Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT DAN KRITIS


PADA NY. S DENGAN CHRONIC KIDNEY DESEASE (CKD) DI RUANG ICU DI
RSPAD GATOT SOEBROTO

Nama Mahasiswa : DESI NOVALINA


Nim : 20220305026

PRAKTIK KEPERAWATAN GAWAT DARURAT DAN KRITIS


PROFESI NERS PROGRAM STUDI NERS
UNIVERSITAS ESA
UNGGUL 2023
I. Konsep Chronic Kidney Desease (Ckd)
I.I Definisi chronic kidney desease (Ckd)
Gagal Ginjal Kronik merupakan sebuah penurunan fungsi
ginjal dalam jangka waktu menahun yang menyebabkan kerusakan
jaringan yang progresif. Tahap terakhir dari gagal ginjal kronik yaitu gagal
ginjal terminal yang merupakan keadaan fungsi ginjal sudah sangat buruk.
Tes klirens keatinin dapat digunakan untuk menunjukkan perbedaan dari
gagal ginjal kronik dengan gagal ginjal terminal (DIVANDA DINI
RENINTA 2019).

Gagal ginjal kronik adalah suatu kerusakan fungsi ginjal progresif


sehingga menyebabkan terjadinya uremia atau biasa disebut dengan
kelebihan urea dalam darah. Gagal ginjal kronik merupakan terjadinya
penurunan fungsi ginjal dalam jangka waktu menahun yang menyebabkan
tubuh gagal menjaga keseimbangan metabolisme dan cairan elektrolit.
Penyakit gagal ginjal kronik tahap akhir ditandai dengan penurunan
keadaan fungsi ginjal irreversible dan pada suatu derajat diperlukan
tindakan transpaltasi ginjal (Rahayu, Fernandoz, and Ramlis 2018).

Gagal ginjal kronis merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan
irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi uremia
(retensi urea dan sampah nitrogen lain dalamdarah) (Smeltzer and Bare
2010).

I.II Etiologi chronic kidney desease (Ckd)


Gagal ginjal kronik banyak disebabkan oleh nefropati DM, penyakit
ginjal herediter, nefritis interstital, uropati obstruksi, glomerulus nefritis,
dan hipertensi. Sedangkan kejadian gagal ginjal kronik di Indonesia banyak
disebabkan karena infeksi yang terdapat pada saluran kemih, batu
pada saluran kencing, nefropati diabetic, nefroskelosis hipertensi, dan lain
sebagainya (DIVANDA DINI RENINTA 2019).

Penyakit gagal ginjal kronik terbesar disebabkan oleh faktor penyakit ginjal
hipertensi dengan jumlah presentase 37%. Gagal ginjal kronik dengan
etiologi hipertensi disebabkan karena kerusakan pada pembuluh darah yang
terdapat pada ginjal sehingga menghambat ginjal dalam memfiltrasi darah
dengan baik. Kejadian peningkatan jumlah pasien yang sedang menjalani
terapi hemodialisis, dengan jumlah pasien hemodialisis per minggu
sebanyak 3.666 (HIDAYAH, Herlina, and Novita 2018).

Sedangkan faktor utama penyebab anemia terhadap pasien yang sedang


menjalani terapi hemodialis yaitu defisiensi dari eritropoetin. Kehilangan
darah yang cukup banyak yang digunakan untuk pemeriksaan laboratorium
beserta darah merupakan bagian dari penyebab dari terjadinya anemia pada
pasien dengan gagal ginjal kronik. Anemia pada pasien dengan penyakit
tersebut juga dapat disebabkan akibat dari kurangnya jumlah zat besi juga
pada asupan makanan. Untuk itu terapi pemberian suplemen zat besi juga
perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya kekurangan zat besi (Arjani
2017).

