Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

Kebutuhan akan penggunaan spinal anestesia meningkat seiring dengan


populernya tindakan anestesi regional di seluruh dunia. Spinal anestesia tidak
sepenuhnya teknik yang dapat sukses 100%. Rata-rata kegagalan 0,72% sampai
dengan 16%. Penyebab kegagalan oleh karena beberapa sebab mungkin dikarenakan
ketidakmampuan untuk mengidentifikasikan ruang subarachnoid. Penjelasan
kegagalan blok spinal muncul walau secara teknis injeksi ditempat yang benar dan
obat yang benar memang masih diperdebatkan.1 Beberapa kasus dengan kegagalan
blok spinal dan mekanisme kegagalan mungkin merefleksikan kejadian umum bahwa
gagalnya anestesi regional walaupun tidak menguntungkan, tetapi “normal” dan
bukan merupakan komplikasi yang perlu diinvestigasi. Blok spinal yang diulang
karena gagal mungkin kontraindikasi tergantung dari obat pertama yang digunakan
terhadap risiko neurotoksisitas.3
Menggigil setelah anestesia merupakan mekanisme kompensasi tubuh yang
dapat menimbulkan efek samping yang merugikan diantaranya menyebabkan pasien
merasa tidak nyaman bahkan nyeri akibat regangan bekas luka operasi serta dapat
meningkatkan kebutuhan oksigen karena adanya peningkatan aktifitas otot.Anestesi
spinal (blok subarakhnoid) merupakan pilihan utama dalam tindakan
Ureterorenoscopy (URS).4
Menggigil pasca anestesi Spinal dapat diobati dengan berbagai
cara,diantaranya meminimalkan kehilangan panas selama operasi diantaranya dengan
berbagai intervensi mekanik seperti alat pemanas cairan infus,suhu dan lingkungan
yang ditingkatkan, lampu penghangat dan selimut penghangat dan penggunaan obat-
obatan. Penggunaan obat-obatan merupakan cara yang sering digunakan untuk
mengatasi kejadian menggigil pasca Anastesi.Obat yang sering dipakai untuk
mengatasi menggigil adalah pethidin, klonidin dan tramadol. Obat-obatan yang lain
yang dapat digunakan untuk mengurangi dan menurunkan angka kejadian menggigil
diantaranya ondansentron,neostigmin dan fentanyl.5,6
BAB II
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn.R
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal Lahir/Usia : 06-05-1966/50 tahun
Agama : Islam
Suku : Bugis
Pekerjaan : Guru
Alamat : Jln Garuda Kel. Passeno, Kec. Baranti, Sidrap
No. RM : 61 35 27

B. ANAMNESIS
KeluhanUtama :Nyeri perut kiri
Anamnesis Terpimpin :Pasien laki-laki 50 tahun masuk RS Pelamonia
dengan keluhan nyeri perut kiri sejak 2 bulan yang lalu, susah kencing (+),
riwayat kencing berpasir (+), hematuria (+), kencing terkadang lancar,
terkadang sedikit-sedikit.

C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Generalisata : Sakit sedang/ Gizi baik/Compos mentis GCS 15
(E4M6V5)
2. Tanda Vital :
Tekanandarah : 120/80 mmHg
Nadi : 88x/menit, reguler
Suhu : 36,50C
Pernapasan : 20x/menit, spontan
3. VAS :8
4. Kepala : mata ; konjungtiva anemis (-), pupil isokor
5. Dada : simetris, retraksi (-)
6. Paru : Vesikuler , Rh -/-, wh -/-
7. Jantung : BJI/BJII kesan normal, murni, reguler, ictus cordis
tidak tampak, tidak ada bising jantung.
8. Abdomen : hepatomegali (-), splenomegali (-)
9. Ektremitas : Hangat
10. Terpasang kateter : terpasang
11. Berat Badan : 64 kg

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Padatanggal 16/10/2019
 WBC : 10,20 x 103/µL
 RBC : 5,42 x 106/µL
 HGB : 13,6 g/dL
 HCT : 41,0%
 PLT : 346 x 103/µL
 Ureum : 16.0 mg/dl
 Kreatinin: 1.21mg/dl
 GDS : 119 mg/dl
 HbSAg : Non Reaktif

E. DIAGNOSA KERJA
Shivering Pasca Anastesi Spinal

F. KESAN ANESTESI
Laki-laki 50 tahun menderita batu ureter. Pasien ASA 1

G. PENATALAKSANAAN
Pre-operasi :
- RL 20 tetes per menit
- Puasa mulai pukul 00.00 WITA
- Informed Consent Operasi

- Informed Conset Pembiusan Dilakukan operasi dengan general anestesi

dengan status ASA I

H. KESIMPULAN
ACC ASA I

I. LAPORAN ANESTESI

1. Diagnosis Pra Bedah

Uretherolithiasis

2. Diagnosis Pasca Bedah

Uretherolithiasis

3. Penatalaksanaan Preoperasi

Infus RL 500 cc, 20 tpm.

