Anda di halaman 1dari 8

1.

Konsep Anatomi dan Fisiologi


A. Anatomi Appendiks

Gambar 1. Anatomi Appendik


B. Fisiologi Appendiks
Secara fisiologis, apendiks menghasilkan lender 1–2 ml per hari.
Lendir normalnya dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya
mengalirkan ke sekum. Hambatan aliran lendir di muara apendiks
berperan pada patogenesis apendiks. Immunoglobulin sekreator
yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lympoid Tissue) yang
terdapat di sepanjang saluran pencerna termasuk apendiks ialah IgA.
Immunoglobulin tersebut sangat efektif sebagai perlindungan
terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak
mempengaruhi sistem imun tubuh karena jumlah jaringan limfa disini
kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya disaluran cerna dan
diseluruh tubuh (DiGiulio, 2014).
C. Kebutuhan Dasar Manusia Nutrisi
Nutrisi adalah zat kimia organik yang ditemukan dalam makanan
dan diperoleh untuk fungsi tubuh. Manusia memperoleh makanan
dan nutrient esensial untuk pertumbuhan dan pertahanan dari seluruh
jaringan pada tubuh dan menormalkan fungsi dari proses tubuh.
Adapun jenis-jenis tubuh nutrisi yaitu karbohidrat, protein, lemak, dan
vitamin. Faktor yang mempengaruhi kebutuhan nutrisi adalah
pengetahuan, kebiasaan atau kesukaan, dan ekonomi. Gangguan
pada kebutuhan nutrisi sendiri adalah obesitas, malnutrisi, diabetes
melitus, hipertensi, dan kanker. Tindakan untuk mengatasi masalah
pemenuhan nutrisi adalah pemberian nutrisi secara oral dan
pemberian nutrisi lewat pipa (tube) (Addi, 2016).
2. Konsep Penyakit Appendisitis
A. Definisi
Apendisitis adalah radang pada usus buntu atau dalam bahasa
latinnya appendiks vermivormis, yaitu suatu organ yang berbentuk
memanjang dengan panjang 6-9 cm dengan pangkal terletak pada
bagian pangkal usus besar bernama sekum yang terletak pada perut
kanan bawah (Handaya, 2017).
Apendisitis merupakan keadaan inflamasi dan obstruksi pada
vermiforis. Apendisitis adalah inflamasi saluran usus yang
tersembunyi dan kecil yang berukuran sekitar 4 inci yang buntu pada
ujung sekum (Rosdahl, 2015).
Apendisitis merupakan keadaan inflamasi dan obstruksi pada
apendiks vermiformis. Apendiks vermiformis yang disebut dengan
umbai cacing atau lebih dikenal dengan nama usus buntu,
merupakan kantung kecil yang buntu dan melekat pada sekum
(Nurfaridah, 2015).
B. Klasifikasi
Appendisitis dibagi menjadi 2 (Mardalena, 2017), sebagai berikut :
1) Appendisitis Akut
Peradangan pada apendiks dengan gejala khas yang memberi
tanda setempat. Gejala apendisitis akut antara lain nyeri samar
dan tumpul merupakan nyeri visceral di saerah epigastrium
disekitar umbilikus. Keluhan ini disertai rasa mual muntah dan
penurunan nafsu makan. Dalam beberapa jam nyeri akan
berpindah ke titik McBurney. Pada titik ini, nyeri yang dirasakan
menjadi lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan
nyeri somatik setempat.
2) Appendisitis Kronis
Apendisitis kronis baru bisa ditegakkan apabila ditemukan tiga hal
yaitu pertama, pasien memiliki riwayat nyeri pada kuadran kanan
bawah abdomen selama paling sedikit tiga minggu tanpa alternatif
diagnosa lain. Kedua, setelah dilakukan apendiktomi, gejala yang
dialami pasien akan hilang. Ketiga, secara histopatologik gejala
dibuktikan sebagai akibat dari inflamasi kronis yang aktif atau
fibrosis pada apendiks.
C. Etilogi
Appendisitis akut merupakan infeksi bakteria. Berbagai hal
berperan sebagai faktor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks
merupakan faktor yang diajukan sebagai faktor pencetus disamping
hiperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor apendiks, dan cacing askaris
dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga
dapat menimbulkan appendicitis adalah erosi mukosa apendiks
karena parasit seperti E. histolytica (Handaya, 2017).
Selain itu apendisitis juga bisa disebabkan oleh kebiasaan makan
makanan rendah serat sehingga dapat terjadi konstipasi. Konstipasi
akan menaikkan tekanan intrasekal yang mengakibatkan terjadinya
sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan
kuman flora kolon.
D. Patofisiologi (Pathway)

