Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN KASUS

UNIT POLI ORTHOPEDI


CONGENITAL TALIPES EQUINOO VARUS (CTEV)

Disusun untuk memenuhi sebagian syarat dalam


Mengikuti program Dokter Internsip Indonesia

Disusun Oleh :
dr. Maria Margareta Hutajulu
Dokter Pembimbing :
dr. Angga, Sp.OT
Dokter Pendamping
dr. Indri

RSUD DR. MOHAMAD SALEH


PROBOLINGGO
2019
BAB I
PENDAHULUAN

Salah satu kelainan bawaan pada kaki yang sering dijumpai pada bayi
yaitu kaki pengkor atau CTEV (Congenital Talipes Equino Varus). CTEV yang
juga disebut clubfoot merupakan istilah umum untuk menggambarkan deformitas
pada kompleks calcaneotalarnavicular atau biasa disingkat CAVE (cavus,
adductus, vars dan equinus).2 Komponen deformitas CTEV adalah ankle equinus,
hindfoot varus, forefoot adduksi, dan midfoot cavus.2
Penyebabnya sampai saat ini belum diketahui secara pasti, namun faktor
genetik, gangguan kehamilan, dan fokal dysplasia dari jaringan musculoskeletal
distal kelutut menjadi faktor pendukung.2 Clubfood umum terjadi pada pasien
dengan myelodysplasia, arthrogryposis sindrom kromosom seperti trusomy 18,
dan spina bifida.1,2
Insiden terjadinya CTEV yaitu 1-2 per seribu kelahiran hidup dimana anak
laki-laki dua kali lebih sering terkena dengan ratio 2:1 dan resikonya kira-kira 1 :
4 dari orangtua dan 1 saudara kandung menderita clubfood serta kondisi CTEV
bilateral terjadi 1 dari 3 kasus CTEV.1,2,3
Penatalaksanaan CTEV harus dimulai sedini mungkin, lebih baik segera
setelah lahir baik secara konservatif maupun operatif. Tanpa terapi, pasien
dengan clubfoot akan berjalan dengan bagian luar kakinya, yang mungkin
menimbulkan nyeri dan atau disabilitas.1,2,4
BAB II
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama : By. AA
Usia : 1 tahun 1 bulan
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Dsn Krajan, Dringu
Tanggal kontrol poli : 18 Juli 2019

Anamnesa
Keluhan utama
Kedua pergelangan kaki bengkok kedalam

Riwayat penyakit sekarang


Ibu pasien mengeluhkan kedua pergelangan kaki bayi nya bengkok
kedalam semenjak lahir hingga sekarang. Pergelangan kaki yang bengkok
tersebut tidak disertai bengkak, nyeri ketika disentuh dan kemerahan. Kedua
kaki tidak dapat diluruskan.
Pasien kontrol kepoli orthopedi untuk dilakukan pemasangan gips ketiga
kalinya. Ibu pasien merasa kaki bayinya tidak sebengkok saat lahir dan
sekarang bayinya sedang dalam proses belajar berdiri.

Riwayat penyakit Dahulu


Riwayat kejang dan penyakit kongenital lainnya tidak ada.

Riwayat penyakit keluarga


Dikeluarga pasien tidak pernah mengalami keluhan yang sama seperti
pasien. Riwayat penyakit kronis seperti hipertensi, DM, penyakit jantung,
alergi obat dan makanan disangkal oleh keluaga pasien.
Riwayat Alergi dan Trauma
Pasien tidak memiliki riwayat alergi dan trauma sebelumnya.

Riwayat kehamilan dan persalinan


Pasien adalah anak pertama. Selama hamil ibu pasien memeriksaan diri
teratur di bidan dan melakukan pemeriksaan USG di dokter kandungan
sebanyak 2x. Hasil USG mengatakan bahwa bayinya dalam keadaan normal.
Selama hamil ibu pasien tidak pernah mengeluh sakit atau mengkonsumsi
obat-obatan.
Pasien melakukan persalinan normal di Bidan pada tanggal 2 Juli 2019
dengan usia kehamilan 38-39 minggu, tidak ada riwayat ketuban pecah dini.
Pasien lahir dengan berat badan 2900 gram, panjang badan 49 cm, lingkar
kepala 31cm, lingkar dada 33 cm dan APGAR 8-9.
Saat setelah lahir, bidan menyarankan untuk membawa bayinya kedokter
spesialis orthopedi untuk dilakukan operasi kelainan bentuk kaki bayinya.
Namun orangtua bayi tersebut menolak dengan alasan takut dioperasi dan
memilih terapi urut 3x seminggu. Selama 1 tahun terapi urut yang mereka
jalani tidak menunjukkan hasil maka mereka memutuskan untuk mencoba ke
dokter orthopedi.

