DISUSUN OLEH :
Nama : Bella Azsaria
Nim : 2018.C.10a.0960
Penulis
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN................................................................................i
KATA PENGANTAR.......................................................................................ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................................1
1.1 Latar Belakang..............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan..........................................................................................2
1.4 Manfaat Penulisan........................................................................................3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................5
2.1 Konsep Penyakit ..........................................................................................5
2.1.1 Definisi...............................................................................................5
2.1.2 Anatomi Fisiologi...............................................................................5
2.1.3 Etiologi...............................................................................................7
2.1.4 Klasifikasi...........................................................................................8
2.1.5 Patofisiologi (WOC) ..........................................................................9
2.1.6 Manifestasi Klinis ............................................................................12
2.1.7 Komplikasi .......................................................................................12
2.1.8 Pemerikasaan Penunjang .................................................................13
2.1.9 Penatalaksanaan Medis ....................................................................14
2.2 Konsep Dasar Laparotomi Eksplorasi........................................................17
2.3 Manajemen Asuhan Keperawatan .............................................................19
2.3.1 Pengkajian Keperawatan ...................................................................19
2.3.2 Diagnosa Keperawatan ......................................................................25
2.3.3 Intervensi Keperawatan .....................................................................26
2.3.4 Implementasi Keperawatan ...............................................................31
2.3.5 Evaluasi Keperawatan .......................................................................31
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN ............................................................32
3.1 Pengkajian .................................................................................................32
3.2 Diagnosa ....................................................................................................41
3.3 Intervensi ...................................................................................................42
3.4 Implementasi .............................................................................................45
3.5 Evaluasi .....................................................................................................45
BAB 4 PENUTUP ...........................................................................................42
4.1 Kesimpulan .............................................................................................42
4.2 Saran .......................................................................................................42
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN SAP
LEAFLET
BAB 1
PENDAHULUAN
.2 Latar Belakang
Appendisitis merupakan penyakit yang menjadi perhatian oleh karena
angka kejadian appendisitis tinggi di setiap negara. Resiko perkembangan
appendisitis bisa seumur hidup sehingga memerlukan tindakan pembedahan.
Appendicitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kurang dari
satu tahun jarang dilaporkan. Insiden tertinggi pada kelompok umur 20-30
tahun, setelah itu menurun. Insiden pada laki-laki dan perempuan umumnya
sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun insiden laki-laki lebih tinggi
(Sjamsuhidajat & de jong, 2011).
Keluhan appendisitis biasanya bermula dari nyeri di daerah umbilikus
atau periumbilikus yang disertai dengan muntah. Dalam 2-12 jam nyeri akan
beralih ke kuadran kanan bawah, yang akan menetap dan diperberat bila
berjalan. Terdapat juga keluhan anoreksia, malaise, dan demam yang tidak
terlalu tinggi. Biasanya juga terdapat konstipasi, tetapi kadang-kadang terjadi
diare, mual, dan muntah. Pada permulaan timbulnya penyakit belum ada
keluhan abdomen yang menetap. Namun dalam beberapa jam nyeri abdomen
bawah akan semakin progresif, dan dengan pemeriksaan seksama akan dapat
ditunjukkan satu titik dengan nyeri maksimal. Perkusi ringan pada kuadran
kanan bawah dapat membantu menentukan lokasi nyeri. Nyeri lepas dan
spasme biasanya juga muncul (Mansjoer, 2011).
Appendisitis yang tidak segera ditatalaksana akan menimbulkan
komplikasi. Salah satu komplikasi yang paling membahayakan adalah perforasi.
Perforasi terjadi 24 jam setelah timbul nyeri. Gejalanya mencakup demam
dengan suhu 37,7°C atau lebih tinggi, dan nyeri abdomen atau nyeri tekan
abdomen yang kontinyu (RAdwan, 2013)
World Health Organization (WHO) menyebutkan insiden appendisitis di
dunia tahun 2012 mencapai 7% dari keseluruhan jumlah penduduk dunia
(Ambarwati, 2017) .
Di Asia insidensi appendisitis pada tahun 2013 adalah 4,8% penduduk
dari total populasi. Sedangkan dari hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga
(SKRT) di Indonesia pada tahun 2013 jumlah penderita appendisitis di
Indonesia mencapai 591.819 orang dan meningkat pada tahun 2014 sebesar
596.132 orang (Soewito, 2017).
Berdasarkan data menurut DEPKES RI jumlah klien yang menderita
penyakit appendisitis berjumlah sekitar 26% dari jumlah penduduk di
Kalimantan Timur (Anas, Kadrianti, E., 2013).
.1 Konsep Penyakit
.1.1 Pengertian
Abses apendiks adalah salah satu komplikasi dari apendisitis akut. Abses
apendiks merupakan kumpulan pus yang terletak di area peri-apendikular (fossa
illiaca kanan) yang merupakan akibat lanjutan dari apendisitis dan perforasinya.
Terbentuknya massa akibat inflamasi berupa phlegmon maupun abses terjadi
pada 2% - 6% penderita apendisitis. (Mulya, R. E. 2015).
Berbagai penyebab apendisitis seperti mucus dan feses yang mengeras
akan membentuk seperti batu (fecalith) yang akan menutup akses antara
apendiks dengan caecum. Obstruksi tersebut kemudian mnyebabkan gangguan
resistensi mukosa apendiks terhadap invasi mikroorganisme. Obstruksi ini akan
meningkatkan tekanan di dalam apendiks yang menghasilkan peningkatan
tekananan perforasi kapiler, gangguan pada drainase limfa dan vena yang dapat
menyebabkan iskemia. Iskemi dinding apendiks menyebabkan hilangnya
keutuhan epitel yang mempermudah invasi bakteri ke dinding apendiks. Bakteri
intestinal yang ada di dalam apendiks akan bermutiplikasi yang menyebabkan
rekruitmen leukosit, pembentukan pus dan tekanan intraluminal yang tinggi.
