Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN APPENDICITIS AKUT Pada Ny.

W di Unit
IGD

Nama : Desi Novalina


Nim : 20220305026

PRAKTIK KEPERAWATAN KEGAWAT DARURATAN & KRITIS


PROGRAM STUDI PROFESI NERS

UNIVERSITAS ESA UNGGUL

TAHUN 2023
A. Pengertian
Apendisitis adalah radang pada usus buntu atau dalam bahasa latinnya appendiks
vermivormis, yaitu suatu organ yang berbentuk memanjang dengan panjang 6-9 cm
dengan pangkal terletak pada bagian pangkal usus besar bernama sekum yang terletak
pada perut kanan bawah (Handaya, 2017).
Apendisitis merupakan keadaan inflamasi dan obstruksi pada apendiks vermiformis.
Apendiks vermiformis yang disebut dengan umbai cacing atau lebih dikenal dengan
nama usus buntu, merupakan kantung kecil yang buntu dan melekat pada sekum
(Nurfaridah, 2015).
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing
(apendiks) (Wim de jong, 2005 dalam Nurarif, 2015). Apendisitis merupakan keadaan
inflamasi dan obstruksi pada vermiforis. Apendisitis adalah inflamasi saluran usus yang
tersembunyi dan kecil yang berukuran sekitar 4 inci yang buntu pada ujung sekum
(Rosdahl dan Mary T. Kowalski, 2015).
B. Etiologi
Apendiks menghasilkan lender 1-2ml per hari. Lendir itu normalnya dicurahkan ke dalam
lumen dan selanjutnya mengalir ke caecum. Hambatan aliran lender di muara apendiks
tampaknya berperan pada pathogenesis appendicitis. Immunoglobulin sekretoar yang
dihasilkan oleh GALT (gut associated lymphoid tissue) yang terdapat di sepanjang
saluran cerna termasuk apendiks, ialah IgA. Immunoglobulin itu sangat efektif sebagai
pelindung terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak
mempengaruhi sistem imun tubuh karena jkumlah jaringan limf disini kecil sekali jika
dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna dan di seluruh tubuh
C. Klarifikasi
Apendisitis dibagi menjadi 2, antara lain sebagai berikut :
1) Apendisitis akut Peradangan pada apendiks dengan gejala khas yang memberi
tanda setempat. Gejala apendisitis akut antara lain nyeri samar dan tumpul
merupakan nyeri visceral di saerah epigastrium disekitar umbilikus. Keluhan ini
disertai rasa mual muntah dan penurunan nafsu makan. Dalam beberapa jam nyeri
akan berpindah ke titik McBurney. Pada titik ini, nyeri yang dirasakan menjadi
lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat
(Hidayat 2005 dalam Mardalena,Ida 2017).
2) Apendisitis Kronis Apendisitis kronis baru bisa ditegakkan apabila ditemukan tiga
hal yaitu pertama, pasien memiliki riwayat nyeri pada kuadran kanan bawah
abdomen selama paling sedikit tiga minggu tanpa alternatif diagnosa lain. Kedua,
setelah dilakukan apendiktomi, gejala yang dialami pasien akan hilang. Ketiga,
secara histopatologik gejala dibuktikan sebagai akibat dari inflamasi kronis yang
aktif atau fibrosis pada apendiks (Santacroce dan Craig 2006 dalam Mardalena,
Ida 2017).
D. Tanda dan Gejala
Beberapa tanda dan gejala yang sering muncul pada apendisitis antara lain sebagai
berikut :
1) Nyeri samar (nyeri tumpul) di daerah epigastrium disekitar umbilikus atau
periumbilikus. Kemudian dalam beberapa jam, nyeri beralih ke kuadaran kanan
bawah ke titik Mc Burney (terletak diantara pertengahan umbilikus dan spina
anterior ileum) nyeri terasa lebih tajam
2) Bisa disertai nyeri seluruh perut apabila sudah terjadi perionitis karena kebocoran
