Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN KASUS

ANESTESI INTRAVENA TOTAL (TIVA) PADA TINDAKAN KURETASE


ABORTUS INKOMPLIT

HALAMAN JUDUL
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Ujian dalam Pendidikan Profesi
Dokter Stase Ilmu Anestesi Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Surakarta

Pembimbing :
dr. Bambang Sutanto, Sp.An.-KIC
dr. Ricka Lesmana, Sp. An
dr. Febrian Dwi Cahyo, Sp. An, M.Kes

Disusun oleh :
Corina Fiqilyin, S. Ked J510185040
Wafiq Arif, S. Ked J510185056

KEPANITERAAN KLINIK ILMU ANESTESI DAN REANIMASI


RSUD PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2019

1
LAPORAN KASUS
ANESTESI INTRAVENA TOTAL (TIVA) PADA TINDAKAN KURETASE
ABORTUS INKOMPLIT

HALAMAN PENGESAHAN
Yang diajukan oleh :
Corina Fiqilyin, S. Ked J510185040
Wafiq Arif, S. Ked J510185056

Telah disetujui dan disahkan oleh Tim Pembimbing Ilmu Anestesi dan Renimasi
Bagian Program Pendidikan Profesi Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Surakarta
Pembimbing

dr. Ricka Lesmana, Sp. An (........................................)

dr. Bambang Sutanto, Sp.An.-KIC (........................................)

dr. Febrian Dwi Cahyo, Sp. An, M.Kes (........................................)

Dipresentasikan dihadapan
dr. Ricka Lesmana, Sp. An (........................................)

dr. Bambang Sutanto, Sp.An.-KIC (........................................)

dr. Febrian Dwi Cahyo, Sp. An, M.Kes (........................................)


DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

Kuretase merupakan salah satu prosedur obstetrik dan ginekologi yang


sering dilakukan. Baik untuk pengosongan sisa konsepsi dari kavum uteri akibat
abortus, ataupun untuk mengetahui kelainan perdarahan uterus pada kasus
ginekologi. Prosedur ini berlangsung dalam waktu singkat. Kasus yang
membutuhkan tindakan kuretase bermacam-macam, diantaranya abortus, blighted
ovum, plasenta rest, dan hamil anggur. Ada juga kasus kuret yang ditujukan untuk
diagnostik seperti biopsi endometrium.
Studi-studi terkini melaporkan 97% wanita merasakan nyeri mulai dari
intensitas yang ringan sampai dengan berat selama dan setelah abortus
berlangsung. Tindakan pencegahan atau menghilangkan rasa nyeri yang
berhubungan dengan dilatasi kuretase ini bisa dilakukan dengan anestesi umum
maupun anestesi lokal.
Dahulu kuretase sering menggunakan anestesi dengan blok paraservikal
maupun intraservical. Namun, hal ini mulai ditinggalkan karena seringnya saat
injeksi anestesi lokal menjadi periode nyeri paling hebat dari seluruh rangkaian
prosedur dilatasi dan kuretase. Hal ini ditambah ketidaknyamanan pasien dengan
tindakan tersebut dan kesuksesan tindakan ini sangat dipengaruhi skill dari
operator yang melakukan blok paraservical tersebut. Beberapa penelitian bahkan
menunjukkan meskipun sudah diblok paraservical tetap saja sekitar 21.3-50%
pasien mengeluhkan nyeri hebat pada saat kuretase berlangsung. Hal ini
dikarenakan inervasi uteri bagian atas tidak termasuk dalam daerah yang terblok
dengan blok paraservikal maupun intraservikal.
Dalam perkembangannya, anestesi pada kuretase lebih banyak digunakan
dengan menggunakan jalur intravena. Prosedur yang singkat ini memerlukan
teknik anestesi yang dapat menghasilkan waktu pulih yang singkat tetapi dengan
tingkat sedasi dan analgesi yang adekuat sehingga metode anestesi intravena total
(total intraveous anesthesia, TIVA) menjadi pilihan yang lebih sering digunakan
dibandingkan inhalasi mengingat kemudahan fasilitas pengadaan dan waktu pulih
yang lebih singkat dibanding teknik inhalasi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Abortus Inkompletus


Abortus inkompletus adalah pengeluaran hasil konsepsi pada
kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih terdapat sisa hasil konsepsi
tertinggal dalam uterus. Pada anamnesis, pasien akan mengeluhkan
pendarahan berupa darah segar mengalir terutama pada trimester pertama dan
ada riwayat keluarnya jaringan dari jalan lahir.