Tumbuh Kembang Anak


Lahir : Menangis
0 - 3 Bulan : Belajar mengangkat kepala
3 - 6 Bulan : Berusaha meraih benda-benda
6 - 9 Bulan : Tengkurap dan berbalik sendiri
9 - 12 Bulan- sekarang : Belajar berdiri
Kesan : perkembangan baik

Riwayat Imunisasi
Jenis Imunisasi Ke Usia Keterangan
BCG 1 0 bulan Sudah
Hepatitis B 1 0 bulan Sudah
2 1 bulan Sudah
3 6 bulan Sudah
DPT 1 2 bulan Sudah
2 3 bulan Sudah
3 4 bulan Sudah
Polio 1 0 bulan Sudah
2 2 bulan Sudah
3 3 bulan Sudah

Campak 1 9 bulan Sudah

Riwayat sosial orangtua


Ibu pasien : 21 tahun, ibu rumah tangga yang kesehariannya diam dirumah.
Pendidikan terakhir SMP
Ayah pasien : 27 tahun, Petani, pendidikan terakhir SMA

3.2 PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Alert
BB : 8 kg. PB : 58 cm
Vital sign : TD :-
HR : 120 x/menit
RR : 30 x/menit
Suhu : 37,1 ˚C

Status Generalis:
Kepala:
Kepala : Bentuk simetris, UUB tertutup
Mata : anemis -/- ,ikterus -/- Pupil: isokor kiri & kanan, refleks cahaya langsung
(+/+), refleks cahaya langsung (+/+)
THT : tidak ada sekret/bau/perdarahan
Mulut : bibir tidak sianosis, tidak ada pigmentasi, mukosa tidak pucat.
Thoraks:
I : Pergerakan dinding dada simetris (+), deformitas (-)
P : Vocal fremitus sulit dinilai
P : Sonor diseluruh lapangan paru
A : Vesikuler +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/- , Murmur (-)

Abdomen:
I : Perut tampak datar
A : Bising usus (+) 5x/menit
P : supel, nyeri tekan (-)
P : Timpani diseluruh lapang abdomen

Ekstremitas
Akral hangat + + Oedem - -
+ + - -

Status Lokalis (Eksremitas inferior)


Regio pedis dextra et sinistra
Look : Tampak deformitas equinus (+), varus (+), warna sama dengan kulit
sekitar, luka (-), oedem (-), shortening (+), angulasi medial (+)
Feel : Nyeri tekan (-), suhu sama dengan suhu tubuh, krepitasi (-), sensibilitas
(-), pulsasi dorsalis pedis (+), crt < 2 dtk
Move : Gerakan aktif
Pirani skor : 5
Parameters Normal Moderate Severe
Midfoot
Curved lateral 0 0,5 1
border
Medial crease 0 0,5 1
Talar Head 0 0,5 1
Coverage
Hindfoot
Posterior crease 0 0,5 1
Rigid equinus 0 0,5 1
Empty heel 0 0,5 1

Dimeglio assesment
Classification Assessment of Clubfoot by severity scale
Characteristi Point Charateristic Point
Classificatio Type Score c s s other s
n grade Deformity (Pts) parameters (Pts)
I Benign <5 90-450 4 Posterior 1
crease
II Moderat =5<10 45-200 3 Medial 1
e crease
III Severe =10<1 20-00 2 carvus 1
5
IV Very =15<2 <20 t0 200 1 Poor muscle 1
severe 0 condition
Dimeglio assesment : 15 ( very severe)
1. Sagital plane evaluation of equinus 90-450  score 4
2. Horizontal plane evaluation of derotation of the calcaneopedal block 90-
450  score 4
3. Frontal plane evaluation of varus 45-200  score 3
4. Horizontal plane evaluation of derotation of forefoot relative to hindfoot
90-450  score 4

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang dilakukan adalah rontgen pedis cruris dextra & sinistra ap/lat
Kesan : Tulang pedis dan cruris terbentuk sempurna
Suggestif CTEV pedis dextra dan sinistra
Gambar 2. Rontgen pedis cruris Ap/lateral
Diagnosis
Congenital Talipes Equinovarus Dekstra et Sinistra

Penatalaksanaan :
Dilakukan terapi konservatif dengan ponseti technique atau gips yang ketiga

Keterangan :
1. Gips pertama 28 Juni 2019
2. Gips kedua 5 Juli 2019
3. Gips ketiga 18 Juli 2019 ( Saat Pasien kontrol )
Pasien datang kontrol ke poli orthopedi untuk dilakukan pemasangan gips
yang ketiga. Berikut ini adalah gambar sebelum dan sesudah pemasangan
gips.

Gambar 3. Sebelum gips Gambar 3. Setelah gips

4. Follow up tgl 7 Agustus 2019 (pemasangan gips ke empat)


Pirani skor : 4
Parameters Normal Moderate Severe
Midfoot
Curved lateral 0 0,5 1
border
Medial crease 0 0,5 1
Talar Head 0 0,5 1
Coverage
Hindfoot
Posterior crease 0 0,5 1
Rigid equinus 0 0,5 1
Empty heel 0 0,5 1

Dimeglio assesment : 11 ( severe)


1. Sagital plane evaluation of equinus 200-450  score 3
2. Horizontal plane evaluation of derotation of the calcaneopedal block 20-
450  score 3
3. Frontal plane evaluation of varus 0-200  score 2
4. Horizontal plane evaluation of derotation of forefoot relative to hindfoot
200-450 z score 3

