Anda di halaman 1dari 17

GENERAL ANESTESI OPRASI SECTIO CAESAREA

DENGAN INDIKASI CPD

Untuk Memenuhi Tugas Mata kuliah Farmakoterapi

Oleh :

Yuni Hartati
NIM 190106161

PROGRAM STUDI D4 KEPERAWATAAN ANESTESIOLOGI

FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS HARAPAN BANGSA PURWOKERTO

2020/2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anestesiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mendasari berbagai tindakan


meliputi pemberian anestesi, penjagaan keselamatan penderita yang mengalami
pembedahan, pemberian bantuan hidup dasar, pengobatan intensif pasien gawat,
terapi inhalasi dan penanggulangan nyeri menahun. Pada prinsipnya dalam
penatalaksanaan anestesi pada suatu operasi terdapat beberapa tahap yang harus
dilaksanakan yaitu pra anestesi yang terdiri dari persiapan mental dan fisik pasien,
perencanaan anestesi, menentukan prognosis dan persiapan pada pada hari
operasi.Sedangkan tahap penatalaksanaan anestesi terdiri dari premedikasi, masa
anestesi dan pemeliharaan, tahap pemulihan serta perawatan pasca anestesi.

Sectio caesarea adalah proses lahirnya janin, plasenta dan selaput ketuban melalui
irisan yangdibuat pada dinding perut dan rahim. Definisi ini tidak termasuk apabila
mengeluarkan bayi darirongga perut pada kasus kasus ruptur uteri maupun pada
kehamilan abdominal.

Sectio caesarea terjadi pada sekitar 5-25% dari seluruh persalinan. Pada
pelaksanaan di dalam bedah sectiosesaria pada ibu hamil, teknik anestesi yang sering
digunakan adalah Teknik Anestesi Regional(RA/Regional Anesthesia), Teknik ini
baik sekali bagi penderita-penderita yang mempunyaikelainan paru- paru, diabetes
mellitus, penyakit hati yang difus dan kegagalan fungsi ginjal,sehubungan dengan
gangguan metabolisme dan ekskresi dari obat-obatan

Jenis anestesi digolongkan menjadi anestesi umum, anestesi lokal dan anestesi
regional. Anestesi umum adalah membuat sebuah keadaan tidak sadaryang terkontrol
selama keadaan di mana pasien tidak merasakan apapun dan digambarkan sebagai
terbius. Anestesi lokal merupakan hilangnya rasa padadaerah tertentu yang diinginkan
(sebagian kecil daerah tubuh) sedangkan Anestesi regional spinal adalah hilangnya
rasa pada bagian yang lebih luasdari tubuh oleh blokade selektif pada jaringan spinal
atau saraf yangberhubungan dengannya (Zunilda, 2007).Spinal atau Sub Arachnoid
Blok (SAB) merupakan salah satu teknikanestesi regional dengan cara penyuntikan
obat anestesi lokal ke dalam ruang subarachnoid di regio lumbal antara vertebra
Lumbalis 2-3, Lumbalis 3-4,Lumbalis 4-5 menggunakan teknik (midline/median atau
paramedian) denganjarum spinal yang sangat kecil dengan tujuan untuk mendapatkan
ketinggian blok atau analgesi setinggi dermatom tertentu dan relaksasi otot
rangka.Blokade sensorik dan motorik secara memuaskan tercapai dalam 12-18 menit
dan hanya dengan sejumlah kecil obat yang diperlukan serta adanya pertimbangan
bahwa operasi yang akan dilakukan berada pada bagian abdominal bawah yang sesuai
dengan indikasi (Mangku, 2009; Soenarjo, 2010;Petros AJ, 1993).