B. Pengertian Kuretase
Kuretase adalah serangkaian proses pelepasan jaringan yang melekat
pada dinding kavum uteri dengan melakukan invasi dan memanipulasi
instrument (sendok kuret) ke dalam kavum uteri.
Kuretase adalah cara membersihkan hasil konsepsi memakai alat
kuretase (sendok kerokan). Sebelum melakukan kuretase, penolong harus
melakukan pemeriksaan dalam untuk menentukan letak uterus, keadaan
serviks dan besarnya uterus. Hal ini berguna untuk mencegah terjadinya
komplikasi misalnya perforasi.
Kuret adalah tindakan medis untuk mengeluarkan jaringan dari dalam
rahim. Jaringan itu sendiri bisa berupa tumor, selaput rahim, atau janin yang
dinyatakan tidak berkembang maupun sudah meninggal. Dengan alasan
medis, tidak ada cara lain jaringan semacam itu harus dikeluarkan. ( Dr. H.
Taufik Jamaan, Sp.OG )
Sebuah kuret adalah alat bedah yang dirancang untuk mengorek
jaringan biologis atau puing di sebuah biopsi, eksisi, atau prosedur
pembersihan. (Michelson, 1988).
C. Anestesi Umum
Anestesi umum merupakan suatu keadaan tidak sadar yang bersifat
sementara, diikuti oleh hilangnya rasa nyeri di sseluruh tubuh akibat induksi
obat. Anestetik umum ditandai dengan hilangnya kesadaran, bebas nyeri dan
relaksasi otot rangka (Keat et al., 2013).
Rees dan Gray membagi anestesi menjadi 3 (tiga) komponen yaitu :
1. Hipnotika : pasien kehilangan kesadaran
2. Anestesia : pasien bebas nyeri
3. Relaksasi : pasien mengalami kelumpuhan otot rangka
Teknik anestesi umum:
a) Anestesi umum intravena
b) Anestesi umum inhalasi
c) Anestesi imbang

D. TIVA (Total Intravenous Anesthesia)


Anestesia intravena total (TIVA) adalah teknik anestesia umum
dimana obat-obat anestesia hanya diberikan melalui jalur intravena, baik
obat yang berkhasiat hipnotik, analgetik maupun pelumpuh otot Obat
anestesi intravena dapat diberikan dengan cara suntikan tunggal, suntikan
berulang, atau diteteskan melalui infus. (Ting, 2007).
Indikasi anestesi intravena antara lain:
1. Obat induksi anesthesia umum
2. Obat tunggal untuk anestesi pembedahan singkat
3. Tambahan untuk obat inhalasi yang kurang kuat
4. Obat tambahan anestesi regional
5. Menghilangkan keadaan patologis akibat rangsangan SSP (SSP sedasi)

E. Obat Anestesi Intravena


1. Golongan Barbiturat
Pentothal/ Thiopenthal Sodium/ Penthio Barbital/ Thiopenton
Obat ini tersedia dalam bentuk serbuk higroskopis, bersifat basa,
berbau belerang, larut dalam air dan alcohol. 2
Penggunaannya sebagai obat induksi, suplementasi dari anastesi
regional, antikonvulsan, pengurangan dari peningkatan TIK, proteksi
serebral. 4
Metabolismenya di hepar dan di ekskresi lewat ginjal. 2
Onset : 20-30 detik
Durasi : 20-30 menit
Dosis :
 Induksi iv : 305 mg/Kg BB, anak 5-6 mg/Kg BB, bayi 7-8
mg/kg BB
 Suplementasi anastesi : iv 0,5-1 mg/kg BB
 Induksi rectal : 25 mg/ kg BB
 Antikonvulsan : iv 1-4 mg/kg BB 4
Efek samping obat:
 Sistem kardiovaskuler
- Depresi otot jantung
- Vasodilatasi perifer
- Turunnya curah jantung
 Sistem pernapasan, menyebabkan depresi saluran pernapasan
 konsentrasi otak mencapai puncak  apnea
 Dapat menembus barier plasenta dan sedikit terdapat dalam
ASI
 Sedikit mengurangi aliran darah ke hepar
 Meningkatkan sekresi ADH (efek hilang setelah pemberian
dihentikan)
 Pemulihan kesadaran pada orang tua lebih lama dibandingkan
pada dewasa muda 2
 Menyebabkan mual, muntah, dan salivasi
 Menyebabkan trombophlebitis, nekrosis, dan gangren 4
Kontraindikasi :
 Alergi barbiturat
 Status ashmatikus
 Porphyria
 Pericarditis constriktiva
 Tidak adanya vena yang digunakan untuk menyuntik
 Syok
 Anak usia < 4 th (depresi saluran pernapasan) 2