apendiks dan meluasnya pernanahan dalam rongga abdomen
3) Mual
4) Muntah
5) Nafsu makan menurun
6) Konstipasi
7) Demam (Mardalena 2017 ; Handaya, 2017)
E. Patofosiologi
Patofisiologi dari apendisitis dimulai dari terinflamasi dan mengalami edema sebagai
akibat terlipat atau tersumbat, kemungkinan disebabkan oleh fekalit (massa keras dari
feses), tumor, atau beda asing. Proses inflamasi ini menyebabkan peningkatan tekanan
intraluminal, sehingga menimbulkan nyeri abdomen dan menyebar secara hebat dan
progresif dalam beberapa jam terlokalisasi di kuadran kanan bawah abdomen. Hal
tersebut menyebabkan apendik yang terinflamasi tersebut berisi pus (Smeltzer & Bare,
2012).
Menurut bagian bedah staf pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (2012),
patofisiologi apendisitis mula-mula disebabkan oleh sumbatan lumen. Obstruksi lumen
apendiks disebabkan oleh penyempitan lumen akibat hiperplasia jaringan limfoid
submukosa. Feses yang terperangkap dalam lumen apendiks mengalami penyerapan air
dan terbentuklah fekolit yang akhirnya menjadi penyebab sumbatan tersebut.sumbatan
lumen tersebut menyebabkan keluhan sakit disekitar umbilikus dan epigastrium, mual
dan muntah. Proses selanjutnya adalah invasi kuman Entamoeba Coli dan spesies
bakteroides dari lumen ke lapisan mukosa, submukosa, lapisan muskularis dan akhirnya
ke peritoneum parietalis kemudian terjadilah peritonitis lokal kanan bawah, hal ini
menyebabkan suhu tubuh mulai naik. Gangren dinding apendiks disebabkan oleh oklusi
pembuluh darah dinding apendiks akibat distensi lumen apendiks. Bila tekanan intra
lumen meningkat maka akan terjadi perforasi yang ditandai 7 dengan kenaikan suhu
tubuh dan menetap tinggi. Tahapan peradangan apendisitis dimulai dari apendisitis akuta
yakni sederhana tanpa perforasi, kemudian menuju apendisitis akuta perforata yani
apendisitis gangrenosa.
F. Komplikasi
Komplikasi bisa terjadi apabila adanya keterlambatan dalam penanganannya. Adapun
jenis komplikasi menurut (LeMone, 2016) diantaranya sebagai berikut:
1) Perforasi apendiks
Perforasi adalah pecahnya apendiks yang berisi nanah sehingga bakteri menyebar
ke rongga perut. Perforasi dapat diketahui dengan gambaran klinis seperti suhu
tubuh lebih dari 38,50C dan nyeri tekan pada seluruh perut yang timbul lebih dari
36 jam sejak sakit
2) Peritonitis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum (lapisan membran serosa rongga
abdomen). Komplikasi ini termasuk komplikasi berbahaya yang dapat terjadi
dalam bentuk akut maupun kronis
3) Abses
4) Abses adalah peradangan pada spendiks yang berisi nanah. Teraba massa lunak di
kuadran kanan bawah atau daerah pelvis.
G. Pathway
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada penderita apendisitis yaitu dengan tindakan
pembedahan/Apendiktomi:
1) Pengertian Apendiktomi
Apendiktomi adalah intervensi bedah untuk melakukan pengangkatan
bagian tubuh yang mengalami masalah atau mempunyai penyakit. Apendiktomi
dapat dilakukan dengan dua metode pembedahan yaitu pembedahan secara
terbuka/ pembedahan konveksional (laparotomi) atau dengan menggunakan
teknik laparoskopi yang merupakan teknik pembedahan minimal infasif dengan
metode terbaru yang sangat efektif (Berman& kozier, 2012 dalam Manurung,
Melva dkk, 2019).
Laparoskopi apendiktomi adalah tindakan bedah invasive minimal yang
paling banyak digunakan pada apendisitis akut. Tindakan ini cukup dengan
