3,0 mEq/L kelemahan otot menjadi lebih berat
terutama pada bagian proximal dari tungkai. Ketika serum kalium turun hingga
dibawah dari 2,5 mEq/L maka dapat terjadi kerusakan struktural dari otot,
termasuk rhabdomiolisisdan miogobinuria.
2) Fungsi ginjal
3) Kadar glukosa darah pengambilan glukosa darah ke dalam sel
menyebabkan kalim berpindah dari luar sel (darah) ke dalam sel-sel tubuh.
4) pH darah
Dibutuhkan untuk menginterpretasikan K+ yang rendah. Alkalosis biasa
menyertai hipokalemia dan menyebabkan pergeseran K+ ke dalam sel. Asidosis
menyebabkan kehilangan K+ langsung dalam urin.
5) Hormon tiroid: T3,T4 dan TSH untuk menyingkirkan penyebab
sekunder hipokalemia.
6) Kadar CPK (creatinin phospokinase) dan mioglobin serum
Kadar CPK tinggi pada paralisis periodik primer selama atau baru saja
setelah serangan. Kadar mioglobin serum juga mungkin tinggi.

B. EKG
Perubahan pada EKG ini dapat mulai terjadi pada kadar kalium serum
dibawah 3,5 dan 3,0 mEq/L. Kelainan yang terjadi berupa inversi gelombang T,
timbulnya gelombang U dan ST depresi, pemanjangan dari PR, QRS, dan QT
interval.
C. EMG
Di antara serangan, mungkin ada fibrilasi dan pengulangan keluaran
kompleks, meningkat dengan dingin dan menurun dengan latihan (dalam paralisis
periodik hipokalemik). Selama serangan, EMG akan menunjukkan listrik diam,
baik pada paralisis periodik hiperkalemik dan paralisis periodik hipokalemik.
D. Biopsi otot
Biopsi otot diperlukan pada beberapa kasus yang dengan penampilan
klinis yang tidak spesifik. Pada paralisis periodik hipokalemik primer muangkin
terdapat vakuola sentral yang tunggal atau mutipel. Pada paralisis periodik
hiperkalemik sekunder, vakuala dan agregat tubular dapat ditemukan.

13
7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dari hipokalemia berupa koreksi dari keadaan
hipokalemia itu sendiri dan penatalaksanaan terhadap penyakit yang
mendasarinya. Pada pasien dengan hipokalemi ringan (3-3,4 mEq/L) dan/atau
pada pasien yang dapat menerima makanan peroral, dapat diberikan kalium dalam
bentuk oral.1 Bila memungkinkan, deplesi kalium sebaiknya diberikan dengan
makanan kaya kalium (terutama pisang, kismis, jeruk, jus buah, daging, susu,
tomat segar, kentang) atau penambahan garam kalium.16
Pemberian kalium intravena perlu diberikan jika pasien tidak dapat
menerima kalium secara peroral atau jika defisiensi kalium sangat berat.
Pemberian kalium intravena yaitu dalam bentuk larutan KCL, .1,9 Kalium harus
diberikan dalam larutan nondekstrosa, karena larutan dekstora merangsang
pelepasan insulin yang akan memperberat hipokalemia.16
KCL dilarutkan sebanyak 20 meq dalam 100 cc NaCl isotonik, dengan
maksimal 60 mEq dilarutkan dalam 1000 cc NaCl isotonik, kelebihan dari
ketentuan ini meningkatkan risiko nyeri dan dapat menyebabkan sklerosis vena.
Pemberian 40-60 mEq dapat menaikkan kadar kalium sebesar 1-1,5 mEq/L,
sedang pemberian 135-160 mEq dapat menaikkan kadar kalium sebesar 2,5-3,5
mEq/L.2
Pemberian kalium isarankan melalui vena besar dengan kecepatan 10-20
mEq/jam.9 Dijelaskan bahwa koreksi dengan kalium intravena tidak boleh
melebihi 20 mEq/ jam, untuk menghindari efek hiperkalemia yang serius. Namun
dari Ilmu Penyakit Dalam Universitas Indonesia diakatakan pada keadaan aritmia
atau kelumpuhan otot pernapasan dapat ditingkatkan kecepatan hingga 40-100
mEq/jam, dengan pengecekan kalium yang intensif.2,12
Penatalaksanaan dari periodik paralisis hipokalemia berfokus pada
pemulihan gejala akut dan pencegahan serangan berikutnya. Menghindari
makanan tinggi karbohidrat dan aktivitas yang berat, mengkonsumsi
acetazolamide (Diamox) atau carbonic anhydrase inhibitor lainnya juga dapat
menolong mencegah serangan kelemahan.Pengobatan awal pasien dengan
periodik paralisis hipokalemia familial adalah dengan suplemen kalium oral yang

