Anda di halaman 1dari 27

Nama : Ria Putri Wahyu

Kelas :C
NIM : 180302931
Tugas : Obstetri

INDIKASI UNTUK TINDAKAN BEDAH FETUS DAN JANIN

  Latar Belakang.

    Komplikasi dalam kasus kebidanan dapat terjadi di luar dugaan, meskipun segala
sesuatu yang telah dijalankan dengan rapih dan sempurna.dengan pengetahuan yang
baik, penanganan persalinan yang hati-hati disertai dengan ketelatian dengan baik pula,
diharapkan kematian dan kesakitan ibu hamil dapat ditekan sekecil-kecilnya setiap
tenaga kesehatan diharapkan mampu menengani persalinan normal maupun patologi
dan berupaya agar tidak terjadi komplikasi.
Tenaga kesehatan khususnya bian harus mengetahui dan menguasai tindakan-
tindakan yang harus dilakukan apabila memberikan pertolongan baik pada persalinan
normal maupun patologi.pengetahuan tentang Tindakan-tindakan operatif kebidanan
yaitu Ekstraksi Vakum,  induksi persalinan, Digital Curretase, persalinan sungsang,
maupun manual plasenta harus di miliki..

1.    Anestesi
       Anestesi adalah suatu tindakan untuk menghilangkan kesadaran di sertai
hilanganya rasa sakit yang sifatnya sementara. Anestesi pada setiap keadaan
membawa problem-probleme tersendiri sesuai dengan kondisi penderita, sebab obat-
obat anastesi bersifat mendepresi organ-organ vital.
      Sejak dahulu bermacam-macam obat anestetika dengan berbagai cara pem-
beriannya telah di pakai oleh banyak ahli. Hasil yang di kemukakan berbeda-beda,
masing-masing menurut pendapat dan pengalaman masing-masing.
       Tentang anestesi dapat di katakana dengan singkat: “bahwa tidaka ada satu obat
anestesi yang dapat di percaya; kepercayaan harus di letakan pada bahu ahli anastesi”.
        Berbeda dengan cabang ilmu kedokteran lainnya, dalam obstetri kita meng-
Hadapi dua kepentingan, yaitu kepentingan Ibu dengan kepentingan anak.
Karena itu anastesi yang di pakai haruslah tidak banyak mempengaruhi anak.
a.    Macam-macam zat anastesi.
Pembagian anastesi:
  Anastesi umum
Anastesi Inhalasi, intravena, dan rectal.
  Anastesi Lokal.
Dapat di bagi menjadi tiga golongan yaitu: golongan ester, alcohol, dan heterogeneous.
b.    Tehnik Anastesi.
  Anastesi Umum.
Adalah suatu cara untuk menghilangkan kesadaran di sertai hilangnya rasa sakit di
seluruh tubuh disebabkan pemeberian obat-obat anastesi.
  Anastesi Regional dan Lokal.
Adalah suatu cara untuk menghilangkan rasa sakit pada sebagian dari tubuh atau pada
daerah tertentu dari tubuh.
c.    Komplikasi dan efek samping anastesi.
Baik sewaktu anastesi berjalan maupun sesdudahnya dapat terjadi komplik-
asi dan efek samping antara lain:
  Gangguan pernafasan.
Pada seorang penderita dalam keadaan tidak sadar dapat terjadi gang-
guan pernapasan dan gangguan peredaran darah yang bila tidak di beri-
kan pertolongan maka ia akan meninggal.
  Kerja jantung berhenti (Cardiac Arrest).
Suatu dalam keadaan anastesi jantung dapat  berhenti secara tiba-tiba tanpa di duga
sebelumnya. Hal ini dapat di sebabkan oleh kesalahan tekhnis misalnya pemberian
obat yang berlebihan.
  Regurgitasi.
Adalh suatu keadaan keluarnya isi lambung ke varing tanpa adanya tanda-tanda. Hal ini
di sebabkan oleh adanya cairan atau makanan dalam lambung.
  Terjadi pada waktu induksi yang berjalan kurang lancar, atau pengaruh obat-obat
anastesi yang di pakai.
  Perdarahan.
Setiap persalinan denagn pemberian anastesi selalu di pikirkan akan timbulnya
perdarahan postpartum, terutama pada anastesi dengan halotan.
  Reaksi Toksik Sistemik.
Di sebabkan karena konsentrsi obat anastesi yang tinggi dalam sirkulasi darah Ibu. Hal
ini biasanya bersifat sementara dapat di atasi dengan pemberian oksigen dan biasanya
berkurang setelah konsentrasi obat dalam dara turun.
2.    Persiapan Prabedah.
Persiapan prabedah dapat di bagi menjadi 3 langkah adalah sbb:
a.    Persiapan penderita.
  Menerangkan kepada penderita dan keluarganya dan alasan yang di lakukan operasi
untuk melahirkan janin dan memeberikan pengertian serta kekuatan mental kepada
mereka dalam menghadapi keadaan ini.
  Melakukan pengosongan kandung kencing.
  Mengosongkan isi rectum. Pada plasenta previa tidak di anjurkan karena dapat
menyebabkan perdarahan.
  Mencukur rambut pubis daerah genetalia eksterna dan rambut daerah dinding perut
pada operasi parabdominam.
  Membaringkan penderita pada posisi yang di anjurkan yaitu posisi litotomi dan posisi
trendelemberg.
  Memasang infus cairan menggunakan kanula plastik G No 16.
  Melakukan suci hama daerah operasi:
-       Daerah genitalia eksterna dan vagina dengan memakai larutan asam pikrin, larutan
betadin, larutan savlon dan sebagainya.
-       Daerah dinding perut dengan larutan betadin, larutan jodium atau larutan savlon, lau di
cuci lagi dengan larutan alcohol.
b.    Persiapan kamar dan alat-alat untuk operasi.
  Di beritahuakan ke pada dokter dan para medic yang bertugas jaga bahwa ada operasi,
supaya mereka menyiapakan kamar operasi atau kamar bersalin serta alat-alat yang
berkaitan dengan jenis opersi yang akan di lakukan.
  Alat-alat untuk operasi di suci-hamakan (aseptic) setelah itu di sisapkan pada meja alat-
ditutup atau di bungkus dengan kain yang seluruhnya dalam keadaan suci-hama siap di
pakai untuk operasi.
  Juga telah di siapkan alat-alat resusitasi untuk bayi yang akan di lahirkan.
  Pada kasus-kasus bayi risiko tinggi (high risk baby) hendaknya di minta bantuan
kehadiran seornag ahli kesehatan anak, khusus dalam bidang neonates.
c.    Persiapan Tim operasi.
Tim bedah ini sekurang-kurangnya terdiri dari :
  Operator (ahli kebidanan).
  Asisten operator (asisten ahli), dokter mudah dan para medis.
  Para medis piñata alat-alat operasi.
  Ahli anastesi atau perawat anastesi.
Tim bedah ini bekerja dalam keadaan suci hama:
  Menyuci-hamakan tangan menurut Furbringer.
  Memakai penutup kepala, baju operasi dan jas operasi yang steril, masker penutup
mulut dan hidung, tutup kepala serta alas kaki kamar operasi.

3.    Tindakan Operatif Kebidanan.


a.    Ekstrasi vakum.
Ekstraksi Vakum adalah tindakan obstetrik operatif untuk melahirkan kepala janin
dengan menggunakan “mangkuk hampa udara” yang ditempelkan pada kulit kepala
janin dari seorang parturien yang masih memiliki tenaga meneran.
  Indikasi Konvensional:
Mempersingkat kala II pada keadaan :
1.    Ibu tidak boleh meneran terlalu lama pada kala II akibat kondisi obstetri tertentu (pre
eklampsia berat, anemia, diabetes mellitus, eklampsia).
2.    Kondisi obstetri tertentu :
-       Riwayat SC.
-       Kala II memanjang.
3.    Maternal distress pada kala II.
4.    Gawat janin pada kala II dengan syarat :
-       Perjalanan persalinan normal.
-       Fasilitas sectio caesar sudah siap.

