Anda di halaman 1dari 47

CASE REPORT

POST TOTAL KNEE REPLACEMENT ET CAUSA


OSTEOARTHRITIS GENU DEXTRA

Pembimbing :
dr. Harri Haryana, Sp. KFR

Oleh :
Pahlevi Yudha Prihatama, S. Ked
Corina Fiqilyin, S. Ked
FK UMS
2019
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN

 Nama : Ny. S
 Umur : 58 tahun
 Alamat : Menayu, Temanggung
 Pekerjaan : Petani

 No. RM : 00.32.xx.xx
 Tanggal Pemeriksaan : 29 April 2019
ANAMNESIS

Keluhan Utama :

Nyeri lutut kanan


Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang dengan keluhan nyeri lutut kanan saat


berjalan sejak 5 tahun yang lalu, pasien mengatakan nyeri
lutut dirasakan setelah jatuh terpeleset disawah. Awalnya
pasien merasa nyeri biasa, tidak pernah diperiksakan hingga
keluhan semakin memberat sejak 2 tahun ini. Keluhan nyeri
dirasakan tumpul (mendalam) dan meningkat dengan
perubahan posisi seperti: dari duduk-berdiri atau berjalan
jauh. Keluhan sering muncul meski dalam keadaan istirahat.
Pasien mengatakan aktivitas masih seperti biasa namun
terganggu. Pasien sempat mengurut kakinya ke tukang pijat
sebanyak 3x namun keluhan semakin memberat. Setelah itu
pasien memutuskan untuk periksa ke rumah sakit dan
dilakukan pemeriksaan rontgen genu didapatkan diagnosis
osteoartritis genu dextra dan harus dilakukan prosedur
operasi penggantian sendi lutut yang tidak normal dengan
material buatan.
• 1. Mobilitas :
Terganggu
Status • 2. Aktifitas kehidupan sehari-hari :
Fungsional Terganggu
• 3. Kognitif : Baik
• 4. Komunikasi : Baik

• 1. Dukungan keluarga : Baik


Riwayat • 2. Status lingkungan: Baik
• 3. Riwayat pendidikan : SPG
Psikososial • 4. Riwayat psikiatri : Tidak ada
gangguan mental
Riwayat Penyakit Dahulu
 Riwayat hipertensi : disangkal
 Riwayat DM : disangkal
 Riwayat penyakit jantung : disangkal
 Riwayat asma : disangkal
 Riwayat mondok di Rumah Sakit : diakui (operasi polip)

Riwayat Penyakit Keluarga


 Riwayat hipertensi : disangkal
 Riwayat DM : disangkal
 Riwayat penyakit jantung : disangkal
 Riwayat asma : disangkal
 Riwayat stroke : disangkal

Riwayat Sosial Ekonomi


 Pasien sebagai ibu rumah tangga dan bekerja sebagai petani. Pasien
memiliki tiga orang anak bekerja.
 PEMERIKSAAN FISIK
 Keadaan umum : Baik
 Kesadaran : Compos Mentis, kontak
dan pengertian baik
 Tanda Vital
 Tekanan darah : 110/80 mmHg
 Nadi : 68x / menit
 Frekuensi nafas : 18x / menit
 Suhu : 36,4o C
 VAS : 4 (Sedang)
 Tinggi Badan : 150 cm
 Berat Badan : 45 kg
I. STATUS INTERNUS
A. Kepala : normocephal, simetris, deformitas (-)
B. Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil bulat,
isokor
A. THT : deformitas telinga (-), deviasi hidung (-), deformitas palatum (-)
B. Mulut : bibir tidak sianosis
C. Leher : deformitas (-), pembesaran KGB (-)
D. Kulit : anemis (-), sianosis (-)
E. Thorax :
1. Pulmo :
a. Inspeksi : gerak dada simetris, retraksi (-/-)
b. Palpasi : fremitus kanan = kiri
c. Perkusi : sonor di seluruh lapangan paru
d. Auskultasi : SDV (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
1. Jantung :
a. Inspeksi : iktus cordis tidak tampak
b. Palpasi : iktus kordis teraba di SIC V linea midklavikula sinistra
c. Perkusi : konfigurasi jantung dalam batas normal
d. Auskultasi : BJ I-II reguler, murmur (-) , gallop (-)
Abdomen :
1. Inspeksi : datar, venektasi (-)
2. Auskultasi : bising usus normal
3. Perkusi : timpani
4. Palpasi : supel, hepar/ lien tidak teraba, nyeri tekan (-), massa (-)
Vegetatif : BAB dan BAK dalam batas normal
SISTEM NEUROMUSKULOSKELETAL
 Postur : dapat duduk, belum dapat
berdiri
 Gait : belum dapat dinilai
 Nervi cranialis : dalam batas normal