14
dapat diulang dengan interval 15-30 menit tergantung dari respon pasien. Dosis
kalium harian dapat mencapai 100-150 meq kalium bikarbonat.1
Profilaksis untuk mencegah berulangnya serangan periodik paralisis
adalah dengan pemberian spironolakton 100-200 mg/hari dan acetazolamide 250-
750 mg/hari. Salah satu obat lain yang efektif mencegah episode kelemahan pada
periodik paralisis adalah Dichlorphenamide. Prognosis untuk periodik paralisis
bervariasi, tetapi kualitas hidup dapat normal.1

15
BAB III
LAPORAN KASUS

I. Identitas pasien
Nama : Tn. E
Umur : 28 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Tidak bekerja
Agama : Islam
Status perkawinan : Belum Menikah
Tanggal masuk IGD : 13 April 2019
DPJP : dr. Habibie, Sp.PD

II. Anamnesis
Keluhan Utama :
Kedua tungkai dan lengan lemah hingga sulit digerakkan secara tiba-tiba
Keluhan tambahan :
-
Riwayat Penyakit Sekarang (RPS) :
Pasien datang dengan keluhan kedua tungkai lemah sampai tidak bisa
digerakkan sejak 2 hari yang lalu, kemudian diikuti dengan keluhan kedua lengan
sampai leher sulit digerakkan, pasien hanya mampu menggerakkan jari-jari tangan
dan kaki. Keluhan muncul saat pasien bangun tidur. Muntah tidak ada. Demam
tidak ada. Sesak nafas disangkal. Nafsu makan berkurang tidak ada. Buang air
besar dan buang air kecil dalam batas normal. Minum alkohol atau konsumsi
obat-obat terlarang disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu (RPD) :


 Pasien pernah mengeluh seperti ini sejak ±8 bulan yang lalu.
Pasien mengeluh keluhan yang sama setiap bulan. Setelah itu
pasien kontrol ke dokter umum dan dirawat jalan.

16
 Riwayat sakit gula disangkal, riwayat nyeri dada disangkal, riwayat
tekanan darah tinggi disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga (RPK) :


 Riwayat penyakit yang sama pada keluarga disangkal

Riwayat Pribadi dan Sosial Ekonomi (RSE) :


Pasien sudah tidak bekerja sejak 8 bulan yang lalu.

III. Pemeriksaan fisik


Keadan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Vital sign : Tekanan Darah : 110/65 mmHg
Nadi : 80x/menit
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 36° C
Status general :
Kepala
 Normochepali

Mata
 Tidak terdapat ptosis pada palpebra dan tidak terdapat oedem
 Conjunctiva tidak anemis
 Sklera tidak tampak ikterik
 Pupil: isokor kiri & kanan, refleks cahaya langsung +/+, refleks
cahaya langsung +/+
Hidung
 Bagian luar : normal, tidak terdapat deformitas
 Septum : terletak ditengah dan simetris
 Mukosa hidung : tidak hiperemis
 Cavum nasi : tidak ada tanda perdarahan

17
Telinga
 Daun telinga : normal
 Liang telinga : lapang
 Membrana timpani : intak
 Nyeri tekan mastoid : tidak nyeri tekan
 Serumen : tidak ada
 Sekret : tidak ada

Mulut dan tenggorokan


 Bibir : tidak pucat dan tidak sianosis
 Gigi geligi : lengkap, ada karies
 Palatum : tidak ditemukan torus
 Lidah : normoglosia
 Tonsil : T1/T1 tenang
 Faring : tidak hiperemis

Leher
- Kelenjar getah bening :Tidak teraba membesar
 Kelenjar tiroid : tidak teraba membesar
 Trakea : letak di tengah
 JVP : 5+2
Thorax
 Paru-Paru
Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris
Palpasi : vocal fremitus simetris kiri dan kanan
Perkusi : sonor pada seluruh lapangan paru
Auskultasi : bising nafas vesikuler di kedua paru, ronkhi -/-, whezing -/-
 Jantung
Inspeksi : ictus cordis terlihat
Palpasi: ictus cordis teraba 1 jari linea midclavicularis sinistra, ICS 5
Perkusi: Batas atas : ICS 2 linea parasternalis sinistra