2. Golongan Benzodiazepin
Obat ini dapat dipakai sebagai trasqualiser, hipnotik, maupun sedative.
Selain itu obat ini mempunyai efek antikonvulsi dan efek amnesia. 2
Obat-obat pada golongan ini sering digunakan sebagai :
a. Obat induksi
b. Hipnotik pada balance anastesi
c. Untuk tindakan kardioversi
d. Antikonvulsi
e. Sebagai sedasi pada anastesi regional, local atau tindakan
diagnostic
f. Mengurangi halusinasi pada pemakaian ketamin
g. Untuk premedikasi2

a. Diazepam
Karena tidak larut air, maka obat ini dilarutkan dalam pelarut
organic (propilen glikol dan sodium benzoate). Karena itu obat ini
bersifat asam dan menimbulkan rasa sakit ketika disuntikan,
trombhosis, phlebitis apabila disuntikan pada vena kecil. Obat ini
dimetabolisme di hepar dan diekskresikan melalui ginjal. 2
Obat ini dapat menurunkan tekanan darah arteri. Karena itu, obat
ini digunakan untuk induksi dan supplement pada pasien dengan
gangguan jantung berat. 2
Diazepam biasanya digunakan sebagai obat premedikasi, amnesia,
sedative, obat induksi, relaksan otot rangka, antikonvulsan,
pengobatan penarikan alcohol akut dan serangan panic.
Awitan aksi : iv < 2 menit, rectal < 10 menit,
oral 15 menit-1 jam
Lama aksi : iv 15 menit- 1 jam, PO 2-6 jam 4
Dosis :
 Premedikasi : iv/im/po/rectal 2-10 mg
 Sedasi : 0,04-0,2 mg/kg BB
 Induksi : iv 0,3-0,6 mg/kg
 Antikonvulsan : iv 0,05-0,2 mg/kg BB setiap 5-10 menit
dosis maksimal 30 mg, PO/rectal 2-10 mg 2-4 kali sehari 4
Efek samping obat :
 Menyebabkan bradikardi dan hipotensi
 Depresi pernapasan
 Mengantuk, ataksia, kebingungan, depresi,
 Inkontinensia
 Ruam kulit
 DVT, phlebitis pada tempat suntikan 4

b. Midazolam
Obat ini mempunyai efek ansiolitik, sedative, anti konvulsif, dan
anteretrogad amnesia. Durasi kerjanya lebih pendek dan
kekuatannya 1,5-3x diazepam.
Obat ini menembus plasenta, akan tetapi tidak didapatkan nilai
APGAR kurang dari 7 pada neonatus. 2
Dosis :
 Premedikasi : im 2,5-10 mg, Po 20-40 mg
 Sedasi : iv 0,5-5 mg
 Induksi : iv 50-350 µg/kg 4
Efek samping obat :
 Takikardi, episode vasovagal, komplek ventrikuler
premature, hipotensi
 Bronkospasme, laringospasme, apnea, hipoventilasi
 Euphoria, agitasi, hiperaktivitas
 Salvasi, muntah, rasa asam
 Ruam, pruritus, hangat atau dingin pada tempat suntikan 4
3. PROPOFOL
Merupakan cairan emulsi isotonic yang berwarna putih. Emulsi ini
terdiri dari gliserol, phospatid dari telur, sodium hidroksida, minyak
kedelai dan air. Obat ini sangat larut dalam lemak sehingga dapat
dengan mudah menembus blood brain barier dan didistribusikan di
otak. Propofol dimetabolisme d hepar dan ekskresikan lewat ginjal. 2
Penggunaanya untuk obat induksi, pemeliharaan anastesi, pengobatan
mual muntah dari kemoterapi 4
Dosis :
 Sedasi : bolus, iv, 5-50 mg
 Induksi : iv 2-2,5 mg/kg
 Pemeliharaan : bolus iv 25-50 mg, infuse 100-200 µg/kg/menit,
antiemetic iv 10 mg 4
Pada ibu hamil, propofol dapat menembus plasenta dan menyebabakan
depresi janin.
Pada sistem kardiovaskuler, obat ini dapat menurunkan tekanan darah
dan sedikit menurunkan nadi. Obat ini tidak memiliki efek vagolitik,
sehingga pemberiannya bisa menyebabkan asystole. Oleh karena itu,
sebelum diberikan propofol seharusnya pasien diberikan obat-obatan
antikolinergik. 2
Pada pasien epilepsi, obat ini dapat menyebabkan kejang. 2

