1. Definisi
Apendisitis adalah radang pada usus buntu atau dalam bahasa latinnya
appendiks vermivormis, yaitu suatu organ yang berbentuk memanjang dengan
panjang 6-9 cm dengan pangkal terletak pada bagian pangkal usus besar bernama
sekum yang terletak pada perut kanan bawah (Handaya, 2017).
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai
cacing (apendiks) (Wim de jong, 2005 dalam Nurarif, 2015).
Apendisitis merupakan keadaan inflamasi dan obstruksi pada vermiforis.
Apendisitis adalah inflamasi saluran usus yang tersembunyi dan kecil yang
berukuran sekitar 4 inci yang buntu pada ujung sekum (Rosdahl dan Mary T.
Kowalski, 2015).
Apendisitis merupakan keadaan inflamasi dan obstruksi pada apendiks
vermiformis. Apendiks vermiformis yang disebut dengan umbai cacing atau lebih
dikenal dengan nama usus buntu, merupakan kantung kecil yang buntu dan melekat
pada sekum (Nurfaridah, 2015).
2. Etiologi
Penyebab dari apendisitis adalah adanya obstruksi pada lamen apendikeal oleh
apendikolit, tumor apendiks, hiperplasia folikel limfoid submukosa, fekalit (material
garam kalsium, debris fekal), atau parasit EHistolytica. (Katz 2009 dalam muttaqin,
& kumala sari, 2011).
Selain itu apendisitis juga bisa disebabkan oleh kebiasaan makan makanan
rendah serat sehingga dapat terjadi konstipasi. Konstipasi akan menaikkan tekanan
intrasekal yang mengakibatkan terjadinya sumbatan fungsional apendiks dan
meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon.
3. Tanda dan Gejala
a. Kehilangan nafsu makan.
b. Perut kembung.
d. Mual.
f. Demam.
4. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Laboratorium
Kenaikan sel darah putih (Leukosit) hingga 10.000 – 18.000/mm3. Jika terjadi
peningkatan yang lebih, maka kemungkinan apendiks sudah mengalami
perforasi 11
b. Pemeriksaan Radiologi
Foto polos perut dapat memperlihatkan adanya fekalit (jarang membantu),
Ultrasonografi Pemeriksaan USG dilakukan untuk menilai inflamasi dari
apendiks, CT – Scan. Pemeriksaan CT – Scan pada abdomen untuk mendeteksi
apendisitis dan adanya kemungkinan perforasi.C – Reactive Protein (CRP). C –
Reactive Protein (CRP) adalah sintesis dari reaksi fase akut oleh hati sebagai
respon dari infeksi atau inflamasi. Pada apendisitis didapatkan peningkatan
kadar CRP (Mutaqqin, Arif & Kumala Sari 2011)
5. Penatalaksaaan Medis
Penatalaksanaan pada penderita apendisitis yaitu dengan tindakan
pembedahan/Apendiktomi
a. Pengertian Apendiktomi
Apendiktomi adalah intervensi bedah untuk melakukan pengangkatan
bagian tubuh yang mengalami masalah atau mempunyai penyakit. Apendiktomi
dapat dilakukan dengan dua metode pembedahan yaitu pembedahan secara terbuka/
pembedahan konveksional (laparotomi) atau dengan menggunakan teknik
laparoskopi yang merupakan teknik pembedahan minimal infasif dengan metode
terbaru yang sangat efektif (Berman& kozier, 2012 dalam Manurung, Melva dkk,
2019)
a. Observasi pasien
2. Tindakan Operasi
a. Observasi TTV
b. Sehari pasca operasi, posisikan pasien semi fowler, posisi ini dapat
mengurangi tegangan pada luka insisi sehingga membantu mengurangi rasa
nyeri
c. Sehari pasca operasi, pasien dianjurkan untuk duduk tegak ditempat tidur
selama 2 x 30 menit. Pada hari kedua pasien dapat berdiri tegak dan duduk
diluar kamar
e. Dua hari pasca operasi, diberikan makanan saring dan pada hari berikutnya
dapat diberikan makanan lunak.
B. Pertimbangan Anestesi
1. Definisi Anestesi
Definisi Anestesi umum adalah suatu keadaan menghilangkan rasa nyeri
secara sentral disertai kehilangan kesadaran dengan menggunakan obat amnesia,
sedasi, analgesia, pelumpuh otot atau gabungan dari beberapa obat tersebut yang
bersifat dapat pulih kembali.
2. Jenis Anestesi
a. Regional Anestesi
Anestesi regional dilakukan dengan memblokir rasa sakit di sebagian anggota
tubuh. Seperti halnya anestesi lokal, pasien akan tetap tersadar selama operasi
berlangsung, namun tidak dapat merasakan sebagian anggota tubuhnya.