Dalam kondisi ibu dan fetus normal, Teknik GA (General Anestesi) dan RA
(Regional Anestesi)yang dilakukan sesuai prosedur hampir sama pengaruhnya
terhadap bayi baru lahir. Namun demikian, karena risiko untuk ibu dan kaitannya
dengan Apgar skor yang lebih rendah dengan menggunakan teknik anestesi GA, maka
teknik anestesi RA untuk bedah sectio sesaria menjadi pilihan utama. Teknik anestesi
RA (Regional Anestesi) akan memberikan hasil yang lebih baik dimana neonatal bisa
terpapar lebih sedikit obat anestesi (terutama saat digunakan teknik anestesi spinal),
memungkinkan ibu hamil mengikuti dengan baik proses kelahiran bayi dan
memberikan terapi penanggulangan rasa sakit pascaoperasi yang lebih
baikPembedahan atau operasi adalah semua tindakan pengobatan yang menggunakan
cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani
dan diakhiri dengan penutupan serta penjahitan lukamelalui tahap perioperatif.
Anestesi adalah hilangnya seluruh modalitas darisensasi yang meliputi sensasi
sakit/nyeri, rabaan, suhu, posisi selama praanestesi, intra anestesi dan pasca anestesi.
Secara umum fungsi anestesi adalah menghilangkan rasa nyeri, menidurkan, relaksasi
otot dan stabilitas otonom(Puruhito, 2007; Wim dan Sjamsuhidajat, 2005; Pramono,
2015; Mangku,2009; Soenarjo, 2010).

Tindakan Anestesi adalah suatu tindakan Medis, yang dikerjakan secara sengaja
pada pasien sehat ataupun disertai penyakit lain dengan derajat ringan sampai berat
bahkan mendekati kematian. Tindakan ini harus sudah memperoleh persetujuan dari
dokter Anestesi yang akan melakukan tindakan tersebut dengan mempertimbangkan
kondisi pasien, dan memperoleh persetujuan pasien atau keluarga, sehingga tercapai
tujuan yang diinginkan yaitu pembedahan, pengelolaan nyeri, dan life support yang
berlandaskan pada “patient safety”.
BAB 11

PEMBAHASAN

Cephalo Pelvic Disproportion (CPD) merupakan ketidak sesuaian ukuran lingkar


panggul ibuterhadap ukuran lingkar kepala janin, yang dapat menyebabkan ibu tidak
dapat melahirkansecara alami. Tulang-tulang panggul merupakan susunan beberapa
tulang yang membentukrongga panggul yang merupakan jalan yang harus dilalui oleh
janin ketika akan lahir secaraalami.

Sectio Caesarea adalah proses lahirnya janin, plasenta dan selaput ketuban
melalui irisan yang dibuat pada dinding perut dan rahim. Definisi ini tidak termasuk
apabila mengeluarkan bayi darirongga perut pada kasus-kasus ruptur uteri maupun
pada kehamilan abdominal.

Anestesi regional atau "blok saraf" adalah bentuk anestesi yang hanya sebagian
dari tubuh dibius (dibuat mati rasa). Hilangnya sensasi di daerah tubuh yang
dihasilkan oleh pengaruh obat anestesi untuk semua saraf yang dilewati persarafannya
(seperti ketika obat bius epidural diberikan ke daerah panggul selama persalinan). Jika
pasien akan dilakukan operasi pada ekstremitas atas (misalnya bahu, siku atau tangan),
pasien akan menerima tindakan anestesi dengan suntikan (blok saraf tepi ) di atas atau
di bawah tulang selangka (tulang leher), yang kemudian membius hanya lengan yang
dioperasi. Operasi pada ekstremitas bawah (misalnya pinggul, lutut, kaki) akan dapat
dilakukan dengan teknik anastesi epidural, spinal atau blok saraf tepi yang akan
membius bagian bawah tubuh pasien, atau seperti pada blok ekstremitas atas, yaitu
hanya memblokir persarafan pada daerah perifer.

tindakan anestesi, antara lain regional memerlukan evaluasi pra Anestesi yang
bertujuan untuk:

a) Menilai kondisi pasien.

b) Menentukan status fisik dan resiko.

c) Menentukan pilihan tehnik Anestesi yang akan dilakukan.

d) Menjelaskan tehnik Anestesi, resiko dan komplikasi serta keuntungannya, serta


telah mendapat persetujuan melalui informant consent (surat persetujuan tindakan)
Evaluasi Pra Anestesi

