Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN KEBUTUHAN DASAR RASA NYAMAN NYERI

DENGAN INDIKASI COLIK ABDOMEN DI RUANG KRESNA RSUD BUMIAYU

KASUS MINGGU KE 2

Oleh :

YUNI HARTATI
NIM. 190106161

PRAKTIK KLINIS DASAR


PROGRAM STUDI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM SARJANA
TERAPAN
FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS HARAPAN BANGSA
2020/2021
TINJUAN PUASTAKA

A. Definisi

Kolik Abdomen adalah gangguan pada aliran normal isi usus sepanjang traktus
intestinal (Nettina, 2001). Obstruksi terjadi ketika ada gangguan yang menyebabkan
terhambatnya aliran isi usus tetapi peristaltiknya normal (Reeves, 2001).

Nyeri kolik abdomen merupakan nyeri yang dapat terlokalisasi dan dirasakan seperti
perasaan tajam. Mekanisme terjadinya nyeri ini adalah karena sumbatan baik parsial
ataupun total dari organ tubuh berongga atau organ yang terlibat tersebut dipengaruhi
peristaltik.

Nyeri abdomen dihasilkan dari 3 jalur yaitu (Mahadevan, 2005):

1. Nyeri abdomen visera

Biasanya disebabkan karena distensi organ berongga atau penegangan kapsul


dari organ padat. Penyebab yang jarang berupa iskemi atau inflamasi ketika jaringan
mengalami kongesti sehingga mensensitisasi ujung saraf nyeri visera dan menurunkan
ambang batas nyerinya. Nyeri inisering merupakan manifestasi awal dari beberapa
penyakit atau berupa rasa tidak nyaman yang samar-samar hingga kolik. Jika organ
yang terlibat dipengaruhi oleh gerakan peristaltik, maka nyeri sering dideskripsikan
sebagai intermiten, kram atau kolik.Pada nyeri ini, karena serabut saraf nyeri bilateral,
tidak bermielin dan memasuki korda spinalis pada tingkat yang beragam, maka nyeri
abdomen visera ini biasanya terasa tumpul, sulit dilokalisasi dan dirasakan dibagian
tengah tubuh. Nyeri visera berasal dari regio abdomen yang merujuk pada asal organ
secara embrionik. Struktur foregut seperti lambung, duodenum, liver, traktus biliaris
dan pankreas menghasilkan nyeri abdomen atas, sering dirasakan sebagai nyeri regio
epigastrium. Struktur midgut seperti jejunum, ileum, apendiks, dan kolon asenden
menyebabkan nyeri periumbilikus. Sedangkan struktur hindgut seperti kolon
transversal, kolondesendens dan sistem genitourinary menyebabkan nyeri abdomen
bagian bawah.
2. Nyeri abdomen parietal (somatik) 

Nyeri abdomen parietal atau somatik dihasilkan dari iskemia, inflamasi atau
penegangan dari peritoneum parietal. Serabut saraf aferen yang bermielinisasi
mentransmisikan stimulus nyeri ke akar ganglion dorsal pada sisi dan dermatomal
yang sama dari asal nyeri. Karena alasan inilah nyeri parietal berlawanan dengan
nyeri visera, sering dapat dilokalisasi terhadap daerah asal stimulus nyeri. Nyeri ini
dipersepsikan berupa tajam, seperti tertusuk pisau dan bertahan; batuk dan pergerakan
dapat memicu nyeri tersebut. Kondisi ini mengakibatkan dalam pemeriksaan fisik
dapatdicari tanda berupa rasa lembut, guarding, nyeri pantul dan kaku pada abdomen
yang dipalpasi. Tampilan klinis dari appendicitis dapat berupa nyeri visera dan
somatik. Nyeri pada apendisitis awal sering berupa nyeri periumbilikus (visera) tapi
terlokalisasi di regio kuadran kanan bawah ketika inflamasi menyebar ke peritoneum
(parietal).

3. Nyeri alih 

Nyeri alih adalah nyeri yang dirasakan pada jarak dari organ yang sakit. Nyeri
ini dihasilkan dari jalur-jalur neuron aferen sentral yang berasal dari lokasi yang
berbeda. Contohnya adalah pasien dengan pneumonia mungkin merasakan nyeri
abdomen karena distribusi neuron T9 terbagi oleh paru-paru dan abdomen. Contoh
lainnya yaitu nyeri epigastrium yang berhubungan dengan Infark miokard, nyeri di
bahu yang berhubungan dengan iritasi diafragma (contoh, rupture limpa), nyeri
infrascapular yang berhubungan dengan penyakit biliar dan nyeri testicular yang
berhubungan dengan obstruksi uretra.