Dalam 24-36 jam, kondisi ini dapat makin parah karena thrombosis dari arteri
maupun vena apendiks mnyebabkan perforasi dan gangrene apendiks. (Mulya,
R. E. 2015).
.1.2 Anatomi Fisiologi Sistem Pencernaan
Sistem pencernaan makanan pada manusia terdiri dari beberapa organ,
yaitu mulut, faring dan esophagus (kerongkongan), lambung (ventrikulus), usus
halus, usus besar, rektum dan anus (Pearce,2013).
Gambar 1. Sistem Pencernaan Manusia
.1.2.1 Mulut
Mulut adalah rongga lonjong pada permulaan saluran pencernaan.
Rongga mulut merupakan jalan masuk menuju sistem pencernaan yang berisi
aksesori yang berfungsi dalam proses awal pencernaan. Di dalam rongga mulut,
terdapat gigi, lidah, dan kelenjar air liur (saliva). Gigi terbentuk dari tulang gigi
yang disebut dentin. Struktur gigi terdiri atas mahkota gigi yang terletak diatas
gusi, leher yang dikelilingi oleh gusi, dan akar gigi yang tertanam dalam
kekuatan-kekuatan rahang. Mahkota gigi dilapisi email yang berwarna putih.
Kalsium, fluoride, dan fosfat merupakan bagian penyusun email. Untuk
perkembangan dan pemeliharaan gigi yang bai, zat-zat tersebut harus ada di
dalam makanan dalam jumlah yang cukup. Akar dilapisi semen yang
melekatkan akar pada Ada tiga macam gigi manusia, yaitu gigi seri (insisor)
yang berguna untuk memotong makanan, gigi taring (caninus) untuk mengoyak
makanan, dan gigi geraham (molar) untuk mengunyah makanan (Gibson,
2013).
.1.2.2 Faring dan Esofagus
Setelah melalui rongga mulut, makanan yang berbentuk bolus akan
masuk kedalam tekak (faring). Faring adalah saluran yang memanjang dari
bagian belakang rongga mulut sampai ke permukaan kerongkongan
(esophagus). Pada pangkal faring terdapat katup pernapasan yang disebut
epiglottis. Epiglotis berfungsi untuk menutup ujung saluran pernapasan (laring)
agar makanan tidak masuk ke saluran pernapasan. Setelah melalui faring, bolus
menuju ke esophagus; suatu organ berbentuk tabung lurus, berotot lurik, dan
berdinding tebal (Lihat Gambar 6). Esophagus mempunyai panjang kira-kira 25
cm dengan diameter 2,5 cm dan pH cairannya 5-6 serta tidak terdapat enzim di
dalamnya (Tim Penyusun, 2014). Otot kerongkongan berkontraksi sehingga
menimbulkan gerakan meremas yang mendorong bolus ke dalam lambung.
Gerakan otot kerongkongan ini disebut gerakan peristaltik (Pearce, 2011)
.1.2.3 Lambung
Lambung adalah kelanjutan dari esophagus, berbentuk seperti kantung
dengan panjang 20 cm, diameter 15 cm, pH cairan 1-3,5 (Tim Penyusun, 2014).
Lambung dapat menampung makanan 1 liter hingga mencapai 2 liter. Dinding
lambung disusun oleh otot-otot polos yang berfungsi menggerus makanan
secara mekanik melalui kontraksi otot-otot tersebut (Lihat Gambar 7).
Lambung di bagi dalam 3 bagian, yakni bagian atas (fundus), bagian tengah
(corpus) dan bagian bawah (antrum) yang meliputi pelepasan lambung
(pylorus) (Tjay,2012). Ada 3 jenis otot polos yang menyusun lambung, yaitu
otot memanjang (Longitudinal), otot melingkar (sirkuler), dan otot menyerong
(oblik). Selain pencernaan mekanik, pada lambung terjadi pencernaan kimiawi
dengan bantuan senyawa kimia yang dihasilkan lambung. Senyawa kimiawi
yang dihasilkan lambung adalah (Pearce, 2009; Sloane, 20013) :
1) Asam HCl, mengaktifkan pepsinogen menjadi pepsin. Sebagai
disinfektan, serta merangsang pengeluaran hormon sekretin dan
kolesistokinin pada usus halus.
2) Lipase, memecah lemak menjadi asam lemak dan gliserol. Namun lipase
yang dihasilkan sangat sedikit .
3) Renin, mengendapkan protein pada susu (kasein) dari air susu (ASI).
Hanya dimiliki oleh bayi.
4) Mukus, melindungi dinding lambung dari kerusakan akibat asam HCl.
Lambung memiliki fungsi sebagai penampung makanan dan
dilambunglah makanan diaduk secara intensif dengan getah lambung dan
terjadi absorpsi (minimal) dari bahan makanan (Tjay, 2017).
Otot lambung berkontraksi mengaduk-aduk bolus, memecahnya secara
mekanis, dan mencampurnya dengan getah lambung. Getah lambung
mengandung HCl, enzim pepsin, dan renin. HCl berfungsi untuk membunuh
kuman-kuman yang masuk berasama bolus akan mengaktifkan enzim pepsin.
Pepsin berfungsi untuk mengubah protein menjadi peptone. Renin berfungsi
untuk menggumpalkan protein susu. Setelah melalui pencernaan kimiawi di
dalam lambung, bolus menjadi bahan kekuningan yang disebut kim atau kimus
(bubur usus).
Kimus akan masuk sedikit demi sedikit ke dalam usus halus.. Di dalam
lambung terdapat beberapa kelenjar dalam mucus lamnung, yaitu (Tim
Penysun, 2014) :
1) Kelenjar mucus yang mensekresi mucus.
2) Sel-sel chief (sel zynogenik) yang mensekresi pepsin dan enzim.
3) Sel parietal yang mensekresi asam lambung.