  Kontraindikasi Absolute :
-       Disproporsi sepalo-pelvik .
-       Operator tidak dapat mengenali denominator dengan baik
-       Operator tidak kompeten untuk melakukan ekstraksi vakum.
-       Kelainan letak :
         Presentasi Muka
         Letak Dahi
         Presentasi Lintang
         “After coming head” pada presentasi sungsang.
  Kontradiksi Relatif:
1.    Pasca pengambilan sediaan darah dari kulit kepala janin.
2.    Prematuritas.
         Kecuali pada persalinan gemelli anak ke II dimana persalinan hanya memerlukan traksi
ringan akibat sudah adanya dilatasi servix dan vagina.
         Dikhawatirkan terjadi trauma intrakranial, perdarahan intrakranial , ikterus neonatorum
berat.
3.    IUFD (Intra Uterina Fetal Disease/kematian janin di dalam uterus).
         Oleh karena : tidak dapat terbentuk kaput.
         Pada janin maserasi, kranium sangat lunak sehingga pemasangan mangkuk menjadi
sulit.
4.    Kelainan kongenital janin yang menyangkut kranium : anensephalu.
  Alat Ekstrasi Vakum:
                          
1.    Cawan penghisap ( cup ) 
2.    Terdiri dari 3 ukuran :
-       50 mm.
-       60 mm.
-       70 mm.
3.    Botol penghisap.
4.    Pompa penghisap.
-       Pemilihan ukuran cawan penghisap disesuaikan dengan dilatasi servik ; pada dilatasi
servik yang sudah lengkap biasanya dipasang ukuran yang terbesar (70 mm).
-       Pada sisi belakang cawan penghisap terdapat “ marker “ sebagai penuntun gerakan
rotasi dalam dan dipasang pada posisi jam 12.
-       Pada penampang melintang cawan penghisap terlihat adanya rantai yang merupakan
alat pengaman agar cawan tidak mudah terlepas dari “pegangan” saat melakukan
traksi.
Diagram mangkuk penghisap
Cawan penghisap

  Syarat Ekstraksi Vakum.


1.    Janin diperkirakan dapat lahir pervaginam.
2.    Pembukaan sekurang - kurangnya 7 cm ( idealnya adalah dilatasi lengkap ).
3.    Penurunan kepala > station 0 ( idealnya adalah setinggi Hodge III + )
4.    Selaput ketuban negatif.
5.    Harus ada kekuatan meneran ibu dan kontraksi uterus (HIS ).
  Prinsip Ekstraksi Vakum.
Membuat suatu caput succadeneum artifisialis dengan cara memberikan tekanan
negatif pada kulit kepala janin melalui alat ekstraktor vakum.
Caput Succadeneum.
Pemasangan cawan penghisap dalam keadaan miring.

  Pemasangan Cawan Penghisap.


1.    Setelah persiapan operator dan atau pasien selesai serta peralatan sudah dipersiapkan
dengan baik.
2.    Labia dibuka dengan ibu jari dan jari telunjuk tangan kiri dari arah atas.
3.    Cawan penghisap yang sudah dilumuri dengan jelly dimasukkan jalan lahir  secara
miring dengan menghindari urethra dan klitoris.
4.    Cawan penghisap diputar 90 0 dan ditempatkan tepat pada permukaan kulit kepala
dengan posisi menjauhi ubun-ubun besar.
5.    Buat tekanan vakum dalam cawan penghisap dengan memompa sampai 0.2 kg/cm2
sebagai tekanan awal.
6.    Pastikan bahwa cawan penghisap terpasang dengan baik dan tidak ada bagian jalan
lahir atau sisa selaput amnion yang ikut terjepit.
7.    Setelah 2 menit, naikkan tekanan negatif sampai 0.7 – 0.8 kg/cm2 dengan kecepatan
0.2 kg/cm2 setiap 2 menit.
8.    Penilaian ulang untuk melihat adanya bagian jalan lahir yang terjepit.
9.    Traksi percobaan untuk melihat apakah ekstraksi vakum sudah berfungsi dengan baik.
10. Traksi sesuai dengan derajat desensus sampai lahirnya kepala janin.
11. Cawan penghisap dilepas dan sisa tubuh anak dilahirkan dengan cara sebagaimana
lazimnya.
Ekstraksi Vakum Pada Posisi Occiput Anterior.

Pemasangan cawan pada sutura sagitalis menjauhi ubun-ubun besar


Posisi awal, arah traksi horisontal sampai kepala nampak dibawah simfisis
Cara melakukan traksi

  Kriteria Kegagalan Ekstraksi Vakum:


1.       Cawan penghisap terlepas lebih dari 3 kali saat melakukan traksi dan hal ini biasanya
terjadi oleh karena :
         Tenaga vakum terlampau rendah (seharusnya -0.8 kg/cm2) oleh karena kerusakan
pada alat atau pembentukan caput succedaneum yang terlampau cepat ( < 0.2 kg/cm2
per 2 menit).
         Terdapat selaput ketuban atau bagian jalan lahir yang terjepit diantara cawan
penghisap dengan kepala anak.
         Saat melakukan traksi : kedua tangan penolong tidak bekerja secara harmonis, traksi
dengan arah yang tidak tegak lurus dengan bidang cawan penghisap atau traksi
dilakukan dengan tenaga yang berlebihan.
         Terdapat gangguan pada imbang sepalopelvik (CPD).
2.       Setelah dilakukan traksi selama 30 menit, janin belum dapat dilahirkan.
  Komplikasi pada Ibu:
o   Perdarahan
o   Infeksi jalan lahir
o   Trauma jalan lahir
Pada Anak:
o   Ekskoriasi dan nekrosis kulit kepala
o   Cephal hematoma
o   Subgaleal hematoma
o   Perdarahan intracranial
o   Perdarahan subconjuntiva, perdarahan retina
o   Fraktura klavikula
o   Distosia bahu
o   Cedera pada syaraf cranial ke VI dan VII
o   Kematian janin
  Keunggulan ekstraktor vakum dibandingkan ekstraksi cunam:
1.    Tehnik pelaksanaan relatif lebih mudah
2.    Tidak memerlukan anaesthesia general
3.    Ukuran yang akan melewati jalan lahir tidak bertambah (cawan penghisap tidak
menambah ukuran besar bagian anak yang akan melwati jalan lahir)
4.    Trauma pada kepala janin relatif rendah .
  Kerugian ekstraktor vakum dibandingkan ekstraksi cunam:
1.    Proses persalinan membutuhkan waktu yang lebih lama.
2.    Tenaga traksi pada ekstraktor vakum tidak sekuat ekstraksi cunam.
3.    Pemeliharaan instrumen ekstraktor vakum lebih rumit.
4.    Ekstraktor vakum lebih sering menyebabkan icterus neonatorum.
  Berbagai rekomendasi berkaitan dengan tindakan ekstraksi vakum :
1.    Klasifikasi persalinan dengan ekstraksi vakum hendaknya menggunakan klasifikasi
yang sama dengan ekstraksi cunam.
2.    Indikasi dan kontraindikasi yang dipakai dalam ekstraksi cunam hendaknya juga
digunakan pada ekstraksi vakum.
3.    Ekstraksi vakum tidak boleh dilakukan pada kepala yang masih belum engage atau
diatas station 0.
4.    Operator hendaknya memiliki pengalaman yang cukup dalam menggunakan peralatan
ekstraksi vakum.
5.    Operator harus segera menghentikan usaha persalinan pervaginam dengan ekstraksi
vakum bila cawan penghisap terlepas sampai 3 kali saat melakukan traksi.
b.    Induksi persalinan
Induksi persalinan ialah suatu tindakan terhadap ibu hamil yang belum inpartu, baik
secara operatif maupun secara medicinal, untuk merangsang timbulnya kontraksi rahim
sehingga terjadi persalinan. Induksi persalinan berbeda dengan akselerasi persalinan,
dimana pada akselerasi persalinan tindakan-tindakan tersebut di kerjakan pada wanita
hamil yang sudah inpartu.
  Cara
1.    Secara medis
         Infus oksitosin
         Prostaglandin
         Cairan hipertonik intrauteri
2.    Secara manipulative/ dengan tindakan
         Amniotomi
         Melepaskan selaput ketuban dari bagian bawah rahim(stripping of the membrane).
         Pemakaian rangsangan listrik
         Rangsangan pada putting susu.
  Indikasi janin
1.    Kehamilan lewat waktu.
2.    Ketuban pecah dini.
3.    Janin mati.
  Indikasi ibu
1.    Kehamilan dengan hipertensi
2.    Kehamilan dengan Diabetes Melitus
  Indikasi kontra
1.    Malposisi dan malpresentasi janin
2.    Insufisiensi plasenta.
3.    Diproporsi sefalopelvik.
4.    Cacat rahim, misalnya pernah mengalami seksio sesarea, enokleasi miom.
5.    Grande multipara
6.    Gemelli
7.    Distensi rahim yang berlebihan misalnya pada hidramnion.
8.    Plasenta previa.
  Syarat-syarat pemberian infuse oksitosin
1.    Agar infuse oksitosin berhasil dalam menginduksi persalinan dan tidak memberikan
penyulit baik pada ibu maupun janin, maka di perlukan syarat-syarat sebagai berikut :
a.    Kehamilan aterm
b.    Ukuran panggul normal
c.    Tidak ada CPD (Disproporsi antara pelvis dan janin)
d.    Janin dalam presentasi kepala
e.    Serviks sudah matang yaitu, porsio teraba lunak, mulai mendatar dan sudah mulai
membuka.
2.    Untuk menilai serviks ini dapat juga di pakai skor Bishop, yaitu bila nilai Bishop lebih
dari 8, induksi persalinan kemungkinan besar akan berhasil.
  Tekhnik infus oksitosin berencana
1.    Semalam sebelum infuse oksitosin, hendaknya penderita sudah tidur dengan nyenyak.
2.    Pagi harinya penderita di beri pencahar.
3.    Infuse oksitosin hendaknya di kerjakan pada pagi hari dengan obserfasi yang baik.
4.    Disiapkan cairan dextrose 5 % 500 ml yang di isi dengan 5 unit oksitosin.
5.    Cairan yang sudah mengandung 5 U oksitosin ini di lahirkan secara intravena melalui
saluran infuse dengan jarum no. 20 G.
6.    Jarum suntik intravena di pasang pada vena di bagian volar lengan bawah
7.    Tetesan permulaan di buat agar kadar oksitosin mencapai jumlah 2 mU permenit.
8.    Timbulnya kontraksi rahim dinilai dari setiap 15 menit. Bila dalam waktu 15 menit ini his
tetap lemah. Tetesan dapat di naikkan. Umumnya tetesan maksimal di perbolehkan
sampai mencapai kadar oksitosin 30 sampai 40 m UI permenit. Bila sudah mencapai
kadar ini, namun kontraksi rahim belum juga timbul, maka berapapun kadar oksitosin
yang dinaikkan tidak akan menimbulkan tambahan kekuatan kontraksi lagi. Sebaiknya
infuse oksitosin ini di hentikan.
9.    Penderita dengan infuse oksitosin harus di amati secara cermat untuk kemungkinan
timbulnya tetania uteri, tanda-tanda rupture uteri membakar, maupun tanda-tanda
gawat janin.
10. Bila kontraksi rahim timbul secara teratur dan adekuat, maka kadar tetesan oksitosin
dipertahankan. Sebaliknya bila terjadi kontaksi rahim yang sangat kuat, jumlah tetesan
di kurangi atau sementara di hentikan.
11. Infuse oksitosin ini hendaknya tetap di pertahankan sampai persalinan selesai, yaitu
sampai satu jam sesudah lahirnya plasenta.
12. Evaluasi kemajuan pembukaan serviks dapat di lakukan dengan periksa dalam bila his
telah kuat dan adekuat. Pada waktu pemberian infuse oksitosin di lanjutkan sampai
pembukaan lengkap. Segera setelah kala II di mulai, maka tetesan infuse oksitosin di
pertahankan dan ibu dipimpin mengejan atau di bimbing dengan persalinan buatan
sesuai dengan indikasi yang ada pada waktu itu. Tetapi bila sepanjang pemberian
infuse oksitosin timbul penyulit pada ibu maupun janin, maka infuse oksitosin harus
segera di hentikan dan kehamilan segera di selesaikan dengan seksio sesarea.
  Pemberian prostaglandin
Prostaglandin dapat merangsang otot-otot polos termasuk juga otot-otot rahim.
Prostaglandin yang spesifik untuk merangsang otot rahim adalah PGE 2 dan
PGE2  alpha. Untuk induksi persalinan prostaglandin dapat di berikan secara intravena,
oral,vaginal, rectal, dan intra amnion. Pada kehamilan aterm, induksi persalinan dengan
prostaglandin cukup efektif. Pengaruh samping dari pemberian prostaglandin ialah
mual. Muntah dan diare.
  Pemberian cairan hipertonik intrauterine
1.     Pemberian cairan hipertonik intraamnion dipakai untuk merangsang kontraksi rahim
pada kehamilan dengan janin mati. Cairan garam hipertonik 20% , urea dan lain-lain.
Kadang-kadang pemakaian urea di campur dengan prostaglandin untuk memperkuat
prostaglandin untuk memperkuat rangsangan pada otot-otot rahim.
