DISTOSIA BAHU
OLEH:
Andi Nurfadilah Syam
70700120030
SUPERVISOR PEMBIMBING:
dr. Hj. Nurfatimah S. Ismail, Sp.OG(K)
Supervisor
Mengetahui,
Ketua Program Pendidikan Profesi Dokter
UIN Alauddin Makassar
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan kesempatan kepada penulis sehingga bisa menyelesaikan laporan kasus
dengan topik “Distosia Bahu”. Salam dan Shalawat semoga senantiasa tercurahkan
kepada baginda Rasulullah SAW. yang telah menjadi rahmatan lil ‘alamiin. Laporan
kasus ini penulis susun sebagai salah satu tugas dalam Kepaniteraan Klinik pada
Departemen Ilmu Kesehatan Obstetri & Ginekologi Program Profesi Dokter UIN
Alauddin Makassar.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih, rasa hormat dan penghargaan atas
bimbingan dan arahan selama penyusunan laporan kasus ini kepada dr. Ajardiana
Idrus, Sp.OG(K) selaku supervisor, serta kepada semua pihak yang tidak dapat
disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih memiliki banyak
kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritikan dan saran yang
membangun agar laporan kasus ini kelak bisa bermanfaat bagi semua pihak,
khususnya dalam bidang ilmu kesehatan Obstetri & Ginekologi. Semoga Allah SWT.
senantiasa melindungi kita semua. Aamiin Yaa Rabbal ‘Alamiin.
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN............................................................................ii
KATA PENGANTAR ..................................................................................iii
DAFTAR ISI..................................................................................................v
BAB I LAPORAN KASUS............................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................7
A. Pendahuluan........................................................................................7
B. Definisi...............................................................................................7
C. Epidemiologi.......................................................................................8
D. Etiologi...............................................................................................8
E. Faktor Risiko......................................................................................8
F. Patofisiologi........................................................................................8
G. Gejala Klinis.......................................................................................9
H. Diagnosis............................................................................................9
I. Penatalaksanan....................................................................................9
J. Komplikasi........................................................................................12
K. Integrasi Keislaman..........................................................................13
BAB III KESIMPULAN..............................................................................14
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................16
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1......................................................................................................11
Gambar 2......................................................................................................11
Gambar 3......................................................................................................13
BAB 1
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Nama : Ny. S
Umur : 36 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Syech Yusuf
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Tanggal MRS : 05 April 2020
Pukul MRS : 05.00 WITA
B. Anamnesis
Keluhan Utama:
Pasien datang ke Ruang bersalin dengan keluhan ibu mengatakan merasa nyeri
yang menjalar dari pinggang ke perut dan keluar lendir bercampur darah dari
kemaluan mulai pukul 01.00 WIB.
v
Riwayat Penyakit Dahulu:
HT (-), Asma (-), DM (-), Jantung (-), Ginjal (-), Hepatitis (-), Riwayat operasi
SC (-).
Riwayat Obstetri:
Riwayat Menstruasi:
Riwayat ANC:
Riwayat Kontrasepsi:
Tidak ada
C. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis:
- Keadaan umum : Baik
- Kesadaran : Compos Mentis
- TTV :
vi
TD 130/80 mmHg
Nadi 92x/menit
RR 22x/menit
Suhu 36,8oC
- BB : 56 kg, kenaikan BB selama hamil : 10 kg
- Tinggi Badan : 149 cm
- LILA : 24 cm
Pemeriksaan Fisik Head to Toe
- Kepala : Mata konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
- Leher : Simetris, tidak ada pembesaran KGB
- Thoraks :
Paru Vesikuler (+) tidak ada rhonki maupun
wheezing
Jantung S1S2 reguler, tidak ada murmur
maupun gallop
- Abdomen : Bising usung (+) normal, nyeri tekan (-)
- Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2 detik, tungkai tidak edema
Status Obstetrik:
vii
punggung sedangkan sebelah kiri abdomen teraba
bagian kecil janin
Leopold III : bagian terbawah janin teraba keras,
bulat dan melenting (kepala).