Evaluasi pra Anestesi adalah pemeriksaan ulang pasien sebelum dilakukan induksi
Anestesi regional dimulai, pemeriksaan ini meliputi:

a) Anamnesis, pemeriksaan fisik, check ulang pemeriksaan penunjang sesuai


indikasi serta check hasil konsultasi dari sejawat spesialis lain yang terlibat.
“menanyakan riwayat perawatan antenatal, riwayat kehamilan sebelumnya,
serta kondisi lain yang ditujukan untuk mencari adanya indikasi dan
kontraindikasi.”
b) Informed consent
c) Pemeriksaan laboratorium : (1) darah lengkap, (2) profil koagulasi, (3)
cross-match darah, dan (4) pemeriksaan khusus bila diperlukan, misalnya
pemeriksaan HIV, hepatitis B, dan sebagainya
d) Jika kondisi pasien tidak memungkinkan untuk dilakukan induksi anestesi
regional, dokter anestesi dapat menunda atau menolak tindakan anestesi
berdasarkan hasil evaluasi pra anestesi yang dinilai belum atau tidak layak
untuk dilakukan tindakan anestesi regional.
e) Menentukan status fisik pasien mengacu klasifikasi ASA/Physical State.
Evaluasi jalan napas, pernapasan, sirkulasi, kesadaran, serta area yang
direncanakan regional anestesi. Persetujuan tindakan anestesi: menjelaskan
rencana tindakan anestesi regional, komplikasi anestesi regional dan resiko
anestesi regional harus dilakukan konfirmasi ulang sebelum dilakukan induksi
anestesi regional, dengan cara memperoleh izin tertulis dari pasien dan atau
keluarga pasien. Pedoman puasa pada operasi elektif (pasien yang akan
melakukan SC harus dipuasakan paling tidak 8 jam pre operasi untuk makanan
padat dan 2 jam pre operasi untuk cairan)seperti dijabarkan pada anestesi
umum harus di jalankan, mengingat tidak ada jaminan keberhasilan dengan
tehnik anestesi regional.

3. Medikasi pra anestesi

a) medikasi pra anestesi(pre-medikasi)

Dapat diberikan sesuai kebutuhan, antara lain obat golongan


sedatif-tranquilizer, analgetik opioid, anti emetik, H-2 antagonis.
- Ondansetron 3 mg bolus IV
- INTRA-OPERASI
Lama anestesi :(70 menit)
Lama operasi : (65 menit)
b) Induksi anestesi:
- Bupivacaine spinal 0,5% sebanyak 15 mg disuntikkan ke ruang
subarachnoid dengan posisi duduk antara L3-L4 dengan jarum spinal
27 G-
- Antibiotik yang diberikan adalah secara intravena dalam dosis tunggal,
diberikan 60 menit sebelum dilakukan insisi. [3,8,11]

c) Obat-obat penyakit co-morbid boleh diberikan sebelum jadwal puasa yang


harus dilakukan.

d) jalur pemberian dapat diberikan melalui oral, IV, IM, rektal, intranasal.

4. Rencana pengelolaan pasca bedah

a) Pasien perlu dilakukan pengertian dan keadaan pasca pembedahan dengan


menjelaskan teknik dan obat yang digunakan untuk penanggulangan nyeri
pasca bedah.

b) Pasca operasi pembedahan diperlukan penjelasan rencana perawatan pasca


bedah (ruang rawat biasa atau ruang perawatan khusus).

5. Dokumentasi (pencatatan dan pelaporan)

Selama mendapat penanganan pre op, pemeriksaan pra anestesi, persetujuan


tindakan, induksi anestesi regional, rumatan anestesi regional dan pengelolaan
pasca anestesi regional semuanya harus tercatat secara rinci didalam dokumen
pencatatan dan pelaporan medispasien. Hasil evaluasi pra anestesia
didokumentasikan/dicatat secara lengkap di rekam medik pasien.

6. Persiapan Alat, Mesin dan Obat.

Sebelum melakukan tindakan anestesi perlu dilakukan persiapan alat, mesin dan
obat anestesi. Persiapan meliputi:

a) obat anestesi dan emergency.


b) Alat anestesi: stetoskop, instrument airway lengkap dengan sungkup,
flashlight, suction. Sarung tangan steril, Apron, Kasa steril, Larutan
klorheksidin 4% atau povidone iodine, Set instrumen SC, Pisau bedah dan
Bisturi no.10, Guntung mayo lengkung (curved mayo scissor), Gunting
metzenaum lengkung (curved metzenbaum scissor), Gunting kasa, Pinset
anatomis, Pinset sirurgis (adson forcep), Pinset Ring (ring forcep), Pinset
alligator (rat tooth tissue forcep), Klem Kocher, Klem Allis, Hemostat
lengkung, Needle holder, Gunting benang, Retraktor Doyen, Retraktor
Richardson, Retraktor Bull, Benang suture absorbable dan non-absorbable,
Vakum (bila diperlukan), Peralatan untuk resusitasi neonatus

c) Mesin anestesi dan gas anestesi.

d) Alat pemantauan fungsi vital.

e) Dokumen pemantauan selama operasi.