Pada anestesi regional, obat akan diberikan dengan cara disuntikkan di dekat
sumsum tulang belakang atau di sekitar area saraf. Suntikan ini akan menghilangkan
rasa sakit pada beberapa bagian tubuh, seperti pinggul, perut, lengan, dan kaki.
3. Teknik Anestesi
Anestesi spinal adalah salah satu bentuk anestesi lokal yang digunakan untuk
mencegah rasa nyeri pada pasien yang hendak melakukan operasi di area bawah
pinggang. Metode ini umumnya aman dilakukan, walau sebagian pasien dapat
merasakan mual dan pusing sebagai efek samping setelah operasi.
Anestesi spinal umumnya diberikan saat pasien sudah berada di ruang operasi
dan dilakukan oleh dokter anestesi. Bius ini umumnya akan diberikan dengan pasien
dalam posisi berbaring miring sambil menekuk lutut ke arah dada. Posisi ini akan
membantu membuka celah di antara ruas-ruas tulang belakang untuk menyuntik obat
bius.
Dalam waktu 5–10 menit, pasien mulai merasa berat untuk menggerakkan
kaki hingga akhirnya tidak bisa menggerakkan kaki sama sekali. Ini menandakan
anestesi spinal bekerja, sehingga area tubuh yang berada di bawah lokasi
penyuntikan, mulai dari perut hingga kaki, juga sudah tidak dapat merasakan nyeri.
4. Rumatan Anestesi
Pada kasus ini, rumatan anestesi yang diberikan yaitu obat anestesi spinal
regivell atau bupivacain 2cc yang dikombinasikan dengan fentanly 12,5 mcg
Untuk mengatasi nyeri, pasien diberikan ketorolac 30mg/iv dan untuk
mengatasi mual atau muntah pasien diberikan ondansentron 4 mg/iv Pernapasan
pasien dengan nasal kanul yang dialiri oksigen 2-3 liter. Selama oprasi berlangsung
di lakukan pemantauan anestesi hal-hal yang di pantau adalah fungsi vital
(pernapasan, tekanan darah, nadi misalnya perubahan pola napas , takikardia
hipertensi, cairan infus di berikan memperhitungkan kebutuhan puasa, rumatan,
perdarahan, eroprosi dll.
Jenis cairan yang di berikan dapat berupa kristaloid (ringer laktat, NaCL
dextrosa 5% ), koloid (plasma expander, albumin 5% ). Tranfusi darah bila
perdarahan terjadi lebih dari 20% volume darah.
5. Resiko
Komplikasi yang dapat terjadi pada spinal anestesi menurut Sjamsuhidayat &
De Jong tahun 2017, ialah :
c. Sakit kepala pasca pungsi spinal, sakit kepala ini bergantung pada besarnya
diameter dan bentuk jarum spinal yang digunakan.
C. Web Of Caution (WOC)
D. Tinjauan Teori Askan Pembedahan Khusus
1. Pengkajian
a. Data Subjektif
Ibu mengeluh nyeri di bagian perut kanan bawah
b. Data Objektif
Wajah terlihat gelisah TD : 120/70 MmHg, N : 86 x/mnt, SPo2 : 96 %
a. pre anestesi
1) Nyeri
b. intra anestesi
1) Resiko perdarahan
c. pasca anestesi
1) Resiko Infeksi
3. Rencana Intervensi
a. Pre anestesi
1) Tujuan
Setelah dilakukan tindakan kepenataan anestesi di harapkan nyeri
hilang atau berkurang, pasien tampak rileks dengan
2) Kriteria hasil
a.) TTV dalam batas normal
3) Rencana Tindakan
a. ) Observasi TTV
b. ) Ajarkan Teknik relaksasi
c. ) kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgetic
b. Intra Anestesi
1) Tujuan :
Mengurangi resiko perdarahan pada klien intra Operasi.
2) Kriteria Hasil:
Diharapkan setelah dilakukan tindakan keperawatan anastesi 1 x 60 menit
dengan
c. Pasca Anestesi
Resiko infeksi
1) Tujuan
setelah dilakukan tindakan kepenataan anestesi di harapkan resiko
infeksi tidak terjadi
2) Kriteria Hasil
1.) TTV dalam batas normal
2.) luka bekas operasi bersih
3) Rencana Tindakan
setelah dilakukan tindakan kepenataan anestesi di harapkan resiko
infeksi tidak terjad
a) Observasi TTV
b) lakukan pembersihan sesuai advis dokter.
E. Evaluasi