Leopold IV : kepala sudah masuk PAP
His: 3-4x/10 menit (lama 40-50 detik),teratur
Auskultasi : DJJ 146 x/I, teratur
Pemeriksaan VT
- Portio : Tipis
- Pembukaan Serviks : 3 cm
- Konsistensi : Lunak
- Ketuban : Utuh
- Presentasi fetus : Letak belakang kepala
- Posisi : Ubun-ubun kecil
- Penurunan bagian terendah: Hodge II Kala I
D. Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang
E. Evaluasi Persalinan
KALA I
Pukul: 13.00
S : Ibu mengatakan keadaannya sangat baik dan merasakan nyeri
O :
- VT : 10 CM
- KU : Baik
- S : 360C
- P : 80 x/menit
viii
- RR : 22 x/menit
- DJJ : 146 x/menit
- Kontraksi : 3-4 x dalam 10’
- Tampak keluar darah bercampur lendir yang semakin banyak
A : Inpartu Kala I aktif pada G2P1A0 hamil 39 minggu, janin tunggal
hidup intaruterin, punggung kanan, presentasi kepala.
P : Lakukan pertolongan persalinan
KALA II
Pukul: 13.00
S : Ibu mengatakan rasa ingin BAB, perut semakin mules dan tidak ada
tenaga untuk mengedan.
O : Keadaan Umum : Baik
- VT : 10 CM
- KU : Baik
- DJJ : 146 x/menit
- Kontraksi: 4 x/40”/10’
- VT : 10 cm
- Ada tanda-tanda persalinan :
Perineum menonjol
Tekanan pada anus
Vulva dan sfingterani membuka
Kepala maju mundur di vulva
Kepala tidak melakukan putar paksi
F. Diagnosis
Inpartu Kala II pada G2P1A0 umur kehamilan 39 minggu, janin tunggal hidup
intaruterin, presentasi kepala dengan distosia bahu.
ix
G. Penatalaksanaan
1. Menilai tanda-tanda distosia bahu
2. Menjelaskan diagnosis, tindakan yang akan dilakukan, membuat persetujuan
tindakan medis
3. Meminta pertolongan kepada orang yang ada disekitar ibu (suami atau
keluarga) dan petugas kesehatan yang lain
4. Atur posisi ibu sehingga bokong ibu berada di tepi tempat tidur
5. Bersihkan mulut dan hidung bayi dari lender/cairan amnion
6. Lakukan episiotomi
7. Lakukan Manuver McRobert’s
- Posisi ibu berbaring telentang, minta ibu untuk menarik kedua lututnya
sejauh mungkin ke arah dadanya. Minta asisten atau keluarga untuk
membantu ibu
- Tarik kepala bayi dengan hati-hati dan mantap serta terus menerus ke
arah bawah (anus) untuk menggerakkan bahu anterior di bawah simfisis
pubis. Hindari tekanan yang berlebihan
- Secara bersamaan minta asisten melakukan penekanan di supra pubis
secara simultan untuk membantu persalinan bahu. Jangan melakukan
tekanan pada fundus
- Bahu bayi dan tubuh bayi lahir seluruhnya dengan melakukan manuver
McRobert pada pukul 13.45 dengan BB 3950 gr, PB : 49 cm, JK :
perempuan.
H. Prognosis
Ibu: dubia ad bonam
Anak: dubia ad malam
x
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pendahuluan
Distosia bahu adalah suatu keadaan diperlukannya tambahan manuver
obstetrik dengan tarikan biasa kearah belakang pada kepala bayi tidak berhasil
untuk melahirkan bayi. Pada persalinan dengan presentasi kepala, setelah kepala
lahir bahu tidak dapat dilahirkan dengan cara pertolongan biasa dan tidak
xi
didapatkan sebab lain dari kesulitan tersebut. Insidensi distosia bahu sebesar 0,2-
0,3 % dari seluruh persalinan vaginal presentasi kepala. Apabila distosia bahu
didefinisikan sebagai jarak waktu antara lahirnya kepala dengan lahirnya badan
bayi lebih dari 60 detik, maka insidennya menjadi 11 %.1
Pada mekanisme persalinan normal, ketika kepala dilahirkan maka bahu
memasuki panggul dalam posisi oblik. Bahu posterior memasuki panggul lebih
dahulu sebelum bahu anterior. Ketika kepala melakukan putaran paksi luar, bahu
posterior berada di cekungan tulang sacrum atau di sekitar spina ischiadica dan
memberikan ruang yang cukup bagi bahu anterior untuk memasuki panggul
melalui belakang tulang pubis atau berotasi dari foramen obturator. Apabila bahu
berada dalam posisi antero-posterior ketika hendak memasuki pintu atas panggul,
maka bahu posterior dapat tertahan di promontoriumdan bahu anterior tertahan
tulang pubis. Dalam keadaan demikian kepala yang sudah dilahirkan tidak dapat
melakukan putar paksi luar dan tertahan akibat adanya tarikan yang terjadi antara
bahu posterior dengan kepala (turtle sign).1
B. Definisi
Distosia bahu didefinisikan sebagai persalinan presentasi kepala
pervaginam yang membutuhkan manuver obstetrik tambahan untuk melahirkan
fetus setelah kepala lahir dan traksi gagal. Diagnosis objektif dari waktu
persalinan kepala-tubuh yang memanjang dapat ditegakkan apabila lebih dari 60
detik, namun waktu ini juga tidak rutin digunakan. Distosia bahu terjadi ketika
baik bahu fetus anterior atau posterior (jarang), mengalami impaksi pada simfisis
pubis atau promontorium sakral ibu.2
C. Epidemiologi
Distosia bahu masih menjadi penyebab penting cedera neonatal dan
maternal dengan tingkat insidensi 0,6-1,4% dari persalinan pervaginam.