Gambar 3. Sebelum gips Gambar 3. Setelah gips


Pirani score
6

0
Gips 3 Gips 4 Gips 5 Gips 6

skor pirani skor pirani2 skorpirani

Grafik 2.1 perkembangan skor pirani gips ke 3 dan ke 4


BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi
Kaki dapat dibagi menjadi 3 segmen fungsional yaitu (gambar 1) :5
a. Hindfood (segmen posterior)
Bagian ini terletak langsung dibawah os tibia dan berfungsi sebagai
penyangganya. Terdiri dari :
 Talus yang terletak diapeks kaki dan merupakan bagian dari sendi
pergelangan kaki
 Calcaneus yang terletak dibagian belakang dan kontak dengan
tanah
b. Midfood (segmen tengah)
Terdiri atas 5 tulang tarsal yaitu :
 3 cuneiforme : medial, intermedium, dan lateral
 Cuboid
 Navikulare
c. Forefood (segmen anterior)
Terdiri atas metatarsal dan falang.
Gambar 3.1 Anatomi kaki5

Gambar 3.2 Anatomi pedis sisi lateral6

Struktur persendian dan ligamen5


Tulang-tulang tersebut diatas membentuk persendian-persendian sebagai berikut:5
1. Artikulatio talocruralis, merupakan sendi antara tibia dan fibula dengan
trachlea talus. Sendi ini distabilkan oleh ligamen-ligamen:
 Sisi medial: lig. Deltoid yang terdiri dari: Lig. Tibionavikularis,
Lig. Calcaneotibialis, Lig. talotibialis anterior dan posterior
 Sisi lateral: lig. talofibularis anterior dan posterior, lig.
Calcaneofibularis
Gerak sendi ini: Plantar fleksi
Dorsofleksi
Sedikit abduksi dan adduksi pergelangan kaki
2. Artikulatio talotarsalis, terdiri dari 2 buah sendi yang terpisah akan tetapi
secara fisiologi keduanya merupakan 1 kesatuan, yaitu:
 Bagian belakang: artikulatio talocalcanearis/subtalar
Ligamen yang memperkuat adalah: lig. talocalcanearis anterior,
posterior, medial dan lateral
 Bagian depan: artikulatio talocalcaneonavicularis
Ligamen yang memperkuat adalah: lig. Tibionavikularis, lig.
calcaneonaviculare plantaris, lig. bifurcatum: pars calcaneonavicularis
(medial) dan pars calcaneocuboid (lateral) berbentuk huruf V
Gerak sendi ini: Inversi pergelangan kaki
Eversi pergelangan kaki
3. Articulatio tarsotransversa (Chopart), disebut juga sendi midtarsal atau
‘surgeon’s tarsal joint’ yang sering menjadi tempat amputasi kaki
Terdiri dari 2 sendi, yaitu: Articulatio talonavicularis, Articulatio
calcaneocuboid, yang diperkuat oleh: Pars calcaneocuboid lig. bifurcati di
medial, Lig. calcaneocuboid dorsalis di sebelah dorsal Lig. calcaneocuboid
di sebelah plantar
Gerak sendi ini : rotasi kaki sekeliling aksis
Memperluas inversi dan eversi art. Talotarsalis
4. Artikulatio tarsometatarsal (Lisfranc) adalah sendi diantara basis os
metatarsal I-V dengan permukaan sendi distal pada os cuneiformis I-III
 Rongga sendi ada 3 buah, yaitu: diantara os metatarsal I dan
cuneoformis I diantara os metatarsal II dan III dengan cuneiformis
II dan III diantara os metatarsal IV dan V dengan cuboid
Ligamentum pengikatnya adalah lig. tarsi plantaris, lig. tarsi
dorsalis, lig Basium os metatarsal dorsalis, interosea dan plantaris
5. Articulatio metacarpofalangeal
Ligamen pengikatnya adalah: lig. collateralia pada kedua sisi tiap sendi
Gerak sendi ini: Fleksi-ekstensi sendi metacarpal
Abduksi-adduksi sendi metacarpal
6. Artculatio interfalangeal
Ligamen pengikat: lig. colateral di sebelah plantar pedis
Gerak sendi ini : Fleksi-ekstensi interfalang
Abduksi-adduksi interfalang

Gambar 3.3 Anatomi pedis


A.3. Otot-otot penggerak kaki
Otot-otot penggerak kaki dibagi menjadi 2, yaitu:5
 Otot-otot ekstrinsik : otot-otot yang berorigo dan bekerja di luar kaki.
Otot-otot tersebut adalah otot-otot tungkai bawah, yaitu:
 M. Gastrocnemius : Otot ini berorigo pada condylus femoralis
medialis dan lateralis dan berakhir sebagai tendon Achilles yang berinsersi
di sisi posterior calcaneus. Berfungsi untuk plantarfleksi pada sendi
pergelangan kaki dan fleksi articulatio genus, bersama dengan soleus,
membantu supinasi sendi subtalar saat segmen anterior kaki menapak di
tanah
 M. Soleus : Otot ini terletak dibawah gastrocnemius dan berorigo pada
tibia dan fibula bagian atas, dibawah sendi lutut. Berakhir sebagai bagian
dalam tendo Achilles. Berfungsi untuk: plantarfleksi, memberikan tenaga
untuk gerak maju pada waktu berjalan dan berlari