 Status lokalis regio genu dextra


L : skin intact, swelling (-), deformitas (-),
pemendekan ekstremitas inferior dextra
F : Krepitasi (-), teraba hangat
M : nyeri gerak (+), ROM terbatas
Motorik :
Superior Inferior

Gerak +/+ +/+terbatas

Tonus Normal/Normal Normal/Normal

Trofi Eutrofi/Eutrofi Eutrofi/Eutrofi

Refleks Fisiologis +/+ +/+

Babinski (-/-)
Chaddock (-/-)
Hoffman (-/-)
Refleks Patologis Oppenheim (-/-)
Tromner (-/-)
Gordon (-/-)
Schaefer (-/-)

Sensibilitas Normal/Normal Normal/Normal

Proprioseptik Normal/Normal Normal/Normal

Vegetatif Baik
RANGE OF MOTION (SEBELUM
OPERASI)
 Tidak dilakukan pemeriksaan
RANGE OF MOTION (PASCA OPERASI)
ROM Pasif ROM Aktif
Ektremitas Inferior Deks Sinis Deks Sinis
tra tra tra tra
0º- 0- 0º- 0-
Fleksi
120˚ 120˚ 120˚ 120˚
Ektensi 5º-20˚ 5-20˚ 5º-20˚ 5-20˚

Abduksi 0º-45˚ 0-45˚ 0º-45˚ 0-45˚


Hip
Adduksi 0º-30˚ 0-30˚ 0º-30˚ 0-30˚

Eksorotasi 0º-45˚ 0-45˚ 0º-45˚ 0-45˚

Endorotasi 0º-35˚ 0-35˚ 0º-45˚ 0-35˚


0º- 0- 0º- 0-
Fleksi
Knee 110˚ 135° 110˚ 135°
Ekstensi 0° 0º 0° 0º
Dorsofleksi 0-20º 0-20º 0-20º 0-20º
Plantarfleksi 0-50º 0-50º 0-50º 0-50º
Inversi 0-20º 0-20º 0-20º 0-20º
Eversi 0-10º 0-10º 0-10º 0-10º
Ankle and Foot
Fleksi MTP joint 0-40º 0-40º 0-40º 0-40º
Ekstensi MTP joint 0-65º 0-65º 0-65º 0-65º
Fleksi IP Joint 0-60º 0-60º 0-60º 0-60º
Ekstensi IP Joint 0º 0º 0º 0º
PEMERIKSAAN PENUNJANG

 Pemeriksaan Radiologis

Rontgen sebelum operasi


RONTGEN THORAX
RONTGEN PASCA OPERASI
DIAGNOSIS
Diagnosis Klinis :
Osteoarthritis Genu, Post Operasi Total Knee
Replacement Dextra

 Diagnosis Fungsional :
- Impairment : nyeri pada lutut kanan
- Disability : ROM genue dextra terbatas
dan terdapat gangguan aktivitas kehidupan
sehari-hari
- Handicap : pasien mengalami gangguan
dalam bekerja
PROBLEM REHABILITASI MEDIK
 Mobilisasi : tidak nyaman saat berjalan
dan beraktivitas
 ADL : sedikit gangguan ADL
 Komunikasi : tidak terdapat problem
 Psikologis : tidak terdapat problem
 Sosial ekonomi : menengah
GOAL REHABILITASI MEDIK
Jangka Pendek
1. Mengurangi nyeri

2. Meningkatkan mobilitas

3. Meningkatkan ROM genue dextra

4. Mencegah komplikasi

5. Memperbaiki kekuatan

Jangka Panjang
Mempersiapkan pasien agar dapat melakukan
aktivitas sehari-hari
TERAPI
 Farmakologi
 Cefazoline 1g/8 jam
 Ketorolac 30mg/8j
 Ondancentron 1A/12j
 Kalk 2x1
 Nature E 1-0-0

 Non Farmakologi
• Rehabilitasi Medik
• Wolker

 PROGRAM REHABILITASI MEDIK


Fisioterapi
 TENS
 ROM exercise
PSIKOLOGIS
 Memberikan dukungan kepada pasien dan keluarga agar
mentaati hal-hal yang perlu menjadi perhatian dan
menjalankan program rehabilitasi yang telah ditentukan.
 Support mental pasien dan keluarga