.1.2.4 Usus Halus
Usus halus memiliki panjang sekitar 6-8 meter. Usus halus terbagi
menjadi 3 bagian yaitu duodenum (± 25 cm), jejunum (± 2,5 m), serta ileum (±
3,6 m). Pada usus halus hanya terjadi pencernaan secara kimiawi saja, dengan
bantuan senyawa kimia yang dihasilkan oleh usus halus serta senyawa kimia
dari kelenjar pankreas yang dilepaskan ke usus halus. Suatu lubang pada
dinding duodenum menghubungkan usus 12 jari dengan saluran getah pancreas
dan saluran empedu. Pankreas menghasilkan enzim tripsin, amilase, dan lipase
yang disalurkan menuju duodenum. Tripsin berfungsi merombak protein
menjadi asam amino. Amilase mengubah amilum menjadi maltosa. Lipase
mengubah lemak menjadi asam lemakdan gliserol.
Getah empedu dihasilkan oleh hati dan ditampung dalam kantung
empedu. Getah empedu disalurkan ke duodenum. Getah empedu berfungsi
untuk menguraikan lemak menjadi asam lemak dan gliserol Selanjutnya
pencernaan makanan dilanjutkan di jejunum. Pada bagian ini terjadi pencernaan
terakhir sebelum zat-zat makanan diserap. Zat-zat makanan setelah melalui
jejunum menjadi bentuk yang siap diserap. Penyerapan zat-zat makanan terjadi
di ileum. Glukosa, vitamin yang larut dalam air, asam amino, dan mineral
setelah diserap oleh vili usus halus; akan dibawa oleh pembuluh darah dan
diedarkan ke seluruh tubuh. Asam lemak, gliserol, dan vitamin yang larut
dalam lemak setelah diserap oleh vili usus halus; akan dibawa oleh pembuluh
getah bening danakhirnya masuk ke dalam pembuluh darah. Senyawa yang
dihasilkan oleh usus halus adalah:
1) Disakaridase Menguraikan disakarida menjadi monosakarida
2) Erepsinogen Erepsin yang belum aktif yang akan diubah menjadi erepsin.
Erepsin mengubah pepton menjadi asam amino.
3) Hormon Sekretin Merangsang kelenjar pancreas mengeluarkan senyawa
kimia yang dihasilkan ke usus halus
4) Hormon CCK (Kolesistokinin) Merangsang hati untuk mengeluarkan
cairan empedu ke dalam usus halus.
Pencernaan makanan secara kimiawi pada usus halus terjadi pada suasana
basa. Prosesnya sebagai berikut (Pearce, 2012; Tjay, 2011; Sloane, 2013) :
1) Makanan yang berasal dari lambung dan bersuasana asam akan
dinetralkan oleh bikarbonat dari pancreas.
2) Makanan yang kini berada di usus halus kemudian dicerna sesuai
kandungan zatnya. Makanan dari kelompok karbohidrat akan dicerna oleh
amylase pancreas menjadi disakarida.
3) Disakarida kemudian diuraikan oleh disakaridase menjadi monosakarida,
yaitu glukosa. Glukosa hasil pencernaan kemudian diserap usus halus,
dan diedarkan ke seluruh tubuh oleh peredaran darah.
4) Makanan dari kelompok protein setelah dilambung dicerna menjadi
pepton, maka pepton akan diuraikan oleh enzim tripsin, kimotripsin, dan
erepsin menjadi asam amino. Asam amino kemudian diserap usus dan
diedarkan ke seluruh tubuh oleh peredaran darah.
5) Makanan dari kelompok lemak, pertama-tama akan dilarutkan
(diemulsifikasi) oleh cairan empedu yang dihasilkan hati menjadi
butiranbutiran lemak (droplet lemak). Droplet lemak kemudian diuraikan
oleh enzim lipase menjadi asam lemak dan gliserol. Asam lemak dan
gliserol kemudian diserap usus dan diedarkan menuju jantung oleh
pembuluh limfe.
.1.2.5 Usus Besar (Kolon)
Bahan makanan yang sudah melalui usus halus akhirnya masuk ke dalam
usus besar Usus besar terdiri atas usus buntu (appendiks), bagian yang menaik
(ascending colon), bagian yang mendatar (transverse colon), bagian yang
menurun (descending colon), dan berakhir pada anus (Gibson, 2012).
Bahan makanan yang sampai pada usus besar dapat dikatakan sebagai
bahan sisa. Sisa tersebut terdiri atas sejumlah besar air dan bahan makanan
yang tidak dapat tercerna, misalnya selulosa. Usus besar berf ungsi mengatur
kadar air pada sisa makanan. Bila kadar iar pada sisa makanan terlalu banyak,
maka dinding usus besar akan menyerap kelebihan air tersebut. Sebaliknya bila
sisa makanan kekurangan air, maka dinding usus besar akan mengeluarkan air
danmengirimnya ke sisa makanan. Di dalam usus besar terdapat banyak sekali
mikroorganisme yang membantu membusukkan sisa-sisa makanan tersebut.
Sisa makanan yang tidak terpakai oleh tubuh beserta gas-gas yang berbau
disebut tinja(feses) dan dikeluarkan melalui anus (Gibson, 2012).
.1.2.6 Rektum dan Anus
Rectum memiliki panjang 12 cm, rectum dimulai pada pertengahan
sacrum dan berakhir pada canalis analis (Gibson, 2012). Rektum merupakan
lubang tempat pembuangan feses dari tubuh. Sebelum dibuang lewat anus, feses
ditampung terlebih dahulu pada bagian rectum. Apabila feses sudah siap
dibuang maka otot spinkter rectum mengatur pembukaan dan penutupan anus.
Otot spinkter yang menyusun rektum ada 2, yaitu otot polos dan otot lurik.
.1.3 Etiologi
Penyebab terbentuknya abses apendiks tentunya berhubungan dengan
penyebab terjadinya radang apendiks atau apendisitis. Akan tetapi
keterlambatan dalam mengetahui masih sering di laprokan.
