Telah disahkan
Menyetujui,
DIREKTUR
Dengan mengucap puji dan syukur kehadirat ALLAH SWT kami tim
akreditasi Rumah sakit Paru Provinsi Jawa Barat telah menyelesaikan Panduan
Pelayanan anestesi pada Bronkoskopi ( teropong Paru ) sebagai petunjuk dalam
menjalankan pelayanan tindakan Bronkoskopi di Rumah Sakit Paru Provinsi Jawa
Barat.
Panduan ini memuat beberapa hal tentang definisi Bronkoskopi, Ruang
Lingkup, Tata laksana Bronkoskopi yang tersedia di Rumah Sakit.
Dlam penyusunan panduan ini banyak kesalahan dan kekurangan , maka
untuk itu kami sangat terbuka atas koreksi yang membangun demi
kesempurnaaan panduan ini.
Cirebon, 2016
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I DEFINISI
BAB II RUANG LINGKUP
BAB III TATA LAKSANA BRONKOSKOPI
BAB IV DOKUMENTASI
\
1. Kebijakan-kebijakan
2. SPO-SPO
3. Format Anestesi dan Asesmen
4. Format Laporan Tindakan bronkoskopi premedikasi
5. Format daftar tilik keselamatan tindakan Bronkoskopi
6. Format Asuhan keperawatan di Pelayanan Bronkoskopi
7. Format Pengendalian Mutu.
PANDUAN PELAYANAN ANESTESI
PADA TINDAKAN BRONKOSKOPI ( TEROPONG PARU )
BAB I
A. Pelayanan Anestesi
1. Pengertian
Indikasi:
premedikasi, induksi anestesi dan penunjang anestesi umum; sedasi untuk
tindakan diagnostik & anestesi lokal.
Peringatan:
insomnia pada psikosis, depresi berat, kerusakan otak organik, insufisiensi
pernapasan, mengemudi atau mengoperasikan mesin yang berbahaya pada jam
pertama sampai keenam setelah mendapat obat, orang dewasa lebih dari 60
tahun, hamil, menyusui, gangguan hati, ketergantungan, pemutusan obat
mendadak, pengurangan bertahap setelah pemakaian lama, penggunaan
intravena apabila fasilitas resusitasi tersedia.
Interaksi:
lihat Lampiran 1 (midazolam).
Kontraindikasi:
bayi prematur, miastenia gravis.
Efek Samping:
jarang terjadi efek samping pada kardiorespirasi, mual, muntah, nyeri kepala,
cegukan, laringospamus, dispnea, halusinasi, mengantuk berlebihan, ataksia,
ruam kulit, reaksi paradoksikal, episode amnesia.
Dosis:
injeksi intramuskular premedikasi sebelum operasi: DEWASA 0,07-0,1 mg/kg bb:
ANAK 0,15-0,2 mg/kg bb. Injeksi intravena premedikasi sebelum
diagnostik/intervensi bedah 2,5-5 mg, selanjutnya 1 mg bila diperlukan. Induksi
anestesi dewasa 10-15 mg intravena dalam kombinasi dengan narkotik 0,03-0,3
mg/kg bb/jam. ANAK 0,15-0,2 mg/kg bb intramuskular dalam kombinasi dengan
ketamin. Sedasi dalam unit perawatan intensif (ICU) dosis muatan (loading dose)
0,03-0,3 mg/kg bb; dosis penunjang 0,03-0,2 mg/kg bb/jam.
Untuk anestesi local di sekitar Plika vokalis disemprotkan lidokain spray 4 menit
sebelum tindakan Bronkoskopi
Serat optik merupakan saluran transmisi atau sejenis kabel yang terbuat
dari kaca atau plastik yang sangat halus dan lebih kecil dari sehelai rambut,
dan dapat digunakan untuk mentransmisikan sinyal cahaya dari suatu tempat
ke tempat lain. Sumber cahaya yang digunakan biasanya adalah laser atau
LED. Kabel ini berdiameter lebih kurang 120 mikrometer. Cahaya yang ada di
dalam serat optik tidak keluar karena indeks bias dari kaca lebih besar
daripada indeks bias dari udara, karena laser mempunyai spektrum yang
sangat sempit. Kecepatan transmisi serat optik sangat tinggi sehingga sangat
bagus digunakan sebagai saluran komunikasi.