Otot ekstrinsik yang lain dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu:5


Kelompok lateral terdiri dari: M. peroneus longus dan brevis:
berorigo pada sisi lateral fibula. Peroneus brevis berinsersi di basis
metatarsal V sedangkan peroneus longus pada basis metatarsal I dan
suneiformis medialis di permukaan plantar. Berfungsi untuk eversi
pergelangan kaki.
Kelompok anterior terdiri dari: M. tibialis anterior: berorigo pada
sisi lateral tibia dan berinsersi di cuneiformis medialis dan basis metatarsal
I. Berfungsi untuk inversi pergelangan kaki dan dorsofleksi pergelangan
kaki

 M. ekstensor hallucis longus: berorigo pada permukaan anterior fibula


dan membran interoseus dan berinsersi di atas falang distal ibu jari kaki.
Berfungsi untuk ektensi ibu jari kakai dan membantu dorsofleksi
pergelangan kaki
 M. ekstensor digitorum longus: berorigo pada condylus tibia lateralis
dan permukaan anterior fibula dan berakhir sebagai 4 tendon yang melekat
disisi dorsal ke-4 jari-jari kaki. Di ujung tiap tendon terbagi tiga, 1
berinsersi di atas falang tengah dan 2 lainnya berinsersi di atas falang
distal.
Berfungsi untuk ekstensi jari-jari kaki dan bersama-sama dengan m.
peroneus tertius, yang merupakan bagian dari ekstensor digirotum longus
membantu dorsofleksi dan eversi pergelangan kaki.

Kelompok medial terdiri dari:


M. tibialis posterior:berorigo pada tibia dan sisi posterior fibula dan
berinsersi di tarsal dan metatarsal medial.
Berfungsi untuk inversi pergelangan kaki dan plantarfleksi
 M. fleksor hallucis longus: berorigo pada sisi lateral fibula dan tibia,
berinsersi di falang distal ibu jari kaki. Berfungsi untuk fleksi falang
distal ibu jari kaki
 M. fleksor digitorum longus: berorigo pada sisi posterior tibia dan
berinsersi di sisi lateral falang distal ke-4 jari kaki. Berfungsi untuk
fleksi jari-jari kaki

 Otot-otot intrinsik : otot-otot yang berorigo dan berinsersi pada kaki. Otot-
otot tersebut adalah otot-otot kaki. Otot-otot ini tidak dapat diperiksa
secara individual dan untuk detailnya, dapat merujuk ke buku-buku
anatomi.. Yang termasuk otot-otot intrinsik yaitu:5
Lapis I : M. Abduktor digiti kuinti, M. abduktor hallucis, M. Fleksor
digitorum brevis
Lapis II : M. Kuadratus plantaris, Mm. Lumbricales
Lapis III : M. Adduktor hallucis kaput transversal dan oblik, M. Fleksor
hallucis brevis,
dan M. Fleksor digiti kuinti brevis
Lapis IV : Mm. Interosseus plantaris dan dorsalis
Otot-otot yang dipersarafi oleh n. plantaris medial, yaitu: m. abduktor
hallucis, fleksor digitorum brevis, fleksor hallucis brevis dan lumbricales I,
berfungsi untuk:
- fleksi jari-jari kaki terutama pada sendi metatarsofalangeal ibu jari
- menstabilisasi falang jari pertama saat fase push-off saat berjalan

Otot-otot yang dipersarafi oleh n. plantaris lateral, yaitu: m. abduktor


hallucis, abduktor digiti kuinti, fleksor digiti kuinti, kuadratus plantaris,
lumbricalea dan interosseus, berfungsi untuk:
- mempertahankan arkus kaki
- fleksi sendi metatarsofalangeal jari-jari kaki
- adduksi dan abduksi jari-jari kaki

2.2 Definisi
Congeintal Talipes Equino Varus (CTEV) sering disebut juga clubfoot
adalah deformitas yang meliputi fleksi dari pergelangan kaki, inversi dari
tungkai, adduksi dari kaki depan, dan rotasi media dari tibia. Talipes berasal
dari kata talus (Latin : ankle) dan pes (Latin : foot), menunjukkan suatu
kelainan pada kaki (foot) yang menyebabkan penderitanya berjalan pada ankle-
nya. Sedang Equinovarus berasal dari kata equino (meng.kuda) dan varus
(bengkok ke arah dalam/medial). 1,2 Komponen deformitas CTEV adalah ankle
equinus, hindfoot varus, forefoot adduksi, dan midfoot cavus.2 CTEV yang
juga disebut clubfoot merupakan istilah umum untuk menggambarkan
deformitas pada kompleks calcaneotalarnavicular atau biasa disingkat CAVE
(cavus, adductus, vars dan equinus).2
Gambar 3.4 Perbedaan kaki normal dan CTEV2 Gambar 3.5 CAVE2
2.3 Epidemiologi
Insidens congenital talipes equinovarus yaitu 1-2 dari setiap 1000
kelahiran hidup.1 Lebih sering ditemukan pada bayi laki-laki daripada
perempuan (2:1). 50% bersifat bilateral.7,8