7. Langkah Anestesi Regional

a) Persiapan pasien untuk anestesi dilakukan sesuai dengan pedoman evaluasi pra
anestesi.
b) Persiapan alat, mesin dan obat sesuai pedoman
c) Pilihan teknik anestesi regional sesuai dengan hasil evaluasi pra anestesi,
dengan mempertimbangkan: terbaik untuk kondisi pasien, terbaik untuk tehnik
pembedahannya serta terbaik untuk keterampilan dokter anestesinya.

8. Prosedur Tindakan:

a) Pemasangan jalur intravena yang berfungsi baik

b) Pemasangan alat monitor untuk pemantauan fungsi vital

c) Pre medikasi sesuai dengan pedoman pre medikasi

d) Penatalaksanaan anestesi regional

e) Test fungsi keberhasilan anestesi regional

f) Rumatan anestesi regional bila digunakan contineus sesuai kebutuhan


memakai cateter
g) Pengakhiran anestesi regional anestesi adalah sesuai dengan onset dari
bekerjanya obat anestesi lokal yang di gunakan.

h) Bila dalam test fungsi keberhasilan dari anestesi regional mengalami


kegagalan atau tidak sempurna, maka dimungkin kan berubah tehnik pilihan
anestesi ke anestesi umum atau suplemen obat lain yang dapat menambah
potensi regional anestesi.

i) Pemindahan pasien dari kamar operasi ke ruang pemulihan dilakukan bila


operasi telah selesai semua kondisi ventilasi oksigenasi adekuat dan
hemodinamik stabil.

j) j. Pemantauan pre dan intra anestesia dicatat/didokumentasikan dalam rekam


medik pasien.

9. Pengelolaan pasca anestesi Regional:

a) Pada saat pasien tiba di ruang pemulihan, dilakukan evaluasi fungsi vital
b) Dilakukan pemantauan secara periodik fungsi sensoris dan motoris
c) pasien dapat dipindahkan ke ruang perawatan apabila fungsi sensoris dan
motoris sudah pulih kembali normal.
d) untuk pasien bedah rawat jalan, pemulangan pasien harus memenuhi Pada
Score=10
e) Pemantauan pasca anestesia dicatat/didokumentasikan dalam rekam medik
pasien.
f) Komplikasi yang terjadi pasca anestesi regional harus segera di follow up
untuk dilakukan penanganan komplikasinya.

Maintenance:

pasca dilakukan operasi sectio caesarea (SC), pasien harus mendapatkan observasi
secara ketat. Hal-hal yang harus diperhatikan adalah:

- Monitor tekanan darah, nadi, dan saturasi O2 setiap 15 menit


- Diberikan O2 3 liter/menit
- Infus RL 1200 cc
- Monitor jalan napas, hemodinamik, dan stabilitas kardiorespiratori hingga
pasien dapat berkomunikasi kembali
- Observasi rutin pasca-anestesi setiap 30 menit selama 2 jam pertama pasca
operasi dilanjutkan setiap 1 jam atau lebih cepat hingga pasien stabil.
- Perawatan luka:
- Mengganti perban 24 jam pasca SC
- Pemantauan gejala demam dan tanda infeksi lain (nyeri bertambah
intensitasnya, kemerahan, karakteristik lendir)
- Pemeriksaan separasi atau dehisensi luka
- Mobilisasi awal: Mobilisasi dapat dimulai dengan miring ke kiri dan kanan
dan dilanjutkan setelah pelepasan kateter. Kateter foley dapat dilepas 12-24
jam pasca operasi. Apabila terdapat retensio urin dalam 6 jam pertama,
penggunaan kateter dapat diperpanjang 12-24 jam.
- Pemulangan pasien dan kontrol kembali. Apabila tidak terdapat komplikasi,
pasien dapat dipulangkan setelah 2-4 hari pasca operasi. Sebelum
pemulangan pasien harus dipersiapkan untuk:

a) Pemilihan kontrasepsi

b) Edukasi ASI eksklusif

c) Menghindari sanggama 4-6 minggu pasca partum

d) Pemberian antinyeri berupa anti-inflamasi non-steroidal atau analgesik


lain bila tidak ada kontraindikasi

e) Lakukan profilaksis deep vein thrombosis (DVT) dan pantau lokia

Diberikan obat:

- Ephedrine HCl 20 mg
- Oxytocin 10 IU
- Methylergometrine Maleate 0.2 mg
- Ketorolac Thrometamine 30 mg
- Tramadol HCl 200 m

Anestesi Spinal adalah pemberian obat anestetik lokal ke dalam ruang


subarakhnoid. Anestesia spinal diperoleh dengan cara menyuntikkan anestetik lokal
ke dalam ruang subarakhnoid diregion antara lumbal 2 dan 3, lumbal 3 dan 4, lumbal
4 dan 5 dengan tujuan untuk mendapatkan blokade sensorik, relaksasi otot rangka dan
blokade saraf simpatis. Beberapa nama lain darianestesia spinal diantaranya adalah
analgesia spinal, analgesia subarakhnoid, blok spinal, blokarakhnoid, anestesi
subarakhnoid dan anestesi lumbal. Teknik ini sederhana, cukup efektif dan mudah
dikerjakan. Anestesi spinal mempunyai beberapa keuntungan dibandingkan dengan
anestesia umum, khususnya untuk tindakan operasi abdomen bagian bawah, perineum
dan ekstremitas bawah. Anestesia spinal dapat menumpulkan respons stress terhadap
pembedahan,menurunkan perdarahan intraoperatif, menurunkan kejadian
tromboemboli postoperasi, dan menurunkan morbiditas dan mortalitas pasien bedah
dengan risiko tinggi.

Anestesi spinal (subaraknoid) adalah anestesi regional dengan tindakan


penyuntikan obatanestetik lokal ke dalam ruang subaraknoid. Anestesi
spinal/subaraknoid disebut juga sebagai analgesi/blok spinal intradural atau blok
intratekal. Untuk mencapai cairan serebrospinal, maka jarum suntik akan menembus
kutis→ subkutis → lig. Supraspinosum lig. → Interspinosum lig. → Flavum ruang
epidural → durameter → ruang subarachnoid.

Medulla spinalis berada didalam kanalis spinalis dikelilingi oleh cairan


serebrospinal, dibungkus oleh meningens (duramater, lemak dan pleksus venosus).
Pada dewasa berakhir setinggi L1, pada anak L2 dan pada bayi L3.

Indikasi anestesi spinal

1. Bedah ekstremitas bawah

2. Bedah panggul

3. Tindakan sekitar rektum perineum


4. Bedah obstetrik-ginekologi

5. Bedah urologi

6. Bedah abdomen bawah

7. Pada bedah abdomen atas dan bawah pediatrik biasanya dikombinasikan


denganan esthesia umum ringan.

Kontra indikasi relative anestesi spinal

1. Infeksi sistemik

2. Infeksi sekitar tempat suntikan

3. Kelainan neurologis

4. Kelainan psikis

5. Bedah lama

6. Penyakit jantung

7. Hipovolemia ringan

8. Nyeri punggung kronik

Persiapan anestesi spinal

Pada dasarnya persiapan untuk anestesia spinal seperti persiapan pada anastesia
umum. Daerahsekitar tempat tusukan diteliti apakah akan menimbulkan kesulitan,
misalnya ada kelainan anatomis tulang punggung atau pasien gemuk sekali sehingga
tak teraba tonjolan proses usspinosus. Selain itu perlu diperhatikan hal-hal di bawah
ini:

1. Informed consent

Kita tidak boleh memaksa pasien untuk menyetujui anesthesia spinal.

2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan meliputi daerah kulit tempat penyuntikan
untukmenyingkirkan adanya kontraindikasi seperti infeksi. Perhatikan juga adanya
scoliosisatau kifosis.

3. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium perlu dilakukan adalah penilaian hematokrit. Masa


protrombin(PT) dan masa tromboplastin parsial (PTT) dilakukan bila diduga
terdapat
gangguan pembekuan darah.Pemeriksaan laboratorium anjuran Sebelum dilakukan
operasi,dilakukan pemeriksaan pre-op yang meliputi anamnesa, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang untuk menentukan status fisik ASA &
risiko. Diputuskan kondisifisik pasien termasuk ASA.

Peralatan anestesi spinal

Tindakan anestesi spinal harus diberikan dengan persiapan perlengkapan operasi


yang lengkap untuk monitor pasien, pemberian anestesi umum, dan tindakan
resusitasi.Jarum spinal dan obat anestetik spinal disiapkan. Jarum spinal memiliki
permukaan yang rata dengan stilet di dalam lumennya dan ukuran 16G sampai dengan
30G. obat anestetik lokal yang digunakan adalah prokain, tetrakain, lidokain, atau
bupivakain. Dikenal 2 macam jarum spinal,yaitu jenis yang ujungnya runcing seperti
ujung bamboo runcing (Quincke-Babcock atauGreene) dan jenis yang ujungnya
seperti ujung pensil (Whitacre). Ujung pensil banyak digunakan karena jarang
menyebabkan nyeri kepala pasca penyuntikan spinal. Perlengkapan lain berupa kain
kasa steril, povidon iodine, alcohol, dan duk steril juga harus disiapkan

Teknik anestesi spinal

a) Posisi duduk atau posisi tidur lateral dekubitus dengan tusukan pada garis
tengah
ialah posisi yang paling sering dikerjakan. Biasanya dikerjakan di atas meja op
erasi tanpa dipindah lagi dan hanya diperlukan sedikit perubahan posisi pasien.
Perubahan posisi berlebihan dalam 30 menit pertama akan menyebabkan
menyebarnya obat.
b) Setelah dimonitor, tidurkan pasien misalkan dalam posisi lateral dekubitus.
Beri bantal kepala, selain enak untuk pasien juga supaya tulang belakang stabil.
Buat pasien membungkuk maximal agar processus spinosus mudah teraba.
Posisi lain adalah duduk.
c) Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua garis Krista iliaka,
misal L2-L3,L3-L4, L4-L5. Tusukan pada L1-L2 atau diatasnya berisiko
trauma terhadap medullaspinalis.
d) Sterilkan tempat tusukan dengan betadine atau alkohol. Beri anastesi lokal
pada tempat tusukan,misalnya dengan lidokain 1-2% 2-3ml
e) Cara tusukan median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar 22G, 23G,
25G dapat langsung digunakan. Sedangkan untuk yang kecil 27G atau 29G
dianjurkan menggunakan penuntun jarum yaitu jarum suntik biasa semprit
10cc. Tusukkan introduser sedalam kira-kira 2cm agak sedikit kearah sefal,
kemudian masukkan jarum spinal berikut mandrinnya ke lubang jarum
tersebut. Jika menggunakan jarum tajam(Quincke-Babcock) irisan jarum
(bevel) harus sejajar dengan serat duramater,
yaitu,pada posisi tidur miring bevel mengarah keatas atau kebawah, untuk men
ghindari kebocoran likuor yang dapat berakibat timbulnya nyeri kepala pasca
spinal. Setelah resensi menghilang, mandarin jarum spinal dicabut dan keluar
likuor, pasang semprit berisi obatdan obat dapat dimasukkan pelan-pelan
(0,5ml/detik) diselingi aspirasi sedikit, hanya untuk meyakinkan posisi jarum
tetap baik.
f) Posisi duduk sering dikerjakan untuk bedah perineal misalnya bedah hemoroid
(wasir)dengan anestetik hiperbarik. Jarak kulit-ligamentum flavum dewasa ±
6 cm.