memasukkan laparoskopi pada pipa kecil (trokar) yang dipasang melalui
umbilikus dan dipantau melalui layar monitor. Sedangkan Apendiktomi terbuka
adalah tindakan dengan cara membuat sayatan pada perut sisi kanan bawah atau
pada daerah Mc Burney sampai menembus peritoneum.
2) Tahap Operasi Apendiktomi
1. Tindakan sebelum operasi
a. Observasi pasien
b. Pemberian cairan melalui infus intravena guna mencegah dehidrasi
dan mengganti cairan yang telah hilang
c. Pemberian analgesik dan antibiotik melalui intravena
d. Pasien dipuasakan dan tidak ada asupan apapun secara oral
e. Pasien diminta melakukan tirah baring
2. Tindakan Operasi
a. Perawat dan dokter menyiapkan pasien untuk tindakan anastesi
sebelum dilakukan pembedahan
b. Pemberian cairan intravena ditujukan untuk meningkatkan fungsi
ginjal adekuat dan menggantikan cairan yang telah hilang
c. Aspirin dapat diberikan untuk mengurangi peningkatan suhu
d. Terapi antibiotik diberikan untuk mencegah terjadinya infeksi
3. Tindakan pasca operasi
a. Observasi TTV
b. Sehari pasca operasi, posisikan pasien semi fowler, posisi ini dapat
mengurangi tegangan pada luka insisi sehingga membantu
mengurangi rasa nyeri
c. Sehari pasca operasi, pasien dianjurkan untuk duduk tegak
ditempat tidur selama 2 x 30 menit. Pada hari kedua pasien dapat
berdiri tegak dan duduk diluar kamar
d. Pasien yang mengalami dehidrasi sebelum pembedahan diberikan
cairan melalui intravena. Cairan peroral biasanya diberikan bila
pasien dapat mentoleransi
e. Dua hari pasca operasi, diberikan makanan saring dan pada hari
berikutnya dapat diberikan makanan lunak
I. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
1) Kenaikan sel darah putih (Leukosit) hingga 10.000 – 18.000/mm3. Jika terjadi
peningkatan yang lebih, maka kemungkinan apendiks sudah mengalami perforasi
2) Pemeriksaan Radiologi
a. Foto polos perut dapat memperlihatkan adanya fekalit (jarang membantu)
b. Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan USG dilakukan untuk menilai inflamasi dari apendiks
c. CT – Scan
Pemeriksaan CT – Scan pada abdomen untuk mendeteksi apendisitis dan
adanya kemungkinan perforasi
d. C – Reactive Protein (CRP)
C – Reactive Protein (CRP) adalah sintesis dari reaksi fase akut oleh hati
sebagai respon dari infeksi atau inflamasi. Pada apendisitis didapatkan
peningkatan kadar CRP
e. Abdominal X-Ray
Digunakan untuk melihat adanya fecalith sebagai penyebab appendicitis.
Pemeriksaan ini dilakukan terutama pada anak-anak.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1) Pengkajian
a) Identitas
 Identitas klien post appendiktomi yang menjadi dasar pengkajian
meliputi : nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, agama,
alamat, diagnosa medis, tindakan medis, nomor rekam medis, tanggal
masuk, tanggal operasi dan tanggal pengkajian
 Identitas penganggung jawab meliputi : nama, umur, jenis kelamin,
pendidikan, alamat, hubungan dengan klien dan sumber biaya
b) Lingkup Masalah Keperawatan Berisi keluhan utama klien saat dikaji, klien post
apendiktomi biasanya mengeluh nyeri pada luka operasi dan keterbatasan
aktivitas
c) Riwayat Penyakit
 Riwayat penyakit sekarang
Riwayat penyakit sekarang klien dengan post operasi apendektomi
mempunyai keluhan utama nyeri yang disebabkan insisi abdomen.
Riwayat penyakit sekarang ditemukan saat pengkajian, yang diuraikan