2.4 Etiopatogenesis
Sampai sekarang, penyebab dari deformitas ini masih belum dapat dipastikan,
meskipun demikian dikemukakan berbagai macam teori tentang hal itu. Antara
lain:1,
 Mekanik
Teori ini merupakan teori tertua yang dikemukakan oleh Hippocrates
yang menyatakan bahwa posisi equinovarus kaki fetus disebabkan oleh
tekanan mekanik eksternal. Teori ini diperkuat oleh observasi bahwa
insiden CTEV tidak meningkat pada kondisi lingkungan prenatal yang
cenderung membuat uterus terlalu penuh, seperti kembar, janin besar,
primipara, hydramnion dan oligohidramnion.
 Environmental
Browne menyatakan teori peningkatan tekanan intrauterin yang
menyebabkan imobilisasi ekstremitas sehingga menyebabkan
deformitas. Teori lain adalah perubahan ukuran uterus atau karena
bentuk, misalnya terdapat lekukan pada konveksitas uterus dan
oligohydramnion.
 Herediter
Wynne-Davies meneliti lebih dari 100 penderita dan generasi
pertamanya. Didapatkan hasil bahwa deformitas tersebut terjadi pada
2,9% saudara kandung. Sedangkan pada populasi umum terdapat 1 :
1000 kelahiran. Idelberger meneliti pada anak kembar dan
mendapatkan angka 32,5% penderita CTEV pada kembar monozygotik
dan 2,9% pada dizygotik. Angka terakhir sama seperti insiden pada
saudara kandung bukan kembar.
 Idiopatik
Böhm menyatakan teori terhambatnya perkembangan embrio. Kaki
embrio normal saat usia 5 minggu kehamilan dalam posisi equinovarus,
jika terjadi terhambatnya perkembangan kaki pada salah satu fase
fisiologis dalam kehidupan embrio, maka deformitas ini akan persisten
hingga kelahiran.9,10 CTEV dapat dideteksi dengan USG pada usia
kehamilan 18-20 minggu. Terdapat 4 fase dalam evolusi kaki manusia
saat pertengahan kehidupan prenatal, yaitu:
 Fase I (Bulan ke-2): bentuk kaki dalam posisi equinus berat
(plantarfleksi ± 90º). Dan adduksi hind dan forefoot yang berat.
 Fase II (Awal bulan ke-3): kaki berotasi ke posisi supinasi, tetapi
tetap plantarfleksi 90º, adduksi metatarsal.
 Fase III (Pertengahan bulan ke-3): Inklinasi equinus berkurang
menjadi derajat ringan, posisi supinasi dan varus metatarsal tetap.
 Fase IV (Awal bulan ke-4): Kaki dalam posisi midsupinasi dan
varus metatarsal yang ringan. Pada fase ini, secara bertahap,
bidang kaki dan tungkai bawah mulai tampak dalam posisi seperti
kaki dewasa.
2.5 Klasifikasi
Klasifikasi kaki pengkor dapat berubah dengan berjalannya waktu
tergantung pada penanganannya.11
 Typical Clubfoot merupakan kaki pengkor klasik yang hanya menderita
kaki pengkor saja tanpa disertai kelainan lain. Umumnya dapat
dikoreksi setelah lima kali penggipan, dan dengan manajemen Ponseti
mempunyai hasil jangka panjang yang baik atau memuaskan.
 Positional Clubfoot Sangat jarang ditemukan, sangat fleksibel dan
diduga akibat jepitan intrauterin. Pada umumnya koreksi dapat dicapai
dengan satu atau dua kali pengegipan.
 Delayed treated clubfoot ditemukan pada anak berusia 6 bulan atau
lebih.
 Recurrent typical clubfoot dapat terjadi baik pada kasus yang awalnya
ditangani dengan metode Ponseti maupun dengan metode lain. Relaps
lebih jarang terjadi dengan metode Ponseti dan umumnya diakibatkan
pelepasan brace yang terlalu dini. Rekurensi supinasi dan equinus
paling sering terjadi. Awalnya bersifat dinamik namun dengan
berjalannya waktu menjadi fixed.
 Alternatively treated typical clubfoot termasuk kaki pengkor yang
ditangani secara operatif atau pengegipan dengan metode non-Ponseti.
Atypical clubfoot Kategori ini pada biasanya berhubungan dengan
penyakit yang lain. Mulailah penanganan dengan metode Ponseti.
Koreksi pada umumnya lebih sulit.
 Rigid atau Resistant atypical clubfoot dapat kurus atau gemuk. Kasus
dengan kaki yang gemuk lebih sulit ditangani. Kaki tersebut umumnya
kaku, pendek, gemuk dengan lekukan kulit yang dalam pada telapak
kaki dan dibagian belakang pergelangan kaki, terdapat pemendekan
metatarsal pertama dengan hiperekstensi sendi metatarsophalangeal.
Deformitas ini terjadi pada bayi yang menderita kaki pengkor saja tanpa
disertai kelainan yang lain.
 Syndromic clubfoot Selain kaki pengkor ditemukan juga kelainan
kongenital lain Jadi kaki pengkor merupakan bagian dari suatu
sindroma. Metode Ponseti tetap merupakan standar penanganan, tetapi
mungkin lebih sulit dengan hasil kurang dapat diramalkan. Hasil akhir
penanganan lebih ditentukan oleh kondisi yang mendasarinya daripada
kaki pengkor nya sendiri.
 Tetralogic clubfoot -- seperti pada congenital tarsal synchondrosis.
 Neurogenic clubfoot -- berhubungan dengan kelainan neurologi seperti
meningomyelocele.
 Acquired clubfoot -- seperti pada Streeter dysplasia