4. Penatalaksanaan Anestesi

a. Jenis Pembedahan : Uretrorenoscopy

b. Jenis Anestesi : Regional Anestesi

c. Teknik Anestesi : Spinal Anestesi

d. Mulai Anestesi : 17 Oktober 2019, pukul 10.15 WITA

e. Mulai Operasi : 17 Oktober 2019, pukul 10.25 WITA

f. Premedikasi : Dexametasone

g. Induksi : Bupivakain 15 mg

h. Medikasi tambahan : Pethidin 1-2 mg/kgBB

i. Maintenance : O2 3 lt/menit

j. Selesai operasi : 10.58 WITA

Post Operasi :

- RL 20 tpm

- Bedrest 24 Jam,tidur dengan bantal.

Tanggal 17 Oktober 2019 jam 10.11 WITA, Pasien tiba di kamar operasi
dengan terpasang infus RL 20 tpm, ditidurkan dalam posisi terlentang diatas
meja operasi, kemudian pasang manset dan menyalakann monitor

 Pukul 10.15 dilakukan anestesi secara spinal dengan prosedur :


Pasien diminta untuk berbaring, menghadap ke kiri dengan
punggung tegak tetapi ototnya jangan dikontraksikan, kepala
ditundukkan, kedua tangan memegang lutut.
Melakukan identifikasi posisi interspace L3-L4
Melakukan disinfeksi lokal dan melakukan anestesi pada
daerah tusukan dan diperluas
Dengan menggunakan jarum G 27 S/RSA yang menembus
hingga ruang subarachnoid
Ditandai dengan LCS yang keluar bila sudah masuk
subarachnoid
Lalu lakukan barbotage
Setelah itu masukkan bupivacaine 4 ml
Pasien lalu diposisikan kembali posisi tidur, pasang kanul O2
3L/menit
Nilai blok sensorik : hasilnya blok setinggi Th10
 Monitoring setiap 5 menit tanda vital
 Pada pukul 10.22 WITA pasien mulai merasa menggigil lalu di berikan
penanganan non farmakologi namun belum ada perubahan , sehingga
pasien diberikan injeksi Pethidin 1-2 mg/kgBB
 Operasi selesai pukul 10.58 WITA
 Pasien tetap sadar selama operasi, setelah operasi selesai pasien
dipindahkan ke recovery room. Setelah berada di recovery room
dilakukan penilaian aldrete score, hingga nilai > 8, maka pasien dapat
dipindahkan ke ruang perawatan

BAGIAN ANESTESIOLOGI LAPORAN KASUS


FAKULTAS KEDOKTERAN OKTOBER 2019

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

SHIVERING PASCA ANASTESI SPINAL

OLEH :

Agustini Pratiwi Kadir

10542035312

PEMBIMBING:

dr. Hisbullah, Sp.An. KIC

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ANESTESIOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2019

LEMBAR PENGESAHAN
Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa :

Nama : Agustini Pratiwi Kadir

NIM : 10542035312

Judul Laporan Kasus : Shivering Pasca Anastesi Spinal

Telah menyelesaikan Laporan Kasus dalam rangka Kepanitraan Klinik di Bagian

Anestesiologi Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar.

Makassar, Oktober 2019

Pembimbing,

(dr. Hisbullah, Sp.An. KIC.)

KATA PENGANTAR
Assalamu Alaikum Wr. Wb.
Dengan mengucapkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena atas
rahmat, hidayah, kesehatan dan kesempatan-Nya sehingga Laporan Kasus dengan
judul “Shivering Pasca Anastesi Spinal” ini dapat terselesaikan. Salam dan shalawat
senantiasa tercurah kepada baginda Rasulullah SAW, sang pembelajar sejati yang
memberikan pedoman hidup yang sesungguhnya.

Pada kesempatan ini, secara khusus penulis mengucapkan terima kasih dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada dosen pembimbing dr. Hisbullah, Sp.An.
KIC yang telah memberikan petunjuk, arahan dan nasehat yang sangat berharga
dalam penyusunan sampai dengan selesainya laporan kasus ini.