18
Batas kanan : ICS 3-4 linea sternalis dextra
Batas kiri : ICS 5, 1 cm lateral linea midclavicularis sinistra
Auskultasi: S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
 Abdomen
Inspeksi : perut tampak datar
Auskultasi : bising usus 4x per menit
Palpasi : supel, nyeri tekan (-)
Perkusi : timpani, nyeri ketuk (-)
 Ekstremitas atas
Regio kanan : akral hangat, tidak terdapat oedem
Regio kiri : akral hangat, tidak terdapat oedem
 Ekstremitas Bawah
Regio kanan : akral hangat, tidak terdapat oedem
Regio kiri
: akral hangat, tidak terdapat oedem
Kekuatan Otot 2 2
2 2

IV. Pemeriksaan Penunjang

a. Laboratorium
Tanggal periksa: 13 Mei 2018
- Hb : 14,9 g/dl
- Leukosit : 11.060/μl
- Trombosit : 232.000/dL
- Calsium : 1,4
- Chlorida : 108
- Kalium : 2,9
- Natrium : 144
- GDA : 134

19
V. Diagnosa kerja
Periodik Paralisis Hipokalemi

VI. Diagnosa Banding


Diagnosa banding
1. Tetraparese periodik e.c hipokalemia
2. Guillain Barre Syndrome

VII. Resume
Pasien datang dengan keluhan kedua tungkai lemah sampai tidak bisa
digerakkan sejak 2 hari yang lalu, kemudian diikuti dengan keluhan kedua lengan
sampai leher sulit digerakkan, pasien hanya mampu menggerakkan jari-jari tangan
dan kaki. Keluhan muncul saat pasien bangun tidur. Muntah tidak ada. Demam
tidak ada. Sesak nafas disangkal. Nafsu makan berkurang tidak ada. Buang air
besar dan buang air kecil dalam batas normal. Minum alkohol atau konsumsi
obat-obat terlarang disangkal.

Keadan umum : tampak sakit sedang


Kesadaran : Compos mentis
Vital sign : Tekanan Darah : 110/65 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 36 ° C

VIII. Penatalaksanaan
- IVFD : PZ 14 tpm
- Santagesik 2 x 500 mg (IV)
- Mecobalamin 2 x 500 μg (IV)
- Drip KCl 50 meq/24 jam
-