Penelitian di sejumlah rumah sakit pusat di Tiongkok menunjukkan bahwa
xii
tingkat insidensi distosia bahu mencapai 0.260 (116 kasus dari 44.580 persalinan
normal).3
D. Etiologi
Distosia bahu terutama disebabkan oleh deformitas panggul, kegagalan
bahu untuk “melipat” ke dalam panggul (misalnya: pada makrosomia)
disebabkan oleh fase aktif dan persalinan kala II yang pendek pada multipara
sehingga penurunan kepala yang terlalu cepat menyebabkan bahu tidak melipat
pada saat melalui jalan lahir atau kepala telah melalui pintu tengah panggul
setelah mengalami pemanjangan kala II sebelah bahu berhasil melipat masuk ke
dalam panggul.4
E. Faktor Risiko5
F. Patofisiologi
Setelah kelahiran kepala, akan terjadi putaran paksi luar yang
menyebabkan kepala berada pada sumbu normal dengan tulang belakang bahu
pada umumnya akan berada pada sumbu miring (oblique) di bawah ramus pubis.
Dorongan pada saat ibu meneran akan meyebabkan bahu depan (anterior) berada
di bawah pubis, bila bahu gagal untuk mengadakan putaran menyesuaikan
dengan sumbu miring dan tetap berada pada posisi anteroposterior, pada bayi
yang besar akan terjadi benturan bahu depan terhadap simfisis sehingga bahu
tidak bisa lahir mengikuti kepala.4
xiii
G. Gejala Klinis
Tanda
klinis terjadinya distosia bahu meliputi:6
Tubuh
1. bayi tidak muncul setelah ibu meneran dengan baik dan traksi yang
cukup untuk melahirkan tubuh setelah kepala bayi lahir.
Turtle sign
2. adalah kepala bayi tertarik kembali ke perineum ibu setelah
keluar dari vagina. Pipi bayi menonjol keluar, seperti kura-kura yang
menarik kepala kembali ke cangkangnya. Penarikan kepala bayi ini terjadi
akibat bahu depan bayi terperangkap di simfisis pubis ibu sehingga
mencegah lahirnya tubuh bayi.
H. Diagnosis
Diagnosis distosia bahu dapat dikenali apabila didapatkan adanya:7
Kepala bayi sudah lahir, tetapi bahu tertahan dan tidak dapat dilahirkan
Kepala bayi sudah lahir, tetapi tidak menekan vulva dengan kencang
Dagu tertarik dan menekan perineum
Traksi pada kepala tidak berhasil melahirkan bahu yang tetap tertahan di
kranial simfisis pubis
I. Penatalaksanaan
Secara sistematis tindakan pertolongan distosia bahu adalah sebagai berikut:
Diagnosis
xiv
Hentikan traksi pada kepala segera memanggil bantuan
Manuver McRobert
(Posisi McRobert, episiotomi bila perlu, tekanan suprapubik, tarikan kepala)
Manuver Rubin
(Posisi tetap McRobert, rotasikan bahu, tekanan suprapubic, tarikan kepala)
Lahirkan bahu posterior atau posisi merangkak atau manuver Wood
xv
Gambar 1. Posisi McRobert1
xvi
Oleh karena diameter anteroposterior pintu atas panggul lebih sempit
daripada diameter oblik atau transversanya, maka apabila bahu dalam
anteroposterior perlu diubah menjadi posisi oblik atau transversa untuk
memudahkan melahirkannya. Tidak boleh melakukan putaran pada kepala
atau leher bayi untuk mengubah posisi bahu. Yang dapat dilakukan adalah
memutar bahu secara langsung atau melakukan tekanan suprapubik ke arah
dorsal. Pada umumnya sulit menjangkau bahu anterior, sehingga pemutaran
bahu lebih mudah dilakukan pada bahu posteriornya. Masih dalam posisi
McRobert, masukkan tangan pada bagian posterior vagina, tekanlah daerah
ketiak bayi sehingga bahu berputar menjadi posisi oblik atau transversa. Lebih
menguntungkan bila pemutaran itu kearah yang membuat punggung bayi
menghadap ke arah anterior (manuver Rubin) oleh karena kekuatan tarikan
yang diperlukan untuk melahirkanya lebih rendah dibandingkan dengan posisi
bahu anteroposterior atau punggung bayi menghadap ke arah posterior. Ketika
dilakukan penekanan suprapubik pada posisi punggung janin akan membuat
bahu lebih abduksi, sehingga diameternya mengecil bantuan tekanan
suprasimfisis ke arah posterior, lakukan tarikan kepala ke arah posterokaudal
dengan mantap untuk melahirkan bahu anterior.