dari mulai masuk tempat perawatan sampai dilakukan pengkajian.
Keluhan sekarang dikaji dengan menggunakan PQRST (paliatif and
provokatif, quality and quantity, region and radiasi, severity scale dan
timing). Klien yang telah menjalani operasi apendektomi pada umumnya
mengeluh nyeri pada luka operasi yang akan bertambah saat digerakkan
atau ditekan dan umumnya berkurang setelah diberi obat dan
diistirahatkan. Nyeri dirasakan sperti ditusuk – tusuk dengan skala nyeri
lebih dari lima (0-10). Nyeri akan terlokalisasi di area operasi dapat pula
menyebar di seluruh abdomen dan paha kanan dan umumnya menetap
sepanjang hari. Nyeri mungkin dapat mengganggu aktivitas sesuai rentang
toleransi masing –masing klien
 Riwayat penyakit dahulu
Meliputi penyakit apa yang pernah diderita oleh klien seperti hipertensi,
operasi abdomen yang lalu, apakah klien pernah masuk rumah sakit, obat-
obatan yang pernah digunakan apakah mempunyai riwayat alergi dan
imunisasi apa yang pernah didapatkan
 Riwayat keperawatan keluarga
Adalah keluarga yang pernah menderita penyakit kronis seperti diabetes
mellitus, hipertensi, gangguan jiwa atau penyakit kronis lainnya upaya
yang dilakukan dan bagaimana genogramnya.
d) Pola fungsi kesehatan
 Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Adakah kebiasaan merokok, penggunaan obat-obatan, alkohol dan
kebiasaan olahraga (lama frekuensinya), bagaimana status ekonomi
keluarga kebiasaan merokok dalam mempengaruhi penyembuhan luka
 Pola tidur dan istirahat
Insisi pembedahan dapat menimbulkan nyeri yang sangat sehingga dapat
menggganggu kenyamanan pola tidur klien
 Pola aktivitas
Aktivitas dipengaruhi oleh keadaan dan malas bergerak karena rasa nyeri
luka operasi, aktivitas biasanya terbatas karena harus badrest berapa waktu
lama seterlah pembedahan
 Pola hubungan dan peran
Dengan keterbatasan gerak kemungkinan penderita tidak bisa melakukan
peran baik dalam keluarganya dan dalam masyarakat. Penderita
mengalami emosi yang tidak stabil
 Pola tata nilai dan kepercayaan Bagaimana keyakinan klien pada
agamanya dan bagaimana cara klien mendekatkan diri dengan tuhan
selama sakit
e) Pemeriksaan fisik
 Status kesehatan umum
Kesadaran biasanya compos mentis, ekspresi wajah menahan sakit ada
tidaknya kelemahan
 Integumen
Ada tidaknya oedema, sianosis, pucat, pemerahan luka pembedahan pada
abdomen sebelah kanan bawah
 Kepala dan Leher
Ekspresi wajah kesakitan, pada konjungtiva apakah ada warna pucat
 Thorak dan paru
Apakah bentuknya simetris, ada tidaknya sumbatan jalan nafas, gerakan
cuping hidung maupun alat bantu nafas, frekuensi pernafasan biasanya
normal (16-20 kali permenit). Apakah ada ronchi, whezing, stidor
 Abdomen
Pada post operasi biasanya sering terjadi ada tidaknya peristaltik pada usus
ditandai dengan distensi abdomen, tidak flatus dan mual, apakah bisa
kencing spontan atau retensi urine, distensi supra pubis, periksa apakah
menglir lancar, tidak ada pembuntuan serta terfiksasi dengan baik
 Ekstermitas Apakah ada keterbatasan dalam aktivitas karena adanya nyeri
yang hebat dan apakah ada kelumpuhan atau tidak.
2) Diagnosa Keperawatan
 Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik, prosedur pembedahan
 Resiko infeksi berhubungan dengan luka pasca pembedahan
 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tirah baring
3) Rencana Asuhan Keperawatan