Salah satu kegunaan dari FOB adalah mengeluarkan mucous plug yang
merupakan penyebab terjadinya retensi jalan napas dan atelektasis. Pada
penderita dengan atelektasis lobar yang mengancam jiwa atau kolaps paru,
bronkhoskopi tidak boleh ditunda bila fisioterapi dada gagal. Keuntungan
teurapetiknya adalah perbaikan aerasi yang dapat dinilai dengan auskultasi,
pertukaran gas yang lebih baik dan bukti radiografik dari ekspansi volume paru
pada 40%-80% prosedur (Baughman, 2001)
Pada penderita dengan hemoptisis, bronkhoskopi dapat memberi
kemudahan untuk akses ke lobus yang paling atas dan orificium yang lebih
distal. Jika tempat perdarahan aktif tidak dapat diidentifikasi dengan pasti,
bronkhoskopi dapat digunakan untuk membilas segmen paru dan mencari
timbulnya perdarahan. Setelah sumber hemoptisis ditemukan, dilakukan
instilasi langsung saline dingin atau kombinasi salin dengan efineprin.
Tindakan ini dapat menghentikan perdarahan dan memberikan kesempatan
untuk persiapan torakotomi (Raoof, 2001).
B. TINDAKAN BRONKOSKOPI
1. INDIKASI
a. Indikasi Bronkhoskopi
Indikasi dari bronkoskopi adalah untuk membantu dalam
menegakkan diagnosis, sebagai terapeutik serta evaluasi pre operatif / post
operasi.
i. Indikasi Diagnostik
Yang termasuk indikasi diagnostik bronkoskopi antara lain:
1. Batuk
2. Batuk darah yang tidak diketahui penyebabnya
3. Wheezing lokal dan stridor
4. Gambaran foto toraks yang abnormal
5. Obstruksi dan atelektasis
6. Adanya benda asing dalam saluran napas
7. Pemeriksaan Bronchoalveolar lavage (BAL)
8. Lymphadenopathy atau massa intrabronkial pada
intra toraks
9. Karsinoma bronkhus
10. Ada bukti sitologi atau masih tersangka
11. Penentuan derajat karsinoma bronkus
12. Follow up karsinoma bronkus
ii. Indikasi Terapi
1. Yang termasuk indikasi terapeutik bronkoskopi
antara lain:
2. Mengeluarkan sekret/gumpalan mukus yang
tertahan penyebab atelektasis, pneumonia dan
abses paru
3. Mengeluarkan benda asing pada trakeobronkial
4. Pemasangan stent pada trakeobronkial
5. Dilatasi bronkus dengan menggunakan balon
6. Kista pada mediastinum
7. Kista pada bronkus
8. Mengeluarkan sesuatu dengan bronkoskopi
9. Brachytherapy
10. Laser therapy
11. Abses paru
12. Trauma dada
13. Therapeutic lavage (pulmonary alveolar proteinosis)
2. KONTRA INDIKASI
Kontra indikasi tindakan bronkoskopi terdiri dari kontra indikasi
absolut dan relatif.
3. MEKANISME
Berdasarkan bentuk dan sifat alat bronkoskopi, saat ini dikenal dua
macam bronkoskopi, yaitu Rigid Bronkoskopi ( Pipa Kaku ) dan Fiber Optik
Bronkhoskopi ( Serat Optik )
4. KOMPLIKASI
Pada umumnya FOB mempunyai batas keamanan yang tinggi
dengan angka mortaliti 0-0,4 % dengan komplikasi mayor (perdarahan
pada waktu dilakukan biopsi, depresi pernafasan, henti jantung, aritmia,
dan pneumotoraks) < 1 % pada waktu tindakan bronkoskopi.
i. Trans nasal
ii. Trans oral (yang sering dilakukan)
iii. Melalui rigid atau endotrakeal
6. KEGAGALAN BRONKOSKOPI
BAB III
TATA LAKSANA BRONKOSKOPI
A. penjadwalan Bronkoskopi
Pelayanan Bronkhoskopi dilaksanakan setiap hari selasa dan kamis. Setelah
pasien diperiksa di rawat inap/ rawat jalan oleh dokter spesialis paru, dibuat
rujukan yang berisi intriksi tindakan Bronkoskopi, dan dilengkapi dengan
pemeriksaan penunjang.
B. Persiapan Bronkoskopi
a. Persiapan Tindakan Bronkhoskopi
Persiapan tindakan bronkhoskopi ada dua macam yaitu persiapan
penderita dan persiapan alat serta obat.
i. Persiapan penderita
1. Informasi yang berkaitan dengan riwayat penyakit
sebelumnya, penyakit sekarang, kondisi fisik dan
mental penderita dan riwayat reaksi alergi terhadap
obat yang akan digunakan untuk tindakan bronkoskopi.