EDUKASI
 Menjelaskan kepada pasien dan keluarganya mengenai
penyakitnya, faktor resiko serta komplikasinya.
 Menyarankan agar tetap kontrol teratur kerumah sakit

PROGNOSIS
 Ad vitam : bonam
 Ad sanam : dubia ad bonam
 Ad fungsionam : dubia ad bonam
PROYEKSI KASUS
Pasien mengatakan nyeri lutut kanan saat
berjalan sejak 5 tahun yang lalu, nyeri dirasakan
setelah jatuh terpeleset disawah. Awalnya pasien
merasa nyeri biasa, tidak pernah diperiksakan hingga
keluhan semakin memberat sejak 2 tahun ini. Keluhan
nyeri dirasakan tumpul (mendalam) dan meningkat
dengan perubahan posisi seperti: dari duduk-berdiri
atau berjalan jauh. Keluhan sering muncul meski
dalam keadaan istirahat. Pasien mengatakan aktivitas
masih seperti biasa namun terganggu. Pasien sempat
mengurut kakinya ke tukang pijat sebanyak 3x namun
keluhan semakin memberat. Setelah itu pasien
memutuskan untuk periksa ke rumah sakit dan
dilakukan pemeriksaan rontgen genu didapatkan
diagnosis osteoartritis genu dextra. Saat ini pasien baru
menjalani prosedur operasi penggantian sendi lutut
yang tidak normal dengan material buatan.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan
umum baik, kesadaran compos mentis, tanda vital :
Tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 68 x/menit, suhu
36.4oC, pernapasan 18 x/menit. Pasien memiliki berat
badan dengan IMT 20.0. Pada pemeriksaan kepala, paru,
jantung, abdomen dan ekstremitas superior pasien dalam
keadaan normal. Pada ekstremitas inferior dextra
didapatkan bekas operasi TKR, udema (-) , teraba hangat,
nyeri tekan (+) minimal, dan ROM yang sulit dievaluasi.
VAS: 4.
Setelah dilakukan TKR, pasien membutuhkan
fisioterapi transcutaneous electrical nerve stimulation
pada region genue dextra untuk mengurangi nyeri. Pada
metode TKR dapat dilakukan 1) General exercise berupa
latihan isometric otot quadriceps dan hamstring, 2)
Range of motion. Ortotik prostetik yang menyediakan
alat bantu seperti wolker.
Penatalaksanaan rehabilitasi medik pada
pasien post TKR diupayakan untuk
mengembalikan fungsi tubuh agar dapat kembali
melakukan mobilisasi seperti biasa. Problem yang
dihadapai pasien adalah nyeri setelah dilakukan
operasi, sehingga solusinya adalah dengan
memberikan fisioterapi transcutaneous electrical
nerve stimulation pada region genu dekstra. Pada
metode TENS di knee joint dextra dapat
dilakukan 1) General exercise berupa latihan
isometric otot quadriceps dan hamstring, 2) Range
of motion. Ortotik prostetik yang menyediakan alat
bantu seperti kruk.
Terapi yang dapat digunakan untuk melindungi dari
infeksi pada pasien ini adalah penggunaan obat golongan
antibiotik berupa Cefazolin. Untuk mengatasi nyeri pada pasien
ini adalah penggunaan obat golongan NSAID berupa ketorolac.
Selain itu pasien juga diberikan kalsium yang bertujuan sebagai
asupan kalsium tambahan untuk tulang.
Pasien tetap diberikan edukasi agar menjalankan
fisioterapi dengan ROM exercise, Quadriceps strengthening
exercise, latihan mobilisasi. Pekerjaan pasien adalah sebagai
seorang petani. Keluarga pasien mengatakan, sudah tidak
mengijinkan pasien untuk bekerja, namun pasien masih tetap
kukuh untuk bekerja. Hal yang paling penting adalah
pemberian edukasi yang tepat pada pasien agar rasa nyeri yang
didapatkan dari post operasi dapat diminimalisir. Pasien dapat
diminta untuk mengurangi kegiatan yang dapat membebani
sakit pada paha kanan bawah. Pasien juga harus diberikan
pengetahuan yang baik mengenai cara melatih kekuatan otot
pasca operasi. Dapat diberikan terapi okupasi pada pasien
tersebut, yaitu ADL (activity daily living).
TERIMA KASIH
 The World Health  World Federation of
Organisation Societies of
Analgesic Ladder Anaesthesiologists
(WFSA) Analgesic
Ladder
ANESTESI LOKAL
 Penggunaan teknik anestesi regional pada
pembedahan memiliki efek yang positif terhadap
respirasi dan kardiovaskuler pasien terkait
dengan berkurangnya perdarahan dan nyeri
yang teratasi dengan baik