Anestetik local yang paling sering digunakan :

a) Lidokaine (xylobain,lignokain) 2%: berat jenis 1.006, sifat isobaric, dosis


20-100mg (2-5ml)

b) Lidokaine (xylobain,lignokaine) 5 % dalam dextrose 7.5 %: berat jenis 1.003,


sifathyperbaric, dose 20-50 mg (1-2 ml)

c) Bupivakaine (markaine) 0.5 % dalam air: berat jenis 1.005, sifat isobaric,
dosis 5-20mg
d) Bupivakaine (markaine) 0.5 % dalam dextrose 8.25 %: berat jenis 1.027, sifat
hiperbarik,dosis 5-15mg (1-3 ml)

Komplikasi anestesia spinal

Komplikasi analgesia spinal dibagi menjadi komplikasi dini dan komplikasi delayed

a) Hipotensi beratAkibat blok simpatis terjadi venous pooling. Pada dewasa


dicegah dengan memberikaninfus cairan elektrolit 1000ml atau koloid 500ml
sebelum tindakan.

b) BradikardiaDapat terjadi tanpa disertai hipotensi atau hipoksia,terjadi akibat


blok sampai T-2

c) HipoventilasiAkibat paralisis saraf frenikus atau hipoperfusi pusat kendali


nafas

d) Trauma pembuluh saraf

e) Trauma saraf

f) Mual-muntah

g) Gangguan pendengaran

Komplikasi pasca tindakan

a) Nyeri tempat suntikan

b) Nyeri punggung

c) Nyeri kepala karena kebocoran likuor

d) Retensio urine

e) Meningitis

Pencegahan komplikasi anestesi spinal

a) Pakailah jarum lumbal yang lebih halus


b) Posisi jarum lumbal dengan bevel sejajar serat duramater
c) Hidrasi adekuat, minum / infuse 3L selama 3 hari

Pengobatan komplikasi anestesi spinal

a) Posisi berbaring terlentang minimal 24 jam

b) Hidrasi adekuat

c) Hindari mengejan

d) Bila cara diatas tidak berhasil berikan epidural blood patch yakni penyuntikan
darah pasien sendiri 5-10 ml ke dalam ruang epidural.
BAB III

KESIMPULAN

pemeriksaan pra anestesi memegang peranan penting pada setiap operasi yang
melibatkananestesi. Pemeriksaan yang teliti memungkinkan kita mengetahui kondisi
pasien danmemperkirakan masalah yang mungkin timbul sehingga dapat
mengantisipasinya.

Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien ini mengarah ke diagnosis CPD dan
akan dilakukansectio cesarea. Pasien masuk dalam ASA IIE. Anastesi menggunakan
premedikasi antiemesis(Ondansentron IV 3 mg) dan induksi anestesi spinal dengan
Bupivacaine 15 mg. Analgetik yangdiberikan selama operasi adalah Ketorolac
Tromethamine 30 mg IV dan Tramadol HCl 200 mgIV.
Daftar Pustaka

Latief S A, Suryadi K A, Dachlan M R,. Anestetik inhalasi dalam buku: Petunjuk


Praktis Anestesiologi. Edisi kedua, Jakarta: Penerbit bagian Anestesiologi dan Terapi
IntensifFKUI, 2002.

Joenoerham J, Latief S A, Anestesi umum dalam buku : Anestesiologi, Editor:


MuhimanM, Thaib R M, Sunatrio S, Dahlan R, Jakarta: Bagian Anestesiologi dan
Terapi IntensifFKUI, 1989.

Mangku G. Diktat kumpulan kuliah buku I, Denpasar: Penerbit Bagian Anestesiologi


dan Reanimasi FK UNUD, 2002.

Barash P G, Cullen B F, Stoelting R K, Inhalation Anesthesia on: Clinical


anesthesia,2002.

Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T editor: Ilmu kebidanan Edisi


Ketiga,cetakan ketujuh, Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2006

https://www.academia.edu/39644109/LAPORAN_KASUS_Anestesi_Spinal_pada_O
perasi_Sectio_Caesarea_atas_Indikasi_Gawat_Janin_dan_Cephalopelvic_Disporpotio
n_Oleh di akses pada tanggal tanggal 11 Desember 2020

http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:4WAqb1VhfWYJ:eprints.pol
tekkesjogja.ac.id/3585/4/chapter.%25202.pdf+&cd=3&hl=id&ct=clnk&gl=id di akses
pada tanggal tanggal 11 Desember 2020

Anda mungkin juga menyukai