I.III Faktor resiko chronic kidney desease (Ckd)


Terdapat beberapa faktor resiko yang dapat menyebabkan penyakit ginjal
kronis, diantaranya adalah :
a. Usia
Usia yang lebih tua mempunyai resiko GGK yang lebih besar dibanding
usia yang lebih muda. Penurunan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG)
merupakan proses “normal aging” dimana ginjal tidak dapat
meregenerasikan nefron yang baru, sehingga terjadi kerusakan ginjal,
atau proses penuaan terjadi penurunan jumlah nefron. Pada usia 40
tahun jumlah nefron yang berfungsi berkurang sekitar 10% setiap 10
tahun dan
pada usia 80 tahun, hanya 40% nefron yang berfungsi. Hasil Baltimore
Longitudinal Study of Aging (BLSA) menunjukkan terjadinya
penurunan klirens kreatinin rata – rata 0,75 mL/min/tahun pada individu
tanpa penyakit ginjal atau penyakit penyerta lainnya dari waktu ke
waktu seiring bertambahnya usia, namun tidak semua individu
mengalami penurunan klirens kreatinin, hal ini karena adanya faktor
komorbid yang akan mempercepat penurunan LFG.
b. Jenis Kelamin
Laki-laki memiliki resiko lebih besar mengalami GGK. Data Indonesian
Renal Registry (IRR) dan di Australia menunjukkan bahwa resiko GGK
pada laki – laki lebih besar dibanding perempuan. Hal ini disebabkan
karena pengaruh perbedaan hormon reproduksi, gaya hidup seperti
konsumsi protein, garam, rokok, dan konsumsi alkohol pada
laki-laki dan perempuan.
c. Sosial Ekonomi
Individu dengan sosial ekonomi rendah memiliki resiko lebih besar.
Studi kohort di Amerika Serikat juga menyimpulkan bahwa laki-laki
kulit putih dan perempuan Afrika - Amerika dengan status sosial
ekonomi rendah memiliki resiko lebih besar untuk mengalami GGK
dibandingkan dengan status sosial ekonomi yang lebih tinggi. Hal ini
dimungkinkan karena akses untuk mendapatkan pemeriksaan fungsi
ginjal dan pengobatan lebih lebih kecil pada masyarakat dengan sosial
ekonomi rendah.
d. Penyakit Pemicu
Diabetes melitus (DM) dan hipertensi merupakan faktor resiko
terjadinya gangguan fungsi ginjal. Hasil analisis menunjukkan bahwa
individu dengan DM beresiko 2,5 kali lebih besar untuk
terjadinya GGK dibandingkan yang tidak DM. hal ini dikarenakan
kadar gula dalam darah tinggi yang akan mempengaruhi struktur ginjal,
merusak pembuluh darah halus diginjal. Sedangkan individu dengan
hipertensi beresiko 3,7 kali lebih besar untuk terjadinya GGK
dibandingkan yang tidak hipertensi. Hubungan antara PGK dan
hipertensi adalah siklik,
penyakit ginjal dapat menyebabkan tekanan darah naik dan sebaliknya
hipertensi dalam waktu lama dapat menyebabkan gangguan ginjal.
e. Obesitas
Obesitas mempunyai resiko 2,5 kali lebih besar untuk mengalami
GGK. Obesitas menyebabkan aktivasi system syaraf simpatis, aktivasi
system Sistem renin-angiotensin (RAS), sitokin adiposity (misalnya :
leptin), kompresi fisik ginjal akibat akumulasi lemak intrarenal dan
matriks ekstraseluler, perubahan hemodinamik-hiperfiltrasi karena
peningkatan tekanan intraglomuler, gangguan tekanan ginjal natriuresis
(tekanan tinggi dibutuhkan ekskresi natrium). Hal tersebut dapat
menyebabkan kerusakan ginjal (Maros and Juniar 2021).

I.IV Tanda dan gejala chronic kidney desease (Ckd)


Tanda dan gejala chronic kidney desease (Ckd) menurut (Prasadha 2021)
a. Gejala dini : Sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan
berkurang, mudah tersinggung, depresi. Sakit kepala awalnya pada
penyakit CKD memang tidak akan langsung terasa, namun jika terlalu
sering terjadi maka akan mengganggu aktifitas. Penyebabnya adalah
ketika tubuh tidak bisa mendapatkan oksigen dalam jumlah cukup akibat
kekurangan sel darah merah, bahkan otak juga tidak bisa memiliki kadar
oksigen dalam jumlah yang cukup. Sakit kepala akan menjadi lebih
berat jika penderita juga bermasalah dengan anemia.
b. Gejala yang lebih lanjut : anoreksia atau mual disertai muntah, nafsu
makan turun, nafas dangkal atau sesak nafas baik waktu ada kegiatan
atau tidak, udem yang disertai lekukan, pruritis mungkin tidak ada tapi
mungkin juga sangat parah. Anoreksia adalah kelainan psikis yang
diderita seseorang berupa kekurangan nafsu makan mesti sebenarnya
lapar dan berselera terhadap makanan. Gejala mual muntah ini biasanya
ditandai dengan bau mulut yang kuat yang menjadi tidak nyaman,
bahkan keinginan muntah bisa bertahan sepanjang waktu hingga
sama sekali
tidak bisa makan. Pada nafsu makan turun disebabkan karena penurunan
nafsu makan berlebihan, ginjal