.1.3.1 Faktor biologis
1) Usia muda (10-30 tahun)
2) Memiliki riwayat penyakit imunitas
3) Orang dengan riwayat konstipasi
.1.3.2 Faktor perilaku
1) Diet rendah serat
2) Ketidak ketahuan gejala awal abses apendiks
3) Keterlambatan membawa penderita ke tempat pelayanan kesehatan
.1.3.3 Faktor lingkungan
1) Sanitasi lingkungan sekitar yang kurang baik
2) Lingkungan bermain yang kotor
.1.4 Klafikasi
.1.4.1 Apendisitis akut merupakan infeksi yang disebabkan oleh bakteria. Dan
faktor pencetusnya disebabkan oleh sumbatan lumen apendik. Selain itu
hyperplasia jaringan limfe, fikalit (tinja/batu), tumor apendiks, dan cacing
askaris yang dapat menyebabkan sumbatan dan juga erosi mukosa
apendiks karena parasit (E. Histolytica) .
.1.4.2 Apendisitis kronis memiliki semua gejala riwayat nyeri perut kanan
bawah lebih dari dua minggu, radang kronik apendiks secara
makroskopik dan mikroskopik (fibrosis menyeluruh dingding apendiks,
sumbatan parsial atau lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus
lama dimukosa dan infiltasi sel inflamasi kronik).
.1.4.3 Appendicitis Purulenta (Supurative Appendicitis). Tekanan dalam
lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan
terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan menimbulkan
trombosis. Keadaan ini memperberat iskemia dan edema pada
apendiks. Mikroorganisme yang ada di usus besar berinvasi ke dalam
dinding appendiks menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa
menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin. Pada appendiks dan
mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan di dalam lumen terdapat
eksudat fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal
seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik Mc Burney, defans muskuler,
dan nyeri pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler
dapat terjadi pada seluruh perut disertai dengan tanda-tanda peritonitis
umum.
.1.4.4 Apendisitis rekurens, Diagnosis rekuren baru dapat dipikirkan jika
ada riwayat serangan nyeri berulang di perut kanan bawah yang
mendorong dilakukan apeomi dan hasil patologi menunjukan
peradangan akut. Kelainan ini terjadi bila serangn apendisitis akut
pertama kali sembuh spontan. Namun, apendisitis tidak pernah
kembali ke bentuk aslinya karena terjadi fribosis dan jaringan parut.
Resiko untuk terjadinya serangn lagi sekitar 50 persen. Insidens
apendisitis rekurens biasanya dilakukan apendektomi yang diperiksa
secara patologik. Pada apendiktitis rekurensi biasanya dilakukan
apendektomi karena sering penderita datang dalam serangan akut.
.1.4.5 Mukokel Apendiks, Mukokel apendiks adalah dilatasi kistik dari
apendiks yang berisi musin akibat adanya obstruksi kronik pangkal
apendiks, yang biasanya berupa jaringan fibrosa. Jika isi lumen steril,
musin akan tertimbun tanpa infeksi. Walaupun jarang,mukokel
dapat disebabkan oleh suatu kistadenoma yang dicurigai bisa
menjadi ganas. Penderita sering datang dengan keluhan ringan berupa
rasa tidak enak di perut kanan bawah. Kadang teraba massa
memanjang di regio iliaka kanan. Suatu saat bila terjadi infeksi, akan
timbul tanda apendisitis akut. Pengobatannya adalah apendiktomi.
.1.4.6 Tumor Apendiks
1) Adenokarsinoma apendiks
Penyakit ini jarang ditemukan, biasa ditemukan kebetulan sewaktu
apendektomi atas indikasi apendisitis akut. Karena bisa metastasis
ke limfonodi regional, dianjurkan hemikolektomi kanan yang akan
memberi harapan hidup yang jauh lebih baik dibanding hanya
apendektomi.
2) Karsinoid Apendiks Ini merupakan tumor sel argentafin apendiks.
Kelainan ini jarang didiagnosis prabedah,tetapi ditemukan secara
kebetulan pada pemeriksaan patologi atas spesimen apendiks dengan
diagnosis prabedah apendisitis akut. Sindrom karsinoid berupa
rangsangan kemerahan (flushing) pada muka, sesak napas karena
spasme bronkus, dan diare ynag hanya ditemukan pada sekitar 6%
kasus tumor karsinoid perut. Sel tumor memproduksi serotonin yang
menyebabkan gejala tersebut. Meskipun diragukan sebagai
keganasan, karsinoid ternyata bisa memberikan residif dan adanya
metastasis sehingga diperlukan opersai radikal. Bila spesimen
patologik apendiks menunjukkan karsinoid dan pangkal tidak bebas
tumor, dilakukan operasi ulang reseksi ileosekal atau hemikolektomi
kanan
.1.5 Patofisiologi
Patofisiologi terbentuknya abses apendiks dimulai dari appendicitis. Appe
ndicitis sendiri disebabkan adanya obstruksi pada lumen apendiks. Obstruksi
tersebut menyebabkan peningkatan tekanan di dalam lumen apendiks. Jika
obstruksi apendiks berlanjut, tekanan intraluminal akhirnya meningkat
melampaui tekanan vena appendikularis, menyebabkan obstruksi aliran darah
vena. Sebagai akibatnya, iskemia dinding apendiks terjadi, mengakibatkan
hilangnya integritas epitel dan memungkinkan invasi bakteri pada dinding
apendiks. Dalam beberapa jam, kondisi terlokalisasi ini dapat memburuk karena
trombosis arteri dan vena appendikularis, yang menyebabkan perforasi dan
gangren pada apendiks. (Craig S 2018).