Langkah Ketiga: Melahirkan bahu posterior, posisi merangkak atau
manuver wood
Melahirkan bahu posterior dilakukan pertama kali dengan
mengidentifikasi dulu posisi bayi. Masukkan tangan penolong yang
berseberangan dengan punggung bayi (punggung kanan berarti tangan kanan,
punggung kiri berarti tangan kiri) ke vagina. Temukan bahu posterior, telusuri
lengan atas dan buatlah sendi siku menjadi fleksi (bisa dilakukan dengan
menekan fossa kubiti). Peganglah lengan bawah dan buatlah Gerakan
mengusap ke arah dada bayi. Langkah ini akan membuat bahu posterior lahir
dan memberikan ruang cukup bagi bahu anterior masuk ke bawah simfisis.
xvii
Dengan bantuan tekanan suprasimfisis ke arah posterior, lakukan tarikan
kepala ke arah posterokaudal dengan mantap untuk melahirkan bahu anterior.
J. Komplikasi
Komplikasi distosia bahu pada janin adalah fraktur tulang (klavikula dan
humerus), cedera pleksus brakhialis, dan hipoksia dapat menyebabkan kerusakan
permanen di otak. Dislokasi tulang servikalis yang fatal juga dapat terjadi akibat
melakukan tarikan dan putaran pada kepala dan leher. Fraktur tulang pada
umumnya dapat sembuh sempurna tanpa sekuele apabila didiagnosis dan diterapi
dengan memadai. Cedera pleksus brakhialis dapat membaik dengan berjalannya
waktu tetapi sekuele dapat terjadi pada 50 % kasus. Pada ibu, komplikasi yang
dapat terjadi adalah perdarahan akibat laserasi jalan lahir, episiotomy, ataupun
atonia uteri.1
K. Integrasi Keislaman
Al-Qur'an telah menyatakan dirinya sebagai kitab petunjuk (hudan) yang
dapat menuntun umat manusia menuju ke jalan yang benar. Selain itu ia juga
berfungsi sebagai pemberi penjelasan (tibyān) terhadap segala sesuatu dan
pembeda (furqān) antara kebenaran dan kebatilan. Membaca surat Al-A’raf ayat
54 selama masa kehamilan juga dipercaya dapat memperlancar proses persalinan.
xviii
Artinya:
“Sungguh, Tuhanmu (adalah) Allah yang menciptakan langit dan bumi
dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas ‘Arsy. Dia menutupkan
malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat. (Dia ciptakan)
matahari, bulan dan bintang-bintang tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah!
Segala penciptaan dan urusan menjadi hak-Nya. Mahasuci Allah, Tuhan
seluruh alam.” (Q.S.Al-A’raf:54)8
xix
BAB III
KESIMPULAN
Distosia bahu merupakan kondisi dimana tubuh bayi tidak lahir segera setelah
kepala terjadi impaksi bahu bayi terhadap inlet pelvis ibu. Faktor risiko meliputi
faktor antepartum dan intrapartum. Komplikasi dapat mengenai ibu dan bayi
termasuk yang paling berat adalah kematian perinatal seperti dalam kasus. Prinsip
penangan sesuai dengan pedoman distosia bahu. Kenali adanya distosia seawal
mungkin. Upaya mengejan, menekan suprapubis atau fundus, dan traksi berpotensi
meningkatkan risiko cedera pada janin.
xx
DAFTAR PUSTAKA
xxi
xxii