I.V Patofisiologi chronic kidney desease (Ckd)


Patofisiologi penyakit CKD pada awalnya tergantung pada penyakit yang
mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi
kurang lebih sama. Penyakit CKD dimulai pada fase awal gangguan,
keseimbangan cairan, penanganan garam, serta penimbunan zat-zat sisa
masih bervariasi dan bergantung pada ginjal yang sakit (Muttaqin 2012).

Berdasarkan proses perjalanan penyakit dari berbagai penyebab yaitu


infeksi, vaskuler, zat toksik, obstruksi saluran kemih yang pada akhirnya
akan terjadi kerusakan nefron sehingga menyebabkan penurunan GFR dan
menyebabkan CKD, yang mana ginjal mengalami gangguan dalam fungsi
eksresi dan fungsi non-eksresi (Nursalam 2014). Fungsi renal menurun,
produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan ke dalam
urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap
sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka gejala akan
semakin berat. Banyak masalah muncul pada CKD sebagai akibat dari
penurunan jumlah glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan
kliresn (substansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal).
Menurunnya filtrasi glomerulus (akibat tidak berungsinya gromeruli) klirens
kreatinin akan menurun dan kadar kreatinin serum akan meningkat. Selain
itu, kadar nitrogen urea darah (BUN) juga meningkat. Ginjal juga tidak
mampu untuk mengkonsentrasikan atau mengencerkan urin secara normal
pada penyakit ginjal tahap akhir. Terjadi penahanan cairan dan natrium,
sehingga beresiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif, dan hipertensi.
Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivasi aksis renin-angiotensin dan
kerjasama keduanya meningkatkan sekresi aldosteron. Sindrom uremia juga
bisa menyebabkan asidosis metabolik akibat ginjal tidak mampu menyekresi
asam (H+) yang berlebihan. Penurunan sekrsi asam akibat tubulus ginjal
tidak
mampu menyekresi ammonia (NH3-) dan megapsorbsi natrium bikarbonat
(HCO3-). Penurunan eksresi fosfat dan asam organik yang terjadi, maka
mual dan muntah tidak dapat dihindarkan. Penurunan sekresi eritropoetin
sebagai faktor penting dalam stimulasi produksi sel darah merah oleh
sumsum tulang menyebabkan produk hemoglobin berkurang dan terjadi
anemia sehingga peningkatan oksigen oleh hemoglobin berkurang maka
tubuh akan mengalami keletihan,angina dan napas sesak.
Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat merupakan gangguan metabolisme.
Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan timbal balik. Jika
salah satunya meningkat maka fungsi yang lain akan menurun. Dengan
menurunnya filtrasi melaui glomerulus ginjal maka meningkatkan kadar
fosfat serum, dan sebaliknya, kadar serum kalsium menurun. Penurunan
kadar kalsium serum menyebabkan sekresi parathhormon dari kelenjar
paratiroid, tetapi gagal ginjal tubuh tidak dapat merspons normal terhadap
peningkatan sekresi parathormon sehingga kalsium ditulang menurun,
menyebabkan terjadinya perubahan tulang dan penyakit tulang. Selain itu,
metabolit aktif vitamin D yang secara normal dibuat di ginjal menurun
seiring dengan berkembangnya gagal ginjal (Smeltzer and Bare 2010).