2.6 Skoring kaki pengkor


 Pirani Clubfoot Score berguna untuk mengklasifikasikan kaki pengkor,
menilai perkembangan, menunjukkan tanda-tanda adanya rekurensi, dan
menentukan prognosis. Ada 6 tanda klinis untuk mengukur keparahan dari
tiap komponen deformitas. Tiap komponen deformitas diberi skor 0
(normal), 0,5 (abnormal ringan) atau 1 (abnormal berat). Catat setiap skor
dan jumlah skor pada tiap kunjungan klinik. Berikut ini adalah skor
pirani :11,12

Gambar 3.6 Pirani scoring system9

Evaluasi perkembangan terapi menggunakan skor pirani adalah sebagai


berikut :

Grafik 3.1 perkembangan terapi dengan skor pirani11


 Klasifikasi Dimeglio berguna untuk mengklasifikasikan kaki pengkor dan
mengevaluasi perubahan kaki pada anak yang lebih tua dengan
membandingkan 4 ROM (Range of Movement) yaitu 0 - 200. Klasifikasi ini
mencakup dorsiflexi dan abduksi.13

Gambar 3.7 Klasifikasi Dimegilo13

2.7 Diagnosa
 Anamnesis : orangtua biasanya mengeluhkan kaki anaknya
bengkok/pengkor saat lahir, perlu ditanyakan penyakit yang mendasari,
riwayat keluarga dengan CTEV dan proses kehamilan yang upnormal.1
 Pemerikaan fisik :
o Inspeksi (look) : Betis tampak atrofi, torsi os tibia, equines pada
pergelangan kaki, varus pada subtalar, adduksi pada midtarsal1,2
o Paplasi (feel) : Tidak begitu berarti hanya menunjukkan keadaan patologis
tulang.
o Pergerakan (Move) : Pergerakan akan terganggu saat bayi mulai belajar
berjalan.

 Pemeriksaan penunjang : Pemeriksaan utama yang dilakukan adalah x-


ray. X ray sangat membatu untuk mendiagnosis anak dengan kelainan
bentuk yang persisten dan sulit untuk dinilai. Hasil rontgen menemukan
“parallelism” antara garis yang ditarik melewati aksis talus dan calcaneus
pada posisi lateral terindikasi hindfoot varus.1,2 Talipes equinovarus terdiri
atas 4 elemen yaitu :14
- Hindfoot equinus : sudut lateral talocalcaneal kurang dari 30 0 (normal
30-500)
- Hindfoot varus : sudut talocalcaneal kurang dari 200
- Metatarsus adductus : adduksi dan deformitas varus pada forefoot,
talus ke sudut metatarsal lebih besar dari 100 (normal 0-100)
- Sudut tibiocalcaneal : lebih dari 200 (normal 10-200)

Gambar 3.8 sudut equinovarus


Gambar 3.9 A : CTEV pada bayi baru lahir. B dan C : Tampilan klinis
pada CTEV bilateral yang tidak di terapi.1

2.8 Diagnosa Banding


Diagnosa CTEV sangat mudah karena bentuknya yang khas. Akan tetapi ada
beberapa kelainan yang secara anatomis menyerupainya. Sedangkan untuk
memberi penanganan yang sesuai dengan kelainan ini, perlu mengetahui kelainan-
kelainan lain yang serupa untuk membedakannya. Beberapa diantaranya adalah: 1
1. Absensi atau hipoplasia tibia kongenital
2. Dislokasi pergelangan kaki kongenital
3. Post Polimyelitis paralyse
4. Spina Bifida : Ada gangguan sensasi di kaki dan gangguan tropis.
Punggung (sacral) harus selalu diperiksa pada penderita CTEV
5. Artrogryposisi multiple congenital : Kelainan meliputi beberapa sendi
karena pertumbuhan otot yang tak sempurna. Gerakan sendi pasif dan
nampak lipatan kulit (creasaes)
6. Lymphatic stenosis

2.9 Tatalaksana
Terapi pada CTEV terdiri atas konservatif dan operatif. Terapi konservatif
sebaiknya dimulai sejak dini yaitu 2 minggu pertama setelah lahir. Makin dini
dilakukan koreksi, makin tinggi angka keberhasilan. Tujuan terapi :15,16
1. Reposisi yaitu mengembalikan kelainan,unsur-unsur equinus, varus,
aduksi dan cavus, sehingga konsentris (calcaneo-talo-navicular)
2. Mempertahankan reposisi
3. Memperbaiki aligment artikulasi tarsus dan ankle kearah normal
4. Memperoleh muscle balance
5. Dan mobile foot
Keberhasilan dari tindakan konservatif tergantung beberapa faktor: umur
penderita, tingkat beratnya kelainan, kecakapan (skill) dari dokter, pengertian
mengenai pathoanatomi.
A. Terapi konservatif