No Diagnosa Noc Nic


Keperawatan
1 Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan Managemen nyeri:
berhubungan keperawatan selama 1x 24 1. Lakukan Pengkajian
dengan agen cedera jam Diharapkan nyeri yang Nyeri yang
fisik, prosedur dirasakan pasien dapat komprehensif yang
pembedahan berkurang atau hilang derngan meliputi lokasi,
kriteria hasil: karakteristik, durasi,
Kontrol Nyeri: frekuensi, kualitas,
1. Menggali kapan nyeri intensitas, atau
terjadi beratnya nyeri dan
2. Menggambarkan daktor pencetus
Faktor penyebab nyeri 2. Dorong pasien untuk
3. Menggunakan Menggunakan obat
Analgesik yang obatan penurun nyeri
direkomendasikan yang adekuat
4. Melaporkan 3. Gali bersama pasien
perubahan terhadap factor-faktor yang
gejala nyeri pada dapat menurunkan
perawat /memperberat nyeri
5. Menggali apa yang 4. Dukung istirahat /
terkait dengan gejala tidur yang adekuat
nyeri untuk membantu
penurunan nyeri
5. Mengajarkan metode
atau teknik untuk
menurunkan nyeri
2 Resiko infeksi Setelah dilakukan tindakan Perawatan luka :
berhubungan keperawatan selama 1x24 1. Angkat balutan dan
dengan luka pasca jam, diharapkan resiko infeksi plester perekat
pembedahan tidak terjadi dengan kriteria 2. Monitor karakteristik
hasil: Pemulihan luka, termasuk
pembedahan: setelah drainase, warna,
Operasi ukuran, dan bau
1. Kepatenan jalan nafas 3. Beri rawatan insisi
2. Tekanan nadi pada luka yang di
3. Bising Usus perlukan
4. Tekanan darah sistolik 4. Berikan balutan yang
5. Tekanan darah sesuai dengan jenis
Diastolik luka
6. Nyeri 5. Ganti balutan sesuai
7. Mual dengan jumlah eksudat
8. Muntah dan drainase
9. Pendarahan 6. Periksa luka setiap
10. Cairan merembes pada kali perubahan balutan
balutan 7. Anjurkan
pasien/keluarga untuk
mengenal tanda dan
gejala infeksi
8. Dokumentasikan
lokasi luka, ukuran,
dan tampilan
3 Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan Peningkatan latihan
berhubungan keperawatan selama 1x24 jam 1. Hargai keyakinan
dengan tirah baring diharapkan aktivitas pasien individu terkait latihan
dapat terpenuhi dengan fisk
kriteria hasil : 2. Gali pengalaman
Toleransi Aktivitas individu sebelumnya
1. Frekuensi nadi saat mengenai latihan
beraktifitas 3. Gali hambatan untuk
2. Saturasi oksigen melakukan latihan
ketika beraktifitas 4. Monitor respon
3. Tekanan darah ketika individu terhadap
beraktifitas (sistolik) program latihan
4. Tekanan darah ketika 5. Instruksi individu
beraktifitas (Diastolik) terkait teknik yang
5. Kekuatan tubuh digunakan untuk
bagian atas menghindari cedera
6. Kekuatan pada tubuh selama latihan
bagian bawah 6. Libatkan keluarga
yang memberikan
perawatan dalam
merencanakan dan
meningkatkan
program latihan

Sumber : Intervensi Keperawatan Nanda, NIC, & NOC, 2015-2017.


DAFTAR PUSTAKA

Moenadjat, Y., Lalisang, T. J., Saunar, R. S., Usman, N., Handaya, A. Y., Iswanto, J., ... &
Widyahening, I. S. (2017). Epidemiology of Microorganisms in intraabdominal
infection/complicated intraabdominal infections in six centers of surgical care in Indonesia: A
preliminary study. The New Ropanasuri Journal of Surgery, 2(2), 4.

Kurnia, K. (2021). ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN POST APENDIKTOMI DALAM


PEMENUHAN KEBUTUHAN AMAN DAN NYAMAN (Doctoral dissertation, Universitas
Kusuma Husada Surakarta).

TRIYANI, I. (2020). STUDI LITERATUR: PEMBERIAN TEKNIK RELAKSASI GENGGAM


JARI PADA PASIEN POST OPERASI APENDIKTOMI DENGAN MASALAH KEPERAWATAN
NYERI (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Ponorogo).

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa medis
& Nanda NIC-NOC. Yogyakarta: Mediaction.

Mardalena, I., Istianah, U., Sucipto, H., & Ratnaningsih, E. (2017). Booklet Nutrisi
Meningkatkan Asupan Makan dan Kadar Albumin pada Pasien Bedah yang Berisiko
Malnutrisi. JNKI (Jurnal Ners dan Kebidanan Indonesia)(Indonesian Journal of Nursing and
Midwifery), 5(1), 76-81.

Sun, J., Lenschow, D. H., LeMone, M. A., & Mahrt, L. (2016). The role of large-coherent-eddy
transport in the atmospheric surface layer based on CASES-99 observations. Boundary-layer
meteorology, 160, 83-111.

Manurung, M. (2019). Pengaruh teknik relaksasi benson terhadap penurunan skala nyeri post
appendixtomy di RSU D Porsea. Jurnal Keperawatan Priority, 2(2), 61-69.

Campos, C., Jaimovich, S., Wigodski, J., & Aedo, V. (2017). Conocimientos y uso clínico de la
metodología enfermera (NANDA, NIC, NOC) en enfermeras/os que trabajan en Chile. Rev
Iberoam Educ Investi Enferm, 7(1), 33-42.

Anda mungkin juga menyukai