B. Anatomi dan Fiologi


Gaster terletak melintang dari kiri ke kanan melintasi abdomen bagian atas
antara hati dan diafragma. Dalam keadaan kosong gaster berbentuk huruf J, gaster
akan berakhir pada pylorus yang mempunyai sebuah otot sphincter yang berfungsi
menutup dan membuka saat pengisian dan pengosongan lambung. Gaster berlanjut
kedalam duodenum yang berjalan secara anatomis dan visual sulit dibedakan dan
jejunum dan ileum, hanya saja panjang duodenum kira-kira 25cm dan berakhir pada
ligament-ligamen treltz berupa sebuah ligament yang berjalan dari sisi kanan
diafragma dekat dengan hiafus esophagus dan melekat pada perbatasan duodenum dan
jejunum sisa dari usus halus adalah jejunum ¾ bagian akhir disebut ileum. Secara
anatomis letak jejenum adalah diperut bagian kiri,sedangkan ileum dibagian kanan.
Makanan masuk melalui sphincter pylorium keduodenum, maka sisa makanan akan
melalui katub ileoccal valve, yang mencegah berbaliknya makanan dari usus besar
kedalam usus halus. Pada ujung caecum terdapat appendix vermicularis. Colon (usus
besar) lebih besar dari usus halus yang terdiri dari ceacum, colon pars desendens,
colon pars aseenden, colontransversum dan rectum, lapisan usus besar terdiri dari
tunika serosa tunika submukosa, tunika muskularis, tunika mukosa.
Fisiologi nyeri Saat informasi nyeri sampai di otak sinyal tidak berhenti
berproses, tetapi beberapa sinyal akan menuju korteks motorik kemudian turun
memulai spinal kord menuju saraf motorik. Impuls ini menyebabkan kontraksi otot
menuju tangan atau bagian tubuh mana pun yang mengalami stimulus nyeri.
Penghantaran nyeri secara desenden dimulai pada bagian korteks
somatosensori (yang disalurkan menuju thalamus) dan hypothalamus. Saraf
thalamus menurun menuju midbrain kemudian membentuk sinaps dengan dengan
jalur nyeri asenden dalam medulla dan spinal cord kemudian menghambat
sinyal saraf asenden. Hal ini menyebabkan terbentuknya analgesik alami tubuh
yang disebabkan oleh stimulus opiate neurotransmitter penurun nyeri seperti
endorphin, dynorphin, dan encephalin (Kartikawati,2011)
Sinyal nyeri dapat dihentikan oleh sistem saraf otonom saat melalui
medula dan dapat menyebabkan peningkatan denyut jantung, tekanan darah,
frekuensi pernapasan, dan produksi keringat. Reaksi ini bergantung pada
intensitas nyeri yang dirasakan dan dapat menyebabkan depresi otak pusat pada
korteks, sepertihalnya perjalanan nyeri asenden yang melewati spinal cord dan
medulla, sinyal desenden yang bersifat neuropathic pain juga dapat
dihentikan(Kartikawati, 2011).
Menurut Potter & Perry (2006), terdapat tiga komponen fisiologis dalam nyeri
yaitu resepsi, persepsi, dan reaksi. Stimulus penghasil nyeri mengirimkan impuls
melalui serabut saraf perifer. Serabut nyeri memasuki medula spinalis dan menjalani
salah satu dari beberapa rute saraf dan akhirnya sampai di dalam masa berwarna
abuabu di medula spinalis. Terdapat pesan nyeri dapat berinteraksi dengan sel-sel
saraf inhibitor, mencegah stimulus nyeri sehingga tidak mencapai otak atau
ditransmisi tanpa hambatan ke korteks serebral, maka otak menginterpretasi kualitas
nyeri dan memproses informasi tentang pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki
serta asosiasi kebudayaan dalam upaya mempersiapkan nyeri.
a. Resepsi
Pemaparan terhadap panas atau dingin, tekanan, friksi dan zat-zat kimia
menyebabkan pelepasan substansi, seperti histamin, bradikinin dan kalium, yang
bergabung dengan lokasi reseptor di nosiseptor (reseptor yang berespon terhadap
stimulus yang membahayakan) untuk memulai transmisi neural, yang dikaitkan
dengan nyeri. Beberapa reseptor hanya berespon pada satu jenis nyeri, sedangkan
reseptor yang lain juga sensitif terhadap temperatur dan tekanan. Apabila kombinasi
dengan reseptor nyeri mencapai ambang nyeri (tingkat intensitas stimulus minimum
yang dibutuhkan untuk membangkitkan suatu impuls saraf), kemudian terjadilah
aktivasi neuron nyeri. Karena terdapat variasi dalam bentuk dan ukuran tubuh, maka
distribusi reseptor nyeri disetiap bagian tubuh bervariasi.
Impuls saraf, yang dihasilkan oleh stimulus nyeri, menyebar disepanjang
serabut saraf perifer aferen. Dua tipe serabut saraf perifer mengkonduksi stimulus
nyeri: Serabut A-Delta yang bermielinasi dengan cepat dan serabut C yang tidak
bermielinasi dan berukuran sangat kecil serta lambat. Serabut A mengirim sensasi
tajam, terlokalisasi, dan jelas yang melokalisasi sumber nyeri dan mendeteksi
intensitas nyeri. Serabut C menghantarkan impuls yang terlokalisasi buruk, viseral,
dan terus menerus.
Ketika serabut C dan A-delta mentransmisikan impuls dari serabut saraf
perifer, maka akan melepaskan mediator biokimia yang mengaktifkan dan membuat
peka respons nyeri. Misalnya, kalium, prostaglandin dilepaskan ketika sel-sel lokal
mengalami kerusakan. Transmisi stimulus nyeri berlanjut sampai transmisi tersebut
berakhir dibagian kornu dorsalis medula spinalis. Di dalam kornu dorsalis,
neurotransmiter, seperti substansi P dilepaskan, sehingga menyebabkan suatu
transmisi spinalis dari saraf perifer ke saraf traktus spinotalamus. Hal ini
memungkinkan impuls nyeri ditransmisikan lebih jauh ke dalam sisitem saraf pusat. 
b. Neuroregulator
Neuroregulator memegang peranan yang penting dalam suatu pengalaman
nyeri. Sustansi ini ditemukan di lokasi nosiseptor. Neuroregulator dibagi menjadi dua
kelompok, yakni neurotransmiter dan neuromodulator. Neurotransmiter seperti
substansi P mengirim impuls listrik melewati celah sinap diantara dua serabut saraf
(eksitator dan inhibitor). Neuromodulator memodifikasi aktivitas neuron dan
menyesuaikan atau memvariasikan transmisi stimulus nyeri tanpa secara langsung
menstransfer tanda saraf melalui sebuah sinap. Endorfin merupakan salah satu contoh
neuromodulator.