Abses apendiks sendiri merupakan suatu abses intraabdominal, yang
merupakan kumpulan nanah lokal terbatas pada rongga peritoneum oleh
penghalang inflamasi. Penghalang ini dapat mencakup omentum, adhesi
inflamasi, atau viscera yang berdekatan. Abses biasanya mengandung campuran
bakteri aerob dan anaerob dari saluran pencernaan. (Hasper.D 2012)
Bakteri di rongga peritoneum, khususnya yang timbul dari kolon dan
apendiks, merangsang masuknya sel-sel inflamasi akut. Omentum dan viscera
cenderung melokalisasi tempat infeksi, menghasilkan flegmon. Hipoksia di
daerah flegmon ini memfasilitasi pertumbuhan bakteri anaerob dan merusak
aktivitas bakterisida granulosit. Aktivitas fagositik sel-sel ini menurunkan
debris seluler dan bakteri, menciptakan lingkungan hipertonik yang
memperluas dan memperbesar rongga abses sebagai respons terhadap kekuatan
osmotik. (Naderan M,2016)
WOC APENDISITIS
2. infeksi kuman dari kolon (E. Coli dan
streptococuc)
Faktor predisposisi : IDIOPATIK
3. infeksi kuman
1. Obstruksi lumen :
4. jenis kelamin
a. Hiperplasia dari folikel limfoid
5. bentuk dari appendiks
b. Fekalit dalam lumen apendiks
c. Adanya benda asing (biji-bijian)
d. Striktura lumen
B1 B2 B3 B4 B5
B6
Iritasi jalan N.vagus Iritasi jalan n.Vagus Respon peradangan Peningkatan akumulasi pus Terputusnya intergritas jaringan
Respon inflamasi Distensi abdomen
di apendiks
Suplai oksigen Penurunan kecepatan dan Implus ke otak Tempat masuknya kuman
Oedema Spasmen abdomen
menurun kekuatan kerja jantung Infeksi meluas ke
vesika urinaria
Nyeri difus di Peningkatan
Penurunan aliran darah Nyeri Reaksi antigen antibodi
Dyspanea epigastrium tekanan intra
sistemik Nyeri saat mikturisi abdomen
Prosedur tindakan Ransangan saraf intercostalis Tindakan pembedahan Luka jahitan post
pembedahan dan segmen thorakalis operatif
Terputusnya kontinuitas
Kurang terpapar informasi Sakit saat menarik Terputusnya
jaringan lunak
napas kontinuitas jaringan
Pembedahan meningkat
Koping pasien tidak MK : Nyeri akut
Hilangnya efek
efektif anestesi
Mk : Resiko Pendarahan
Stressor
MK: Nyeri Akut
meningkat
Cemas
MK : Ansietas
.1.6 Manifestasi Klinis
.1.6.1 Nyeri
Biasa nyeri muncul di fosa iliaca kanan. Awalnya tidak begitu parah
namun akan melanjut menjadi nyeri yang lebih hebat secara bertahap. Nyeri
menjadi semakin berat saat abses terbentuk
.1.6.2 Massa Fossa Illiaca Kanan
Terbentuk massa yang lembut atau empuk bila disentuh. Kulit yang
berada di atasnya biasanya normal. Suhu lokal bisa meningkat atau tidak.
Ukuran massa bisa membesar dan terasa lebih nyeri.
.1.6.3 Demam
Demam terjadi berhubungan dengan gejala lain. Ini mempunyai pola yang
khas dimana terjadi peningkatanyang progresif saat temperature memuncak
(swinging temperature). Saat pasien dengan massa apendiks mengalami
kenaikan suhu dapat dipastikan bahwa abses apendiks juga terbentuk.
.1.6.4 Massa yang empuk (Tenderness)
Massa menjadi terasa empuk tidak hanya saat disentuh tapi juga saat
terjadi gerakan respirasi. Saat pemeriksaan, palpasi yang lembut pun dapat
menimbulkan nyeri yang hebat.
.1.6.5 Gangguan miksi
Gangguannya berupa kesulitan untuk kencing, frekuensi kencing, retensi
urin yang akut serta hematuria. Hal ini terjadi karena terbentuknya massa dan
abses dekat dengan ureter kanan bagian bawah serta vesica urinaria.
.1.7 Komplikasi
.1.7.1 Peritonitis
.1.7.2 Ruptur Appendik
.1.7.3 Syok Hipovolemik
.1.7.4 Ileus
.1.7.5 Sepsis
.1.8 Pemeriksaan Penunjang
.1.8.1 Pemeriksaan Laboratoriun
Kenaikan sel darah putih (leukosit) hingga sekitar 10.000-18.000/mm3 .
Jika terjadi peningkatan yang lebih dari itu, maka kemungkinan apendiks
sudah mengalami perforasi (pecah).
.1.8.2 Pemeriksaan Radiologi
1) Foto polos perut dapat memperlihatkan adanya fekalit.
2) Ultrasonografi (USG) untuk menemukan fekalit non-klasifikasi, apendik
non-perforasi, abses apendik.
3) Pemeriksaan CT scan untuk mendeteksi apendisitis dan adanya
kemungkinan perforasi.
4) Kasus kronik dapat dilakukan rontgen foto abdomen, USG abdomen dan
apendikogram. (Nurarif&Kusuma, 2015)
.1.8.3 Pemeriksaan Fisik
1) Inpeksi : adanya distensi pada abdomen
2) Auskultasi : jika terjadi peritonitis maka akan terjadi penurunan
peristaltik.
3) Perkusi : akan terasa nyeri jika sudah terjadi peritonitis
4) Palpasi : nyeri tekan pada parut kanan bagian bawah
5) Obturator : Fleksi panggul dan rotasi interna panggul
6) Uji psoad : hiperestensi sendi panggul
.1.9 Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis pada apendisitis melipui penatalaksanaan pada
unit gawat darurat, terapi farmakologis dan terapi bedah.