Resiko Hipovolemi

Hipertemia Nyeri Akut

Defisit Pengetahuan
Prosedur

Resiko Infeksi Ansietas

Defisit
Nyeri Akut
Pengetahuan

Resiko Hipovolemi

Sumber : Nuratif dan Kusuma, 2016


E. Manifestasi Klinis
Beberapa manifestasi klinis yang sering muncul pada apendisitis
antara lain sebagai berikut ( Mardalena, 2017 ; Handaya, 2017) :
1) Nyeri samar (nyeri tumpul) di daerah epigastrium disekitar
umbilikus atau periumbilikus. Kemudian dalam beberapa jam,
nyeri beralih ke kuadaran kanan bawah ke titik Mc Burney (terletak
diantara pertengahan umbilikus dan spina anterior ileum) nyeri
terasa lebih tajam
2) Bisa disertai nyeri seluruh perut apabila sudah terjadi peritonitis
karena kebocoran appendiks dan meluasnya pernahanan dalam
rongga abdomen
3) Mual dan Muntah
4) Nafsu Makan Menurun
5) Konstipasi
6) Demam
F. Komplikasi
Komplikasi bisa terjadi apabila adanya keterlambatan dalam
penanganannya. Adapun jenis komplikasi menurut (LeMone, 2016)
diantaranya sebagai berikut:
1) Perforasi appendiks
Perforasi adalah pecahnya apendiks yang berisi nanah sehingga
bakteri menyebar ke rongga perut. Perforasi dapat diketahui
dengan gambaran klinis seperti suhu tubuh lebih dari 38,5 oC dan
nyeri tekan pada seluruh perut yang timbul lebih dari 36 jam sejak
sakit.
2) Perionitis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum (lapisan membran
serosa rongga abdomen). Komplikasi ini termasuk komplikasi
berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis.
3) Abses
Abses adalah peradangan pada spendiks yang berisi nanah.
Teraba massa lunak di kuadran kanan bawah atau daerah pelvis.
G. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan Laboratorium
Kenaikan sel darah putih (leukosit) hingga 10.000 – 18.000/mm3.
Jika terjadi peningkatan yang lebih, maka kemungkinan appendiks
sudah mengalami perforasi.
2) Pemeriksaan Radiologi
a) Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan ultrasonografi dilakukan untuk menilai inflamasi
dari appendiks.
b) CT- Scan
Pemeriksaan CT- Scan dilakukan untuk mendeteksi
appendisitis dan ada kemungkinan perforasi.
c) C-Reactive Protein (CRP)
C-Reactive protein (CRP) adalah sintesis dari reaksi fase akut
oleh hati sebagai respon dari infeksi atau inflamasi, pada
appendisitis didapatkan peningkatan kadar CRP.
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada penderita apendisitis yaitu dengan
tindakan pembedahan/Apendiktomi.
1) Pengertian Apendiktomi
Apendiktomi adalah intervensi bedah untuk melakukan
pengangkatan bagian tubuh yang mengalami masalah atau
mempunyai penyakit. Apendiktomi dapat dilakukan dengan dua
metode pembedahan yaitu pembedahan secara terbuka/
pembedahan konveksional (laparotomi) atau dengan
menggunakan teknik laparoskopi yang merupakan teknik
pembedahan minimal infasif dengan metode terbaru yang sangat
efektif (Manurung, Melva, 2019).
Laparoskopi apendiktomi adalah tindakan bedah invasive minimal
yang paling banyak digunakan pada apendisitis akut. Tindakan ini
cukup dengan memasukkan laparoskopi pada pipa kecil (trokar)
yang dipasang melalui umbilikus dan dipantau melalui layar
monitor. Sedangkan Apendiktomi terbuka adalah tindakan dengan
cara membuat sayatan pada perut sisi kanan bawah atau pada
daerah Mc Burney sampai menembus peritoneum.
2) Tahapan Apendiktomi
a) Pre Operasi
Mengobservasi pasien, pemberian cairan melalui infus
intravena guna mencegah dehidrasi dan mengganti cairan yang
hilang, pemberian analgesik dan antibiotik melalui intravena,
pasien dipuasakan dan tidak ada asupan apapun secara oral,
pasien diminta tirah baring.
b) Intra Operasi
Perawat dan dokter menyiapkan pasien untuk tindakan
anastesi sebelum dilakukan pembedahan.
c) Post Operasi
Observasi tanda-tanda vital, sehari post operasi pasien
diposisikan semi fowler, posisi ini dapat mengurangi tegangan
pada luka insisi sehingga membantu mengurangi rasa nyeri,
dan pada dua hari post operasi pasien diberikan makanan
saring dan pada hari berikutnya dapat diberikan makanan
lunak.
I. Fokus Pengkajian Keperawatan
J. Diagnosa Keperawatan
K. Intervensi Keperawatan
DAFTAR PUSTAKA
Adeodatus Yuda Handaya. 2017. Deteksi Dini dan atasi 31 Penyakit Bedah.
Saluran Cerna. Yogyakarta. Rapha Publishing
Addi Mardi Harmanto, Sunarsih Rahayu. 2016. Kebutuhan Dasar Manusia II.
Jakarta : Kemenkes Republik Indonesia
DiGiulio Mary, Donna Jackson, Jim Keogh (2014), Keperawatan Medikal bedah,
Ed. I, Yogyakarta: Rapha publishing
Rosdahl, Caroline Bunker dan Mary T Kowalski. (2015). Buku Ajar Keperawatan
Dasar. Alih bahasa: Dwi Widiarti. Jakarta: EGC
Nurfaridah, V. (2015). Penurunan Tingkatan Nyeri Post OperasI Appendisitis
dengan Teknik Distraksi Nafas Ritmik.E-Journal (E-Kep). Vol.7 No. 2
Mardalena, Ida. (2017). Dasar-Dasar Ilmu Gizi Dalam Keperawatan Konsep dan
Penerapan Pada Asuhan Keperawatan. Yogyakarta : Pustaka Baru Press.
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis Berdasarkan
Penerapan Diagnosa Nanda, Nic, Noc dalam Berbagai Kasus. Yogyakarta:
Penerbit Mediaction.
LeMone, Burke, & Bauldoff, (2016). Keperawatan Medikal Bedah, Alih bahasa.
Jakarta: EGC.
Manurung, Melva, Tumpal Manurung dan Perawaty Siagian.(2019). Pengaruh
Teknik Relaksasi Benson Terhadap Penurunan Skala Nyeri Post Operasi
Appendixtomy Di RSUD Porsea. Jurnal Keperawatan Priority, Vol 2 No 2 Juli
2019 ISSN 2614-4719.

Anda mungkin juga menyukai