4. KETAMIN
Obat ini mempunyai efek trias anastesi sekaligus. Pemberiannya
menyebabkan pasien mengalami katalepsi, analgesic kuat, dan
amnesia, akan tetapi efek sedasinya ringan. Pemberian ketamin dapat
menyebakan mimpi buruk. 2
Dosis
 Sedasi dan analgesia : iv 0,5-1 mg/kg BB, im/rectal 2,5-5 mg/kg
BB, Po 5-6 mg/kg BB
 Induksi : iv 1-2,5 mg/kg BB, im/ rectal 5-10 mg/kg BB 4
Ketamin meningkatkan aliran darah ke otak, kerana itu pemberian
ketamin berbahaya bagi orang-orang dengan tekanan intracranial yang
tinggi. 2
Pada kardiovaskuler, ketamin meningkatkan tekanan darah, laju
jantung dan curah jantung. 2
Dosis tinggi menyebabkan depresi napas.
Kontraindkasi :
 Hipertensi tak terkontrol
 Hipertroid
 Eklampsia/ pre eklampsia
 Gagal jantung
 Unstable angina
 Infark miokard
 Aneurisma intracranial, thoraks dan abdomen
 TIK tinggi
 Perdarahan intraserebral
 TIO tinggi
 Trauma mata terbuka 2

5. OPIOID
Opioid (morfin, petidin, fentanil, sufentanil) untuk induksi diberikan
dalam dosis tinggi. Opioid tidak mengganggu kardiovaskulet, sehingga
banyak digunakan untuk induks pada pasien jantung.3
a. Morfin
Penggunaanya untuk premedikasi, analgesic, anastesi, pengobatan
nyeri yang berjaitan dengan iskemia miokard, dan dipsnea yang
berkaitan dengan kegagalan ventrikel kiri dan edema paru. 4
Dosis :
 Analgesic : iv 2,5-15 mg, im 2,5-20 mg, Po 10-30 mg, rectal
10-20 mg setiap 4 jam
 Induksi : iv 1 mg/kg
Awitan aksi : iv < 1 menit, im 1-5 menit
Lama aksi : 2-7 jam 4
Efek samping obat :
 Hipotensi, hipertensi, bradikardia, aritmia
 Bronkospasme, laringospasme
 Penglihatan kabur, sinkop, euphoria, disforia
 Retensi urin, spasme ureter
 Spasme traktus biliaris, konstipasi, anoreksia, mual, muntah,
penundaan pengosongan lambung
 Miosis 4