2. Memberikan informasi kepada penderita tentang
tahapan yang akan dilakukan mulai dari persiapan
bronkoskopi sampai pasca bronkoskopi, penjelasan
tentang tindakan anestesi yang dilakukan dan efek
anestesi yang dirasakan penderita
3. Menandatangani surat persetujuan tindakan (informed
consent)
4. Persiapan fisik antara lain :
i. Puasa minimal 6 jam sebelum dilakukan
tindakan
ii. Test lidocain 2% 0.1 cc diberikan
intracutan dan dibaca setelah 15 menit
5. Persiapan penunjang
i. Foto toraks AP Lateral
ii. Faal paru
1. VC > 1000 cc
2. FEV1 > 800 cc
iii. PAO2 > 65 mmHg
iv. Faal hemostatis
1. Hb > 10 gr%
v. EKG
ii. Persiapan alat dan obat
1. Meja anestesi dan premedikasi
i. Lampu kepala (head lamp)
ii. Kaca tenggorok (keel spiegel)
iii. Xylocain spray 10%
iv. Lampu spiritus
v. Disp spuit 5 cc
vi. Tong spatel
vii. Spuit instilasi
viii. Cucing berisi lidocain 2%
ix. Kasa dan tissue secukupnya
x. Obat-obat sulfas atropine dan
dipenhydramin
2. Meja instrument
i. Disp Spuit 50 cc
ii. Disp Spuit 10 cc
iii. Disp Spuit 5 cc
iv. Cucing berisi PZ
v. Cucing berisi lidocain 2%
vi. Hand schoon
vii. Botol penampung washing
viii. Alat untuk aspirasi biopsi
ix. Alat untuk forcep biopsi
x. Alat untuk brushing
xi. Alat bronkhoskopi (fiber optic)
xii. Alkohol 90%
xiii. Alkohol 70%
xiv. Formalin cair 10%
xv. Kasa dan tissue secukupnya
xvi. Objek glass
xvii. Pengaman gigi (mouth piece)
3. Obat-obat emergency
i. Pethidin
ii. Adrenalin
iii. Kalmetason
iv. Midazolam
v. Aminophylin
vi. Valium
vii. Transamin
viii. Epidrin
ix. Alupent
x. Transfusi set
xi. Surflo
xii. Cairan infus
4. Alat-alat penunjang lain
i. Oxymeter
ii. Oksigen
iii. Suction
iv. 2 buah mangkok berisi larutan tepol dan
aquades (untuk mencuci alat
bronkhoskopi)
2. Pelaksanaan Bronkhoskopi
a. Tahap I
1) Diberikan motivasi tentang tujuan dan akibat yang mungkin timbul
dari tindakan bronkhoskopi, diharapkan penderita kooperatif agar
tindakan ini berhasil secara maksimal
2) Menandatangani surat persetujuan tindakan, baik oleh penderita
maupun keluarganya
3) Ukur gejala cardinal ( tekanan darah, nadi)
b. Tahap II
1) Test lidocain 2% 0.1 cc intracutan dan dibaca setelah 15 menit
2) Diberikan dipenhydramin 1 cc (10 mg) dan sulfas atropine 2 amp
(0.5 mg) intramuscular dan ditunggu selama 30 menit
3) Lepas gigi palsu kalau ada (agar tidak tertelan saat penderita batuk,
selama dilakukan tindakan bronkhoskopi)
4) Sesudah 30 menit dilakukan lokal anestesi dengan pemberian
xylocain spray 10% pada pangkal lidah dengan dosis tidak boleh
lebih dari 20 kali semprotan
5) Instilasi lidocain 2% sebanyak 4-6 cc pada plika vokalis dan trakea.
Pemakaian lidocain tidak boleh lebih dari 400 mg
6) Penderita ditidurkan dimeja operasi dengan posisi terlentang dan
mata ditutup dengan mitella
7) Dipasang oxymeter untuk memonitor nadi dan saturasi oksigen
8) Diberikan oksigen 2 lpm melalui nasal kanul
9) Mouth piece (pengaman gigi) dipasang, selanjutnya operator
memasukkan ujung bronkhoskop yang sudah diolesu jelly
(lubricating gel) kedalam mulut melalui mouth piece
10) Posisi perawat berdiri disebelah kiri penderita dan dokter untuk
memudahkan membantu pelaksanaan tindakan tersebut
11) Skop masuk malalui plika vokalis, trakea, karina utama, bronkhus
dan cabang-cabangnya
12) Pada cabang bronkhus yang diduga ada kelainan dilakukan
pengambilan specimen dengan cara :
a) Aspirasi Biopsi
Pengambilan specimen dengan cara memasukkan jarum
panjang ditempat yang dicurigai ada keganasan, dihisap dengan
disp spuit 50 cc dan specimen disemprotkan diatas ojek glass
b) Biopsi Forcep
Cara pengambilan jaringan dengan memakai forcep.