20
IX. Prognosis
Ad vitam : ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : ad bonam

21
BAB IV

PEMBAHASAN

Diagnosis hipokalemia pada pasien ini ditegakkan berdasarkan


anamnesis kedua tungkai lemah sampai tidak bisa digerakkan sejak 2 hari yang
lalu, kemudian diikuti dengan keluhan kedua lengan sampai leher sulit
digerakkan, pasien hanya mampu menggerakkan jari-jari tangan dan kaki.
Keluhan muncul saat pasien bangun tidur. Pasien pernah mengeluh seperti ini
sejak ±8 bulan yang lalu. Pasien mengeluh keluhan yang sama setiap bulan. Dari
pemeriksaan fisik didapatkan kekuatan otot tangan dan kaki 2/2, dan dari
pemeriksaan penunjang didapatkan K+ 2,9 mmol/L. Berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik ini ditegakkan dignosis klinis tetraparese periodik e.c
hipokalemia. Diagnosis etiologi yaitu Periodik Paralisis Hipokalemia.
Pada pasien dengan Hipokalemia, terutama pada hipokalemia berat (<
2,0 Meq/L), dapat terjadi keadaan yang mengancam nyawa, seperti terjadinya
atrial fibrilasi atau ventrikukar takikardi, sehingga perlu dilakukan evaluasi
dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan dilakukan pemeriksaan EKG.2 Pada
pasien ini tidak ditemukan keluhan berdebar-debar, dari pemeriksaan frekuensi
nadi 80x/menit, reguler, dengan isian kuat, tetapi pada pasien tidak dilakukan
pemeriksaan EKG.
Untuk diagnosis banding kelemahan pada pasien ini, stroke dapat
disingkirkan karena dari anamnesis pasien tidak memiliki riwayat hipertensi,
hiperlipidemia, dan diabetes mellitus, dari pemeriksaan tanda vital tekanan darah
pasien, gula darah, profil lipid pasien dalam batas normal. Diagnosis Guillan
Barre Syndrome dapat disingkirkan karena pasien tidak ada demam, diare dan
tidak ditemukan fokal infeksi.
Prinsip penatalaksanaan pada pasien dengan hipokalemia berupa koreksi
dari keadaan hipokalemia itu sendiri dan penatalaksanaan terhadap penyakit yang
mendasarinya.. Pada pasien ini, kadar K+ adalah 2,9 mmol/L = 2,9 mEq/L,
diberikan 2 flash KCL (25 mEq /25 cc/flash) dilarutkan dalam NaCL 0,9% 500
cc, diberikan dengan kecepatan 7 tetes per menit, dengan maintenance NaCl 0,9
22
% 14 tetes permenit, Terapi non farmakologi lain berupa makanan kaya kalium
(terutama pisang, kismis, jeruk, jus buah, daging, susu, tomat segar, kentang) atau
penambahan garam kalium.
Komplikasi yang terjadi pada periodik paralisis hipokalemia dapat
berupa komplikasi akut dan kronis. Komplikasi akut meliputi aritmia jantung,
kesulitan bernapas, bicara, dan menelan, serta kelemahan otot progresif.
Komplikasi hipokalemia kronis berupa kerusakan ginjal, batu ginjal dan kista
ginjal.4Pada pasien ini belum terjadi komplikasi seperti di atas. Edukasi pasien
sangat penting karena berhubungan dengan gaya hidup, pola makan, dan aktivitas
fisik. Oleh karena itu konsumsi makanan dengan kadar kalium tinggi sangat
dianjurkan untuk mencegah terjadinya kekambuhan.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Dinata GS, Syafrita Y. Profil Pasien Periodik Paralisis Hipokalemia di Bangsal


Saraf RSUP DR M Jamil. Jurnal Kesehatan Andalas.2018
2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrara M, Setiati T. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. 5th ed. Jakarta: Interna Publishing. 2009. Hal. 181
3. Guideline : Potassium intake for adult and children. WHO library cataloguing
in publication data. 2012. Hal. 5
4. Pertiwi AS. Penatalaksanaan Paralisis Hipokalemi pada pria 46 tahun. Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung.2015
5. Arya, SN. Lecture Notes: Periodic Paralysis. Journal Indian Academy of
Clinical Medicine. 2002. Vol 3 No 4.
6. Fialho, D & Michael GH. Periodic Paralysis. Chapter 4. 2007;77-105
7. Souvriyanti, Elsye; Sudung OP.. Paralisis Periodik Hipokalemik pada Anak
dengan Asidosis Tubulus Renalis Distal. 2008. Vol 1. 53-59
8. Widjajanti, A & SM Agutini. Hipokalemik Periodik Paralisis. 2005; 19-22
9. Graber M. Terapi Cairan, Elektrolit dan Metabolik, ed.1. Farmedia.
Jakarta.2002
10. Kawamura S, Ikeda Y, Tomita K, et.al. A Family of Hypokalemic Periodic
Paralysis with CACNA1S Gene Mutation Showing Incomplete Penetrance in
Women. InternalMedicine Vol.43, No.3 March 2004. p 21-8 – 222
11. Graves TD. Hanna MG. Neurological Channelopathies. Postgrad. Med. J
2005;81;20-32
12. Sumantri S. Pendekatan diagnostik hipokalemia - laporan kasus. Departemen
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2009.
13. Fauci A, Braundwald E, Kasper D, Lauser S,et al. Harrison’s principles of
internal medicine. 17th ed. New York : Mc Graw Hill companies. 2008. Hal.
280-285.
14. Sriwaty A. Prevalensi dan distribusi ganguan elektrolit pada lanjut usia di
bangsal penyakit dalam RSUP dr.Kariadi Semarang. FK Undip. 2007

24
15. Harvey TC. Addison's disease and the regulation of potassium: the role of
insulin and aldosterone. Med Hypotheses. 2007;69(5):1120-6
16. Price S, Wilson L. Patofisiologi – Konsep klini proses-proses penyakit. Ed. 6.
EGC : Jakarta. 2002

25

Anda mungkin juga menyukai