2.     Cara ini dapat menimbulkan penyulit yang cukup berbahaya, misalnya hipernetramia
infeksi dan gangguan pembekuan darah.
  Amniotomi
1.    Amniotomi artifisialis dilakukan dengan cara memecahkan ketuban baik dibagian bawah
depan maupun di bagian belakang dengan suatu alat khusus. Sampai sekarang belum
di ketahui dengan pasti bagaimana pengaruh amniotomi dalam merangsang timbulnya
kontraksi rahim.
2.    Beberapa teori mengemukakan bahwa:
a.    Amniotomi dapat mengurangi beban rahim sebesar 40% sehingga tenaga kontraksi
rahim dapat lebih kuat untuk membuka serviks.
b.    Amniotomi menyebabkan berurangnya aliran darah di dalam rahim kira-kira 40 menit
setelah amniotomi di kerjakan, sehingga berkurangnya oksigenasi otot-otot rahim dan
keadaan ini meningkatkan kepekaan otot rahim
c.    Amniotomi menyebabkan kepala dapat langsung melekat di dinding serviks dimana di
dalamnya terdapat banyak syarat-syarat yang merangsang kontraksi rahim.
3.    Bila setelah amniotomi di kerjakan 6 jam kemudian belum ada tanda-tanda permulaan
persalinan, maka harus di ikuti dengan cara-cara lain untuk merangsang persalinan,
misalnya dengan infuse oksitosin.
4.    Pada amniotomi perlu di ingat akan terjadinya penyulit-penylit sebagai berikut
         Infeksi
         Prolapuspinikuli
         Gawat janin
         Tanda-tanda solusio plasenta
  Tekhnik amniotomi
Jari telunjuk dan jari tengah tangan kanan di masukkan kedalam jalan lahir sampai
sedalam kanalis servikalis. Setelah kedua jari berada dalam kanalis servikalis, maka
posisi jari di ubah sedemikian rupa, sehingga telapak tangan menghadap ke atas.
Tangan kiri kemudian memasukkan pengait khusus ke dalam jalan lahir dengan
tuntunan kedua jari yang ada di dalam. Ujung pengit diletakkan diantara jari telunjuk
dan jari tengah tangan yang didalam. Tangan yang diluar kemudian memanipulasi
pengait khusus tersebut untuk dapat menusuk dan merobek selapau ketuban. Selain itu
memasukkan pengait ini dapat juga dilakukan dengan satu tangan, yaitu pengait dijepit
daiantara jari tengah dan jari telunjuk tangan kanan, kemudian dimasukkan kedalam
jalan lahir sedalam kanalis serfikalis. Pada waktu tindakan ini dikerjakan, seorang
asisten menahan kepala janin kedalam pintu atas panggul. Setelah air ketuban
mengalir keluar, pengait dikeluarkan oleh tangan kiri, sedang jari tangan yang didalam
memperlebar robekan selaput ketuban. Air ketuban dialirkan sedikit demi sedikit untuk
menjaga kemungkinan terjadinya prolaps tali pusat, bagian-bagian kecil janin, gawat
janin dan solusio plasenta.setelah selesai tangan penolong ditari keluar dari jalan lahir.
  Melepaskan Ketuban Dari Bagian Bawah Rahim
1.    Yaitu melepaskan ketuban dari dinding segmen bawah rahim secara menyeluruh Yaitu
melepaskan ketuban dari dinding segmen bawah rahim secara menyeluruh setinggi
mungkin dengan jari tangan. setinggi mungkin dengan jari tangan. Cara ini dianggap
cukup efektif dalam merangsang timbulnya hiks.
2.    Beberapa hambatan yang dihadapi dalam melakukan tindakan ini yaitu:
         Serviks yang belum dapat dilalui oleh jari
         Bila didapatkan persangkaan plasenta letak rendah tidak boleh dilakukan
         Bila kepala belum cukup turun dalam rongga panggul
  Pemakaian Rangsangan Listrik
Dengan dua elektroda, yang satu diletakkan dalam serviks, sedang yan lain
ditempelkan pada kulit dinding perut, kemudian dialirkan listrik yang akan memberikan
rangsangan pada serviks untuk menimbulkan kontraksi rahim. Bentuk alat ini
bermacam-macam, bahkan ada yang ukurannya cukup kecil sehingga dapat dibawa-
bawa dan ibu tidak perlu tinggal di RS. Pemakaian alat ini perlu dijelaskan dan disetujui
oleh pasien.
  Rangsanga Pada Putting Susu
         Sebagai mana diketahuirangsanga putting susu dapat mempengaruhi hipofisis
posterior untuk mengeluarkan oksitosin sehingga terjadi kontraksi rahim. Dengan
pengertian ini maka telah dicoba dilakukan induksi persalinan pada kehamilan dengan
merangsang putting susu.
         Pada salah satu puting susu, atau daerah areolamammae dilakukan masase ringan
dengan jari si ibu. Untuk menghindari lecet pada daerah tersebut, maka sebaiknya pada
daerah putting dan areolamammae diberi minyak pelicin. 
c.    Digital Curretage.
     Kuretase adalah cara membersihkan hasil konsepsi memakai alat kuretase (sendok
kerokan). Sebelum melakukan kuretase, penolong harus melakukan pemeriksaan
dalam untuk menentukan letak uterus, keadaan serviks dan besarnya uterus. Gunanya
untuk mencegah terjadinya bahaya kecelakaan misalnya perforasi.
Persiapan Sebelum Kuretase:
1.    Persiapan Penderita.
Lakukanlah pemeriksaan umum : Tekanan Darah, Nadi, Keadaan Jantung, dan Paru –
paru dan sebagainya. Pasanglah infuse cairan sebagai profilaksis
2.    Persiapan Alat – alat Kuretase.
Alat – alat kuretase hendaknya telah tersedia alam bak alat dalam keadaan aseptic
(suci hama) berisi :
-       Speculum dua buah.
-       Sonde (penduga) uterus.
-       Cunam muzeus atau Cunam porsio.
-       Berbagai ukuran busi (dilatator) Hegar.
-       Bermacam – macam ukuran sendok kerokan (kuret).
-       Cunam abortus kecil dan besar.
-       Pinset dan klem.
-       Kain steril, dan sarung tangan dua pasang.
3.    Penderita ditidurkan dalam posisi lithotomic.
4.    Pada umumnya diperlukan anestesi infiltrasi local atau umum secara IV dengan ketalar.
a.    Teknik Kuretase.
1.    Tentukan Letak Rahim.
Yaitu dengan melakukan pemeriksaan dalam. Alat – alat yang dipakai umumnya terbuat
dari metal dan biasanya melengkung karena itu memasukkan alat – alat ini harus
disesuaikan dengan letak rahim. Gunanya supaya jangan terjadi salah arah (fase route)
dan perforasi.
2.    Penduga Rahim (Sondage).
Masukkan penduga rahim sesuai dengan letak rahim dan tentukan panjang atau
dalamnya penduga rahim. Caranya adalah, setelah ujung penduga rahim membentur
fundus uteri, telunjuk tangan kanan diletakkan atau dipindahkan pada portio dan tariklah
sonde keluar, lalu baca berapa cm dalamnya rahim.
3.    Dilatasi.
Bila permukaan serviks belum cukup untuk memasukkan sendok kuret, lakukanlah
terlebih dulu dilatasi dengan dilatator atau Bougie Hegar. Peganglah busi seperti
memegang pensil dan masukkanlah hati – hati sesuai letak rahim. Untuk sendok kuret
terkecil biasanya diperlukan dilatasi sampai Hegar nomor 7. Untuk mencegah
kemungkinan perforasi usahakanlah memakai sendok kuret yang agak besar, dengan
dilatasi yang lebih besar.
4.    Kuretase.
Seperti telah dikatakan, pakailah sendok kuret yang agak besar. Memasukkannya
bukan dengan kekuatan dan melakukan kerokan biasanya mulailah di bagian tengah.
Pakailah sendok kuret yang tajam (ada tanda bergerigi) karena lebih efektif dan lebih
terasa sewaktu melakukan kerokan pada dinding rahim dalam (seperti bunyi mengukur
kelapa). Dengan demikian kita tahu bersih atau tidaknya hasil kerokan.
5.    Cunam Abortus.
Pada abortus inisipiens, dimana sudah kelihatan jaringan, pakailah cunam abortus
untuk mengeluarkannya yang biasanya diikuti oleh jaringan lainnya. Dengan demikian
sendok kuret hanya dipakai untuk membersihkan sisa – sisa yang ketinggalan saja.
6.    Perhatian .
Memegang, mamasukkan dan menarik alat – alat haruslah hati – hati. Lakukanlah
dengan lembut (with lady’s hand) sesuai dengan arah dan letak rahim.