Beberapa yang menjadi penyebab kolik abdomen adalah kolik bilier, kolik
renal dan kolik karena sumbatan usus halus (Gilroy, 2009).

1. Kolik bilier

Kolik bilier merupakan gejala tidak nyaman yang dirasakan pasien dan sering tidak
disertai tanda-tanda klinis lain. Nyeri ini merupakan gejala klinis dari penyakit batu
empedu (kolelitiasis/koledokolitiasis). Oleh karena nyeri ini merupakan gejala, maka
beberapa penyakit lain juga dapat memberikan gejala yang sama. Gambar 1.1
menunjukkan sumbatan empedu (Gilroy, 2009).

Nyeri kolik bilier tidak dirasakan secara akurat sebagai kolik. Istilah ini
mengimplikasikan nyeri paroksismal yang naik turun, dan umumnya konstan dan
meningkat progresif secara perlahan. Nyeri ini dirasakan sesaat setelah makan
(Gilroy, 2009). Nyeri visera berasal dari tabrakan batu empedu dalam duktus sistikus
dan atau ampula vater. Hasil dari tabrakan tadi menyebabkan distensi kandung
empedu dan atau traktus biliaris dan distensi ini mengaktivasi neuro sensori aferen.
Nyeri yang ditimbulkan tidak dapat terlokalisasi dengan baik dan umumnya terasa di
bagian tengah hingga dermatom T8/9(epigastrium tengah, kuadaran kanan atas).
Nyeri yang terlokalisasi umumnya menunjukkan komplikasi kolelitiasis atau
koledokolitiasis yaitu misalnya kolesistitis, kolangitis, pancreatitis. Beberapa lokasi
yang mungkin terjadi penyumbatan batu dapat dilihat pada gambar 1.2 (Gilroy,2009)

Gambar 1.2 Lokasi yang mungkin terjadi penyumbatan (Gilroy, 2009)

Anamnesis

Kolik bilier biasanya datang tiba-tiba dan mencapai intensitas maksimum dalam
waktu 60 menit di dua pertiga dari pasien. Rasa sakit biasanya berlanjut tanpa
fluktuasi dan menghilang secara bertahap selama 2-6 jam. Nyeri berlangsung lebih
lama dari 6 jam harus dicurigai sebagai kolesistitis akut (Gilroy, 2009).

Pemeriksaan fisik 

Pemeriksaan awal seringkali mengungkapkan individu yang


berkeringat, pucat, dan rasa tidak nyaman. Muntah bisa menyertai rasa
sakit.Pemeriksaan dapat mengungkapkan beberapa fitur fisik yang terkaitdengan
pembentukan batu empedu (misalnya, kelebihan berat badan,setengah baya,
perempuan). Pasien dengan kolik empedu tanpakomplikasi tidak mengalami demam,
menggigil, hipotensi, atau tanda-tanda lain dari suatu proses sistemik yang signifikan.
Sinus takikardi adalah umum selama sakit. Nyeri pantul, tahanan, suara usus tidak
ada,atau teraba massa mendukung diagnosis alternatif lain (Gilroy, 2009).

Gambar 1.3 menunjukkan lokasi nyeri bilier pada regio abdomen (Platt,2008).

Gambar 1.3 Lokasi nyeri kolik bilier (Platt, 2008).

Penatalaksanaan

Pengobatan yang diberikan tergantung dari gejala yang dirasakan oleh pasien.


Jika nyeri sangat hebat dapat diberikan pereda nyeri golongan narkotik yaitu
Meperidine (pethidine) dengan dosis 1-1,5 mg/kg IM setiap3 jam. Jika muntah dapat
diberikan metoklopramid. Tidak ada satupun intervensi operasi yang dapat menjamin
karena kolik bilier yang tidak komplikasi dapat mereda dengan pengobatan
konservatif (Gilroy, 2009).

2. Kolik renal

Rasa sakit jenis kolik ini yang dikenal sebagai kolik ginjal biasanya dimulai pada
pertengahan belakang atas lateral dari sudut costovertebraldan kadang-kadang
subkosta. Kemudian menyebar ke inferior dan anterior menuju pangkal paha. Rasa
sakit yang dihasilkan oleh kolik ginjalterutama disebabkan oleh pelebaran,
peregangan, dan kejang yangdisebabkan oleh obstruksi saluran kemih akut. Ketika
obstruksi beratnamun kronis berkembang, seperti di beberapa jenis kanker, biasanya
tidak menimbulkan rasa sakit (Leslie, 2010)