 Teknik anestesi lokal sederhana  pain relief


 infiltrasi anestesi lokal
 blokade saraf perifer atau pleksus
 teknik blok perifer atau sentral.
ANESTESI LOKAL
 Infiltrasi luka dengan obat anestesi lokal
berdurasi panjang (Bupivacaine)  analgesia
yang efektif selama beberapa jam  nyeri
berlanjut  suntikan ulang atau infus

 Spinal anestesi memberikan analgesia yang


sangat baik untuk operasi di tubuh bagian
bawah dan pain relief bisa berlangsung berjam-
jam setelah selesai operasi jika dikombinasikan
dengan obat-obatan yang mengandung
vasokonstriktor
ANESTESI LOKAL
 Kateter epidural dapat ditempatkan baik di
leher, toraks atau daerah lumbal

 Infus kontinu anestesi lokal dapat menghasilkan


analgesia sangat efektif  efek samping
hipotensi, blok sensorik dan motorik, mual dan
retensi urin
ANALGESIK NON-OPIOID
 Obat analgesik non-opioid yg umum :
 Aspirin

 OAINS

 Paracetamol
 Aspirin
 efektif dan tersedia secara luas di seluruh dunia
 dimetabolisme menjadi asam salisilat yang memiliki
sifat analgesik dan anti-inflamasi
 efek samping yang cukup besar pada saluran
pencernaan, menyebabkan mual, gangguan dan
perdarahan gastrointestinal akibat efek
antiplateletnya yang irreversibel
 memiliki keterkaitan epidemiologis dengan Reye’s
Syndrome
 Dosis berkisar dari minimal 500mg, per oral, setiap 4
jam hingga maksimum 4g, per oral per hari.
 OAINS
 Mekanisme kerja : inhibisi sintesis prostaglandin
oleh enzim cyclo-oxygenase yang mengkatalisa
konversi asam arakidonat menjadi prostaglandin
 lebih berguna bagi rasa sakit yang timbul dari
permukaan kulit, mukosa buccal, dan permukaan
sendi tulang
 mempunyai aktivitas antiplatelet sehingga
mengakibatkan pemanjangan waktu perdarahan
OPIOID LEMAH
 Codeine
 berasal dari opium alkaloid
 kurang aktif daripada morfin
 efektif terhadap rasa sakit ringan hingga sedang
 dapat dikombinasikan dengan parasetamol
 Dosis berkisar antara 15 mg - 60mg setiap 4 jam
dengan maksimum 300mg setiap hari.
 Dextropropoxyphene
 memiliki sifat analgesik yang relatif miskin
 Dosis berkisar dari 32.5mg (dalam kombinasi dengan
parasetamol) sampai 60mg setiap 4 jam dengan
maksimum 300mg setiap hari.
OPIOID LEMAH
 Kombinasi opioid lemah dan obat-obatan yang
bekerja di perifer sangat berguna dalam prosedur
pembedahan kecil di mana rasa sakit yang berlebihan
tidak diantisipasi sebelumnya atau untuk rawat jalan
digunakan:

Parasetamol 500mg/codeine 8mg tablet. 2 tablet setiap


4 jam sampai maksimum 8 tablet perhari

 Bila tidak mencukupi :

Parasetamol 1g secara oral dengan Kodein 30 sampai


60mg setiap 4-6 per jam sampai maksimum 4 dosis
dapat digunakan
OPIOID KUAT
 Nyeri hebat yang berasal dari organ dalam dan
struktur viseral membutuhkan Opioid kuat
sebagai analgesianya (Morfin dan derivatnya)

 Perawatan yang tepat dimulai dengan


pemahaman yang benar tentang obat, rute
pemberian dan modus tindakan
OPIOID KUAT
 Metode menggunakan obat opioid
 Rute oral
 paling banyak digunakan
 penyerapan opioid dapat berkurang akibat keterlambatan

pengosongan lambung pascaoperasi


 bioavailabilitas berkurang setelah metabolisme di dinding

usus dan hati


 Tidak cocok untuk nyeri akut

 Rute sublingual
 tidak melewati metabolisme lintas pertama
 Obat yang telah paling sering digunakan oleh rute ini

adalah buprenorfin
 Rute supositoria
 alternatif yang berguna, terutama jika terdapat nyeri berat
yang disertai dengan mual dan muntah
 tetapi tidak ideal untuk terapi segera nyeri akut karena
bereaksi lambat dan kadang-kadang penyerapannya tidak
menentu
 cocok untuk pemeliharaan analgesia