d.    Persalinan Sungsang.
  Persalinan pada presentasi sungsang :
1.    Persalinan pervaginam:
         Persalinan sungsang spontan pervaginam (cara Bracht)
         Ekstraksi bokong parsialis
         Ekstraksi bokong / kaki totalis.
2.    Persalinan perabdominal: Sectio Caesar.
  Mekanisme Persalinan Sungsang Spontan Per Vaginam
    Terdapat perbedaan dasar antara persalinan pada presentasi sungsang dengan
persalinan pada presentasi belakang kepala. Pada presentasi belakang kepala, bila
kepala sudah lahir maka sisa tubuh janin akan mengalami proses persalinan
selanjutnya dan umumnya tanpa kesulitan. Pada presentasi sungsang, lahirnya bokong
dan bagian tubuh janin tidak selalu dapat diikuti dengan persalinan kepala secara
spontan. Dengan demikian maka pertolongan persalinan sungsang pervaginam
memerlukan keterampilan khusus dari penolong persalinan. Engagemen dan desensus
bokong terjadi melalui masuknya diameter bitrochanteric bokong melalui diameter
oblique panggul. Panggul anterior anak umumnya mengalami desensus lebih cepat
dibandingkan panggul posterior.
     Pada saat bertemu dengan tahanan jalan lahir terjadi putar paksi dalam sejauh
450 dan diikuti dengan pemutaran panggul anterior kearah arcus pubis sehingga
diameter bi-trochanteric menempati diameter antero-posterior pintu bawah panggul.
Setelah putar paksi dalam, desensus bokong terus berlanjut sampai perineum teregang
lebih lanjut oleh bokong dan panggul anterior terlihat pada vulva.
     Melalui gerakan laterofleksi tubuh janin, panggul posterior lahir melalui perineum.
Tubuh anak menjadi lurus ( laterofleksi berakhir ) sehingga panggul anterior lahir
dibawah arcus pubis. Tungkai dan kaki dapat lahir secara spontan atau atas bantuan
penolong persalinan. Setelah bokong lahir, terjadi putar paksi luar bokong sehingga
punggung berputar keanterior dan keadaan ini menunjukkan bahwa saat itu diameter
bisacromial bahu sedang melewati diameter oblique pintu atas panggul.
      Bahu selanjutnya mengalami desensus dan mengalami putar paksi dalam sehingga
diameter bis-acromial berada pada diameter antero-posterior jalan lahir. Segera setelah
bahu, kepala anak yang umumnya dalam keadaan fleksi maksimum masuk panggul
melalui diameter oblique dan kemudian dengan cara yang sama mengalami putar paksi
dalam sehingga bagian tengkuk janin berada dibawah simfisis pubis. Selanjutnya
kepala anak lahir melalui gerakan fleksi.
      Engagemen bokong dapat terjadi pada diameter tranversal panggul dengan sacrum
di anterior atau posterior. Mekanisme persalinan pada posisi tranversal ini sama
dengan yang sudah diuraikan diatas, perbedaan terletak pada jauhnya putar paksi
dalam ( dalam keadaan ini putar paksi dalam berlangsung sejauh 90 0 ). Kadang-kadang
putar paksi dalam terjadi sedemikian rupa sehingga punggung anak berada dibagian
posterior dan pemutaran semacam ini sedapat mungkin dicegah oleh karena persalinan
kepala dengan dagu didepan akan jauh lebih sulit bila dibandingkan dengan dagu di
belakang selain itu dengan arah pemutaran seperti itu kemungkinan terjadinya
hiperekstensi kepala anak juga sangat besar dan ini akan memberi kemungkinan
terjadinya “after coming head” yang amat besar.
  Penatalaksanaan Persalinan.
    Selama proses persalinan, resiko ibu dan anak jauh lebih besar dibandingkan
persalinan pervaginam pada presentasi belakang kepala.
1.     Pada saat masuk kamar bersalin perlu dilakukan penilaian secara cepat dan cermat
mengenai : keadaan selaput ketuban, fase persalinan, kondisi janin serta keadaan
umum ibu.
2.     Dilakukan pengamatan cermat pada DJJ dan kualitas his dan kemajuan persalinan.
3.     Persiapan
tenaga penolong persalinan – asisten penolong persalinan  dokter anak dan
ahli anaesthe
Persalinan spontan pervaginam (spontan Bracht) terdiri dari 3 tahapan :
1.    Fase lambat pertama:
         Mulai dari lahirnya bokong sampai umbilikus (scapula).
         Disebut fase lambat oleh karena tahapan ini tidak perlu ditangani secara tergesa-gesa
mengingat tidak ada bahaya pada ibu dan anak yang mungkin terjadi.
2.    Fase cepat:
         Mulai lahirnya umbilikus sampai mulut.
         Pada fase ini, kepala janin masuk panggul sehingga terjadi oklusi pembuluh darah
talipusat antara kepala dengan tulang panggul sehingga sirkulasi uteroplasenta
terganggu.
         Disebut fase cepat oleh karena tahapan ini harus terselesaikan dalam 1 – 2 kali
kontraksi uterus (sekitar 8 menit).
3.    Fase lambat kedua:
         Mulai lahirnya mulut sampai seluruh kepala.
         Fase ini disebut fase lambat oleh karena tahapan ini tidak boleh dilakukan secara
tergesa-gesa untuk menghidari dekompresi kepala yang terlampau cepat yang dapat
menyebabkan perdarahan intrakranial.
  Tehnik pertolongan sungsang spontan pervaginam (spontan BRACHT )
1.    Pertolongan dimulai setelah bokong nampak di vulva dengan penampang sekitar 5 cm.
2.    Suntikkan 5 unit oksitosin i.m dengan tujuan bahwa dengan 1–2 his berikutnya fase
cepat dalam persalinan sungsang spontan pervaginam akan terselesaikan.
3.    Dengan menggunakan tangan yang dilapisi oleh kain setengah basah, bokong janin
dipegang sedemikian rupa sehingga kedua ibu jari penolong berada pada bagian
belakang pangkal paha dan empat jari-jari lain berada pada bokong janin (gambar 1)
4.    Pada saat ibu meneran, dilakukan gerakan mengarahkan punggung anak ke perut ibu
( gerak hiperlordosis )sampai kedua kaki anak lahir .
5.    Setelah kaki lahir, pegangan dirubah sedemikian rupa sehingga kedua ibu jari sekarang
berada pada lipatan paha bagian belakang dan ke empat jari-jari berada pada pinggang
janin(gambar 2)
6.    Dengan pegangan tersebut, dilakukan gerakan hiperlordosis dilanjutkan ( gerak
mendekatkan bokong anak pada perut ibu ) sedikit kearah kiri atau kearah kanan
sesuai dengan posisi punggung anak.
7.    Gerakan hiperlordosis tersebut terus dilakukan sampai akhirnya lahir mulut-hidung-dahi
dan seluruh kepala anak.
8.    Pada saat melahirkan kepala, asisten melakukan tekanan suprasimfisis searah jalan
lahir dengan tujuan untuk mempertahankan posisi fleksi kepala janin
9.    Setelah anak lahir, perawatan dan pertolongan selanjutnya dilakukan seperti pada
persalinan spontan pervaginam pada presentasi belakang kepala.
  Prognosis.
         Prognosis lebih buruk dibandingkan persalinan pada presentasi belakang kepala.
         Prognosa lebih buruk oleh karena:
-       Perkiraan besar anak sulit ditentukan sehingga sulit diantisipasi terjadinya peristiwa
“after coming head”.
-       Kemungkinan ruptura perinei totalis lebih sering terjadi.
  Sebab kematian anak:
1.    Talipusat terjepit saat fase cepat.
2.    Perdarahan intrakranial akibat dekompresi mendadak waktu melahirkan kepala anak
pada fase lambat kedua.
3.    Trauma collumna vertebralis.
4.    Prolapsus talipusat.
  Ekstraksi Parsial Pada Persalinan Sungsang Pervaginam.
1.    manual aid.
Terdiri dari 3 tahapan :
         Bokong sampai umbilikus lahir secara spontan (pada frank breech).
         Persalinan bahu dan lengan dibantu oleh penolong.
         Persalinan kepala dibantu oleh penolong.
  persalinan bahu dan lengan
Gambar 3 Pegangan “Femuro Pelvic” pada pertolongan persalinan sungsang
pervaginam
1. Pegangan pada panggul anak sedemikian rupa sehingga ibu jari penolong
berdampingan pada os sacrum dengan kedua jari telunjuk pada krista iliaka anterior
superior ; ibu jari pada sakrum sedangkan jari-jari lain berada didepan pangkal paha
(gambar 3) .
2. Dilakukan traksi curam kebawah sampai menemui rintangan (hambatan) jalan lahir.
3. Selanjutnya bahu dapat dilahirkan dengan menggunakan salah satu dari cara-cara
berikut:
-       Lovset.
-       Klasik.
-       Müller.
a)    Persalinan bahu dengan cara LOVSET.
Prinsip :
Memutar badan janin setengah lingkaran (180 0) searah dan berlawanan arah jarum jam
sambil melakukan traksi curam kebawah sehingga bahu yang semula dibelakang akan
lahir didepan (dibawah simfsis).
Hal tersebut dapat terjadi oleh karena :
      Adanya inklinasi panggul (sudut antara pintu atas panggul dengan sumbu panggul)
      Adanya lengkungan jalan lahir dimana dinding sebelah depan lebih panjang dibanding
lengkungan dinding sacrum disebelah belakang
Sehingga setiap saat bahu posterior akan berada pada posisi lebih rendah
dibandingkan posisi bahu anterior
Tehnik :