Kolik adalah sebuah ironi karena sakit kolik ginjal cenderung tetapkonstan,
sedangkan kolik usus atau empedu biasanya agak berselang dansering hilang datang.
Pola rasa sakit tergantung ambang rasa sakit individu dan persepsi dan pada kecepatan
dan derajat perubahan dalam tekanan hidrostatis di dalam ureter proksimal dan pelvis
ginjal. Gerak peristaltik saluran kemih, migrasi batu, dan posisi miring atau memutar
batu dapatmenyebabkan eksaserbasi atau perpanjangan dari nyeri kolik ginjal.Tingkat
keparahan rasa sakit tergantung pada derajat dan lokasi obstruksi, bukan pada ukuran
batu. Seorang pasien sering dapat mengarah pada letak maksimum tersakit, yang
kemungkinan menjadi lokasi obstruksi saluran kemih (Leslie, 2010)

Kolik ginjal dapat digambarkan dalam 3 fase klinis (Leslie, 2010).

a) Fase akut

Serangan yang khas mulai di pagi hari atau di malam hari,membangunkan pasien
dari tidur. Ketika mulai siang hari, pasienyang sering menggambarkan serangan itu
sebagai perlahan dan diam-diam. Tingkat rasa sakit bisa meningkat sampai intensitas
maksimum hanya dalam 30 menit setelah onset awal atau lebih lambat. Pasien
merasakan nyeri maksimum mencapai 1-2 jam setelah dimulainya serangan kolik
ginjal.

b) Fase konstan

Setelah nyeri mencapai intensitas maksimum, cenderung tetapkonstan sampai


diobati atau berkurang secara spontan. Fase ini biasanya berlangsung 1-4 jam, tapi
bisa bertahan lebih lama dari 12 jam dalam beberapa kasus. Sebagian besar pasien
tiba di UGD selama fase serangan.

c) Fase mereda

Selama tahap akhir, nyeri berkurang cukup cepat, dan pasien akhirnya merasa
lega. Fase ini dapat terjadi secara spontan padasetiap saat setelah onset awal kolik.
Pasien bisa jatuh tertidur,terutama jika mereka telah diberikan obat analgesik yang
kuat

Serabut saraf nyeri ginjal terutama berupa saraf simpatik preganglionik yang


mencapai tingkat saraf tulang belakang T-11 untuk L-2 melalui akar saraf dorsal.
Aortorenal, celiac, dan ganglia mesenterika inferior jugaterlibat. Di ureter bawah,
sinyal rasa sakit juga disalurkan melalui saraf genitofemoral dan ilioinguinal.
Gambar 1.4 dan1.5 menunjukkan distribusi persarafan pada nyeri ginjal serta uretra
(Leslie, 2010). Sedangkan gambar 1.6 menunjukkan lokasi nyeri kolik renal pada
regio abdomen (Platt, 2008)

Ureter 1/3 proksimal dan pelvis ginjal: batu saluran kemih Nyeri dari atas
cenderung untuk memancarkan ke daerah panggul dan lumbar. Disebelah kanan, hal
ini bisa membingungkan dengan kolesistitis atau cholelithiasis, di sebelah kiri,
diagnosa diferensial meliputi pankreatitis akut, penyakit ulkus lambung, dan gastritis
(Leslie, 2010).
Ureter 1/3 medial: Midureteral menyebabkan rasa sakit yang memancarkan anterior
dan kaudal. Nyeri ini midureteral khususnya dapat dengan mudah meniru usus buntu
di kanan atau diverticulitis akut disebelah kiri (Leslie, 2010).

Distal ureter: batu ureter distal menyebabkan rasa sakit yang cenderung
memancarkan ke pangkal paha atau testis pada laki-laki atau labia majora pada
wanita karena rasa sakit yang dirujuk dari saraf ilioinguinal atau genitofemoral. Jika
batu yang bersarang di ureter intramural, gejala dapat muncul mirip dengan sistitis
atau uretritis. Initermasuk gejala nyeri suprapubik, frekuensi kencing, urgensi,
disuria,stranguria, nyeri di ujung penis, dan kadang-kadang usus berbagai
gejala,seperti diare dan tenesmus. Gejala ini bisa membingungkan dengan penyakit
radang panggul, kista ovarium pecah, atau torsi dan nyeri haid pada wanita (Leslie,
2010)

Mual dan muntah sering dikaitkan dengan kolik ginjal akut dan terjadi
disetidaknya 50% dari pasien. Mual disebabkan oleh jalur persarafan umum dari
pelvis ginjal, perut, dan usus melalui sumbu celiac dan saraf aferenvagal. Hal ini
sering diperparah oleh efek analgesik narkotika, yang sering menimbulkan mual dan
muntah melalui efek langsung pada motilitas GI dan melalui efek tidak langsung
pada zona memicu kemoreseptor dimedula oblongata. Nonsteroidal obat anti-
inflamasi (NSAID) sering dapat menyebabkan iritasi lambung dan GI (Leslie, 2010).

Blok saraf telah berhasil digunakan baik dalam diagnosis dan pengobatankolik
ginjal, walaupun mereka lebih membantu dalam kasus kronisdaripada kasus akut.
Blok saraf interkostal dapat digunakan untuk membedakan nyeri dari chondritis,
neuromas, dan radiculitis dari sakit ginjal yang sebenarnya. Hal ini dicapai dengan
menyuntikkan agenanestesi, seperti lidokain, sekitar proksimal saraf 11 atau 12
interkostaliske lokasi rasa sakit pada saat pasien mengalami sakit. Jika injeksi
menyebabkan hilangnya rasa sakit, maka etiologi saraf perifer muskulokeletal dapat
ditegakkan (Leslie, 2010).