.1.9.1 Pemberian analgetik dan antibiotik
.1.9.2 Terapi farmakologis
Perioperatif antibiotik untuk menurunkan resiko infeksi pasca bedah
.1.9.3 Terapi bedah
Bila diagnosa klinis sudah jelas, maka tindakan paling tepat adalah
laparatomi dan merupakan satu-satunya pilihan yang terbaik. Penundaan
tindakan bedah sambil pemberian antibiotik dapat mengakibatkan abses
atau perforasi. Laparatomi bisa dilakukan secara terbuka atapun dengan
cara laparaskopi. (Muttaqin, 2013)
.2 Konsep dasar Laparaotomi Eksplorasi
.2.1 Pengertian
I PENGKAJIAN
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny.Y
Umur : 31 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku/Bangsa : Dayak/Indonesia
Agama : Kristen
Pekerjaan : IRT
Pendidikan : SMA
Status Perkawinan : Menikah
Alamat : Jl. Pelatuk 1 no 65
Tgl MRS : 3 November 2021
Diagnosa Medis : Apendik Abses
a. RIWAYAT KESEHATAN /PERAWATAN
1. Keluhan Utama /Alasan di Operasi :
Pasien mengatakan “nyeri pada bagian perut bagian kanan bawah nyeri seperti
ditusuk-tusuk, nyeri seperti menjalar ke belakang, nyeri yang dirasakan terus menerus
dengan skala nyeri 6”
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien mengatakan nyeri pada bagian perut sebelah kanan sejak 3 hari yang lalu, pada
tanggal 3 November 2021 klien di bawa oleh ke keluarganya ke RSUD dr Sylvanus
Palangka Raya, pasien juga mengatakan mual dan muntah pada saat di rumah sakit,
pasien mengatakan sudah 4 hari tidak BAB setelah itu pasien mengatakan perutnya
terasa padat dan sakit, setelah dilakukan pemeriksaan pada pasien di dapatkan hasil
diagnosa Apendik dengan rencana operasi Laparatomi Eksplorasi, operasi dilakukan
pada tanggal 3 November 2021 di ruang Ok/IBS
3. Riwayat Penyakit Sebelumnya (riwayat penyakit dan riwayat operasi)
Pasien mengatakan sebelumnya tidak ada riwayat operasi
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Menurut keterangan dari keluarga Pasien dan dari Pasien, tidak ada dari anggota
keluarganya yang pernah di rawat di rumah sakit dan tidak ada dari keluarganya yang
menderita penyakit menular.
GENOGRAM KELUARGA :
Keterangan :
: Hubungan keluarga
: Tinggal serumah
: Laki-laki
: Perempuan
: pasien
b. PEMERIKASAAN FISIK
1. Keadaan Umum :
Kesadaraan pasien composmentis, pasien tampak meringis, pasien berbaring dengan
posisi supinasi, tampak infus NaCl, 0,9 % 20 tpm tangan sebelah kiri pasien, pasien
terpasang keteter
2. Tanda-tanda Vital :
a. Suhu/T : 36,7 0C Axilla Rektal Oral
b. Nadi/HR : 98 x/mt
c. Pernapasan/RR : 22 x/tm
d. Tekanan Darah/BP : 120/80 mm Hg
a. Pre Operatif
Saat Ny.Y dari ruang perawatan Dahlia akan dilakukan serah terima ruangan operasi
OK pukul 08:00 WIB. Pada tanggal 3 November 2021 dengan diagnosa medis
Apendik Abses dengan tindakan laparatomi eksplorasi, pada saat dilakukan TTV,
TD: 120/80 mmhg, Suhu/T : 36,7 0C , Nadi/HR : 98 x/mt, Pernapasan/RR : 22 x/tm,
pasien mengatakan cemas dengan keadaannya, klien tampak meringis, klien tampak
tegang, persiapan operasi pasien puasa selama 8 jam sebelum dilakukan operasi
laparatomi ekslorasi. Pasien tampak terpasang keteter urine dan tersedia 1 kantong
darah , premediks injeksi Ceftriaxone 1 gr/IV
Masalah Keperawatan : Ansietas
b. Intra Operatif
Pasien sudah masuk ke ruang OK/IBS mulai dilakukan anastesi pukul 08:30 WIB,
kelengkapan tim operasi bedah, pasien di berikan injeksi sadakum (Bius total) 3 mg
dan akan diberikan injeksi fentanyl 50 mcg, posisi pasien dioperasi adalah supinasi
(terlentang), pembedahan dilakukan selama 1 jam, pasien tampak terpasang keteter,
pasien tidak ada riwayat penyakit asma dan sesak nafas, pasien tampak dilakukan
pembedahan Laparotomi eksplorasi, tindakan ini akan dilakukan sayatan atau insisi di
bagian abdomen hingga ke cavitas abdomen perdarahan sebanyak 100 CC dan di
sediakan 1 kantong darah , klien terpasang infus jalur pada tangan kiri dan kanan
jenis infus NaCl, 0,9 % 20 tpm terpasang di sebelah tangan kanan, klien terpasang
ventilator, pasien terpasang Drain TTV tekanan darah: 110/70 mmHg. Suhu tubuh
36,20C dan pernapasan/RR : 21 x/tm, Nadi 88 x/menit, tingkat kesadaraan pasien
Bius total (general anastesi) selesai operasi pukul 09:30 WIB perawat memastikan
infus pasien lancar kebutuhan oksigen terpenuhi dan tidak ada hambatan jalan nafas.
Masalah Keperawatan : Resiko Pendarahan
c. Post Operatif
Klien mengatakan nyeri pada bagian abdomend, muncul saat pasien berpindah posisi
saat berbaring maupun bergerak, seperti di tusus tusuk dan tertekan di bagian perut
pasien skala nyeri 7, nyeri yang dirasakan sewaktu-waktu atau kadang-kadang durasi
5-10 menit. Klien tampak meringis, terdapat drain dibagian kiri dan kanan pasien
tampak terpasang infus Kalnex 30 gm, dan tampak luka post operasi pada bagian
perut pasien TTV tekanan darah: 110/70 mmHg. Suhu tubuh 36,20C dan
pernapasan/RR : 21 x/tm, Nadi 88 x/menit, Dissabillty GCS : E2 V2 M3 total 7
(Samnolen) pasien keluar ruangan operasi 09:30 WIB
Observasi
Airway
Jalan nafas paten tidak obstruksi jalan nafas
Breathing
Gerakan dinding dada simetris, irama nafas teratur, pola nafas teratur, suara
nafas vesikuler, saturasi O2 98%, RR : 21 x/menit
Circulation
tekanan darah: 110/70 mmHg. Suhu tubuh 36,20C dan pernapasan/RR : 21
x/tm, Nadi 88 x/menit, terpasang infus NaCl 500 cc 20 tpm
Dissability
GCS : E2 V2 M3 total 7 (Samnolen)
Exposure
Suhu : 36,20C
No Kriteria Score Score
.