Gambar 4 Tubuh janin dipegang dengan pegangan femuropelvik.Dilakukan pemutaran


0
180  sambil melakukan traksi curam kebawah sehingga bahu belakang menjadi bahu depan
dibawah arcus pubis dan dapat dilahirkan
Gambar 5 Sambil dilakukan traksi curam bawah, tubuh janin diputar 1800 kearah yang
berlawanan sehingga bahu depan menjadi bahu depan dibawah arcus pubis dan dapat
dilahirkan
Gambar 6 Tubuh janin diputar kembali 1800 kearah yang berlawanan sehingga bahu belakang
kembali menjadi bahu depan dibawah arcus pubis dan dapat dilahirkan
Keuntungan persalinan bahu dengan cara Lovset :
1.    Tehnik sederhana.
2.    Hampir selalu dapat dikerjakan tanpa melihat posisi lengan janin.
3.    Kemungkinan infeksi intrauterin minimal.
b)    Persalinan bahu dengan cara KLASIK
         Disebut pula sebagai tehnik DEVENTER.
         Melahirkan lengan belakang dahulu dan kemudian melahirkan lengan depan dibawah
simfisis.
         Dipilih bila bahu tersangkut di pintu atas panggul.
Prinsip :
Melahirkan lengan belakang lebih dulu (oleh karena ruangan panggul sebelah
belakang/sacrum relatif lebih luas didepan ruang panggul sebelah depan) dan kemudian
melahirkan lengan depan dibawah arcus pubis
Tekhnik:
Gambar 7 Melahirkan lengan belakang pada tehnik melahirkan bahu cara KLASIK
Gambar 8 Melahirkan lengan depan pada tehnik melahirkan bahu cara KLASIK
1.  Kedua pergelangan kaki dipegang dengan ujung jari tangan kanan penolong berada
diantara kedua pergelangan kaki anak , kemudian di elevasi sejauh mungkin dengan
gerakan mendekatkan perut anak pada perut ibu.
2.  Tangan kiri penolong dimasukkan kedalam jalan lahir, jari tengan dan telunjuk tangan
kiri menyelusuri bahu sampai menemukan fosa cubiti dan kemudian dengan
gerakan “mengusap mukajanin ”, lengan posterior bawah bagian anak dilahirkan.
3.  Untuk melahirkan lengan depan, pegangan pada pergelangan kaki janin diubah.
Dengan tangan kanan penolong, pergelangan kaki janin dipegang dan sambil dilakukan
traksi curam bawah melakukan gerakan seolah “mendekatkan punggung janin pada
punggung ibu” dan kemudian lengan depan dilahirkan dengan cara yang sama.
Bila dengan cara tersebut pada no 3 diatas lengan depan sulit untuk dilahirkan, maka
lengan tersebut diubah menjadi lengan belakang dengan cara:
-       Gelang bahu dan lengan yang sudah lahir dicekap dengan kedua tangan penolong
sedemikian rupa sehingga kedua ibu jari penolong terletak dipunggung anak dan sejajar
dengan sumbu badan janin ; sedangkan jari-jari lain didepan dada.
-       Dilakukan pemutaran tubuh anak kearah perut dan dada anak sehingga lengan depan
menjadi terletak dibelakang dan dilahirkan dengan cara yang sudah dijelaskan pada no
2
Keuntungan : Umumnya selalu dapat dikerjakan pada persalinan bahu
Kerugian : Masuknya tangan kedalam jalan lahir meningkatkan resiko infeksi
c)    Persalinan bahu dengan cara MüELLER
         Melahirkan bahu dan lengan depan lebih dahulu dibawah simfisis melalui ekstraksi ;
disusul melahirkan lengan belakang di belakang ( depan sacrum )
         Dipilih bila bahu tersangkut di Pintu Bawah Panggul
Gambar 9 (kiri) Melahirkan bahu depan dengan ekstraksi pada bokong dan bila perlu dibantu
dengan telunjuk jari tangan kanan untuk mengeluarkan lengan depan
Gambar 10 (kanan) Melahirkan lengan belakang (inset : mengait lengan atas dengan telunjuk
jari tangan kiri penolong)
Tehnik pertolongan persalinan bahu cara MüELLER:
1.    Bokong dipegang dengan pegangan “femuropelvik”.
2.    Dengan cara pegangan tersebut, dilakukan traksi curam bawah pada tubuh janin
sampai bahu depan lahir (gambar 9 ) dibawah arcus pubis dan selanjutnya lengan
depan dilahirkan dengan mengait lengan depan bagian bawah.
3.    Setelah bahu dan lengan depan lahir, pergelangan kaki dicekap dengan tangan kanan
dan dilakukan elevasi serta traksi keatas (gambar 10),, traksi dan elevasi sesuai arah
tanda panah) sampai bahu belakang lahir dengan sendirinya. Bila tidak dapat lahir
dengan sendirinya, dilakukan kaitan untuk melahirkan lengan belakang anak (inset
pada gambar 10)
Keuntungan penggunaan tehnik ini adalah oleh karena tangan penolong tidak masuk
terlalu jauh kedalam jalan lahir maka resiko infeksi berkurang.
Melahirkan LENGAN MENUNJUK.
Nuchal Arm
Yang dimaksud dengan keadaan ini adalah bila pada persalinan sungsang, salah satu lengan
anak berada dibelakang leher dan menunjuk kesatu arah tertentu. Pada situasi seperti ini,
persalinan bahu tidak dapat terjadi sebelum lengan yang bersangkutan dirubah menjadi
didepan dada.
Gambar 11 Lengan menunjuk ( “ nuchal arm”)
Bila lengan yang menunjuk adalah lengan posterior : (dekat dengan sakrum)
1.     Tubuh janin dicekap sedemikian rupa sehingga kedua ibu jari penolong berada   
dipunggung anak sejajar dengan sumbu tubuh anak dan jari-jari lain didepan dada.
2.     Badan anak diputar 1800 searah dengan menunjuknya lengan yang dibelakang leher
sehingga lengan tersebut akan menjadi berada didepan dada (menjadi lengan depan).
3.     Selanjutnya lengan depan dilahirkan dengan tehnik persalinan bahu cara KLASIK.
Gambar 12 Lengan kiri menunjuk kekanan
Gambar 13 Tubuh anak diputar searah dengan menunjuknya lengan (kekanan)
Gambar 14 Menurunkan lengan anak
Bila lengan yang menunjuk adalah lengan anterior : (dekat dengan sinfisis) maka :
Penanganan dilakukan dengan cara yang sama, perbedaan terletak pada cara memegang
tubuh anak dimana pada keadaan ini kedua ibu jari penolong berada didepan dada sementara
jari-jari lain dipunggung janin.
Melahirkan LENGAN MENJUNGKIT
Yang dimaksud dengan lengan menjungkit adalah suatu keadaan dimana pada persalinan
sungsang pervaginam lengan anak lurus disamping kepala. Keadaan ini menyulitkan terjadinya
persalinan spontan pervaginam. Cara terbaik untuk mengatasi keadaan ini adalah melahirkan
lengan anak dengan cara LOVSET.
Gambar 15. Melahirkan lengan menjungkit
Bila terjadi kemacetan bahu dan lengan saat melakukan pertolongan persalinan
sungsang secara spontan (Bracht), lakukan pemeriksaan lanjut untuk memastikan bahwa
kemacetan tersebut tidak disebabkan oleh lengan yang menjungkit.
PERSALINAN KEPALA
~ After Coming Head
Pertolongan untuk melahirkan kepala pada presentasi sungsang dapat dilakukan
dengan berbagai cara :
1.          Cara MOURICEAU
2.          Cara PRAGUE TERBALIK

1. Cara MOURICEAU ( Viet – Smellie)


Gambar 16 Tehnik Mouriceau
Dengan tangan penolong yang sesuai dengan arah menghadapnya muka janin, jari
tengah dimasukkan kedalam mulut janin dan jari telunjuk serta jari manis diletakkan
pada fosa canina.

1.    Tubuh anak diletakkan diatas lengan anak, seolah anak “menunggang kuda”.
2.    Belakang leher anak dicekap diantara jari telunjuk dan jari tengah tangan yang lain.
3.    Assisten membantu dengan melakukan tekanan pada daerah suprasimfisis untuk
mempertahankan posisi fleksi kepala janin.
4.    Traksi curam bawah terutama dilakukan oleh tangan yang dileher.