Pemeriksaan mikroskopis urin adalah bagian penting dari evaluasi pasien yang
diduga kolik ginjal. Pemeriksaan makroskopik atau mikroskopis hematuria ada di
sekitar 85% kasus. Kurangnya hematuria mikroskopistidak menghilangkan kolik
ginjal sebagai diagnosis potensial. Perhatian perlu diberikan pada ada atau tidak
adanya leukosit, kristal, dan bakteri dan pH urin. Secara umum, jika jumlah leukosit
dalam urin lebih besar  dari 10 sel per lapangan daya tinggi atau lebih besar dari
jumlah sel darahmerah, tersangka infeksi saluran kemih (ISK) dapat
ditegakkan.Menentukan pH urin juga membantu karena, (1) dengan pH lebih
rendahdari 6,0, batu asam urat harus dipertimbangkan, dan (2) dengan pH lebihdari
8,0, infeksi dengan organism splitting urea seperti Proteus, Pseudomonas, atau
Klebsiella mungkin ada. Kristal urin dari kalsiumoksalat, asam urat, atau sistin
kadang-kadang dapat ditemukan padaurinalisis. Jika ada, kristal ini adalah petunjuk
sangat baik untuk jenis dan sifat yang mendasari setiap batu (Leslie, 2010).

3. Kolik karena sumbatan usus halus

Sebuah obstruksi usus kecil (SBO) disebabkan oleh berbagai proses patologis.


Penyebab utama SBO di negara maju adalah perlekatan pascaoperasi (60%) diikuti
oleh keganasan, penyakit Crohn's, dan hernia,walaupun beberapa studi telah
melaporkan penyakit Crohn sebagai faktor etiologi lebih besar dari neoplasia. Satu
studi dari Kanada melaporkanfrekuensi yang lebih tinggi dari SBO setelah operasi
kolorektal, diikuti oleh pembedahan ginekologi, perbaikan hernia, dan usus buntu
(Nobie, 2009). SBO dapat sebagian atau lengkap, sederhana (yaitu, nonstrangulasi)
atau strangulasi. Obstruksi strangulasi adalah darurat bedah. Jika tidak didiagnosis
dan diobati tepat, menyebabkan iskemia usus dan morbiditaslebih lanjut dan kematian
(Nobie, 2009)

Obstruksi dari usus kecil menyebabkan dilatasi proksimal dari usus akibat
akumulasi sekresi GI dan udara yang tertelan. Dilatasi usus ini merangsang aktivitas
sel sekresi menghasilkan akumulasi cairan lebih. Hal ini menyebabkan gerak
peristaltik meningkat baik di atas dan di bawah obstruksi dengan tinja encer yang
sering dan flatus awal dalam perjalanannya (Nobie, 2009).

Muntah terjadi jika tingkat obstruksi adalah proksimal. Peningkatkan distensi


usus kecil menyebabkan tekanan intraluminal meningkat. Hal ini dapat menyebabkan
kompresi limfatik mukosa usus yang mengarah kelymphedema dinding. Dengan lebih
tinggi tekanan hidrostatik intraluminal, meningkatkan tekanan hidrostatik dalam
kapiler sehingga ketiga besar cairan, elektrolit, dan protein keluar ke dalam lumen
usus. Hilangnya cairan dan dehidrasi yang terjadi bisa berat dan berkontribusi untuk
peningkatan morbiditas dan kematian. Oklusi arteri menyebabkan iskemia usus dan
nekrosis. Jika tidak diobati, hal ini berkembang menjadi perforasi, peritonitis, dan
kematian (Nobie, 2009).