I.VI Pemeriksaan penunjang chronic kidney desease (Ckd)


Berikut ini adalah pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan untuk
menegakkan diagnosa gagal ginjal kronis (Prabowo and Pranata 2014) :
a. Biokimiawi, pemeriksaan utama dari analisis fungsi ginjal adalah ureum
dan kreatinin plasma. Untuk hasil yang lebih akurat untuk mengetahu
fungsi ginjal adalah dengan analisa creatinine clearence (klirens
kreatinin). Selain pemeriksaan fungsi ginjal (renal fuction test),
pemeriksaan kadar elektrolit juga harus dilakukan untuk mengetahui
status keseimbangan elektrolit dalam tubuh sebagai bentuk kinerja
ginjal.
b. Urinalis, dilakukan untuk menapis ada atau tidaknya infeksi pada ginjal
atau ada/tidkanya perdarahan aktif akibat inflamasi pada jaringan
parenkim ginjal.
c. Ultrasonografi Ginjal, Imaging (gambaran) dari ultrasonografi akan
memberikan informasi mendukung untuk menegakkan diagnosis gagal
ginjal. Pada klien gagal ginjal biasanya menunjukkan adanya obstruksi
atau jaringan parut pada ginjal. Selain itu, ukuran dari ginjal pun akan
terlihat.
d. Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar ginjal (adanya batu
atau adanya suatu obstruksi). Dehidrasi akan memperburuk keadaan
ginjal, oleh sebab itu penderita diharapkan tidak puasa.
e. USG (ultra sonic) untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim
ginjal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi sistem pelviokalises, ureter
proksimal, kandung kemih, dan prostat.
f. Renogram untuk menili fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari
gangguan (vaskular, parenkim, dan eksresi) sera sisa fungsi ginjal.
Pielografi Intravena menunjukkan abnormalitas pelvis ginjal dan ureter.
Pielografi retrograd dilakukan bila dicurigai ada obstruksi yang
reversibel. Arteriogram ginjal mengkaji sirkulasi ginjal dan
mengidentifikasi ekstravaskular dan massa.
g. Pendidikan kesehatan di tunjuk perawat mandiri untuk meningkatkan
pengetahuan klien tentang penyakit gagal ginjal kronik sehingga klien
secara sadar menghindari faktor-faktor pencetus, menggunakan obat
secara benar, dan berkonsultasi pada tim kesehatan.
h. Sistouretrogram berkemih menunjukkan ukuran kandung kemih, refluks
ke dalam ureter, dan retensi.
i. Ultrasonografi ginjal menunjukkan ukuran kandung kemih, dan adanya
massa, kista, obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas.
j. Biopsi ginjal mungkin dilakukan secara endoskopi untuk menentukkan
sel jaringan untuk diagnosis histologis.
k. Endoskopi ginjal nefroskopi dilakukan untuk menentukkan pelvis ginjal,
keluar batu, hematuria dan pengangkatan tumor selektif.
l. EKG mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit
asam basa atau hiperkalemia, aritmia, hipertrifi ventrikel kiri dan tanda-
tanda perikarditis.
m. Hiponatremi umumnya karena kelebihan cairan dan hiperkalemia
baisanya terjadi pada gagal ginjal lanjut bersama dengan menurunnya
diuresis.
n. Hipokalseimia dan hiperfosfatemia terjadi karena berkurangnya sintesis
vitamin D3 pada GGK.Phosphate alkaline meninggi akibat gangguan
metabolisme tulang, terutama Isoenzim fosfatase lindi tulang.
o. Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia umumnya disebabkan
gangguan metabolisme dan diet rendah protein.
p. Peninggi gula darah akibat gangguan metabolisme karbohidrat pada
gagal ginjal (resistensi terhadap pengaruh insulin pada jaringan perifer).
q. Hipertrigliserida akibat gangguan metabolisme lemak, disebabkan
peninggian hormon insulin dan menurunnya lipoprotein lipase.
r. Asidosis metabolik dengan kompensasi respirasi menunjukkan Ph yang
menurun disebabkan retensi asam-asam organik pada gagal ginjal.
s. Intra Vena Pielografi (IVP) untuk menilai sistem pelviokalises dn ureter.
Pemeriksaan ini mempunyai risiko penurunan faal ginjal.
t. Pemeriksaan Laboratorium
1. Urine meliputi sebagai berikut.
i. Volume, biasanya berkurang dari 400ml/24jam atau tidak ada urine
(anuria).
ii. Warna: secara abnnormal urin keruh kemungkinan disebabkan oleh
pus, bakteri, lemak, fosfat atau urat sedimen kotor, kecoklatan
menunjukkan adanya darah, Hb, mioglobin, porifin.
iii. Berat jenis: kurang dari 1.105 (menetap pada 1.010 menunjukkan
kerusakan ginjal berat).
iv. Osmolalitas: kurang dari 350mOsm/kg menunjukkan kerusakan
tubular, dan rasio urine/serum sering 1:.
v. Klirens kreatinin: mungkin agak menurun.
vi. Natrium: lebih besar dari 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu
mereabsorpsi natrium.
vii. Protein: derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukkan
kerusakan glomerulus bila SDM atau pembentukkan tulang dan
fragmen juga ada.
2. Darah
a) BUN (nitrogen urea darah) : Urea adalah produksi akhir dari
metabolisme protein, peningkatan BUN dapat merupakan
indikasi dehidrasi, kegagalan prerenal atau gagal ginjal.
b) Ureum dan Kreatinin meningkat biasanya perbandingaan antara
kurang lebih 20:1 karena perdarahan saluran cerna, demam,
obstruksi kemih, pengobatan steroid dan luka bakar luas.
Perbandingan berkurang apabila Ureum lebih kecil dari
Kreatinin pada diet rendah protein dan tes Klirens Kreatinin yang
menurun (Arif dan Kumala, 2014). Kreatinin meningkat dengan
kadar 10 mg/dL diduga tahp akhir dan juga produksi
katabolisme otot dari pemecahan kreatini otot dan kreatinin
posfat. Bila 50% nefron rusak makan kadar kreatinin meningkat.
c) Elektrolit seperti natrium rendah, kalium meningkat, magnesium
meningkat, kalsium menurun protein albumi menurun.
d) Hematologi seperti hemoglobin biasanya kurang dari 7 – 8
gr/dL, trombosit , hematokrit menurun pada adanya anemia, dan
leukosit.
Daftar pustaka