2. Cara PRAGUE TERBALIK
Dilakukan bila occiput dibelakang (dekat dengan sacrum) dan muka janin menghadap simfisis.
Satu tangan mencekap leher dari sebelah belakang dan punggung anak diletakkan diatas
telapak tangan tersebut. Tangan penolong lain memegang pergelangan kaki dan kemudian di
elevasi keatas sambil melakukan traksi pada bahu janin sedemikian rupa sehingga perut anak
mendekati perut ibu. Dengan larynx sebagai hypomochlion kepala anak dilahirkan.
Gambar 17 Persalinan kepala dengan tehnik Prague terbalik
EKSTRAKSI TOTAL PADA PERSALINAN SUNGSANG PERVAGINAM
Persalinan sungsang pervaginam dimana keseluruhan proses persalinan anak
dikerjakan sepenuhnya oleh penolong persalinan.
Jenis ekstraksi total :
1.    Ekstraksi bokong
2.    Ekstraksi kaki

EKSTRAKSI BOKONG
Tindakan ini dikerjakan pada letak bokong murni dengan bokong yang sudah berada
didasar panggul.
Tehnik :
1.    Jari telunjuk penolong yang sesuai dengan bagian kecil anak dimasukkan jalan lahir
dan diletakkan pada lipat paha depan anak. Dengan jari tersebut, lipat paha dikait.
Untuk memperkuat kaitan tersebut, tangan lain penolong mencekap pergelangan
tangan yang melakukan kaitan dan ikut melakukan traksi kebawah (gambar 18 dan 19)
2.    Bila dengan traksi tersebut trochanter depan sudah terlihat dibawah arcus pubis, jari
telunjuk tangan lain segera mengait lipat paha belakang dan secara serentak
melakukan traksi lebih lanjut untuk melahirkan bokong (gambar 20)
3.    Setelah bokong lahir, bokong dipegang dengan pegangan “femuropelvik” dan janin
dilahirkan dengan cara yang sudah dijelaskan pada ekstraksi bokong parsialis.
Gambar 18 Kaitan pada lipat paha depan untuk melahirkan trochanter depan
Gambar 19 Untuk memperkuat traksi bokong, dilakukan traksi dengan menggunakan
kedua tangan seperti terlihat pada gambar.
Gambar 20 Traksi dengan kedua jari untuk melahirkan bokong

EKSTRAKSI KAKI
1.    Setelah persiapan selesai, tangan penolong yang sesuai dengan bagian kecil anak
dimasukkan secara obstetris kedalam jalan lahir, sedangkan tangan lain membuka
labia.
2.    Tangan yang didalam mencari kaki dengan menyelusuri bokong – pangkal paha sampai
belakang lutut (fosa poplitea) dan kemudian melakukan fleksi dan abduksi paha janin
sehingga sendi lutut menjadi fleksi.(gambar 21)
3.    Tangan yang diluar (dekat dibagian fundus uteri) mendekatkan kaki janin untuk
mempermudah tindakan mencari kaki janin tersebut diatas (gambar 22)
4.    Setelah lutut fleksi, pergelangan kaki anak dipegang diantara jari ke II dan III dan
dituntun keluar dari vagina (gambar 23)
Gambar 21 Tangan dalam mencari kaki dengan menyelusuri bokong sampai fosa
poplitea
Gambar 22 Bantuan tangan luar dibagian fundus uteri dalam usaha mencari kaki janin

Rangkaian langkah mencari dan menurunkan kaki pada persalinan sungsang (maneuver
Pinard)
1.    Kedua tangan penolong memegang betis anak dengan meletakkan kedua ibu jari
dibelakang betis sejajar dengan sumbu panjangnya dan jari-jari lain didepan tulang
kering. Dengan pegangan ini dilakukan traksi curam bawah pada kaki sampai pangkal
paha lahir.
2.    Pegangan kini dipindahkan keatas setinggi mungkin dengan kedua ibu jari dibelakang
paha pada sejajar sumbu panjangnya dan jari lain didepan paha. Dengan pegangan ini
pangkal paha ditarik curam bawah sampai trochanter depan lahir ( gambar 24)
3.    Kemudian dilakukan traksi curam atas pada pangkal paha untuk melahirkan trochanter
belakang sehingga akhirnya seluruh bokong lahir. (Gambar 25)
4.    Setelah bokong lahir, dilakukan pegangan femuropelvik dan dilakukan traksi curam dan
selanjutnya untuk menyelesaikan persalinan bahu dan lengan serta kepala seperti yang
sudah dijelaskan.
Gambar 26. Terlihat bagaimana cara melakukan pegangan pada pergelangan kaki
anak. Sebaiknya digunakan kain setengah basah untuk mengatasi licinnya tubuh
anak ; Traksi curam bawah untuk melahirkan lengan sampai skapula depan terlihat .
Gambar 27. Pegangan selanjutnya adalah dengan memegang bokong dan panggul
janin (jangan diatas panggul anak). Jangan lakukan gerakan rotasi sebelum skapula
terlihat.
Gambar 28. Skapula sudah terlihat, rotasi tubuh sudah boleh dikerjakan
Gambar 29. Dilakukan traksi curam atas untuk melahirkan bahu belakang yang diikuti
dengan gerakan untuk membebaskan lengan belakang lebih lanjut.
Gambar 30. Persalinan bahu depan melalui traksi curam bahwa setelah bahu belakang
dilahirkan ; Lengan depan dilahirkan dengan cara yang sama dengan melahirkan
lengan belakang.
Komplikasi Persalinan Sungsang Pervaginam
Komplikasi ibu
1.    Perdarahan
2.    Trauma jalan lahir
3.    Infeksi

Komplikasi anak
         Sufokasi / aspirasi :
Bila sebagian besar tubuh janin sudah lahir, terjadi pengecilan rongga uterus yang
menyebabkan gangguan sirkulasi dan menimbulkan anoksia. Keadaan ini merangsang
janin untuk bernafas dalam jalan lahir sehingga menyebabkan terjadinya aspirasi.
         Asfiksia :
Selain hal diatas, anoksia juga disebabkan oleh terjepitnya talipusat pada fase cepat
         Trauma intrakranial:
Terjadi sebagai akibat :
-       Panggul sempit
-       Dilatasi servik belum maksimal (after coming head)
-       Persalinan kepala terlalu cepat (fase lambat kedua terlalu cepat)
         Fraktura / dislokasi:
Terjadi akibat persalinan sungsang secara operatif
-       Fraktura tulang kepala
-       Fraktura humerus
-       Fraktura klavikula
-       Fraktura femur
-       Dislokasi bahu
         Paralisa nervus brachialis 
yang menyebabkan paralisa lengan terjadi akibat tekanan pada pleksus brachialis oleh
jari-jari penolong saat melakukan traksi dan juga akibat regangan pada leher saat
membebaskan lengan.