C. Faktor Yang Mempengaruhi Nyeri


1) Usia
Usia merupakan variabel penting yang mempengaruhi nyeri, khususnya pada
anak-anak dan lansia. Anak kecil mempunyai kesulitan memahami nyeri dan prosedur
yang dilakukan perawat yang menyebabkan nyeri. Anak-anak juga mengalami
kesulitan secara verbal dalam mengungkapkan dan mengekspresikan nyeri.
Sedangkan pasien yang berusia lanjut, memiliki resiko tinggi mengalami situasi yang
membuat mereka merasakan nyeri akibat adanya komplikasi penyakit dan degeneratif.
2) Jenis kelamin
Beberapa kebudayaan yang mempengaruhi jenis kelamin misalnya menganggap
bahwa seorang anak laki-laki harus berani dan tidak boleh menangis, sedangkan anak
perempuan boleh menangis dalam situasi yang sama. Namun secara umum, pria dan
wanita tidak berbeda secara bermakna dalam berespon terhadap nyeri.
3) Kebudayaan
Keberapa kebudayaan yakin bahwa memperlihatkan nyeri adalah sesuatu yang
alamiah. Kebudayaan lain cenderung untuk melatih perilaku yang tertutup(introvert).
Sosialisasi budaya menentukan perilaku psikologis seseorang. Dengan demikian hal
ini dapat mempengaruhi pengeluaran fisiologis opial endogen sehingga terjadilah
persepsi nyeri.
4) Makna nyeri
Individu akan mempersepsikan nyeri berbeda-beda apabila nyeri tersebut
memberi kesan ancaman, suatu kehilangan, hukuman dan tantangan. Makna nyeri
mempengaruhi pengalaman nyeri dan cara seseorang beradaptasi terhadap nyeri.
5) Perhatian
Tingkat seorang pasien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat
mempengaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat dihubungkan dengan nyeri
yang meningkat sedangkan upaya pengalihan (distraksi) dihubungkan dengan respon
nyeri yang menurun.
6) Ansietas
Ansietas seringkali meningkatkan persepsi nyeri tetapi nyeri juga dapat
menimbulkan suatu perasaan ansietas. Apabila rasa cemas tidak mendapat perhatian
dapat menimbulkan suatu masalah penatalaksanaan nyeri yang serius.
7) Keletihan
Rasa kelelahan menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan
kemampuan koping sehingga meningkatkan persepsi nyeri.
8) Pengalaman sebelumnya
Setiap individu belajar dari pengalaman nyeri sebelumnya namun tidak selalu
berarti bahwa individu tersebut akan menerima nyeri dengan lebih mudah di masa
datang.
9) Gaya koping
Individu yang memiiiki lokus kendali internal mempersepsikan diri mereka
sebagai individu yang dapat mengendalikan lingkungan mereka dan hasil akhir suatu
peristiwa seperti nyeri. Sebaliknya, individu yang memiliki lokus kendali eksternal
mempersepsikan faktor lain di dalam lingkungan mereka seperti perawat sebagai
individu yang bertanggung jawab terhadap hasil akhir suatu peristiwa.
10) Dukungan keluarga dan sosial
Kehadiran orang-orang terdekat pasien dan bagaimana sikap mereka terhadap
pasien mempengaruhi respon nyeri. Pasien dengan nyeri memerlukan dukungan,
bantuan dan perlindungan walaupun nyeri tetap dirasakan namun kehadiran orang
yang dicintai akan meminimalkan kesepian dan ketakutan.
D. Macam-Macam Gangguan Yang Memungkinkan Terjadi Pada Pemenuhan
Kebutuhan Dasar Nyeri
1. nyeri fisik , deisebabkan karena kerusakan jaringan yang timbul dari simulasi serabut
pada struktur somatic visceral
2. nyeri somatic , nyeri yang disebabkan terbatas waktu berlangsungnya kecuali bila
diikuti kerusakan jaringan siikuti rasa nyeri pada sigmen spinal lokasi tertentu
3. nyeri visceral , nyeri yang sulit ditentukan lokasinya karena lokasinya dari organ yang
sakitnya ke seluruh tubuh
4. sentral pain/nyeri sentral thalamik ,nyeri ini terjadi karena perangsangan sistem saraf
pusat, spinal chord, batang otak dll
5. psyhcogenik pain ,nyeri yang diresahkan tanpa penyebab mekanik, tetapi akibat
trauma pisikologis dan pengaruhnya terhadap fisik.
E. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN KOLIK ABDOMEN
1) pengkajian

pengkajian keperawatan adalah proses sistematis dari pengumpulan,verifikasi,


dan komunikasi data tentang klien. Tujuan dari pengkajian adalah menetapkan dasar
data tentang kebutuhan, masalah kesehatan,tujuan, nilai, dan gaya hidup yang
dilakukan klien (Potter & Perry, 2006).

Pengkajian nyeri yang faktual (terkini), lengkap dan akurat akan mempermudah
di dalam menetapkan data dasar, dalam menegakkan diagnosa keperawatan yang
tepat, merencanakan terapi pengobatan yang cocok, dan memudahkan dalam
mengevaluasi respon klien terhadap terapi yang diberikan. Prasetyo (2010)
mengatakan tindakan perawat yang perlu dilakukan oleh perawat dalam melakukan
pengkajian pada pasien nyeri akut adalah:

a. Mengkaji perasaan klien (respon psikologi yang muncul).