Gambar 3.10 Tehnik Manipulasi

Tehnik reduksi dengan manipulasi tertutup ini terutama dilakukan untuk tipe
postural, dimana deformitas dapat dikoreksi dengan manipulasi pasif. Program
rehabilitasi medik dibagi dalam beberapa fase, yaitu: 1,2
a. Fisioterapi
1. Mobilisasi/manipulasi pasif
 Elongasi otot triceps Surae, kapsul posterior dan lig. pergelangan kaki
dan sendi subplantar
 Elongasi otot tibia posterior dan ligamen tibionavicularis
 Elongasi ligamen calcaneoclavicular plantaris (atau pegas) dan
jaringan lunak plantar
 Reduksi tertutup dislokasi medial dan plantar sendi
talocalcaneonavikular
2. Koreksi aktif
Koreksi ini adalah aspek terpenting dalam penatalaksanaan CTEV.
Mobilisasi kaki bayi diikuti dengan usaha menstimulasi eversi dan
dorsofleksi aktif dengan menepuk-nepuk sisi lateral kaki dengan ujung
jari mengarah ke tumit. Jika kaki dapat menapak, bayi mungkin dapat
diberdirikan sebentar dengan berat badan dtumpukan pada kaki yang
sakit dan tumit didorong kebawah, gerakkan dengan lembut dari sisi ke
sisi dan kedepan-belakang untuk menstimulasi kontrol muskular aktif
melalui eversi dan dorsofleksi. Pada usia 5 bulan, bayi normal akan
menjangkau dan memegang serta mempermainkan jari-jari kaki dengan
posisi telentang, hal ini harus diupayakan oleh ibu untuk mendapatkan
koreksi aktif. Perlu distimulasi untuk memegang jari-jari sisi lateral
untuk merangsang eversi. Saat mulai duduk pada usia 6-7 bulan, dia
dirangsang bermain dengan kakinya. Menstimulasi sisi anterolateral kaki
akan merangsang eversi dan dorsofleksi aktif.
b. Ortotik prostetik
1. Strapping dengan perban adhesif
Metode ini bertujuan untuk mempertahankan hasil reduksi yang telah
dicapai d dikonfirmasi dengan radiografi.
2. Splinting
 Split logam tipe Dennis Browne
 Posterior plaster splint
 Dennis Browne night splint
 Bell-Grice splint
c. Metode Ponseti
Metode ini dikembangkan oleh dr. Ignacio Ponseti dari Universitas Iowa.
Tehnik disebut metode ponsetti atau gips. Gips dilakukan 5- 6 x.
Manipulasi dengan pemasangan gips serial diganti setiap minggu dan
dapat dibuka di rumah dengan mencelupkan ke air hangat.11
Gambar 3.11 Gips11
Setelah 5-6x repetisi akan dilakukan evaluasi ulang apakah pasien sudah
cukup dengan tatalaksana gips saja ataukah perlu ditambahkan pemanjangan
tendon Achilles di tumit dengan cara bedah minimal invasif. Tenotomi
dilakukan untuk mengoreksi equinus setelah cavus, adduksi, dan varus sudah
terkoreksi baik akan tetapi dorsofleksi ankle masih kurang dari 10 derajat.
Pastikan abduksi sudah adekuat sebelum melakukan tenotomi.11,15,16
Setelah equinus terkoreksi dengan tenotomi, kaki akan digips kembali
untuk mempertahankan koreksi selama 2-3 minggu. Setelah itu gips akan
dibuka dan terapi akan dilanjutkan dengan pemakaian sepatu khusus (foot
abduction brace/Dennis brown brace) selama 23 jam dalam sehari hanya
dilepas saat akan mandi dan dilakukan stretching, dan dipertahankan
pemakaiannya selama kurang lebih 3 bulan. Tujuan pemakaian Foot
Abduction Brace (FAB) adalah untuk mempertahankan kaki dalam posisi
abduksi dan dorsofleksi. Brace berupa bar (batang) logam direkatkan pada
sepatu yang bertelapak kaki lurus dengan ujung terbuka (straight-last open-toe
shoes). 11
Setelah itu akan dilanjutkan dengan pemakaian Dennis brown
shoe saat tidur per hari hingga usia 4 tahun.