e.    Manual Plasenta.
    Manual plasenta adalah prosedur pelepasan plasenta dari tempat implantasinya
pada dinding uterus dan mengeluarkannya dari kavum uteri secara manual yaitu
dengan melakukan tindakan invasi dan manipulasi tangan penolong persalinan yang
dimasukkan langsung kedalam kavum uteri. Pada umumnya ditunggu sampai 30 menit
dalam lahirnya plasenta secara spontan atau dgn tekanan ringan pada fundus uteri
yang berkontraksi. Bila setelah 30 mnenit plasenta belum lepas sehingga belum dapat
dilahirkan atau jika dalam waktu menunggu terjadi perdarahan yang banyak, pasenta
sebaiknya dikeluarkan dengan segera.
   Manual plasenta merupakan tindakan operasi kebidanan untuk  melahirkan retensio
plasenta. Teknik operasi plasenta manual tidaklah sukar, tetapi harus diperkirakan
bagaimana persiapkan agar tindakan tersebut dapat menyelamatkan jiwa penderita.
1.    Etiologi
     Indikasi pelepasan plasenta secara manual adalah pada keadaan perdarahan pada
kala tiga persalinan kurang lebih 400 cc yang tidak dapat dihentikan dengan uterotonika
dan masase, retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir, setelah persalinan buatan
yang sulit seperti forsep tinggi, versi ekstraksi, perforasi, dan dibutuhkan untuk
eksplorasi jalan lahir dan tali pusat putus.
      Retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta hingga atau
melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir. Hampir sebagian besar gangguan
pelepasan plasenta disebabkan oeh gangguan kontraksi uterus.
Manual plasenta dilakukan karena indikasi retensio plasenta yang berkaitan dengan :
1.    Plasenta belum lepas dari dinding uterus dikarenakan:
a.     Plasenta adhesive yaitu kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta
b.     Plasenta akreta yaitu implantasi jonjot korion plasenta hingga memasuki sebagian
lapisan miometrium
c.      Plasenta inkreta, yaitu implantasi jonjot korion placenta hingga mencapai/memasuki
miometrium
d.     Plasenta perkreta, yaitu implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan otot
hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus.
e.     Plasenta inkarserata, yaitu tertahannya plasenta didalam kavum uteri yang disebabkan
oleh konstriksi ostium uteri.
1.    plasenta sudah lepas, akan tetapi belum dilahirkan dan dapat terjadi perdarahan yang
merupakan indikasi untuk mengeluarkannya
2.    mengganggu kontraksi otot rahim dan menimbulkan perdarahan.
3.    Retensio plasenta tanpa perdarahan dapat diperkirakan.
           Darah penderita terlalu banyak hilang,
           Keseimbangan baru berbentuk bekuan darah, sehingga perdarahan tidak terjadi,
           Kemungkinan implantasi plasenta terlalu dalam.
2.    Patofisiologi
Manual plasenta dapat segera dilakukan apabila :
         Terdapat riwayat perdarahan postpartum berulang.
         Terjadi perdarahan postpartum melebihi 400 cc
         Pada pertolongan persalinan dengan narkosa.
         Plasenta belum lahir setelah menunggu selama setengah jam.

Manual plasenta dalam keadaan darurat dengan indikasi perdarahan di atas 400 cc dan
teriadi retensio plasenta (setelah menunggu ½ jam). Seandainya masih terdapat
kesempatan penderita retensio plasenta dapat dikirim ke puskesmas atau rumah sakit
sehingga mendapat pertolongan yang adekuat.
Dalam melakukan rujukan penderita dilakukan persiapan dengan memasang infuse dan
memberikan cairan dan dalam persalinan diikuti oleh tenaga yang dapat memberikan
pertolongan darurat.
1.    Tanda dan Gejala Manual Plasenta
a.     Anamnesis, meliputi pertanyaan tentang periode prenatal, meminta informasi mengenai
episode perdarahan postpartum sebelumnya, paritas, serta riwayat multipel fetus dan
polihidramnion. Serta riwayat pospartum sekarang dimana plasenta tidak lepas secara
spontan atau timbul perdarahan aktif setelah bayi dilahirkan.
b.     Pada pemeriksaan pervaginam, plasenta tidak ditemukan di dalam kanalis servikalis
tetapi secara parsial atau lengkap menempel di dalam uterus.
c.      Perdarahan yang lama > 400 cc setelah bayi lahir.
d.     Placenta tidak segera lahir > 30 menit.
  Teknik Manual Plasenta.
     Untuk mengeluarkan plasenta yang belum lepas jika masih ada waktu dapat
mencoba teknik menurut Crede yaitu uterus dimasase perlahan sehingga berkontraksi
baik, dan dengan meletakkan 4 jari dibelakang uterus dan ibu jari didepannya, uterus
dipencet di antara jari-jari tersebut dengan maksud untuk melepaskan plasenta dari
dinding uterus dan menekannya keluar. Tindakan ini tidaklah selalu berhasil dan tidak
boleh dilakukan secara kasar.
    

     Sebelum mengerjakan manual plasenta, penderita disiapkan pada posisi litotomi.
Keadaan umum penderita diperbaiki sebesar mungkin, atau diinfus NaCl atau Ringer
Laktat. Anestesi diperlukan kalau ada constriction ring dengan memberikan suntikan
diazepam 10 mg intramuskular. Anestesi ini berguna untuk mengatasi rasa nyeri.
Operator berdiri atau duduk dihadapan vulva dengan salah satu tangannya (tangan kiri)
meregang tali pusat, tangan yang lain (tangan kanan) dengan jari-jari dikuncupkan
membentuk kerucut.
    Dengan ujung jari menelusuri tali pusat sampai plasenta. Jika pada waktu melewati
serviks dijumpai tahanan dari lingkaran kekejangan (constrition ring), ini dapat diatasi
dengan mengembangkan secara perlahan-lahan jari tangan yang membentuk kerucut
tadi. Sementara itu, tangan kiri diletakkan di atas fundus uteri dari luar dinding perut ibu
sambil menahan atau mendorong fundus itu ke bawah. Setelah tangan yang di dalam
sampai ke plasenta, telusurilah permukaan fetalnya ke arah pinggir plasenta. Pada
perdarahan kala tiga, biasanya telah ada bagian pinggir plasenta yang terlepas.
    Melalui celah tersebut, selipkan bagian ulnar dari tangan yang berada di dalam
antara dinding uterus dengan bagian plasenta yang telah terlepas itu. Dengan gerakan
tangan seperti mengikis air, plasenta dapat dilepaskan seluruhnya (kalau mungkin),
sementara tangan yang di luar tetap menahan fundus uteri supaya jangan ikut
terdorong ke atas. Dengan demikian, kejadian robekan uterus (perforasi) dapat
dihindarkan.
Gambar 3. Mengeluarkan plasenta
Setelah plasenta berhasil dikeluarkan, lakukan eksplorasi untuk mengetahui kalau ada
bagian dinding uterus yang sobek atau bagian plasenta yang tersisa. Pada waktu
ekplorasi sebaiknya sarung tangan diganti yang baru. Setelah plasenta keluar, gunakan
kedua tangan untuk memeriksanya, segera berikan uterotonik (oksitosin) satu ampul
intramuskular, dan lakukan masase uterus. Lakukan inspeksi dengan spekulum untuk
mengetahui ada tidaknya laserasi pada vagina atau serviks dan apabila ditemukan
segera di jahit.
    Jika setelah plasenta dikeluarkan masih terjadi perdarahan karena atonia uteri maka
dilakukan kompresi bimanual sambil mengambil tindakan lain untuk menghetikan
perdarahan dan memperbaiki keadaan ibu bila perlu.
   Jika tindakan manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan dapat dikeluarkan
dengan tang (cunam) abortus dilanjutkan kuret sisa plasenta. Pada umumnya
pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan kuretase. Kuretase harus dilakukan di
rumah sakit dengan hati-hati karena dinding rahim relatif tipis dibandingkan dengan
kuretase pada abortus. Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan
dengan pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau per oral. Pemberian
antibiotika apabila ada tanda-tanda infeksi dan untuk pencegahan infeksi sekunder.
1.    Komplikasi
     Kompikasi dalam pengeluaran plasenta secara manual selain infeksi / komplikasi
yang berhubungan dengan transfusi darah yang dilakukan, multiple organ failure yang
berhubungan dengan kolaps sirkulasi dan penurunan perfusi organ dan sepsis, ialah
apabila ditemukan plasenta akreta. Dalam hal ini villi korialis menembus desidua dan
memasuki miometrium dan tergantung dari dalamnya tembusan itu dibedakan antara
plasenta inakreta dan plasenta perkreta. Plasenta dalam hal ini tidak mudah untuk
dilepaskan melainkan sepotong demi sepotong dan disertai dengan perdarahan. Jika
disadari adanya plasenta akreta sebaiknya usaha untuk mengeluarkan plasenta dengan
tangan dihentikan dan segera dilakukan histerektomi dan mengangkat pula sisa-sisa
dalam uterus.
o   Prosedur klinik manual plasenta
o   Persetujuan Tindakan Medik
      Informed consent merupakan perstujuan dari pasien dan keluarga terhadap
tindakan medic yang akan dilakukan terhadap dirinya oleh dokter/bidan. Persetujuan
diberikan setelah pasien diberikan penjelasan yang lengkap dan objektif tentang
diagnosis penyakit, upaya penyembuhan, tujuan dan pilihan tindakan yang akan
dilakukan..

Anda mungkin juga menyukai