b. Menetapkan respon fisiologis klien tehadap nyeri dan lokasi nyeri.
c. Mengkaji tingkat keparahan dan kualitas nyeri.
Pengkajian selama episode nyeri akut sebaiknya tidak dilakukan saat klien
dalam keadaan waspada (perhatikan penuh pada nyeri), sebaiknya perawat berusaha
untuk mengurangi kecemasan klien terlebih dahulu mencoba mengkaji kuantitas
persepsi klien terhadap nyeri.
Dalam mengkaji respon nyeri yang dialami klien ada beberapa komponen
yang harus diperhatikan :
1. Penentuan ada tidaknya nyeri
Dalam melakukan pengkajian terhadap nyeri, harus mempercayai ketika
pasien melaporkan adanya nyeri,walaupun dalam observasi tidak ditemukan
adanya cedera atau luka
2. Karakteristik nyeri (Metode P, Q, R, S, T)
a) Faktor pencetus ( P : Provocate)
Mengakji tentang penyebab nyeri pada klien, dalam hal ini juga dapat
melakukan observai bagian-bagian tubuh yang mengalami cidera.
Menanyakan pada klien perasaan-perasaan apa yang dapat mencetuskan nyeri.
b) Kualitas (Q : Quality)
Kualitas nyeri merupakan sesuatu yang subjektif yang diungkapkan oleh klien,
seringkali klien mendeskripsikan nyeri dengan kalimat-kalimat: tajam, tumpul,
berdenyut, berpindah-pindah, seperti tertindih, perih tertusuk,disayat-sayat
dimana tiap-tiap klien mungkin berbeda-beda dalam melaporkan kualitas nyeri
yang dirasakan.
c) Lokasi (R: Region )
Untuk mengkaji lokasi nyeri maka meminta klien untuk menunjukkan semua
bagian / daerah dirasakan tidak nyaman oleh klien. Untuk melokalisasi nyeri
lebih spesifik, maka perawat dapat meminta klien untuk melacak daerah nyeri
dan titik yang paling nyeri, kemungkinan hal ini akan sulit apabila nyeri yang
dirasakan bersifat difus (menyebar).
d) Keparahan (S: Severe)
Tingkat keparahan pasien tentang nyeri merupakan karakteristik yang paling
subjektif. Pada pengkajian ini klien diminta untuk menggambarkan nyeri yang
ia rasakan sebagai nyeri ringan, nyeri sedang atau berat. Skala nyeri numeric
(Numerical Rating Scale, NRS) Skala nyeri numerik digunakan untuk menilai
intensitas atau derajat keparahan nyeri yang memberi kesempatan pada klien
untuk mengindentifikasi keparahan nyeri yang dirasakan (Potter & Perry,
2006). Angka 0 diartikan kondisi klien tidak merasakan nyeri, angka 10
mengindikasikan nyeri paling berat yang di rasakan klien.
e) Durasi (T: Time)
Menanyakan pada pasien untuk menentukan awitan, durasi, dan rangkaiian
nyeri. Menanyakan “Kapan nyeri mulai dirasakan?”, “Sudah berapa lama nyeri
dirasakan?”. Pengkajian nyeri dengan menggunakan skala numeric merupakan
alat yang paling umum yaitu dengan menggunakan angka 0-10. Angka 0 tidak
ada nyeri, angka 1-3 adalah nyeri, angka 4-6 adalah nyeri sedang,angka 7-9
adalah nyeri hebat terkontrol, angka 10 adalah nyeri berat tidakterkontrol
(Potter & Perry, 2006).
Adapun data pengkajian sebagai berikut :
1. Umum:
Anoreksia dan malaise, demam, takikardia, diaforesis, pucat, kekakuan
abdomen, kegagalan untuk mengeluarkan feses atau flatus secara rektal,
peningkatan bising usus (awal obstruksi), penurunan bising usus (lanjut), retensi
perkemihan dan leukositosis.
2. Khusus:
a. Usus halus
- Berat, nyeri abdomen seperti kram, peningkatan distensi
- Distensi ringan
- Mual
- Muntah : pada awal mengandung makanan tak dicerna dan kim; selanjutnya
muntah air dan mengandung empedu, hitam dan fekal
- Dehidrasi
b. Usus besar
- Ketidaknyamana abdominal ringan
- Distensi berat
- Muntah fekal laten
- Dehidrasi laten : asidosis jarang
3. Pemeriksaan Fisik
- Nyeri ketuk pinggang atas.
- Pada hidronephrosis atau ginjal polikistik, teraba masa kistik
- Pada obstruksi saluran kemih bawah teraba kandung kemih
- Obstruksi akut sering menyebabkan kenaikan tekanan darah (karena gangguan
ekskresi Natrium, retensi air dan aktivitas sistem renin angiotensin).

Hipotensi dapat terjadi pada Colic ginjal, nyeri pinggang, nyeri


keadaan obstruksi partial dengan abdomen atas
poliuri.Ureter Proximal
Ureter Tengah Colic ginjal, nyeri pinggang, nyeri
abdomen depan
Ureter Distal Colic ginjal,nyeri pinggang,nyeri
abdomen depan, disuria, urinaria
frekuensi
2) Dignosa Keperawatan
1. Nyeri (akut) berhubungan dengan distensi atau kekauan

Tujuan :

- Klien mampu mengontrol rasa nyeri


- Melaporkan nyeri berkurang
- Mengikuti program pengobatan

INTERVENSI RASIONAL

- Tentukan riwayat nyeri, - Memberikan informasi


lokasi, durasi dan intensitas yang diperlukan untuk
- Evaluasi therapi: merencanakan asuhan.
pembedahan, radiasi, - Untuk mengetahui terapi
khemotherapi, biotherapi, yang dilakukan sesuai atau
ajarkan klien dan keluarga tidak, atau malah
tentang cara menyebabkan komplikasi.
menghadapinya
- Berikan pengalihan seperti
reposisi dan aktivitas - Untuk meningkatkan
menyenangkan seperti kenyamanan dengan
mendengarkan musik atau mengalihkan perhatian
nonton TV klien dari rasa nyeri.
- Menganjurkan tehnik
penanganan stress (tehnik
relaksasi, visualisasi, - Meningkatkan kontrol diri
bimbingan), gembira, dan atas efek samping dengan
berikan sentuhan menurunkan stress dan
therapeutik. ansietas.
- Diskusikan penanganan - Agar terapi yang diberikan
nyeri dengan dokter dan tepat sasaran.
juga dengan klien - Untuk mengatasi nyeri.
- Berikan analgetik sesuai
indikasi
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan distensi abdomen dan atau kekakuan.
Tujuan : Dalam rentang waktu 1x24 jam dilakukan intervensi keperawatan, pola
napas efektif

Kriteria hasil:

- Pasien tidak sesak

- Pernafasan 30-60x/menit

- Sianosis (-).