b. Petidin
Penggunaannya untuk nyeri sedang sampai berat, sebagai
suplemen sedasi sebelum pembedahan, nyeri pada infark
miokardium walaupun tidak seefektif morfin sulfat, untuk
menghilangkan ansietas pada pasien dengan dispnea karena acute
pulmonary edema dan acute left ventricular failure. 5
Dosis
 Oral/ IM,/SK :
 Dewasa :
 Dosis lazim 50–150 mg setiap 3-4 jam jika perlu,
 Injeksi intravena lambat : dewasa 15–35 mg/jam.
 Anak-anak oral/IM/SK : 1.1–1.8 mg/kg setiap 3–4 jam jika
perlu.
 Untuk sebelum pembedahan : dosis dewasa 50 – 100 mg
IM/SK
Petidin dimetabolisme terutama di hati
Kontraindikasi
 Pasien yang menggunakan trisiklik antidepresan dan
MAOi. 14 hari sebelumnya (menyebabkan koma, depresi
pernapasan yang parah, sianosis, hipotensi,
hipereksitabilitas, hipertensi, sakit kepala, kejang)
 Hipersensitivitas.
 Pasien dengan gagal ginjal lanjut
Efek samping obat
 Depresi pernapasan,
 Sistem saraf : sakit kepala, gangguan penglihatan, vertigo,
depresi, rasa mengantuk, koma, eforia, disforia, lemah,
agitasi, ketegangan, kejang,
 Pencernaan : mual, muntah, konstipasi,
 Kardiovaskular : aritmia, hipotensi postural,
 Reproduksi, ekskresi & endokrin : retensi urin, oliguria.
 Efek kolinergik : bradikardia, mulut kering, palpitasi,
takikardia, tremor otot, pergerakan yg tidak terkoordinasi,
delirium atau disorintasi, halusinasi.
 Lain-lain : berkeringat, muka merah, pruritus, urtikaria,
ruam kulit
Peringatan
Hati-hati pada pasien dengan disfungsi hati & ginjal krn akan
memperlama kerja & efek kumulasi opiod, pasien usia lanjut,
pada depresi sistem saraf pusat yg parah, anoreksia,
hiperkapnia, depresi pernapasan, aritmia, kejang, cedera kepala,
tumor otak, asma bronchial
c. Fentanil
Digunakan sebagai analgesic dan anestesia
Dosis :
 Analgesic : iv/im 25-100 µg atau 1-2 µg/Kg BB
 Induksi : iv 5-40 µg/ kg BB
 Suplemen anastesi : iv 2-20 µg/kg BB
 Anastetik tunggal : iv 50-150 µg/ kg BB 4
Awitan aksi : iv dalam 30 detik, im < 8 menit
Lama aksi : iv 30-60 menit, im 1-2 jam
Efek samping obat :
 Bradikardi, hipotensi
 Depresi saluran pernapasan, apnea
 Pusing, penglihatan kabur, kejang
 Mual, muntah, pengosongan lambung terlambat
 Miosis 4
BAB III
LAPORAN KASUS
SKENARIO

Seorang wanita 17 tahun, G1P0A0 dengan usia kehamilan 13+1 minggu


datang ke IGD dengan keluhan nyeri perut dan kewayat keluar darah dari jalan
lahir sejak pukul 02.00 WIB. Darah yang keluar mrongkol-mrongkol. Tidak ada
riwayat trauma maupun riwayat keluar jaringan seperti gajih. Pasien pernah
mondok sebelumnya dirumah sakit ini dengan diagnosa abortus imminen. Pasien
tidak memiliki riwayat sakit hipertensi, asma, DM maupun alergi. Pasien belum
pernah menjalani operasi sebelumnya.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan sebagai berikut:
Kondisi umum sedang, compos mentis.
TD 120/80 mmHg
Nadi 88x/mnt
RR 18x/mnt
Suhu 36.7 0C
Kepala/leher dalam batas normal
Thoraks dalam batas normal
Abdomen didapatkan supel, tidak ada nyeri tekan, TFU teraba 2 ajari diatas SOP.
Pemeriksaan penunjang lab darah rutin masih dalam batas normal. GDS 83mg/dl.
Pemeriksaan fungsi hepar dan ginjal masih dalam batas normal.
USG ginekologi didapatkan gambaran abortus inkompletus.
Pasien ditegakkan dengan diagnosis abortus inkompletus dan direncanakan
tindakan kuretase. Estimasi tindakan diperkirakan kurang lebih 15-20 menit.

Bagaimana pengelolahan perioperatif pada pasien ini ?


BAB IV
LAPORAN ANESTESI

A. PRE OPERATIF

a. Persiapan anestesi
 Informed Consent : (+)
 Keadaan Umum : Sedang
 Kesadaran : Compos Mentis, GCS E4V5M6
 Berat Badan : 50 kg
 Tinggi Badan : 155 cm
 Tanda-tanda vital
- Tekanan darah : 120/80 mmHg
- Nadi : 88 x/menit
- RR : 18 x/menit
- Suhu : 36,7 C
 Puasa 5-6 jam pre operasi
 Terpasang infus di tangan kanan RL 500cc

b. Penatalaksanaan anestesi
 Tindakan Anestesi : TIVA
 Tindakan Operasi : Kuretase
 Estimasi Tindakan : 15-20 menit
 Posisi pasien : Litotomi
 Premedikasi : Ondansentron 4 mg i.v
 Induksi : -Propofol 100 mg i.v
- Fentanyl 50 mg iv
 Rumatan : - O2 2L/menit
B. Monitoring Tindakan Operasi (Ilustrasi):