Forcep diarahkan ketempat yang dicurigai adanya keganasan,
mulut forcep dinuka dan ditancapkan ke jaringan tersebut dan
ditutup (sesuai aba-aba operator). Hal ini dilakukan 2-3 kali
sampai didapatkan jaringan untuk bahan pemeriksaan
c) Bronkhial Brushing
Dilakukan sikatan ditempat yang dicurigai adanya
keganasan atau keradangan untuk mendapatkan bahan
pemeriksaan. Dari hasil sikatan dioleskan pada objek glass yang
sudah disediakan. Setelah selesai tindakan bronkhoskopi
penderita dipindahkan ke ruang khusus untuk observasi
selanjutnya, apakah ada komplikasi dari tindakan tersebut
a) Aritmia
b) Bradikardi
c) Takikardi
Tanda-tanda lain :
b. Perawatan alat
Setelah selesai tindakan bronkhoskopi, alat diusahakan tetap
bersih dengan cara :
i. Anestesi lokal
1. Secara rutin semua tindakan bronkhoskopi
menggunakan anestesi lokal
2. Anestesi lokal diberikan 30 menit setelah premedikasi,
dengan menyemprotkan xylocain spray 10% pada
pangkal lidah, faring dan laring. Penyemprotan tidak
boleh lebih dari 20 kali semprotan.
3. Selanjutnya dilakukan instilasi lidocain 2% 4-6 cc dan
diharapkan lidocain ini dapat tersebar merata dikedua
bronkhus utama dan cabang-cabangnya.
4. Pemakain keseluruhan tidak boleh lebih dari 400 mg.
ii. Anestesi umum
Pada umumnya tindakan bronkhoskopi tidak memerlukan anestesi
umum kecuali pada keadaan sebagai berikut :
Pelaksanaan Bronkhoskopi
a. Tahap I
1) Diberikan motivasi tentang tujuan dan akibat yang mungkin timbul
dari tindakan bronkhoskopi, diharapkan penderita kooperatif agar
tindakan ini berhasil secara maksimal
2) Menandatangani surat persetujuan tindakan, baik oleh penderita
maupun keluarganya
3) Ukur gejala cardinal ( tekanan darah, nadi)
b. Tahap II
1) Test lidocain 2% 0.1 cc intracutan dan dibaca setelah 15 menit
2) Diberikan dipenhydramin 1 cc (10 mg) dan sulfas atropine 2 amp
(0.5 mg) intramuscular dan ditunggu selama 30 menit
3) Lepas gigi palsu kalau ada (agar tidak tertelan saat penderita batuk,
selama dilakukan tindakan bronkhoskopi)
4) Sesudah 30 menit dilakukan lokal anestesi dengan pemberian
xylocain spray 10% pada pangkal lidah dengan dosis tidak boleh
lebih dari 20 kali semprotan
5) Instilasi lidocain 2% sebanyak 4-6 cc pada plika vokalis dan trakea.
Pemakaian lidocain tidak boleh lebih dari 400 mg
6) Penderita ditidurkan dimeja operasi dengan posisi terlentang dan
mata ditutup dengan mitella
7) Dipasang oxymeter untuk memonitor nadi dan saturasi oksigen
8) Diberikan oksigen 2 lpm melalui nasal kanul
9) Mouth piece (pengaman gigi) dipasang, selanjutnya operator
memasukkan ujung bronkhoskop yang sudah diolesi jelly (lubricating
gel) kedalam mulut melalui mouth piece
10) Posisi perawat berdiri disebelah kiri penderita dan dokter untuk
memudahkan membantu pelaksanaan tindakan tersebut
11) Skop masuk malalui plika vokalis, trakea, karina utama, bronkhus
dan cabang-cabangnya
12) Pada cabang bronkhus yang diduga ada kelainan dilakukan
pengambilan specimen dengan cara :
a) Aspirasi Biopsi
Pengambilan specimen dengan cara memasukkan jarum
panjang ditempat yang dicurigai ada keganasan, dihisap dengan
disp spuit 50 cc dan specimen disemprotkan diatas ojek glass
b) Biopsi Forcep
Cara pengambilan jaringan dengan memakai forcep.