1. Warna Kulit
1) Kemerahan/normal 2 2
2) Pucat 1
3) Sianosis 0
2. Aktifitas Mototrik
1) Gerak 4 anggota tubuh 2
2) Gerak 2 anggota tubuh 1 1
3) Tidak ada Gerakan 0
3. Pernafasan
1) Mampu untuk nafas dalam dan 2 2
batuk
2) Nafas dangkal dan adekuat 1
3) Apnea atau nafas tidak
adekuat 0
4. Tekanan Darah
1) ± 20 mmHg dari pre anestesi 2 2
2) 20-50 mmHg dari pre anestesi
3) ± 50 mmHg dari pre anestesi 1
0
5. Tingkat Kesadaran
1) Sadar penuh mudah dipanggil 2
2) Bangun jika dipanggil
3) Tidak ada respon 1 1
0
Jumlah 8
Post Operatif
No Nama Obat Dosis Rute Indikasi
1 Kalnex 30 mg IV Ketorolac adalah obat anti inflamasi nonsteroid
(OAINS). Penggunaan katerolac adalah untuk
inflamasi akut jangka waktu pendek meredakan
nyeri dan peradangan dengan tigkat keparahan
dari nyeri sedang sampai berat.
Pre Operatif
1. Ansietas berhubungan dengan krisis situsional ditandai dengan, Klien mengatakan
khawatir karena akan di operasi, Pasien tampak gelisah, Pasien tampak tegang,
Persiapan operasi pasien puasa selama 8 jam sebelum dilakukan operasi laparatomi
ekslorasi. Tersedia 1 kantong darah, TTV: TD: 120/80 mmhg, Suhu/T : 36,7 0C,
Nadi/HR : 98 x/mt, Pernapasan/RR : 22 x/tm
Intra Operatif
2. Resiko pendarahan berhubungan dengan tindakan pembedahan di tandai dengan.
Pasien dilakukan pembedahan laparatomi eksplorasi, pasien di berikan injeksi
sadakum (Bius total) 3 mg, Pasien diberikan injeksi fentanyl 50 mcg, Bius total
(general anastesi), Terjadi pendarahan 100 CCPembedahan dilakukan selama 1 jam,
Sedia 1 kantong darah , Ditangan kiri dan kanan terpasang infus 0.9% 20 cc/ tpm.
Pasien terpasang kateter.
Post Operatif
3. Nyeri aku berhubungan dengan agen pencidera fisik ditandai dengan Pasien
mengatakan nyeri pada bagian operasi Saat berpindah posisi, nyeri seperti ditusuk-
tusuk, muncul saat pasien berpindah posisi, 5-10 menit, Skala nyeri 7, GCS E2 V2
M3 total 7 (Samnolen), Pasien tampak meringis, luka post operasi pada bagian perut
0
pasien, TTV: TD: 110/70 mmhg, Suhu/T : 36,7 C Nadi/HR : 88 x/mt
Pernapasan/RR : 21 x/tm
RENCANA KEPERAWATAN
Nama Pasien : Ny.Y
Ruang Rawat : Perioperatif
Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi Rasional
Pre Operatif Tujuan : 1. Identifikasi saat tingkat ansietas 1. Mengidentifikasi masalah yang di
Ansietas berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan berubah (misalnya kondisi, alami pasien
krisis situsional ditandai dengan, keperawatan 1 x 30 menit waktu stressor) 2. Bina hubungan saling percaya
Klien mengatakan khawatir karena diharapkan tingkat ansietas 2. Ciptakan suasana terapeutik antara perawat dan pasien
akan di operasi, Pasien tampak menurun untuk menumbuhan 3. Memberikan rasa nyaman pada
gelisah, Pasien tampak tegang, Kriteria hasil : kepercayaan pasien
Persiapan operasi pasien puasa 1. Perilaku gelisah menurun 3. Dengarkan dengan penuh 4. Memberikan rasa empati pada
selama 8 jam sebelum dilakukan (5) perhatian pasien
operasi laparatomi ekslorasi. 2. khawatir akibat kondisi 4. Gunakan pendekatan yang 5. Memberikan motivasi kepada
Tersedia 1 kantong darah, TTV: yang dihadapi menurun (5) tenang dan meyakinkan pasien
TD: 120/80 mmhg, Suhu/T : 36,7 3. Konsentrasi membaik (5) 5. Motivasi mengidentifikasi 6. Mengedukasi pasien untuk
0
C, Nadi/HR : 98 x/mt, situasi yang memicu kecemasan mengurangi kecemasan
Pernapasan/RR : 22 x/tm 6. Jelaskan prosedur, termasuk
sensasi yang mungkin dialami
Intra operatif Tujuan : 1. Monitor tanda dan gejala 1. Untuk mengetahui gejala
Resiko pendarahan berhubungan Setelah dilakukan tindakan perdarahan perdarahan
dengan tindakan pembedahan di keperawatan 1 x 1 jam 2. Monitor nilai 2. Untuk memhetahui nilai
tandai dengan. Pasien dilakukan diharapkan tingkat perdarahan hematokrit/hemoglobin hematokrit/hemoglobin sebelum
pembedahan laparatomi menurun menurun sebelum dan setelah kehilangan dan setelah kehilangan darah
eksplorasi, pasien di berikan Kriteria hasil : darah 3. Supaya perdarahan dapat diatasi
injeksi sadakum (Bius total) 3 mg, 1. Tidak ada perdarahan 3. Batasi tindakan invasif, jika 4. Berkerja sama dengan dokter
Pasien diberikan injeksi fentanyl 2. Mampu mencegah perlu dalam pemberian obat
50 mcg, Bius total (general pendarahan 4. Kolaborasi pemberian obat 5. Berkerja sama dengan dokter
anastesi), Terjadi pendarahan 100 3. Perdarahan pasca operasi pengontrol perdarahan, jika dalam pemberian darah
CCPembedahan dilakukan selama menurun perlu
1 jam, Sedia 1 kantong darah , 4. Hemoglobin membaik 5. Kolaborasi pemberian produk
Ditangan kiri dan kanan terpasang darah, jika perlu
infus 0.9% 20 cc/ tpm. Pasien
terpasang kateter.