INTERVENSI RASIONAL

- Pertahankan jalan nafas - Membuat jalan nafas tetap tanpa


obstruksi  
- Pantau frekuensi dan - Pernapasan cepat dan dangkal
kedalaman nafas      terjadi karena hipoksemia, stress
dan sirkulasi endotoksin    

- Auskultasi bunyi nafas, - Kesulitan bernafas dan


perhatikan krekels, munculnya bunyi adventisius
mengi         merupakan indikator dari
kongesti pulmona/ edema
intersisial           
- Catat adanya sianosis      - Menunjukkan oksigen sistemik
tidak adequate    
- Sering ubah posisi        -  Mengurangi ketidakseimbangan
ventilasi

- Kolaborasi pemberian terapi - Penurunan oksigen yang tidak


oksigen sesuai indikasi dapat dihentikan meningkatkan
kondisi bayi baru lahir keadaan hipoksia, mengakibatkan
asidosis metabolik
3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual, muntah, demam dan atau
diaforesis.

Tujuan : kebutuhan cairan terpenuhi

Kriteria hasil:

- Tanda-tanda vital normal


- Masukan dan haluaran seimbang

Intervensi:

- Pantau tanda vital dan observasi tingkat kesadaran dan gejala syok
- Pantau cairan parentral dengan elektrolit, antibiotik dan vitamin
- Pantau selang nasointestinal dan alat penghisap rendah dan intermitten. Ukur
haluaran drainase setiap 8 jam, observasi isi terhadap warna dan konsistensi
- Posisikan pasien pada miring kanan; kemudian miring kiri untuk memudahkan
pasasse ke dalam usus; jangan memplester selang ke hidung sampai selang pada
posisi yang benar
- Pantau selang terhadap masuknya cairan setiap jam
- Kateter uretral indwelling dapat dipasang; laporkan haluaran kurang dari 50
ml/jam
- Ukur lingkar abdomen setiap 4 jam
- Pantau elektrolit, Hb dan Ht
- Siapkan untuk pembedahan sesuai indikasi
- Ansietas berhubungan dengan krisis situasi dan perubahan status kesehatan.

Tujuan :

- Klien dapat mengurangi rasa cemasnya


- Rileks dan dapat melihat dirinya secara obyektif.
- Menunjukkan koping yang efektif serta mampu berpartisipasi dalam pengobatan.
INTERVENSI RASIONAL

- Tentukan pengalaman - Data-data mengenai


klien sebelumnya pengalaman klien
terhadap penyakit yang sebelumnya akan
dideritanya. memberikan dasar untuk
penyuluhan dan
menghindari adanya
- Berikan informasi duplikasi.
tentang prognosis - Pemberian informasi dapat
secara akurat. membantu klien dalam
memahami proses
- Beri kesempatan pada penyakitnya.
klien untuk - Dapat menurunkan
mengekspresikan rasa kecemasan klien.
marah, takut,
konfrontasi. Beri
informasi dengan
emosi wajar dan
ekspresi yang sesuai.

- Membantu klien dalam


- Jelaskan pengobatan,
memahami kebutuhan
tujuan dan efek
untuk pengobatan dan efek
samping. Bantu klien
sampingnya.
mempersiapkan diri
dalam pengobatan.

- Agar klien memperoleh


- Anjurkan untuk
dukungan dari orang yang
mengembangkan
terdekat/keluarga.
interaksi dengan
support system.
- Memberikan kesempatan
pada klien untuk
- Berikan lingkungan
berpikir/merenung/istirahat.
yang tenang dan
nyaman.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall (1995), Buku Saku Diagnosa Keperawatan dan Dokumentasi, edisi 4,
Alih Bahasa Yasman Asih. Jakarta : EGC

Long, C. Barbara (1996). Essential Of Medical – Surgical Nursing A Nursing Process


Approcach. C.V Mosby Company St Louis, USA.

Rothrock, C. J. 2000. Perencanaan Asuhan Keperawatan Perioperatif. Jakarta : EGC

Sjamsuhidajat & Wim De Jong. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC

Smeltzer, Suzanne C. 2002. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and Suddarth, Edisi.8


Vol.3. Jakarta : EGC

Carpenito, Lynda Juall. 2000. Buku saku diagnosa keperawatan, edisi 8, alih Bahasa Monica
Ester, Jakarta :EGC

Daniell Jane Charett. 1995. Oncologi Nursing Care Plus, Elpaso Texas, USA Alih Bahasa
Imade Kariasa, Jakarta : EGC

Theodore R. Schrock, M. D.1992. Ilmu Bedah, Edisi 7, Alih Bahasa Drs. Med Adji Dharma,
dr. Petrus Lukmanto, Dr gunawan. Penerbit Kedokteran Jakarta : EGC

Thomas F Nelson, Jr M. D.1996. Ilmu Bedah, edisi 4, Alih Bahasa Dr. Irene Winata, dr.
Brahnu V Pendit. Penerbit Kedokteran, Jakarta : EGC

Nettina, Sandra M. Pedoman Praktik Keperawatan. Alih bahasa Setiawan dkk. Ed. 1.
Jakarta : EGC; 2001

Smeltzer Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Alih
bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta : EGC; 2001.

Tucker, Susan Martin et al. Patient care Standards : Nursing Process, diagnosis, And
Outcome. Alih bahasa Yasmin asih. Ed. 5. Jakarta : EGC; 1998

Price, Sylvia Anderson. Pathophysiology : Clinical Concepts Of Disease Processes. Alih


Bahasa Peter Anugrah. Ed. 4. Jakarta : EGC; 1994

Reeves, Charlene J et al. Medical-Surgical Nursing. Alih Bahasa Joko Setyono. Ed. I. Jakarta
: Salemba Medika; 2001

Anda mungkin juga menyukai