Arjani, Ida. 2017. “Gambaran Kadar Ureum Dan Kreatinin Serum Pada Pasien Gagal Ginjal
Kronis (Ggk) Yang Menjalani Terapi Hemodialisis Di Rsud Sanjiwani Gianyar.” Meditory :
The Journal of Medical Laboratory 4 (2): 145–53. https://doi.org/10.33992/m.v4i2.64.
DIVANDA DINI RENINTA. 2019. “STUDI KASUS PROSES ASUHAN GIZI TERSTANDAR
PADA PASIEN DEMAM TIFOID Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh
Gelar Ahli Madya Gizi.”
HIDAYAH, ARINI ALFA, Herlina Herlina, and Rennie Puspa Novita. 2018. “Kerasionalan
Antihipertensi Dan Antidiabetik Oral Pasien Gagal Ginjal Kronik Dengan Etiologi
Hipertensi Dan Atau Diabetes Melitus Tipe 2 Di Rsi Siti Khadijah Palembang.”
Maros, Hikmah, and Sarah Juniar. 2021. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik
Di RSUD Dr. Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan.
Muttaqin, Arif. 2012. “Asuhan Keperawatan Klien Dengan Ganguan Sistem Kardiovaskular Dan
Hematologi.”
Nursalam, Dr. 2014. “Manajemen Keperawatan" Aplikasi Dalam Praktik Keperawatan
Profesional.” Salemba Medika.
Prabowo, Eko, and Afandi E Pranata. 2014. “Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan.”
Yogyakarta. Nuha-Medika.
Prasadha, I Gusti Agung Gde Indira. 2021. “Asuhan Keperawatan Intoleransi Aktivitas Pada
Pasien CKD Stage V On HD Di Ruang Hemodialisa RSUD Sanjiwangi Gianyar” 1 (9): 6.
Rahayu, Fitri, Topan Fernandoz, and Rafika Ramlis. 2018. “Hubungan Frekuensi Hemodialisis
Dengan Tingkat Stres Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisis.”
Jurnal Keperawatan Silampari 1 (2): 139–53. https://doi.org/10.31539/jks.v1i2.7.
Smeltzer, Suzanne C, and Brenda G Bare. 2010. “Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah, Vol.
3.” In . EGC.

Anda mungkin juga menyukai