Post Operatif Tujuan : 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, 1. Selalu memantau perkembangan
Nyeri aku berhubungan dengan Setelah dilakukan intervensi 1 durasi, frekuensi, kualitas, nyeri
agen pencidera fisik ditandai x 1 jam maka nyeri klien intensitas nyeri 2. Mencari tahu faktor memperberat
2. Identifikasi faktor yang dan memperingan nyeri agar
dengan Pasien mengatakan nyeri menurun, dengan
memperberat dan memperingan mempercepat proses kesembuhan.
pada bagian operasi Saat Kriteria Hasil : nyeri 3. Memberikan kondisi lingkungan
berpindah posisi, nyeri seperti 1. Melaporkan nyeri 3. Kontrol lingkungan yang yang nyaman untuk membantu
ditusuk-tusuk, muncul saat pasien terkontrol cukup baik memperberat rasa nyeri. meredakan nyeri
berpindah posisi, 5-10 menit, 2. Kemampuan mengenali 4. Berikan teknik nonfarmakologis 4. Salah satu cara mengurangi nyeri
Skala nyeri 7, GCS E2 V2 M3 onset nyeri cukup baik 5. Ajarkan teknik 5. Agar klien atau keluarga dapat
total 7 (Samnolen), Pasien tampak 3. Kemampuan mengenali nonfarmakologis untuk melakukan secara mandiri ketika
mengurangi rasa nyeri nyeri kambuh
meringis, luka post operasi pada penyebab Nyeri baik
6. Kaloborasi dengan pemberian 6. Bekerja sama dengan dokter dalam
bagian perut pasien, TTV: TD: 4. Kemampuan analgetik, pemberian dosis obat
110/70 mmhg, Suhu/T : 36,7 0C menggunakan teknik non-
Nadi/HR : 88 x/mt Pernapasan/RR farmakologi baik
: 21 x/tm
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN
.1 Kesimpulan
Abses apendiks adalah salah satu komplikasi dari apendisitis akut. Abses
apendiks merupakan kumpulan pus yang terletak di area peri-apendikular (fossa
illiaca kanan) yang merupakan akibat lanjutan dari apendisitis dan perforasinya.
Terbentuknya massa akibat inflamasi berupa phlegmon maupun abses terjadi
pada 2% - 6% penderita apendisitis. (Mulya, R. E. 2015).
Berbagai penyebab apendisitis seperti mucus dan feses yang mengeras
akan membentuk seperti batu (fecalith) yang akan menutup akses antara
apendiks dengan caecum. Obstruksi tersebut kemudian mnyebabkan gangguan
resistensi mukosa apendiks terhadap invasi mikroorganisme. Obstruksi ini akan
meningkatkan tekanan di dalam apendiks yang menghasilkan peningkatan
tekananan perforasi kapiler, gangguan pada drainase limfa dan vena yang dapat
menyebabkan iskemia. Iskemi dinding apendiks menyebabkan hilangnya
keutuhan epitel yang mempermudah invasi bakteri ke dinding apendiks. Bakteri
intestinal yang ada di dalam apendiks akan bermutiplikasi yang menyebabkan
rekruitmen leukosit, pembentukan pus dan tekanan intraluminal yang tinggi.
Dalam 24-36 jam, kondisi ini dapat makin parah karena thrombosis dari arteri
maupun vena apendiks mnyebabkan perforasi dan gangrene apendiks. (Mulya,
R. E. 2015).
.2 Saran
Dalam melakukan perawatan Periapendicular abses hendaknya dengan
hati-hati, cermat dan teliti serta selalu menjaga kesterilan alat, maka akan
mempercepat proses penyembuhan. Perawat perlu mengetahui tanda gejala,
perawat harus mampu mengetahui kondisi pasien secara keseluruhan sehingga
intervensi yang diberikan bermanfaat untuk kemampuan fungsional pasien,
perawat harus mampu berkolaborasi dengan tim kesehatan lain dan keluarga
untuk mendukung adanya proses keperawatan serta dalam pemberian asuhan
keperawatan diperlukan pemberian pendidikan kesehatan pada keluarga tentang
penyakit, penyebab, pencegahan, dan penanganan.
DAFTAR PUSTAKA
DISUSUN OLEH :
Nama : Bella Azsaria
Nim : 2018.C.10a.0960
LAMPIRAN
SATUAN ACARA PENYULUHAN
I. Tujuan Instruksional
a. Tujuan Instruksional Umum (TIU)
Setelah mendapatkan penyuluhan selama 1 x 30 menit, pasien dan
keluarga memahami dan mampu menjelaskan tentang Manajemen Nyeri
b. Tujuan Instruksional Khusus (TIK)
Setelah mendapatkan penyuluhan, peserta mampu :
1. Menyebutkan pengertian Nyeri
2. Menyebutkan tujuan Manajemen Nyeri
3. Menyebutkan cara-cara sederhana mengatasi nyeri
4. Mendemontrasikan cara – cara mengatasi nyeri
II. Metode dan Media
a. Ceramah dan Tanya jawab
b. Leaflet
III. Kegiatan
Teknik relaksasi:
Tanda Tangan
Hari/Tangg
No Catatan Bimbingan
al Mahasiswa Pembimbing
1 Kamis, 04 Sarjana Keperawatan 4B Gen X is
November inviting you to a scheduled Zoom
2021 meeting.
Tanda Tangan
No Hari/Tanggal Catatan Bimbingan
Mahasiswa Pembimbing
1 Kamis, 04 Sarjana Keperawatan 4B Gen X is
November inviting you to a scheduled Zoom
2021 meeting.
Topic: Konsultasi PPK 4 Tingkat 4B (Bella
Time: Nov 4, 2021 05:00 AM Jakarta
Azsaria)
Join Zoom Meeting
https://us02web.zoom.us/j/56298258
49?
pwd=cTlvcmNvMG02bXRmL1FMY
3pTWnZtQT09
Meeting ID: 562 982 5849
Passcode: genxb2018