 Rektal dosis untuk sebagian besar opioid kuat adalah


sekitar setengah yang dibutuhkan oleh rute oral
 Ketersediaan obat terbatas

 Administrasi intramuskular
 dengan metode ini efek analgesia akan berhubungan
dengan banyak faktor  analgesik secara reguler setiap 4
jam
 diperlukan penilaian analgesia reguler, pencatatan skor nyeri dan
pengembangan algoritme pemberian analgesia, tergantung dari
tingkat nyeri
 Intravena
 memiliki kelemahan fluktuasi produksi konsentrasi plasma
obat yang disuntikkan
 dapat meredakan nyeri dengan lebih cepat dari metode lain

 teknik infus, baik oleh suntikan intermiten atau dengan

infus, tidak sesuai kecuali dalam pengawasan ketat dan


berada dalam unit terapi intensif
PATIENT CONTROLLED ANALGESIA
 suatu sistem di mana pasien dapat mengelola
analgesia intravena mereka sendiri dan
mentitrasi dosis titik akhir penghilang rasa sakit
mereka sendiri menggunakan mikroprosesor
kecil yang dikontrol dengan sejenis pompa

 obat yang ideal harus memiliki onset yang cepat,


durasi kerja sedang, dan memiliki margin
keselamatan yang luas antara efektivitas dan
efek samping
PATIENT CONTROLLED ANALGESIA
 Sekali pilihan telah dibuat parameter-parameter
lainnya perlu ditentukan termasuk ukuran bolus
dosis, jangka waktu minimum antara dosis
(locked-out key) dan dosis maksimum yang
diperbolehkan
 Pasien yang menggunakan PCA biasanya
mentitrasi analgesia mereka ke titik di mana
mereka merasa nyaman dan bukannya rasa
bebas nyeri
KESIMPULAN
Nyeri merupakan suatu respon biologis yang
menggambarkan suatu kerusakan atau gangguan
organ tubuh. Nyeri didefinisikan sebagai suatu
keadaan yang mempengaruhi seseorang dan
ekstensinya diketahui bila seseorang pernah
mengalaminya (Tamsuri, 2007). Menurut
International Association for Study of Pain (IASP),
nyeri adalah sensori subyektif dan emosional yang
tidak menyenangkan yang didapat terkait dengan
kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau
menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan.
Manajemen nyeri pascaoperasi haruslah dapat
dicapai dengan baik demi alasan kemanusiaan.
Manajemen nyeri yang baik tidak hanya berpengaruh
terhadap penyembuhan yang lebih baik tetapi juga
pemulangan pasien dari perawatan yang lebih cepat.
Dalam menangani nyeri pascaoperasi, dapat
digunakan obat-obatan seperti opioid, OAINS,
dan anestesi lokal. Obat-obatan ini dapat
dikombinasi untuk mencapai hasil yang lebih
sempurna. Karena kebutuhan masing-masing
individu adalah berbeda-beda, maka penggunaan
Patient Controlled Analgesia dirasakan sebagai
metode yang paling efektif dan menguntungkan
dalam menangani nyeri pascaoperasi meskipun
dengan tidak lupa mempertimbangkan faktor
ketersediaan dan keadaan ekonomi pasien.
REFERENSI
 Charlton ED. Posooperative Pain Management.
World Federation of Societies of
Anaesthesiologistshttp://www.nda.ox.ac.uk/wfsa/html/
u07/u07_009.htm
 Gwirtz K. Single-dose intrathecal opioids in the
management of acute postoperative pain. In: Sinatra
RS, Hord AH, Ginsberg B, Preble LM, eds. Acute
Pain: Mechanisms & Management. St Louis, Mo:
Mosby-Year Book; 1992:253-68
 Chelly JE, Gebhard R, Coupe K, et al. Local
anesthetic delivered via a femoral catheter by patient-
controlled analgesia pump for pain relief after an
anterior cruciate ligament outpatient procedure. Am
J Anesthesiol. 2001;28:192-4.
 Mahajan R, Nathanson M. Anaesthesia. London ;
Elsevier Churchill Livingstone. 2006
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai