Anda di halaman 1dari 9

REGIONAL ANESTESI

PADA SECTIO CAESAREA

Anna Millizia1, M. Fathul Arif2


1)
Departemen Anestesiologi, RSUD Cut Meutia, Aceh Utara
Mahasiswa Fakultas Kedokteran, Universitas Malikussaleh, Lhokseumawe
2)

Corresponding Author : mfathularif321@gmail.com

Abstrak
Persalinan sectio caesarea merupakan bentuk persalinan dengan proses pembedahan untuk
mengangkat bayi dari rahim dengan cara membedah abdomen. Persalinan sectio caesarea
biasanya dilakukan ketika perkembangan persalinan terlalu lambat atau ketika janin tampak
berada dalam masalah. Di Indonesia data proporsi persalinan normal mencapai 81,5% dan
persalinan dengan sectio caesarea sebesar 17,6%. Ny. D usia 42 tahun datang ke IGD RSUD
Cut Meutia pada tanggal 17 Mei 2022. Pasien datang dengan kehamilan ke 3, riwayat
kehamilan 1 merupakan anak dengan persalinan normal, kehamilan ke 2 anak dengan
persalinan SC, kehamilan ke 3 anak dengan persalinan SC. Berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang pasien didiagnosis dengan diagnosis
G3P2A0 hamil aterm dengan ASA II, rencana pembedahan berupa Sectio Caesarea dengan
rencana Regional anestesi dengan subarachnoid block. Sebelum tindakan dilakukan,
pasien dipuasakan selama 8 jam. Preload cairan yang digunakan adalah kristaloid
berupa ringer laktat. Sebelum dimulai operasi, pasien akan diposisikan oleh
operator dengan posisi supine. pasien diinduksi dengan menggunakan Bupivacain 0,5%
20 mg dan memposisikan pasien dengan posisi duduk dengan kepala di tekuk. Tindakan
operasi dengan posisi supine. Lama operasi adalah 65 menit. Maintenance anestesi
diberikan melalui agen inhalasi sevofluran dan O2, dan N2O. Antiemetik yang
digunakan adalah ondancentron 4 mg/2ml. Selama operasi saturasi oksigen pasien
tetap terjaga. Pasca operasi pasien kembali ke ruang obgyn, setelah dilakukan
observasi di ruang recovery selama 45 menit. Selama di ruang recovery pasien tidak
memiliki keluhan yang berarti.

Kata Kunci : sectio cesarea, general anestesi, supine

GENERAL ANESTHESIA ON CAESAREA SECTION

Abstract

Sectio caesarea delivery is a form of delivery with a surgical process to remove the baby from
the uterus by dissecting the abdomen. Sectio caesarea delivery is usually done when the
progress of labor is too slow or when the fetus seems to be in trouble. In Indonesia, the
proportion of normal deliveries reached 81.5% and deliveries by cesarean section of 17.6%.
Mrs. D aged 42 years came to the ER Cut Meutia Hospital on May 17, 2022. The patient
came with a 3rd pregnancy, a history of 1st pregnancy being a child with normal delivery,
2nd pregnancy with CS delivery, 3rd pregnancy with CS delivery. Based on history, physical
examination and supporting examination, the patient was diagnosed with G3P2A0 at term
pregnant with ASA II, the surgical plan was Sectio Caesarea with regional anesthesia plan

1
2

with subarachnoid block. Prior to the procedure, the patient was fasted for 8 hours. Preload
fluid used is a crystalloid in the form of Ringer's lactate. Before starting the operation, the
patient will be positioned by the operator in a supine position. The patient was induced using
Bupivacaine 0.5% 20 mg and positioned the patient in a sitting position with the head bent.
Surgery in the supine position. Operation time is 65 minutes. Maintenance anesthesia was
provided through the inhalation agent sevoflurane and O2, and N2O. The antiemetic used
was ondancentron 4 mg/2ml. During surgery the patient's oxygen saturation is maintained.
Postoperatively the patient returned to the obgyn room, after being observed in the recovery
room for 45 minutes. While in the recovery room, the patient had no significant complaints.

Keywords : sectio cesarea, general anestesi, supine

PENDAHULUAN
Persalinan sectio caesarea merupakan bentuk persalinan dengan proses pembedahan
untuk mengangkat bayi dari rahim dengan cara membedah abdomen. Persalinan sectio
caesarea biasanya dilakukan ketika perkembangan persalinan terlalu lambat atau ketika janin
tampak berada dalam masalah.3
Di Indonesia data proporsi persalinan normal mencapai 81,5% dan persalinan dengan
sectio caesarea sebesar 17,6%. Persalinan sectio caesarea dapat menimbulkan berbagai
komplikasi bahkan kematian pada ibu bersalin.4
Anestesi berasal dari bahasa Yunani, an- yang berarti “tanpa” dan aisthēsi, yang
berarti sensasi. Anestesi adalah pemberian obat untuk menghilangkan kesadaran secara
sementara dan biasanya ada kaitannya dengan pembedahan. Secara garis besar anestesi dibagi
menjadi dua kelompok yaitu anestesi umum dan anestesi regional. Anestesi umum adalah
keadaan tidak sadar tanpa nyeri yang bersifat sementara akibat pemberian obat-obatan serta
menghilangkan rasa sakit seluruh tubuh secara sentral. Sedangkan anestesi regional adalah
anestesi pada sebagian tubuh, keadaan bebas nyeri sebagian tubuh tanpa kehilangan
kesadaran. 1
Regional anastesi terdiri dari Sub Arachnoid Block (SAB) atau spinal anestesi,
Combined Subarachnoid-Epidural (CSE), Epidural block (EB) dan Block Gangglion/Saraf
Perifer. Anestesi regional merupakan suatu metode yang lebih bersifat sebagai analgesik.
Anestesi regional hanya menghilangkan nyeri tetapi pasien tetap dalam keadaan sadar.
Anestesi spinal menjadi pilihan untuk operasi abdomen bawah dan ekstermitas bawah.
Teknik anestesi ini popular karena sederhana, efektif, aman terhadap sistem saraf, konsentrasi
obat dalam plasma yang tidak berbahaya serta mempunyai analgesi yang kuat.2

LAPORAN KASUS
Ny. D usia 42 tahun datang ke IGD RSUD Cut Meutia pada tanggal 17 Mei 2022. Pasien
datang dengan kehamilan ke 3, riwayat kehamilan 1 merupakan anak dengan persalinan
normal, kehamilan ke 2 anak dengan persalinan SC, kehamilan ke 3 anak dengan persalinan
SC. Penyakit sebelumnya seperti DM (-), hipertensi gestasional (-), riwayat alergi (-),
penyakit jantung (-), riwayat operasi (+), trauma (-). Tidak ada anggota keluarga yang
mengalami penyakit yang sama dengan pasien. Pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga.
Pembiayaan pengobatan pasien menggunakan BPJS.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan hemodinamik stabil dan status generalisata dalam batas
normal. Hasil pemeriksaan labratorium tidak ada nilai yang bermakna. Berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang pasien didiagnosis dengan
3

G3P2A0 hamil aterm dengan status fisik ASA II. pada pasien direncanakan tindakan berupa
Sectio Caesarea dengan rencana Regional anestesi dengan subarachnoid block.

LAPORAN ANESTESI
- Ahli Anestesiologi : dr. Fachrurrazi, Sp.An, M.Kes,KIC
- Ahli Bedah : dr. Jerri Indrawan, Sp.OG
- Diagnosis prabedah : G3P2A0 Hamil Aterm
- Jenis Operasi : Sectio caesarea
- Jenis Anestesi : Regional anestesi (SAB)
- Lama Operasi : Pukul 11:40 s/d 12:20
- Lama Anestesi : Pukul 11:30 s/d 12:35
Persiapan Pra Anestesi
Pasien di konsultasikan kepada dr. Fachrurrazi, Sp.An, M.Kes,KIC pada tanggal 17 Mei 2022
untuk persetujuan dilakukan tindakan operasi. Setelah mendapatkan persetujuan, kemudian
pasien disiapkan untuk rencana Sectio caesaria. Diberikan juga informasi kepada keluarga
pasien, antara lain: Informed consent dan surat persetujuan operasi.Persiapan operasi yang
dianjurkan kepada pasien adalah: pasien ini dipuasaka 8 jam sebelum operasi, tujuannya
untuk memastikan bahwa lambung pasien telah kosong sebelum pembedahan untuk
menghindari kemungkinan terjadinya muntah dan aspirasi isi lambung yang akan
membahayakan pasien.

Di Ruang Persiapan
 Memakai pakaian operasi yang telah disediakan di ruang persiapan dan sudah terpasang
infus RL.
Persiapan alat anestesi umum:
1. Scope : Stetoscope, Laringoscope
Tube : ETT, NTT
Airway : Guedel, Nasofaringeal airway
Tape : Plaster
Introducer : Mandrin/stylet, klem magil
Connector : Penghubung ETT ke ambu bag/resuscitator
Suction : Multifungsi suction
2. Mesin anestesi dan monitor (Sphygmomanometer, pulse oxymeter), gel, infus set,
abbocath, spuit, kassa steril.
 Persiapan obat-obatan anestesi
Persiapan obat-obatan anestesi
Regional anestesi (RA):
a. Premedikasi :
b. Obat induksi : Bupivacaine o,5% 20 mg
c. Obat emergency : Ephedrine, sulfas atropine 0.5 mg, Neostigmine 1
mg, kalnex 1 A.
d. Analgetik post op : Ketorolac 1 A
e. Antibiotik post op : Cefotaxime 500 mg

Terapi cairan durante operasi:


1. Cairan pengganti puasa
Yaitu 2 mL/kgBB/jam (pasien puasa selama 9 jam), maka 2 mL/70 kg/jam = 140
mL/jam atau 1260 mL selama 9 jam
2. Maintenance selama operasi
4

Operasi sedang (3 jam), 6 mL/kgBB/jam = 420 mL/jam atau 1260 mL selama 3 jam
3. Pengganti cairan akibat perdarahan
6 kassa basah x 10 cc = 60 cc
4 kassa ½ basah x 5 cc = 20 cc
*Total perdarahan = 80 cc (Tidak tergolong dalam kelas perdarahan / tidak
ada perdarahan)
EBV = 70 mL x 70 kg = 4900 mL
Total cairan yang dibutuhkan
Satu jam pertama: 140 mL + 420 mL = 560 mL/jam
Rabu, 08 September 2021 pukul 11:20 wib
Airway : clear
Breathing : RR 20 x/ menit
Circulation : HR 90 x/ menit regular
Disability : GCS (E4V6M5 = 15)
Kesadaran : Compos mentis
ASA : II
Intra-operatif
RAbu, 18 Mei 2022 – Pukul 11.30 WIB
Airway : Clear
Breathing : RR 20 x/menit
Circulation : HR 90 x/menit
Disability : GCS (E4V6M5 = 15)
Kesadaran : Compos mentis
ASA : II
Rabu, 18 Mei 2022 pukul 11:30 wib
1. Pasien masuk kamar operasi dan dibaringkan di meja operasi dengan supine
position kemudian dilakukan pemasangan manset dan oksimeter.
2. Menilai keadaan umum dan melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital di awal atau
penilaian pra induksi:
Kesadaran: Compos Mentis, TD= 130/90 mmHg, nadi= 90x/menit, saturasi O2:
87%.
3. Pasien diberitahukan bahwa akan dilakukan tindakan pembiusan.
4. pasien diinduksi dengan menggunakan Bupivacain 0,5% 20 mg
5. Memposisikan pasien dengan posisi duduk dengan kepala di tekuk
6. Tindakan operasi dengan posisi supine
Rabu, 18 Mei 2022 pukul 11:40 wib
 Tindakan pembedahan dimulai
TD: 75/45 mmHg HR: 75 x/i Saturasi: 99%
1. Inj. Efedrin
2. Inj. Ondansetron 4mg/2ml
3. Inj. Kalnex 1 A
Rabu, 18 Mei 2022 pukul 11:50– 11.55 wib
 Neonatus dan plasenta lahir
 TD: 96/55 mmHg
 HR: 68 x/i
 Saturasi: 99%

Rabu, 18 Mei 2022 pukul 12:00-12.05 wib


5

 TD: 89/54 mmHg HR: 60 x/i Saturasi: 99%


Rabu, 18 Mei 2022 pukul 12:05 – 12.10wib
 TD: 101/63 mmHg HR: 69 x/i Saturasi: 99%
Rabu, 18 Mei 2022 pukul 12:10 – 12.20wib
 TD: 110/76mmHg HR: 84 x/i Saturasi: 99%
1. Inj. Ketorolac 30 mg/ml
2. Pembedahan selesai
3. Pemberian obat anestesi dihentikan, pemberian O2 dipertahankan
4. Manset, tensimeter dan saturasi O2 dilepas.
A. Post Operatif
Pukul 12:35 WIB
Pasien dibawa ke ruangan obstetrics dan gynecology. Dilakukan penilaian terhadap
kesadaran dan hemodinamik pasien. Dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital.
B. Instruksi Post Operatif
1) IVFD RL 20 gtt/i
2) Analgesik: Tramadol 100 mg/2ml + RL 500 cc / 20 tt/i
3) Terapi lain sesuai obstetrics dan gynecology.

TINJAUAN PUSTAKA
Sectio Caesarea
Persalinan sectio caesarea merupakan bentuk persalinan dengan proses pembedahan
untuk mengangkat bayi dari rahim dengan cara membedah abdomen. Persalinan sectio
caesarea biasanya dilakukan ketika perkembangan persalinan terlalu lambat atau ketika janin
tampak berada dalam masalah.3
Di Indonesia data proporsi persalinan normal mencapai 81,5% dan persalinan dengan sectio
caesarea sebesar 17,6%.
Ada berbagai alasan mengapa janin tidak dapat, atau tidak seharusnya, dilahirkan
melalui vagina. Beberapa dari indikasi ini tidak fleksibel, karena persalinan pervaginam akan
berbahaya dalam skenario klinis tertentu. Misalnya, persalinan sesar sering kali merupakan
pendekatan yang direkomendasikan jika pasien pernah mengalami bekas luka sesar klasik
atau ruptur uteri sebelumnya. Namun, karena potensi komplikasi persalinan sesar, banyak
penelitian telah dilakukan untuk mencari cara untuk mengurangi angka sesar
Seperti halnya persalinan dan dengan operasi pada umumnya, ada risiko pendarahan
yang berlebihan selama dan setelah operasi caesar. Perdarahan adalah penyebab utama
morbiditas ibu yang serius di Amerika Serikat. Kondisi tertentu sebelum sesar, seperti
persalinan lama atau makrosomia janin, atau polihidramnion, dapat meningkatkan risiko
atonia uteri dan perdarahan berikutnya. Kondisi intraoperatif seperti perlunya adhesiolisis
yang signifikan atau perluasan histerotomi ke lateral ke dalam pembuluh darah uterus juga
dapat menyebabkan kehilangan darah yang berlebihan. Perdarahan selama persalinan
kemudian dapat menyebabkan kebutuhan akan transfusi produk darah, yang dengan
sendirinya memiliki risiko komplikasi. Sindrom Sheehan dikenal sebagai komplikasi
perdarahan saat melahirkan. Sekitar sepuluh persen dari kematian ibu di Amerika Serikat
adalah sekunder dari perdarahan obstetrik

General Anestesi
Anestesi regional merupakan anestesi dengan infiltrasi ke saraf perifer dengan agen
anestesi dan memblokir transmisi untuk menghindari atau menghilangkan rasa sakit. Ini
berbeda dari anestesi umum karena tidak mempengaruhi tingkat kesadaran pasien untuk
menghilangkan rasa sakit. Ada beberapa keuntungan dibandingkan anestesi umum, seperti
penghindaran manipulasi jalan napas, pengurangan dosis, efek samping obat sistemik, waktu
6

pemulihan yang lebih cepat, dan tingkat nyeri yang lebih rendah secara signifikan setelah
operasi.15
Untuk anestesi neuraksial, obat-obatan (anestesi lokal, opioid, dll.) disuntikkan di
dekat saraf sistem saraf pusat. Ini dilakukan dengan cara menyuntikkan langsung ke dalam
ruang epidural sumsum tulang belakang atau ruang subarachnoid. Teknik neuraksial yang
paling umum adalah epidural, spinal, dan gabungan spinal-epidural. Untuk anestesi spinal,
jarum ditempatkan di antara vertebra lumbalis, biasanya setinggi kira-kira L4-L5 (conus
medularis berakhir kira-kira L1/L2 pada orang dewasa); jarum kemudian dimasukkan melalui
ligamen supraspinal, ligamen interspinal, dan ligamen flavum hingga mencapai ruang
subarachnoid di mana obat (anestesi lokal dengan/tanpa opioid) disuntikkan. Untuk anestesi
epidural, jarum ditempatkan di antara vertebra (mungkin serviks, toraks, atau lumbar)
melewati ligamen tulang belakang untuk mencapai ruang epidural tepat di luar ruang
subarachnoid.16
Regional anastesi terdiri dari Sub Arachnoid Block (SAB), Combined Subarachnoid-
Epidural (CSE), Epidural block (EB) dan Block Gangglion/Saraf Perifer. Anestesi regional
merupakan suatu metode yang lebih bersifat sebagai analgesik. Anestesi regional hanya
menghilangkan nyeri tetapi pasien tetap dalam keadaan sadar.
Anestesi Spinal
Penyuntikan anestesi lokal ke dalam ruang subaraknoid disegmen lumbal 3-4 atau
lumbal 4-5. Untuk mencapai ruang subaraknoid, jarum spinal menembus kulit subkutan lalu
menembus ligamentum supraspinosum, ligamen interspinosum, ligamentum flavum, ruang
epidural, durameter, dan ruang subaraknoid. Tanda dicapainya ruang subaraknoid adalah
dengan keluarnya liquor cerebrospinalis (LCS).16
Anestesi spinal hanya dilakukan di daerah lumbal, khususnya tingkat menengah ke
bawah untuk menghindari kerusakan pada sumsum tulang belakang dan juga untuk mencegah
obat yang disuntikkan secara intratekal agar tidak memiliki aktivitas di daerah dada atas dan
leher rahim. Ujung kaudal medula spinalis adalah conus medullaris dan biasanya berada di
batas bawah korpus vertebra lumbalis pertama atau kadang-kadang kedua. Pada pasien anak-
anak, itu sedikit lebih rendah, umumnya berakhir di sekitar L3. Pada populasi orang dewasa,
posisi conus rata-rata adalah sepertiga bawah L1 (kisaran: sepertiga tengah T12 hingga
sepertiga atas L3). Variasi posisi conus mengikuti distribusi normal. Tidak ada perbedaan
signifikan dalam posisi conus yang terlihat antara pasien pria dan wanita atau dengan
bertambahnya usia.[1] Kantung dural biasanya meluas ke S2/3. Untuk alasan ini, penyisipan
jarum spinal untuk anestesi spinal biasanya di sela L3/4 atau L4/5. Trauma sumsum tulang
belakang lebih mungkin terjadi ketika memilih sela yang lebih tinggi, terutama pada pasien
obesitas.
Menurut Latief (2010) anestesi spinal menjadi pilihan untuk operasi abdomen bawah
dan ekstermitas bawah. Teknik anestesi ini popular karena sederhana, efektif, aman terhadap
sistem saraf, konsentrasi obat dalam plasma yang tidak berbahaya serta mempunyai analgesi
yang kuat namun pasien masih tetap sadar, relaksasi otot cukup, perdarahan luka operasi
lebih sedikit, aspirasi dengan lambung penuh lebih kecil, pemulihan saluran cerna lebih
cepat. Anestesi spinal memiliki komplikasi. Beberapa komplikasi yaitu hipotensi terjadi 20-
70% pasien, nyeri punggung 25% pasien, kegagalan tindakan spinal 3-17% pasien dan post
dural punture headache di Indonesia insidensinya sekitar 10% pada pasien paska spinal
anestesi.2
Posisi Pemberian Obat Spinal
a) Posisi miring (lateral dekubitus)
Pada posisi tidur tusukan spinal anestesi pada interspace L3-L4 akan terjadi blok lebih
tinggi dari pada posisi duduk.
b) Posisi duduk
7

Posisi duduk dengan tusukan yang sama pada interspace L3-L4 maka dengan pengaruh
gravitasi dan sifat obat bupivacain 0,5% hiperbarik, obat akan segera turun pada
lumbosakralis sampai dengan sakrum, sehingga nervus tersebut diatas lebih sedikit terkena
obat spinal anestesi obat akan terkonsentrasi pada daerah sakralis mengenai nervus cutaneusf
emoralis posterior S1-S2, nervus pudendus S2-S3, nervus analis (rectalis) inferior S3-S4,
nervus coxigeus S4-S5 dan nervus anocoxigeus pada sakrum 5-coxigeus (S5-C6).

PEMBAHASAN
Pasien usia 42 tahun datang ke IGD RSUD Cut Meutia pada tanggal 17 Mei 2022.
Pasien datang dengan kehamilan ke 3, riwayat kehamilan 1 merupakan anak dengan
persalinan normal, kehamilan ke 2 anak dengan persalinan SC, kehamilan ke 3 anak yang di
rencanakan SC atas indikasi permintaan pasien yang akan dilakukan sterilisasi.
Angka kejadian sectio caesarea di Indonesia yaitu untuk data proporsi persalinan
normal mencapai 81,5% dan persalinan dengan sectio caesarea sebesar 17,6%. Angka
persalinan sectio caesarea tertinggi adalah DKI Jakarta sebesar 31,1%, Provinsi Riau sebesar
20,2%, dan proporsi persalinan sectio caesarea terendah adalah Provinsi Papua sebesar
6,7%.20 Veibymiaty dalam penelitiannya memaparkan bahwa ada 4 faktor yang paling
berperan dalam peningkatan angka kejadian sectio caesarea, yaitu gawat janin 31,14%,
persalinan tidak maju 27,55%, pre eklampsi 24,55% dan panggul sempit 16,76%.21
Selama evaluasi pre operasi didapatkan keadaan pasien baik dengan kesadaran
kompos mentis, dengan vital sign yang normal. Operasi dilakukan menggunakan anestesi
spinal dengan bupivacaine 0,5%. Setelah dilakukan anestesi spinal pasien mengalami
penurunan tekanan darah,. Hipotensi dan bradikardi merupakan komplikasi akut dari anestesi
spinal dengan proporsi sebesar 15% hingga 33% kasus, sedangkan bradikardi terjadi pada
sekitar 10% pasien. Pada penelitian lain dijumpai bahwa pada lebih dari 1800 pasien yang
mendapatkan anestesi spinal, 26% mengalami komplikasi, mayoritas berupa hipotensi (16%).
Beberapa penelitian menyebutkan insidensinya mencapai 8–33%. Hipotensi biasanya terjadi
pada 1 sampai 15 atau 20 menit pertama setelah penyuntikan subaraknoid. Perbedaan
prevalensi tersebut dapat dipengaruhi oleh riwayat pasien, komorbiditas dan teknik anestesi
yang digunakan. Mekanisme yang mendasarinya adalah vasodilatasi vena dan arteri yang
disebabkan oleh blok simpatis obat anestesi yang meluas hingga 2-6 dermatom cephalad dari
tingkat sensoris awal anestesi spinal. Oleh karena 75% total volume darah berada pada sistem
vena, vesodilatasi menyebabkan venous pooling dan penurunan aliran darah balik vena.
Selain itu, tidak adanya respons kompensasi terhadap refleks takikardia atau aktivitas vagal
yang berlebihan juga merupakan faktor penyebab terjadinya hipotensi.22,23
Pasien di berikan efedrin melalui bolus sebanyak 1 ampul untuk meningkatkan
tekanan darah pasien yang mengalami hipotensi, dan tekanan darah pasien kembali
meningkat menjadi normal 109/60 Mmhg, dan nadi 81, Efedrin merupakan vasopresor dan
simpatomimetik yang telah digunakan untuk pencegahan dan juga pengobatan hipotensi yang
disebebkan oleh obat anestesi. Hal ini berkaitan dengan mekanisme farmakologi efedrin pada
reseptor adrenergik α1, β1, β2 yang dapat memberi rangsangan reseptor α1 yang bersifat
vasokonstriktor pembuluh darah terutama vena. Hal ini dapat meningkatkan hemodinamik,
seperti meningkatnya tekanan darah sistemik dan MAP, frekuensi laju nadi, curah jantung,
kerja jantung, serta kebutuhan oksigen pada jantung.24

KESIMPULAN
Pasien perempuan berusia 42 tahun datang ke IGD RSUD Cut Meutia dengan dengan
kehamilan ke 3, riwayat kehamilan 1 merupakan anak dengan persalinan normal, kehamilan
ke 2 anak dengan persalinan SC, kehamilan ke 3 anak dengan persalinan SC. Diagnosa
utama pasien adalah hamil aterm G3P2A0 aterm, penegakan diagnosa dilakukan berdasarkan
8

anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan


laboratorium.

Pasien dilakukan tindakan operasi berupa Sectio Caesarea pada tanggal 18 Mei 2022.
Tindakan anestesi yang dilakukan adalah regional anestesi dengan subarachnoid block.
Pemilihan regional anestesi pada pasien ini salah satunya karena tindakan operasi pada
daerah abdomen bawah. Evaluasi pre operasi dalam batas normal. Durante operasi pasien
termasuk baik, dengan hemodinamik yang stabil. Instruksi post operative adalah pasien
dirawat di ruangan obgyn untuk pemantauan selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA
1. Basuki, K. Anestesi dan Prinsip Dasar. ISSN 2502-3632 ISSN 2356-0304 J. Online Int.
Nas. Vol. 7 No.1, Januari – Juni 2019 Univ. 17 Agustus 1945 Jakarta 53, 1689–1699
(2019).
2. Kendell, J., Wildsmith, J. A. W. & Gray, I. G. Costing anaesthetic practice.
Anaesthesia 55, 1106–1113 (2000).
3. Nur Helmi, Z. R. Determinant of Sectio Caesarea delivery on Birth Mother in A
Hospital in Pekanbaru City Determinan Persalinan Sectio Caesarea Pada Ibu. 6, 115–
120 (2020).
4. Kemenkes RI. Hasil Utama Riskesdas 2018. (Lembaga Penerbitan Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI, 2018).
5. Sung, S. & Mahdy, H. Cesarean Section. in (StatPearls Publishing, 2021).
6. Kemenkes RI. Hasil Riset Kesehatan Dasar Tahun 2018. Kementrian Kesehat. RI 53,
1689–1699 (2018).
7. Astuti, D. M. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Persalinan Sectio Caesarea Di
RSU PKU Muhammadiyah Kota Yogyakarta. J. Kesehat. Unisa 2, 1–7 (2017).
8. Lubis, D. S. Hubungan Pengetahuan Ibu Dengan Riwayat Persalinan Sectio Caesarea
(SC) Di RSIA Norfa Husada Bangkinang Tahun 2018. Doppler 2, 62–69 (2018).
9. Hapsari, D. I. & Hendraningsih, T. Determinants of Sectio Caesarea Actions in
Maternity at Ade Muhammad Djoen Hospital, Sintang District. jumantik Univ.
Muhammadiyah Pontianak (2018).
10. Barber, E. et al. Contributing indications to the increasing cesarean delivery rate. Am.
J. Obstet. Gynecol. 118, 29–38 (2011).
11. Boyle, A. et al. Primary Cesarean Delivery in the United States. Am. J. Obstet.
Gynecol. 122, 33–40 (2013).
12. Shields, L. E., Goffman, D. & Caughey, A. B. Practice Bulletin No. 183: Postpartum
Hemorrhage. Obstet. Gynecol. 130, e168–e186 (2017).
13. Haas, D. M., Morgan, S., Contreras, K. & Enders, S. Vaginal preparation with
antiseptic solution before cesarean section for preventing postoperative infections.
Cochrane Database Syst. Rev. 2018, (2018).
14. Greig, J. R. & Jones, L. Adjunctive Azithromycin Prophylaxis for Cesarean Delivery.
N. Engl. J. Med. 376, 178–181 (2017).
15. Li, J. et al. Novel Regional Anesthesia for Outpatient Surgery. Curr. Pain Headache
Rep. 23, (2019).
16. Folino, T. B. & Mahboobi, S. K. Regional Anesthetic Blocks. StatPearls Publishing
(2021).
17. Olawin, A. M. & Das, J. M. Spinal Anesthesia. StatPearls Publishing (2021).
18. Carpenter, R. L., Caplan, R. A., Brown, D. L., Stephenson, C. & Wu, R. Incidence and
Risk Factors for Side Effects of Spinal Anesthesia. Anesthesiology 76, 906–16 (1992).
9

19. Hartmann, B. et al. The incidence and risk factors for hypotension after spinal
anesthesia induction: An analysis with automated data collection. Anesth. Analg. 94,
1521–1529 (2002).
20. Kemenkes RI. Hasil Utama Riset Kesehatan Dasar Tahun 2018. Kementrian Kesehat.
Republik Indones. 1–100 (2018). doi:1 Desember 2013
21. Sumelung, V., Kundre, R. & Karundeng, M. Faktor – faktor yang berperan
meningkatnya angka kejadian. 2, (2014).
22. Sulistyawan, V. & Laksono, R. M. Perbandingan Outcome Teknik Spinal Anestesi
Dosis Rendah Dibandingkan Dosis Biasa pada Sectio Caesarea Darurat di Rumah
Sakit dr . Saiful Anwar. J. Naaesthesia Pain 1, 3–10 (2020).
23. Tubog, T. D., Kane, T. D. & Pugh, M. A. Effects of Ondansetron on Attenuating
Spinal Anesthesia–Induced Hypotension and Bradycardia in Obstetric and
Nonobstetric Subjects: A Systematic Review and Meta-Analysis. 85(2), 113–22
(2017).
24. Afifuddin & Herman Sitanggang, R. Perbandingan Pemberian Efedrin 30 mcg/kgBB
dengan Efedrin 70 mcg/ kgBB Intravena terhadap Skala Nyeri dan Efek Hipotensi
pada Penyuntikan Propofol di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung Abstrak. J. Anestesi
Perioper. 5, 147–154 (2017).

Anda mungkin juga menyukai