Tabel 1. Monitoring Tindakan Operasi


Jam Tindakan Tekanan Nadi Saturasi
(WIB) Darah (x/menit) O2 (%)
(mmHg)
07.30  Pasien masuk ke kamar operasi, dan 120/80 88 100
dipindahkan ke meja operasi
 Pemasangan monitoring tekanan darah, nadi,
saturasi O2
 Infus RL terpasang pada tangan kanan
 Pemberian premedikasi: Ondansentron 4 mg
iv bolus
07:32  Obat induksi dimasukkan secara iv: 136/91 102 100
o Propofol 100 mg
o Fentanyl 50 mg
Dalam beberapa saat pasien teranestesi penuh
o O2 : 2L/menit
07:34  Operasi dimulai 130/87 98 99
07.45  Pemberian Ketorolac 30 mg iv bolus 128/84 86 99
07:50  Operasi selesai 125/80 90 100
 Gas O2 distop
 Pelepasan alat monitoring
 Pasien dibangunkan
07:55  Pasien dipindahkan ke ruang Recovery room 125/85 90 100
 Dilakukan pemasangan alat monitoring
C. Intra Operatif
a. Lama Operasi : 15 menit
b. Lama Anestesi : 20 menit
c. Jenis Anestesi : Total intravena anestesi
d. Pernafasan : Spontan
e. Cairan yang masuk saat durante operasi : RL 500cc, cairan keluar tidak
dapat dimonitoring karena tidak dilakukan pemasangan kateter

4.4. Post Operatif


- Pasien masuk ruang pemulihan
- Observasi tanda- tanda vital dalam batas normal
Kesadaran: compos mentis
TD: 120/80 mmHg
Nadi: 88x/min
Penilaian pemulihan kesadaran
Tabel 2 . Variabel Skor Lockharte/Aldrete
Skor
Variabel Tem Skor Pasien

Gerak ke-4 anggota gerak atas perintah 2


Aktivitas Gerak ke-2 anggota gerak atas perintah 1 2
Tidak respon 0

Dapat bernapas dalam dan batuk 2


Respirasi Dispnea, hipoventilasi 1 2
Apnea 0
Perubahan ,< 20 % TD sistol preoperasi 2
Perubahan 20-50 % TD sistol preoperasi 1
Sirkulasi 2
Perubahan .> 50 % TD sistol preoperasi 0

Sadar penuh 2
Kesadaran Dapat dibangunkan 1 1
Tidak respon 0
Merah 2
Warna kulit Pucat 1 2
Sianotik 0
9
Skor Total

≥ 9 : Pindah dari unit perawatan pasca anestesi


≥ 8 : Dipindahkan ke ruang perawatan bangsal
≥ 5 : dipindahkan ke ruang perawatan intensif (ICU)

Pasien dipindahkan ke ruang perawatan bangsal untuk dilakukan


observasi lebih lanjut.

4.5. Terapi Cairan Intra Operatif


Berat badan : 50 kg

Kebutuhan Cairan Basal (M) : 2 x Berat


Badan
2 x 50 kg = 100 cc

Kebutuhan cairan operasi (O) : Operasi ringan x Berat Badan (kg)


(Stress Operasi) 2 x 50 kg = 100 cc

Kebutuhan cairan puasa (P) : Lama jam puasa x kebutuhan cairan basal
6 x 100 cc = 600 cc

Pemberian cairan jam pertama :


50% Kebutuhan cairan puasa+Kebutuhan cairan basal+Kebutuhan cairan operasi=
300 cc + 100 cc + 100 cc = 500 cc