Penulis menyadari sepenuhnya masih banyak terdapat kelemahan dan


kekurangan dalam penyusunan laporan kasus ini, baik dari isi maupun penulisannya.
Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak senantiasa penulis harapkan demi
penyempurnaan laporan kasus ini.
Demikian, semoga laporan kasus ini bermanfaat bagi pembaca secara umum
dan penulis secara khususnya.
Billahi Fi Sabilill Haq Fastabiqul Khaerat
Wassalamu Alaikum WR.WB.
Makassar, Oktober 2019

Penulis

BAB III
DISKUSI DAN PEMBAHASAN

Kebutuhan akan penggunaan spinal anestesia meningkat seiring dengan


populernya tindakan anestesi regional di seluruh dunia. Spinal anestesia tidak
sepenuhnya teknik yang dapat sukses 100%. Rata-rata kegagalan 0,72% sampai
dengan 16%. Penyebab kegagalan oleh karena beberapa sebab mungkin dikarenakan
ketidakmampuan untuk mengidentifikasikan ruang subarachnoid. Penjelasan
kegagalan blok spinal muncul walau secara teknis injeksi ditempat yang benar dan
obat yang benar memang masih diperdebatkan.1 Beberapa kasus dengan kegagalan
blok spinal dan mekanisme kegagalan mungkin merefleksikan kejadian umum bahwa
gagalnya anestesi regional walaupun tidak menguntungkan, tetapi “normal” dan
bukan merupakan komplikasi yang perlu diinvestigasi. Blok spinal yang diulang
karena gagal mungkin kontraindikasi tergantung dari obat pertama yang digunakan
terhadap risiko neurotoksisitas.3
Shivering atau menggigil merupakan komplikasi yang sering ditemukan pada
neuraxial anesthesia, terjadi pada 55% pasien. Shivering sering menyebabkan
ketidaknyamanan pasien dan dapat mengganggu monitoring EKG, tekanan darah,dan
saturasi oksigen. Konsekuensi metabolik dan hemodinamik shivering antara lain
peningkatan pengeluaran energi sistemik ataupun jantung, peningkatan konsumsi
oksigen, produksi karbondioksida, dan peningkatan kerja jantung. Mekanisme yang
dinilai berperan dalam timbulnya shivering pada pasien yang mengalami operasi
adalah kehilangan temperatur saat jalannya operasi, peningkatan tonus simpatis,
nyeri, dan pelepasan pyrogen sistemik.1