Gambar 3.12 Brace11

B. Terapi operatif
Indikasi dilakukan operasi adalah sebagai berikut :1
1. Jika terapi dengan gips gagal
2. Pada kasus Rigid club foot pada umur 3-9 bulan.
3. Relaps setelah dilakukan terapi konservatif
Operasi dilakukan dengan melepasakan jaringan lunak yang mengalami
kontraktur maupun dengan osteotomy. Osteotomi biasanya dilakukan pada
kasus club foot yang neglected/ tidak ditangani dengan tepat. Kasus yang
resisten paling baik dioperasi pada umur 8 minggu, tindakan ini dimulai
dengan pemanjangan tendon Achiles. Jika masih ada equinus, dilakukan
posterior release dengan memisahkan seluruh lebar kapsul pergelangan kaki
posterior, dan jika perlu, kapsul talokalkaneus. Varus kemudian diperbaiki
dengan melakukan release talonavikularis medial dan pemanjangan tendon
tibialis posterior.
Pada umur > 5 tahun dilakukan bone procedure osteotomy. Diatas umur 10
tahun atau jika tulang kaki sudah mature, dilakukan tindakan artrodesis triple
yang terdiri atas reseksi dan koreksi letak pada tiga persendian, yaitu : art.
talokalkaneus, art. talonavikularis, dan art. kalkaneokuboid.16

2.10 Komplikasi
Komplikasi dapat terjadi pada terapi konservatif maupun operatif. Pada
terapi konservatif mungkin dapat terjadi masalah pada kulit, dekubitus oleh karena
gips, dan koreksi yang tidak lengkap. Beberapa komplikasi mungkin didapat
selama dan setelah operasi seperti infeksi, nekrosis oleh kerusakan (lesi)
pembuluh darah utama, jaringan parut yang jelek, kaku sendi, over/under
correction, dislokasi os naviculare, flattening atau beaking talar head, talar
necrosis dan kelemahan otot yang mempengaruhi gait.15,16

2.11 Prognosis
Bila terapi dimulai sejak lahir, sebagian besar deformitas selalu dapat
diperbaiki dan prognosis akan bonam. Peran orang tua sangat penting. Faktor-
faktor yang diperlukan adalah faktor kesabaran, ketelatenan dan pengertian.1,2
BAB V
DAFTAR PUSTAKA

1. Aplay & Salomons. System Orthopaedics and trauma 10th ed. UK: Ed
Press .2018; P614-626.
2. Nelson Textbooks of Pediatrics 20th ed. Canada: Saunders Elsevier.2015
P3248-3250.
3. Adnan A, Ahmed E, Lorena R, et all. Systematic review and meta-
analysis of global birth prevalence of clubfoot: a study protocol. 2018
[cited 2019 Aug 20th]. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5638628/
4. Hafte T, Yared A, Manay K. Treatment of congenital clubfoot and its
outcome in Mekelle hospital, Tigray, Ethiopia. 2018. [cited 2019 Aug
20th]. Available from:
https://www.ejdisabilityrehabilitation.com/archive/2018-archive/2018-
articles-archive/100035D05HT2018-teklay/100035D05HT2018-
teklay.pdf
5. Snell R. Anatomi Klinik 6th ed. EGC : Jakarta.2012
6. Netter, F. Atlas of human anatomy. 6th ed. Philadelphia, PA: Saunders
Elsevier.2014
7. Manisha R, Priyanka K. Congenital Clubfood. Comprehensive review.
Ortho & Rheum Open Access 2017;8(1): 555728.
8. Sanjay M. Pankaj S. Shreesh K et all. Congenital clubfoot. J Orthop Allied
Sci 2014;2:34-9.
9. Cesare F, Domenico F, ilaria S, et all. Prenatal Diagnosis of Clubfoot: A
Review of Current Available Methodology. 2017 available at
https://www.researchgate.net/publication/320205319_Prenatal_Diagnosis_
of_Clubfoot_A_Review_of_Current_Available_Methodology
10. Vito P, Emanuele C, Andrea V et all. The etiology of idiopathic
congenital talipes equinovarus : a systematic review. Journal of
Orthopaedic surgery and research. 2018. [cited 2019 Aug 20th].
Available from:
https://josr-online.biomedcentral.com/articles/10.1186/s13018-018-0913-
z
11. Staheli L. Kaki pengkor : Penanganan dengan metode Ponseti. 3rd ed.
Global Help Organization. 2014
12. Sankar M, Suresh K, Leela P, Krishnagopal L. Management of idiopathic
clubfoot by ponseti’s technique. International Journal of Orthopaedics
Sciences. 2018;4(1): 92-97.
13. Guideline Management of Infants and Children with Congenital Talipes
Equinovarus. NSW Goverment. 2014
14. Sharma R, Weerakkody Y. Congenital Talipes equinovarus.
https://radiopaedia.org/articles/congenital-talipes-equinovarus
15. Hafte T, Yared A, Manay K. Treatment of congenital clubfoot and its
outcome in Mekelle hospital, Tigray, Ethiopia. 2018. [cited 2019 Aug
20th] Available from :
https://www.ejdisabilityrehabilitation.com/archive/2018-archive/2018-
articles-archive/100035D05HT2018-teklay/100035D05HT2018-
teklay.pdf
16. Smythe, T; Chandramohan, D; Bruce, J; Kuper, H; Lavy, C; Foster, A;
(2016) Results of clubfoot treatment after manipulation and casting using
the Ponseti method: experience in Harare, Zimbabwe. Tropical medicine
& international health. 2016
https://researchonline.lshtm.ac.uk/2728971/1/Results%20of%20clubfoot
%20treatment_GOLD%20VoR.pdf

Anda mungkin juga menyukai