4.6. Prognosis
Ad Vitam : Ad Bonam
Ad Functionam : Ad Bonam
Ad Sanationam : Ad Bonam
BAB V
PEMBAHASAN ROYEKSI KASUS

Berdasarkan hasil anamnesis, Pemeriksaan fisik dan Pemeriksaan


penunjang pasien didiagnosis abortus inkompletus dengan ASA I, yakni pasien
sehat organik, fisiologik, psikiatrik dan biokimia. Pasien dianjurkan untuk
melakukan operasi kuretase. Menjelang operasi keadaan umum pasien sedang
dengan kesadaran compos mentis. Pasien sudah dipuasakan selama ±6 jam. Jenis
anestesi yang dilakukan yaitu anestesi intravena dengan teknik TIVA. Pada pasien
diberikan premedikasi ondancentron 4 mg. Ondansentron merupakan antagonis
reseptor serotonin 5-HT3 selektif yang diberikan sebagai pencegahan dan
pengobatan mual dan muntah selama dan pasca bedah. Ondansentron diberikan
pada pasien untuk mencegah mual muntah yang bisa menyebabkan aspirasi.
Pelepasan 5HT3 ke dalam usus merangsang refleks muntah dan mengaktifkan
serabut aferen vagal lewat reseptornya.
Suntikan propofol secara intravena sering menyebabkan nyeri, maka
sebelum dilakukan induksi pada tempat injeksi diberikan lidokain iv (20-50 mg).
Dilakukan induksi dengan propofol 100 mg (dosis induksi 2-2,5mg/kgBB),
propofol dapat menghambat transmisi neuron yang hancur oleh GABA. Obat
anestesi yang bekerja cepat efek kerjanya dicapai dalam waktu 30 detik. Dengan
pemberian propofol dosis induksi 100 mg, juga akan didapatkan efek sedasi (dosis
sedasi 5-50 mg bolus iv). Dan diberikan fentanyl 50 µg dengan dosis 1-2
µg/kgBB, yang mempunyai efek analgesia sangat kuat. Dengan dosis tersebut
diharapkan efek analgesinya dapat berlangsung ±30 menit. Untuk manitenance
diberikan O2 2L dan mengganti kehilangan cairan tubuh diberikan cairan
kristaloid ringer lactat untuk menjaga keseimbangan cairan selama operasi. Lima
menit sebelum operasi selesai, pasien diberikan injeksi ketorolac 30 mg iv untuk
mengurangi nyeri pasca operasi.
Selama operasi keadaan pasien stabil. Observasi dilanjutkan pada pasien
post operatif di Recovery Room, dimana dilakukan pemantauan tanda vital
meliputi tekanan darah, nadi, respirasi, dan saturasi oksigen.
BAB VI
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pada pasien ini dilakukan kuretase dengan teknik anestesi yang di pakai
adalah anestesi umum intravena. Sebelum dilakukan induksi, diberikan
premedikasi berupa ondansetron untuk mengurangi mual, muntah dsn mencegah
terjadinya aspirasi. Dilakukan induksi dengan propofol sebagai obat sedatif, yang
diberikan bersamaan dengan fentanil sebagai analgetik. Untuk maintenance
selama operasi berlangsung O2 2L. Pemberian cairan infus RL untuk mengganti
cairan intravaskular dan ekstrasel yang hilang selama operasi. Pemberian
ketorolac ditujukan untuk mengurangi nyeri pasca operasi. Perawatan post
operatif dilakukan di Recovery Room dengan pengawasan tanda vital, tanda-tanda
perdarahan dan infus cairan sesuai dengan kebutuhan.
DAFTAR PUSTAKA

1. DeCherney AH, Nathan L, & Goodwin TM. Spontaneous Abortion.


Robertson A (editor). In: Current Diagnosis and Treatment in Obstetric and
Gynecology. New York: McGraw-Hill, 2003.
2. Hadijanto B. Perdarahan pada Kehamilan Muda. Saifuddin AB,
Rachimhadhi T, Wiknjosastro GH (editor), In: Ilmu Kebidanan, Edisi
Keempat. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, 2010.
3. Hanretty KP. Vaginal Bleeding in Pregnancy. Smith H (editor), In:
Obstetrics Illustrated, 6th Edition. London: Churchill-Livingstone, 2003.
4. World Health Organization. Managing incomplete abortion. WHO, 2008
5. Sharing responsibility: women, society and abortion worldwide. New York,
The Allan Guttmacher Institute,1999.
6. Christopher P. Crum. The Female Genital Tract. In: Ramzi S. Cotran,
Vinay Kumar, Tucker Collins. Pathologic Basis of Disease.7th ed.
Philadelphia: WB. Saunders 2004; 1079-80.
7. Greenwold N, Jauniaux E. Collection of villous tissue under ultrasound
guidance to improve the cytogenetic study of early pregnancy failure. Hum
Reprod 2002; 17: 452–56.
8. Regan L, Rai R. Epidemiology and the medical causes of miscarriage.
Baillieres Best Pract Res Clin Obstet Gynaecol 2000; 14: 839–54.
9. Basama FM, Crosfill F. The outcome of pregnancies in 182 women with
threatened miscarriage. Arch Gynecol Obstet 2004; 270:86-90

Anda mungkin juga menyukai