Hal tersebut harus dihindari terutama pada pasien dengan penyakit jantung
koroner atau dengan cadangan ventilasi yang terbatas.Menggigil pasca-anestesi dapat
diatasi dengan beberapa cara atau pendekatan. Pendekatan yang ditempuh dapat
berupa non-farmakologis menggunakan konduksi panas yang dapat meningkatkan
toleransi terhadap sistem regulasi tubuh terhadap hipotermia atau dapat juga
menggunakan pendekatan farmakologis dengan obat-obatan.Obat yang sering dipakai
untuk mengatasi menggigil antara lain adalah pethidin, klonidin, dan tramadol. Obat-
obat lain yang juga dapat digunakan untuk menurunkan atau mengurangi kejadian
menggigil diantaranya ondansetron, neostigmin, dan fentanyl.6
Gangguan pengaturan suhu pada anestesia spinal lebih menggunakan efeknya
melalui pembukaan kanal K dan ++ berat terjadi dibandingkan anestesia epidural.
Efek menurunkan influks dari Ca , menyebabkan inhibisi vasodilatasi perifer pada
anestesia spinal menyebabkan pelepasan transmiter. Agonis juga memiliki efek
terjadinya perpindahan panas dari kompartemen sentral postsinapsis langsung, yaitu
menyebabkan hiperpolarisasi menuju kompartemen perifer sehingga menyebabkan
dan penurunan dari aktivitas neuronal. Walaupun hipotermi (3). Ketinggian blok
spinal yang tercapai penggunaan fentanyl sebagai anti-shivering tidak populer
berhubungan langsung dengan ambang mengigil pasien dibanding dengan pethidin,
tetapi efek samping yang sehingga semakin tinggi blok yang dihasilkan maka terjadi
akibat pemberian fentanyl jauh lebih rendah bila ambang menggigil pasien akan
semakin rendah dibandingkan dengan pethidin .6
Fentanyl adalah agonis opioid sintetik yang berasal dari derivat phenyl
piperidinel yang secara struktural terkait dengan meperidin. Selain itu, diketahui pula
bahwa penambahan dosis kecil dari opioid lipofilik ini selama anestesia spinal dapat
menyebabkan onset yang lebih cepat, blok yang lebih baik, dan waktu pemulihan
fungsi motorik yang lebih cepat setelah pembedahan.Hampir semua opioid
diperkirakan mempengaruhi fungsi termoregulasi. Pada penelitian yang dilakukan
oleh Techanivate di India pada tahun 2005 menyimpulkan bahwa penambahan 20 g
fentanyl pada 2,2 ml bupivacain hiperbarik 0,5% dengan 0,2 ml morfin 0,2 mg
intratekal dapat menurunkan kejadian dan keparahan dari menggigil intraoperatif dan
postoperatif.
Di samping beberapa investigasi untuk mengatasi shivering setelah anestesi
spinal,pengetahuan mengenai etiologi pasti dan cara paling efektif penanganan
shivering masih sangat terbatas. Salah satunya adalah meperidine yang telah lama
digunakan untuk mengatasi dan mencegah shivering, dengan beberapa kontroversi
mengenai dosis optimal. Penggunaan ondansetron dalam pencegahan shivering
setelah operasi juga mulai banyak diteliti.1.1,6
Periode pengamatan kejadian, derajat,dan onset terjadinya shivering serta efek
samping dilakukan selama operasi berlangsung sampai 4 jam pasca anestesi spinal.
Dikatakan tidak terjadi shivering bila derajat 0, terjadi shivering bila derajat 1-4.
Derajat 1 bila terjadi piloereksiatau vasokonstriksi, tapi tidak nampak
shivering,derajat 2 ada aktifitas otot, tapi terbatas pada satu kelompok otot, derajat 3
ada aktifitas otot terjadi pada lebih dari satu kelompok otot, derajat 4 apabila terjadi
shivering seluruh tubuh. Jika terjadi shivering derajat 1-2 diberikan terapi non
farmakologis (penghangat), bila menetap atau terjadi shivering derajat 3-4 maka
pasien diberikan pethidin intravena 25 mg atau anti shivering golongan lain (misal
ketamin,tramadol, clonidin). Diberikan efedrin intravena 10mg bila terjadi hipotensi.
Mual muntah yang terjadi diberikan terapi metoklopramid 10 mg intravena,bila
menetap diberikan antimuntah golongan lain.Jika terjadi pruritus diberikan terapi
nalokson 0.17-2 mcg/kg/jam. Jika depresi napas terjadi, diberikan oksigenasi dan
nalokson 0.4-2 mg.2
Pada kasus ini pasien mengeluh menggigil 15 menit setelah dilakukan anestesi
Spinal dan diberikan Pethidin 30 mg melalui IV Pethidin memiliki efek anti
menggigil spesifik dan merupakan obat yang paling sering digunakan untuk
pencegahan maupun penanganan menggigil. Pethidin menstimulasi reseptor κ dan
reseptor μ, namun tampaknya efek anti menggigil petidin lebih dikarenakan efeknya
terhadap reseptor κ.3
Selain telah dilakukan Beberapa penelitian untuk melakukan pencegahan
terjadinya shivering dengan pendekatan farmakologis yaitu memberikan pethidin
melalui intrathekal.Dari beberapa penelitian tersebut dosis pethidin intrathekal yang
digunakan sebagai adjuvant obat lokal anestesia untuk mencegah dan mengurangi
kejadian shivering bervariasi berkisar antara 10 mg sampai dengan 0,2 mg/kg bb.2
Menggigil pada tindakan anestesia merupakan komplikasi anestesia spinal
pada pasien yang menjalani uretherorenoscopy yang umum dijumpai pada anestesia
modern. Mekanisme tanpa meningkatkan kejadian efek samping. Fentanyl terjadinya
menggigil pada anestesia umum dan neuraksial intratekal dapat mencegah menggigil
dengan menurunkan hampir sama, yaitu terjadinya redistribusi panas tubuh keparahan
dari menggigil sepanjang tiga jam sesudah dari kompartemen inti ke kompartemen
perifer. Opioid dan anestesia lokal menggunakan efek dan lebih kurang 33-56,7%
pasien dengan anestesia antinosiseptif yang dimiliki pada korda spinalis dengan
regional. mekanisme yang berbeda-beda. Fentanyl sebagai -agonis+ .6
Pemulihan pasca anestesia umum maupun regional merupakan waktu yang
penting terhadap munculnya stress fisiologis pada banyak pasien, dan kejadian
menggigil merupakan suatu keadaan yang cukup sering ditemukan. Post Anesthesia
Shivering (PAS) atau menggigil pasca anestesia terjadi pada 5-65% pasien yang
menjalani anestesia umum dan lebih kurang 33-57% pada anestesia spinal.Menggigil
pasca-anestesia merupakan mekanisme kompensasi tubuh yang dapat menimbulkan
efek samping yang merugikan diantaranya menyebabkan pasien merasa tidak nyaman
bahkan nyeri akibat regangan bekas luka operasi serta dapat meningkatkan kebutuhan
oksigen karena adanya peningkatan aktifitas otot.Anestesi spinal (blok subarakhnoid)
merupakan pilihan utama dalam tindakan pembedahan urologi. Alasan pemilihan
anestesi spinal karena rendahnya efek samping rendahnya efek samping yang
diperoleh.4
Menggigil pasca Anastesi dapat dikurangi dengan berbagai cara, diantaranya
dengan meminimalkan kehilangan panas selama operasi dan mencegah kehilangan
panas karena lingkungan tubuh.Cara-cara untuk mengurangi menggigil pasca
Anastesi adalah sebagai berikut:

1.Suhu kamar Operasi yang nyaman bagi pasien yaitu pada Suhu 220C

2.Ruang pemulihan yang hangat dengan suhu ruangan 240C

3.Penggunaan sistem low-flow atau sistem tertutup pada pasien kritis atau pasien
yang beresiko tinggi.

4.Penggunaan cairan kristaloid yang dihangatkan:

a.Kristaloid untuk keseimbangan cairan Intravena

b.Larutan irigasi luka pembedahan

5.Menghindari genangan air/larutan Meja Operasi

6.Penggunaan larutan irigasi yang dihangatkan pada luka pembedahan


BAB IV

KESIMPULAN

Shivering atau menggigil merupakan komplikasi yang sering ditemukan pada


neuraxial anesthesia, terjadi pada 55% pasien. Shivering sering menyebabkan
ketidaknyamanan pasien dan dapat mengganggu monitoring EKG, tekanan darah,dan
saturasi oksigen. Konsekuensi metabolik dan hemodinamik shivering antara lain
peningkatan pengeluaran energi sistemik ataupun jantung, peningkatan konsumsi
oksigen, produksi karbondioksida, dan peningkatankerja jantung. Menggigil pasca-
anestesi dapat diatasi dengan beberapa cara atau pendekatan. Pendekatan yang
ditempuh dapat berupa non-farmakologis menggunakan konduksi panas yang dapat
meningkatkan toleransi terhadap sistem regulasi tubuh terhadap hipotermia atau dapat
juga menggunakan pendekatan farmakologis dengan obat-obatan.Obat yang sering
dipakai untuk mengatasi menggigil antara lain adalah pethidin, klonidin, dan
tramadol. Obat-obat lain yang juga dapat digunakan untuk menurunkan atau
mengurangi kejadian menggigil diantaranya ondansetron, neostigmin, dan fentanyl
serta Pethidin.
DAFTAR PUSTAKA

1. Safavi M, Honarmand A, Negahban M, Attari M. Prophylactic Eff Ects Of


Intrathecal Meperidine And Intravenous Ondansetron On Shivering In
Patients Undergoing Lower Extremity Orthopedic Surgery Under Spinal
Anesthesia. J Res Pharm Pract. 2014;3(3):94-9. Doi: 10.4103/2279-
042x.141105.
2. Kusumasari,Nurhesti,Dkk, Daya Guna Pethidin 0,1 Mg/Kgbb Dan 0,2
Mg/Kgbb Intrathekal Sebagai Adjuvant Bupivakain 0,5% 10 Mg Dalam
Mencegah Shivering Pada Sectio Cesaria,2013. Bagian Anestesiologi Dan
Terapi Intensif Fk Ugm – Rsup Dr. Sardjito, Yogyakarta
3. Lino,Antonius,Dkk. Perbandingan Efektifitas Tramadol 0,5 Mg/Kgbb Dengan
Petidin0,5 Mg/Kgbb Dalam Pencegahan Menggigil Setelah Anestesi Spinal
Pada Trans Urethral Resection Of The Prostate. Bagian Ilmu Anestesi,
Perawatan Intensif Dan Manajemen Nyeri, Fakultas Kedokteran,
Universitas Hasanuddin
4. Longnecker DE. Anesthesiology. USA: McGraw-Hill Companies; 2008.

5. Fauzi,Nur Akbar,Gambaran Kejadian Menggigil (Shivering) ,Pada pasien


dengan Tindakan Operasi yang Menggunakan Anestesi Spinal di RSUD
Karawang Periode Juni 2014 ,Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Bandung
6. Rm,Laksono,Fentanyl Intratekal Mencegah Menggigil Pasca Anastesi Spinal
pada Sactio Caesarea.Laboratorium Anesthesiologi dan Terapi Intensif
Rumah Sakit Umum Daerah dr.Saifulanwarmalang

Anda mungkin juga menyukai