Forcep diarahkan ketempat yang dicurigai adanya keganasan,
mulut forcep dinuka dan ditancapkan ke jaringan tersebut dan
ditutup (sesuai aba-aba operator). Hal ini dilakukan 2-3 kali
sampai didapatkan jaringan untuk bahan pemeriksaan
c) Bronkhial Brushing
Dilakukan sikatan ditempat yang dicurigai adanya
keganasan atau keradangan untuk mendapatkan bahan
pemeriksaan. Dari hasil sikatan dioleskan pada objek glass yang
sudah disediakan. Setelah selesai tindakan bronkhoskopi
penderita dipindahkan ke ruang khusus untuk observasi
selanjutnya, apakah ada komplikasi dari tindakan tersebut
d) Bronkhial Washing
Dilakukan pencucian ditempat yang dicurigai adanya
keganasan dan dilakukan sesuadah biopsi. Pencucian pada luka
bekas biopsi diharapkan ada sisa-sisa jaringan yang ikut dalam
cairan bilas tersebut.
c. Perawatan alat
Setelah selesai tindakan bronkhoskopi, alat diusahakan tetap
bersih dengan cara :
i. Aritmia
ii. Bradikardi
iii. Takikardi
Tanda-tanda lain :
1. Pra-Anestesia
a. Konsultasi dan pemeriksaan oleh dokter spesialis anestesiologi harus
dilakukan sebelum tindakan anestesia untuk memastikan bahwa pasien
berada dalam kondisi yang layak untuk prosedur anestesi.
b. Dokter spesialis anestesiologi bertanggung jawab untuk menilai dan
menentukan status medis pasien pra-anestesia berdasarkan prosedur
sebagai berikut :
1) Anamnesis dan pemeriksaan pasien.
2) Meminta dan/atau mempelajari hasil-hasil pemeriksaan dan konsultasi
yang diperlukan untuk melakukan anestesia.
3) Mendiskusikan dan menjelaskan tindakan anestesia yang akan
dilakukan dan memastikan bahwa pasien dan/atau keluarga pasien
telah mengerti dan menandatangani persetujuan tindakan.
4) Mempersiapkan dan memastikan kelengkapan alat anestesia dan obat-
obat yang akan dipergunakan.
c. Pemeriksaan penunjang pra-anestesia dilakukan sesuai Standar Profesi.
d. Tersedianya oksigen dan gas medik yang memenuhi syarat dan aman.
Pelayanan pra-anestesia ini dilakukan pada semua pasien yang akan
menjalankan tindakan anestesia. Pada keadaan yang tidak biasa, misalnya
gawat darurat, langkah-langkah pelayanan praanestesia sebagaimana
diuraikan di atas, dapat diabaikan.
3. Pelayanan Pasca-Anestesia
a. Setiap pasien pasca tindakan anestesia harus dipindahkan ke ruang pulih
(Unit Rawat Pasca-anestesia/PACU) atau ekuivalennya kecuali atas
perintah khusus dokter spesialis anestesiologi atau dokter yang
bertanggung jawab terhadap pasien tersebut, pasien juga dapat
dipindahkan langsung ke unit perawatan kritis (ICU/HCU).
b. Pemindahan pasien ke ruang pulih harus didampingi salah satu atau lebih
dari tim pengelola anestesia. Selama pemindahan, pasien harus
dipantau/dinilai secara kontinual dan diberikan bantuan sesuai dengan
kondisi pasien.
c. Setelah tiba di ruang pulih dilakukan serah terima pasien kepada perawat
ruang pulih dan disertai laporan kondisi pasien.
d. Kondisi pasien di ruang pulih harus dinilai secara kontinual.
e. Tim pengelola anestesi bertanggung jawab atas pengeluaran pasien dari
ruang pulih.
B. Ketenagaan
Pelayanan anestesiologi di Rumah Sakit Umum Teungku Peukan dilaksanakan
dengan pendekatan tim yang terdiri dari dokter spesialis anestesiologi dan/atau
dokter lain, serta dapat dibantu oleh perawat anestesia/perawat.
Koordinator Pelayanan Anestesi dipimpin oleh dokter spesialis anestesiologi.
Jika tidak ada dokter spesialis anestesiologi maka koordinator pelayanan
ditetapkan oleh direktur rumah sakit yang diatur dalam peraturan internal rumah
sakit.
Jumlah kebutuhan tenaga anestesiologi disesuaikan dengan beban kerja dan
klasifikasi pelayanan anestesiologi diselenggarakan oleh rumah sakit, sesuai
dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku.