Anda di halaman 1dari 24

Daftar Isi

1. Pendahuluan

2. Epidemiologi

3. Aspek Termoregulasi pada Neonatus

4. Mekanisme Hipotermi pada Neonatus

5. Faktor Resiko Hiptermi

6. Tanda dan Gejala

10

7. Diagnosa Hipotermi

11

8. Penatalaksanaan Hipotermi

13

9. Pencegahan Hipotermi

14

10. Pencegahan Hipotermi

16

11. Komplikasi Hipotermi

21

12. Prognosis Hipotermi

22

13. Daftar Pustaka

23

HIPOTERMIA PADA BAYI BARU LAHIR

I. PENDAHULUAN
Hipotermia pada bayi baru lahir merupakan suatu keadaan dimana suhu tubuh bayi
baru lahir berada di bawah nilai normal pada pengukuran di aksila, dengan klasifikasi
yakni hipotermia ringan yaitu suhu antara 36-36.50C, hipotermia sedang yaitu suhu antara
32-360C, dan hipotermia berat yaitu suhu di bawah 320C.1,2,3
Sejak awal abad ke-19, hipotermi menjadi masalah yang penting pada bayi baru
lahir karena bayi baru lahir belum mampu menyesuaikan suhu tubuhnya dengan baik atau
dengan kata lain bayi baru lahir belum memiliki adaptasi terhadap dunia luar secara
sempurna. Hipotermi telah diketahui menjadi salah satu penyebab kesakitan dan kematian
pada bayi baru lahir hampir di setiap benua di dunia.1,2
Banyak masalah khusus pada bayi baru lahir yang terkait dengan adaptasi
termoregulasi; selain akibat besarnya area permukaan tubuh per unit berat badan, alasan
lain yang mengakibatkan bayi baru lahir lebih rentan terkena hipotermia3 ialah bahwa bayi
baru lahir memiliki kemampuan yang belum sempurna dalam termoregulasi suhu tubuhnya
sehingga kemampuan tubuhnya dalam mempertahankan hangat sangat mudah dipengaruhi
oleh perubahan temperatur lingkungan yang ekstrim (baik berupa suhu yang terlalu panas
ataupun dingin).2,3 Hipotermia merupakan salah satu dari masalah khusus yang dimaksud
dan dapat berkembang ke arah kegawatan serta menjadi salah satu gejala infeksi pada bayi
baru lahir sehingga keadaan hipotermia ini merupakan salah satu keadaan yang harus
dicermati di dalam perawatan bayi baru lahir.2
Di Indonesia, hipotermia pada bayi baru lahir merupakan salah satu penyebab
tingginya morbiditas bahkan mortalitas bayi. Komplikasi dari hipotermia dapat menjadi
penyulit terhadap infeksi ataupun keadaan sakit yang sedang diderita bayi baru lahir,
sehingga pada akhirnya dapat menyebabkan kematian. Pada tahun 2001, angka kematian
bayi baru lahir ialah 50 kematian bayi per 1000 kelahiran hidup, dimana penyebab
tingginya angka kematian tersebut selain akibat prematuritas, infeksi, asfiksia, juga
diakibatkan ataupun diperberat oleh kondisi hipotermia.4

Mengingat dampak hipotermia yang bahkan hingga ke kematian, maka sangat


diperlukan kemampuan seorang dokter dalam mengenali dan menatalaksana hipotermia
dengan tepat dan cepat sehingga pada akhirnya dapat menekan angka morbiditas dan
mortalitas bayi baru lahir. Sebagai lini pertama pelayanan kesehatan, seorang dokter umum
diharapkan memiliki kompetensi yang memadai mengenai hipotermia pada bayi baru lahir,
sehingga dapat memberikan pelayanan yang maksimal berkaitan dengan segala aspek
penting mengenai hipotermia serta segala dampak yang dapat ditimbulkannya.5

II. EPIDEMIOLOGI
Hipotermia pada bayi baru lahir menjadi perhatian khusus di seluruh belahan dunia
akibat morbiditas hingga mortalitas yang ditimbulkannya. Selain itu insidensi dari
hipotermia ini lebih tinggi daripada yang diperkirakan. Berdasarkan data statistik Badan
Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO), hipotermia terutama sering terjadi
di area yang memiliki musim dingin, serta di wilayah dimana terdapat perbedaan
temperatur yang besar antara siang dan malam. Kondisi seperti ini dapat ditemukan di
wilayah timur laut India dimana bayi di sana sangat berisiko terkena hipotermia.6 Akan
tetapi, suhu lingkungan yang rendah bukan merupakan faktor terpenting dalam terjadinya
hipotermia, meskipun banyak penelitian yang telah membuktikan bahwa faktor suhu
lingkungan sangat berperan dalam terjadinya hipotermia pada bayi baru lahir.6 Insidensi
yang tinggi dilaporkan pada daerah dengan suhu rata-rata 2630C.1
Pada studi yang dilakukan di Ethiopia, 67% bayi dengan berat badan lahir rendah
dan bayi dengan risiko tinggi penyakit lain dibawa ke ruang pelayanan intensif akibat
menderita hipotermia. Di Nepal, selama beberapa bulan musim dingin, lebih dari 80% bayi
baru lahir di rumah sakit maternitas di Kathmandu mengalami hipotermia setelah lahir dan
50% diantaranya masih tetap dalam kondisi hipotermia meskipun telah ditindaklanjuti
selama 24 jam di ruang perawatan. Data ini mencakup bayi baru lahir sehat dengan berat
lahir cukup dan bayi sakit dengan berat lahir rendah.1,6 Di California, Amerika Serikat,
pada tahun 2006, telah dilakukan penelitian yang menunjukkan bahwa terdapat sekitar
64% kasus hipotermia terjadi pada bayi baru lahir dengan berat lahir cukup (2500 gram)
dan insidensinya kian meningkat seiring dengan semakin rendahnya berat bayi baru lahir.5
Suatu penelitian besar di beberapa provinsi di Cina memperoleh insidensi terjadinya
komplikasi berupa sklerema sebesar 6,7 kasus per 1000 kelahiran bayi yang banyak
3

diderita bayi prematur dan berat lahir rendah dengan penyebab dasarnya adalah
hipotermia.1
Di Indonesia, hipotermia pada bayi baru lahir merupakan salah satu penyebab
tingginya morbiditas bahkan mortalitas bayi. Komplikasi dari hipotermia dapat menjadi
penyulit terhadap infeksi ataupun keadaan sakit yang sedang diderita bayi baru lahir,
sehingga pada akhirnya dapat menyebabkan kematian. Pada tahun 2001, angka kematian
bayi baru lahir ialah 50 kematian bayi per 1000 kelahiran hidup, dimana penyebab
tingginya angka kematian tersebut selain akibat prematuritas, infeksi, asfiksia, juga
diakibatkan ataupun diperberat oleh kondisi hipotermia.4
Risiko hipotermia lebih tinggi pada bayi yang lahir di rumah daripada di rumah
sakit. Berdasarkan data dari SUSENAS, di Indonesia, 320,27% persalinan masih dilakukan
oleh dukun beranak di rumah.7 Dan hal ini tentunya berkontribusi terhadap tingginya
kematian bayi baru lahir di Indonesia8, mengingat tidak semua dukun beranak
mengetahui/mengenal risiko tinggi pada neonatus termasuk tanda-tanda hipotermia.
Hipotermia ini menjadi salah satu faktor mortalitas pada bayi muda usia 0-2 bulan,
sehingga WHO merekomendasikan suatu perlindungan termal yang adekuat pada bayi
baru lahir. Akan tetapi hal ini lebih sulit dicapai pada negara-negara Asia Selatan dan SubSahara Afrika.9
Hipotermia sering terjadi pada lebih dari 50% bayi yang waktu menyusuinya
ditunda 24 jam dan 75% pada bayi yang umbilikusnya tidak dipotong langsung saat lahir.
Selain itu, faktor berat badan bayi baru lahir juga berpengaruh. Suatu penelitian
menunjukkan bahwa risiko hipotermi akan meningkat sekitar 7,4% pada bayi dengan
penurunan berat badan 100 gram pada rentang berat badan 2500-3000 gram, dan akan
lebih tinggi pada bayi dengan rentang berat badan 2000-2500 gram dan kurang dari 2000
gram. Faktor jenis kelamin belum dapat dibuktikan berperan secara signifikan dalam
insiden hipotermia ini, sama halnya dengan faktor sosial ekonomi.9

III. ASPEK TERMOREGULASI PADA BAYI BARU LAHIR


Termoregulasi adalah kemampuan untuk menyeimbangkan antara produksi panas
dan hilangnya panas dalam rangka menjaga suhu tubuh agar tetap dalam keadaan normal,
kemampuan ini sangatlah terbatas pada bayi baru lahir. Keseimbangan antara produksi
panas dan hilangnya panas menciptakan suatu kondisi suhu tubuh yang normal.2
4

Bayi baru lahir memproduksi panas tubuhnya melalui aktivitas metabolik di


seluruh jaringan tubuh. Bayi baru lahir juga memiliki kemampuan dalam meningkatkan
produksi panas sebagai respon terhadap stresor berupa suhu dingin terutama pada bayi
dengan berat badan lahir rendah.2 Bayi dengan berat badan lahir rendah ataupun bayi
prematur mengalami percepatan penurunan panas tubuh karena tingginya rasio permukaan
tubuh terhadap berat badan, kurangnya glikogen, serta sedikitnya lemak subkutan dan
lemak coklat di dalam keseluruhan komposisi tubuhnya.3,10
Lemak coklat merupakan tempat produksi panas yang berlokasi di sekeliling
kelenjar adrenal, ginjal, kuduk, area interskapular, dan regio aksilaris. Metabolisme dari
lemak coklat yang dipacu oleh pelepasan katekolamin yang berlanjut pada terjadinya
fosforilasi oksidatif menyebabkan produksi energi berupa panas. Aliran darah yang
melalui lemak coklat menjadi lebih panas dan selanjutnya panas dibawa ke bagian lain dari
tubuh melalui sirkulasi. Mekanisme produksi panas ini disebut termogenesis tanpa gigil
(non-shivering thermogenesis) dan hanya terjadi pada 12 jam pertama kehidupan bayi.3
Normalnya terhadap suhu lingkungan yang dingin, bayi akan

meningkatkan produksi

panas dengan tidak melakukan aktivitas fisik yakni dengan mekanisme tanpa gigil
tersebut. Bayi baru lahir memiliki kemampuan untuk meningkatkan lebih dari dua kali
lipat produksi panasnya dengan cara ini. Selain lemak coklat, vasokonstriksi pembuluh
darah perifer juga terjadi sebagai respon terhadap dingin dan ini terbatas pada bayi
prematur.4
Mekanisme tingkah laku bayi baru lahir berbeda dengan anak dan dewasa. Bila
terpapar suhu dingin, bayi baru lahir (termasuk bayi prematur) dapat terus tertidur,
meskipun posisinya akan fleksi untuk mengurangi kehilangan panas. Karena adanya
keterbatasan ini, maka bayi baru lahir harus dijaga suhu tubuhnya di bawah suhu
lingkungan yang netral (Neutral Thermal Environment/NTE). NTE merupakan rentang
suhu eksternal dimana metabolisme dan konsumsi oksigen berada pada tingkat minumum
sehingga dalam lingkungan tersebut bayi dapat mempertahankan suhu tubuh normalnya.2
Suhu tubuh normal dari seorang bayi baru lahir adalah 36,0-36,5C. Suhu basal
tubuh (rektal) normal adalah 36,5-37,5C. Suhu aksila mungkin dapat 0,5-1C lebih
rendah dari suhu rektal. Suhu lingkungan yang diharapkan pada bayi baru lahir dengan
berat badan lebih dari 2500 gram dan masa kehamilan ibu lebih dari 36 minggu dapat
dirinci dalam tabel berikut:

Tabel 1. Suhu lingkungan yang diharapkan untuk bayi dengan berat badan lahir > 2500 gr
atau usia gestasi > 36 minggu.10
Usia bayi
0 24 jam
24 48 jam
48 72 jam
72 96 jam
4 14 hari

Suhu lingkungan yang diharapkan (C)


31,0 33,8
30,5 33,5
30,1 33,2
29,8 32,8
29,0 32,6

IV. MEKANISME HIPOTERMIA PADA BAYI BARU LAHIR


Perbedaan suhu antara intrauterin dan ekstrauterin amatlah ekstrim bagi seorang
bayi baru lahir. Suhu di dalam rahim ibu adalah sekitar 38C, sedangkan suhu di luar
rahim ketika bayi dilahirkan jauh lebih dingin sehingga bayi baru lahir dapat mengalami
kehilangan panas secara tiba-tiba. Penurunan suhu tubuh bayi baru lahir terjadi pada
menit-menit pertama setelah kelahiran. Yang terjadi pada bayi baru lahir ialah kehilangan
panas dalam tubuh secara mendadak jauh lebih besar daripada laju pembentukan panas
atau dalam artian tidak terjadi keseimbangan antara produksi dan kehilangan panas. 2
Dalam 10-20 menit, bayi baru lahir yang tidak terlindungi, dapat mengalami penurunan
suhu tubuh sekitar 2-4C bahkan lebih bila tidak diberikan perawatan yang memadai. Hal
inilah yang pada akhirnya akan memicu terjadinya hipotermia.1
Bayi baru lahir dapat mengalami hipotermia melalui berbagai mekanisme yang
berkaitan dengan kemampuan tubuh bayi dalam menjaga keseimbangan antara produksi
dan kehilangan panas. Sejumlah mekanisme yang dimaksud ialah sebagai berikut:

IV.I. PENURUNAN PRODUKSI PANAS


Produksi panas tubuh merupakan hasil dari sejumlah proses metabolisme. Secara
umum, laju produksi panas tubuh dipengaruhi oleh laju metabolisme basal dari semua sel
tubuh, metabolisme oleh aktivitas otot, metabolisme oleh pengaruh hormon tiroksin,
hormon pertumbuhan, testosteron, epinefrin, norepinefrin, dan perangsangan saraf simpatis
terhadap sel serta peningkatan aktivitas kimiawi di dalam sel sendiri.11
Pusat pengaturan suhu tubuh berada pada area preoptik di hipotalamus yang
mengandung sejumlah besar neuron yang sensitif terhadap panas.11 Hipotalamus juga
berperan penting dalam mengontrol kinerja kelenjar lain, seperti kelenjar hipofisis yang
bertugas mensekresikan hormon-hormon pemicu sekresi kelenjar tiroid dan adrenal.
6

Kelenjar tiroid dan adrenal inilah yang berperan penting dalam menghasilkan hormonhormon yang berkaitan dengan peningkatan metabolisme sebagai salah satu sarana
produksi panas tubuh. Dengan demikian bila terjadi kegagalan dalam sistem tersebut
(mulai dari hipotalamus, hipofisis, atau kelenjar tiroid dan adrenal sendiri), maka akan
terjadi penurunan metabolisme basal tubuh, yang diikuti dengan penurunan produksi
panas. Kondisi seperti ini terjadi misalnya pada keadaan disfungsi kelenjar tiroid, adrenal
ataupun hipofisis.3 Sebagai contoh, pada bayi baru lahir yang mengalami disfungsi kelenjar
tiroid (hipotiroid kongenital) didapatkan gejala hipotermia berupa suhu rektal kurang dari
35,5C bahkan hingga 2x24 jam pascalahir. Hal ini dikarenakan turunnya sintesis
triiodotironin (T3) dan tetraiodotironin (T4) yang salah satu fungsinya ialah produksi
panas tubuh.12

IV.II. PENINGKATAN KEHILANGAN PANAS


Kerentanan bayi baru lahir terkena hipotermia tidak terlepas dari besarnya luas
permukaan tubuh bayi. Hal ini dikarenakan berbagai proses kehilangan panas lebih mudah
terjadi pada area permukaan tubuh yang luas. Luas permukaan tubuh bayi baru lahir kirakira tiga kali luas permukaan tubuh orang dewasa dengan lapisan lemak di bawah kulit
yang lebih tipis, terutama pada bayi dengan berat badan lahir rendah. Bayi baru lahir
diduga 4 kali lebih cepat kehilangan panas daripada orang dewasa. Suhu kulit bayi baru
lahir akan menurun 0,3C melalui pengukuran di aksila atau 0,1C melalui pengukuran di
rektal ketika bayi baru lahir berada di ruangan bersalin dengan suhu 2025C. Penurunan
suhu tubuh bayi baru lahir sekitar 23C, akan setara dengan kehilangan kalori sebesar 200
kalori/kgBB. Selain luas permukaan tubuh bayi, faktor lain yang menyebabkan mudahnya
kehilangan panas pada bayi ialah struktur kulit bayi yang secara keseluruhan, belum
adaptif, minim struktur, dan tipis.13
Dengan berbagai faktor tersebut, maka bayi baru lahir sangat rentan kehilangan
panas yang diperantarai oleh berbagai mekanisme seperti evaporasi, konduksi, konveksi,
dan radiasi (Gambar 1).3

Gambar 1. Mekanisme kehilangan panas pada bayi baru lahir.1


Evaporasi
Evaporasi merupakan proses penguapan air yang berasal dari permukaan kulit
(difusi pasif air melalui epidermis/ transepidermal water loss) dan saluran napas bayi yang
secara keseluruhan mengakibatkan kehilangan panas tubuh. Setiap ml air yang menguap
akan membawa 560 kalori panas. Dalam kondisi normal, evaporasi pada bayi aterm terjadi
sebanyak seperempat bagian dari keseluruhan produksi panas saat istirahat. Evaporasi
lebih besar terjadi pada bayi preterm (6 kali per unit area permukaan kulit) dikarenakan
kulit bayi preterm yang lebih tipis dengan resistensi yang kurang.

Konduksi
Konduksi merupakan perpindahan panas yang terjadi sebagai akibat perbedaan
suhu antara kedua objek yang bersentuhan. Kehilangan panas terjadi saat kontak langsung
antara kulit bayi baru lahir dengan permukaan yang lebih dingin.3 Sumber kehilangan
panas terjadi pada bayi baru lahir yang berada pada permukaan atau alas dingin, seperti
pada waktu proses penimbangan.2 Konduksi ini juga dapat terjadi bila bayi baru lahir
memakai selimut yang dingin atau pakaian yang basah. Akan tetapi, jumlah panas yang
hilang pada bayi baru lahir akibat konduksi ini cenderung sedikit dan dapat diabaikan.

Konveksi
Konveksi merupakan transfer panas yang terjadi dari selisih suhu antara permukaan
kulit bayi dan aliran udara yang dingin di permukaan tubuh atau sekitar bayi sehingga
sangat ditentukan oleh perbedaan suhu antara udara/lingkungan sekitar dan bayi.
Kehilangan panas secara konveksi ini juga bergantung pada kecepatan udara sekitar.
Semakin cepat udara yang melewati permukaan tubuh bayi, maka penyekat antara bayi dan
udara akan hilang sehingga kehilangan panas akan meningkat. Sumber kehilangan panas
disini dapat berupa inkubator dengan jendela yang terbuka, ruangan perawatan yang
dingin dan pada waktu proses transportasi bayi baru lahir ke rumah sakit.2

Radiasi
Radiasi adalah proses perpindahan panas dari suatu objek panas ke objek dingin
yang ada di sekitar (bukan kontak langsung seperti konduksi), misalnya dari bayi dengan
suhu yang hangat dikelilingi suhu lingkungan yang lebih dingin. Sumber kehilangan panas
dapat berupa suhu lingkungan yang dingin atau suhu inkubator yang dingin atau bayi yang
telanjang dalam kamar bersalin saat baru lahir dan langsung terpapar ruangan dingin.2

KEGAGALAN TERMOREGULASI
Kegagalan termoregulasi secara umum disebabkan oleh kegagalan hipotalamus
dalam menjalankan fungsinya dikarenakan berbagai penyebab
(ante/peri/postnatal),

defek

neurologis,

dan

paparan

terhadap

seperti hipoksia
obat

prenatal

(analgetik/anestetik) yang dapat menekan respons neurologis bayi dalam mempertahankan


suhu tubuhnya.2

V. FAKTOR RISIKO HIPOTERMIA


Hipotermia pada bayi baru lahir terutama terjadi di tempat perawatan dimana
tenaga medis memiliki sedikit pengetahuan tentang tanda dan tatalaksana hipotermia. Di
beberapa rumah sakit, pelayanan medis yang tidak tepat pada bayi baru lahir merupakan
determinan penting yang menjadi faktor risiko hipotermia. Selain itu ruangan yang tidak
hangat serta kondisi bayi yang basah dan tidak diselimuti/dipakaikan pakaian merupakan
determinan faktor risiko lainnya.6

Bayi baru lahir yang ditimbang dengan kondisi tanpa pakaian/selimut serta bayi
yang dimandikan segera setelah lahir dapat mengalami hipotermia. Inisiasi pemberian ASI
yang ditunda selama beberapa jam, dan bayi yang berada terpisah dari ibu, dapat
mempercepat terjadinya kondisi hipotermia pada kebanyakan bayi baru lahir. Riwayat
berat badan lahir rendah, asfiksia, riwayat telah mendapatkan resusitasi kardiopulmoner,
penggunaan obat anestetik ataupun analgetik selama persalinan, riwayat kehamilan
multipel pada ibu, infeksi ataupun penyakit pada bayi baru lahir lainnya serta tindakan
yang tidak tepat dalam menjaga kehangatan bayi sebelum dan selama transportasi bayi ke
satu ruangan ke ruangan lainnya, merupakan faktor risiko penting yang tidak dapat
diabaikan.6,14

VI. TANDA DAN GEJALA HIPOTERMIA


Tanda dan gejala hipotermia dapat dijabarkan berdasarkan dampaknya terhadap
sejumlah sistem di dalam tubuh, yakni sebagai berikut:3
Vasokonstriksi perifer

Akrosianosis

Ekstremitas dingin

Penurunan perfusi perifer

Akral tampak pucat dan dingin

Depresi sistem saraf pusat

Letargis

Bradikardia

Apnea

Tidak mau menyusu

Peningkatan/gangguan metabolisme

Hipoglikemia

Hipoksia

Asidosis metabolik

Bayi tampak lemas dan tidak aktif

10

Peningkatan tekanan arteri pulmonal

Distres

Takipnea

Tanda-tanda kronik

Penurunan berat badan, penambahan berat badan yang tidak sesuai

VII. DIAGNOSIS HIPOTERMIA


VII.I. ANAMNESIS
Untuk menentukan apakah hipotermia yang terjadi pada bayi baru lahir disebabkan
oleh paparan lingkungan sekitarnya, maka perlu ditanyakan melalui alloanamnesis kepada
ibu bayi atau kepada siapapun yang membawa bayi untuk dirawat. Beberapa pertanyaan
yang dapat diajukan berupa:10,15
1. Apakah bayi dikeringkan setelah lahir dan dijaga kehangatannya?
2. Apakah bayi dipakaikan pakaian yang sesuai dengan cuaca saat itu?
3. Apakah bayi dipisahkan dari ibunya saat tidur?
4. Apakah bayi terkena sinar matahari?
5. Apakah bayi terpapar suhu lingkungan yang rendah?
Berbagai pertanyaan lain yang penting juga ditanyakan untuk memperkirakan
kemungkinan penyulit dan faktor risiko terjadinya hipotermia.
1. Apakah bayi memiliki masalah medis yang lain seperti hipoglikemia,
hipopituitarisme dan hipoadrenalisme?
2. Apakah ada kemungkinan infeksi pada bayi?

VII.II. PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan umum yang dapat dilihat dari seorang bayi dengan kecurigaan hipotermia
mulai dari compos mentis hingga letargis tergantung derajat hipotermia yang terjadi; pada
hipotermia ringan, bayi kompos mentis, pada hipotermia sedang dan berat bayi tampak
letargis. Pada pemeriksaan inspeksi terhadap bayi yang dicurigai mengalami hipotermia,
tidak terlihat adanya refleks hisap dalam upaya untuk minum (bayi terlihat malas minum),
bayi terlihat kurang aktif dan tampak pucat, terdapat kutis marmorata, dan bayi mengalami
gangguan napas yang dapat berupa takipnea hingga napas pelan dan dalam. Pada palpasi
11

didapatkan akral teraba dingin bahkan kulit teraba keras (pada hipotermia berat). Pada
palpasi ataupun auskultasi dapat didapatkan denyut nadi bayi yang cepat.2
Diagnosis hipotermi ditegakkan dengan pengukuran suhu baik suhu tubuh atau
kulit bayi. Pengukuran suhu ini sangat bermanfaat sebagai salah satu petunjuk penting
untuk deteksi awal adanya suatu penyakit. Pengukurannya dapat dilakukan melalui
aksila,rektal atau kulit.2
Suhu aksila. Pengukuran temperatur aksila sama baiknya dengan suhu rektal namun
lebih mudah dan aman karena bersifat rendah risiko trauma dan infeksi. Termometer
aksila diletakkan di ketiak

bayi dengan kondisi lengan bayi dirapatkan ke tubuh

sehingga menjepit termometer, suhu tubuh lalu dibaca setelah 3 menit ditempelkan.3
Suhu Rektal. Pengukuran melalui rektal hanya dilakukan satu kali saja, yaitu waktu
bayi baru lahir, karena sekaligus bermanfaat sebagai tes skrining untuk mengetahui
adanya anus imperforatus.2 Namun, metode pengukuran suhu rektal merupakan cara
terbaik untuk mengetahui ada tidaknya hipotermia pada neonatus yang berisiko. Suhu
rektal dicatat dengan memasukkan ujung bendulan termometer yang dilumuri minyak
sebelumnya, lalu dimasukkan dengan kedalaman 3 cm (2 cm pada bayi prematur),
kemudian catat suhu rektal setidaknya setelah 2 menit. Suhu rektal tidak dicatat sebagai
suatu prosedur yang rutin dan standar pada neonatus. Pencatatan suhu rektal hanya
dilakukan pada neonatus hipotermik yang sedang sakit.3
Temperatur kulit. Temperatur kulit dicatat dengan sebuah thermister. Probe dari
thermister ditempelkan pada kulit di perut bagian atas. Thermister mendeteksi
temperatur kulit dan menampilkannya pada layar panel.3

Suhu tubuh bayi juga dapat dinilai dengan sentuhan tangan, reliabilitasnya dapat
ditingkatkan dengan latihan. Temperatur abdominal dapat mewakili temperatur
keseluruhan dan reliabel dalam diagnosis hipotermia. Telapak kaki yang hangat dan
berwarna merah muda menunjukkan bayi dalam kehangatan yang adekuat. Tetapi ketika
kaki dingin namun bagian punggung dingin, menunjukkan bahwa bayi dalam keadaan
hipotermia ringan (cold stress). Pada hipotermia, kaki dan punggung bayi keduanya dingin
bila disentuh.3

12

VIII. PENATALAKSANAAN HIPOTERMIA

PENATALAKSANAAN DI RUMAH SAKIT


Di rumah sakit atau senter pelayanan kesehatan, diagnosis hipotermia ialah dengan
pengukuran suhu tubuh aktual dengan termometer.3,6 Bayi dengan hipotermia harus segera
dihangatkan secepat mungkin. Metode yang dipakai dalam menghangatkan bayi
tergantung pada derajat keparahan hipotermia, serta ketersediaan tenaga ahli dan
prasarana. Metode tersebut dapat meliputi: metode kontak kulit-ke-kulit, meletakkan bayi
di ruangan dan tempat tidur yang hangat, meletakkan bohlam 200 watt di atas tempat tidur
bayi, serta dengan pemanas radian atau inkubator.
Infeksi sebaiknya dicurigai bila hipotermia masih berlanjut meskipun langkah
penghangatan bayi telah dilakukan.3
Penatalaksanaan Hipotermia Sedang2
1. Ganti pakaian yang dingin atau basah dengan pakaian yang hangat, memakai topi
dan selimuti dengan selimut hangat.
2. Bila ada ibu/pengganti ibu, anjurkan menghangatkan bayi dengan melakukan
kontak kulit dengan kulit atau perawatan bayi lekat (Kangaroo Mother
Care/Metode Kangguru)
3. Bila ibu tidak ada :

Hangatkan kembali bayi dengan menggunakan alat pemancar panas, gunakan


inkubator dan ruangan hangat, bila perlu

Periksa suhu alat dan suhu ruangan, beri ASI peras dengan menggunakan salah
satu alternatif cara pemberian minum dan sesuaikan pengatur suhu.

Hindari paparan panas yang berlebihan dan posisi bayi lebih sering diubah.

4. Anjurkan ibu untuk menyusui lebih sering. Bila bayi tidak dapat menyusu, berikan
ASI peras menggunakan salah satu alternatif cara pemberian minum.
5. Mintalah ibu untuk mengamati tanda kegawatan (misalnya gangguan nafas, kejang,
tidak sadar) dan segera mencari pertolongan bila terjadi hal tersebut.
6. Periksa kadar glukosa darah, bila <45 mg/dl, tangani hipoglikemia.
7. Nilai tanda kegawatan, misalnya gangguan nafas, bila ada tangani gangguan
nafasnya
13

8. Periksa suhu tubuh bayi setiap jam, bila suhu naik minimal 0,5C/jam, berarti usaha
mengahangatkan berhasil, lanjutkan memeriksa suhu tiap 2 jam.
9. Bila suhu tidak naik, atau naik terlalu pelan, kurang 0,5c/jam, cari tanda sepsis.
10. Setelah suhu tubuh normal :
Lakukan perawatan lanjutan
Pantau bayi selama 12 jam berikutnya, periksa suhu tiap 3 jam.
11. Bila suhu tetap dalam batas normal dan bayi dapat minum dengan baik serta tidak
ada masalah lain yang memerlukan perawatan di rumah sakit, bayi dapat
dipulangkan. Nasihati ibu cara menghangatkan bayi di rumah.

Penatalaksanaan Hipotermia Berat2


1. Segera hangatkan bayi dibawah pemancar panas yang telah dinyalakan sebelumnya,
bila mungkin. Bila tersedia, gunakan inkubator dengan udara yang dihangatkan
(temperatur udara 35-36C), secara manual dengan pemanas radian yang
dioperasikan oleh tenaga manusia, atau pengaturan suhu ruangan dengan
termmostat yang diatur suhunya menjadi 37-38C. Bila suhu tubuh bayi telah
mencapai 34C, proses penghangatan harus diperlambat. Alternatif lain, bisa
menggunakan bohlam 200 watt atau inframerah.3,6
2. Ganti baju yang dingin dan basah bila perlu. Beri pakaian yang hangat, pakai topi
dan selimut dengan selimut hangat.
3. Hindari paparan panas yang berlebihan dan posisi bayi sering diubah.
4. Bila bayi dengan gangguan nafas (frekuensi nafas lebih dari 60 atau kurang dari 30
kali/menit, tarikan dinding dada, merintih saat ekspirasi), lakukan manajemen
gangguan nafas.
5. Pasang jalur IV dan beri cairan IV sesuai dengan dosis rumatan, dan infus tetap
terpasang dibawah pemancar panas, untuk menghangatkan cairan
6. Periksa kadar glukosa darah, bila kadar glukosa darah kurang dari 45 mg/dl, tangani
hipoglikemi.
7. Nilai tanda kegawatan bayi (misalnya gangguan nafas, kejang atau tidak sadar)
setiap jam dan nilai juga kemampuan minum setiap 4 jam sampai suhu tubuh
kembali dalam batas normal.

14

8. Ambil sampel darah dan beri antibiotik sesuai dengan yang disebutkan dalam
penanganan kemungkinan besar sepsis.
9. Anjurkan ibu menyusui segera setelah bayi siap :
Bila bayi tidak dapat menyusu, beri ASI peras dengan menggunakan salah satu
alternatif cara pemberian minum
Bila bayi tidak dapat menyusu sama sekali, pasang pipa lambung dan beri ASI
peras begitu suhu bayi mencapai 35C.
10. Periksa suhu tubuh bayi setiap jam. Bila suhu naik paling tidak 0,5C/jam, berarti
upaya menghangatkan berhasil, kemudian lanjutkan dengan memeriksa suhu bayi
setiap 2 jam.
11. Periksa juga suhu alat yang dipakai untuk menghangatkan dan suhu ruangan setiap
jam.
12. Setelah suhu bayi normal :

Lakukan perawatan lanjutan untuk bayi

Pantau bayi selama 12 jam kemudian dan ukur suhunya setiap 3 jam.

13. Pantau bayi selama 24 jam setelah penghentian antibiotika. Bila suhu bayi tetap
dalam batas normal dan bayi minum dengan baik dan tidak ada masalah lain yang
memerlukan perawatan di rumah sakit, bayi dapat dipulangkan dan nasehati ibu
bagaimana cara menjaga agar bayi tetap hangat selama di rumah.
Dengan adanya keseluruhan terapi ini, sebaiknya dapat membantu kita sebagai
tenaga kesehatan untuk lebih sensitif dan tanggap dalam menangani masalah hipotermi.
Penanganan yang tepat pada bayi preterm maupun aterm dengan hipotermi dapat
mengurangi masalah pada bayi baru lahir dalam perkembangan selanjutnya.14
PENATALAKSANAAN DI RUMAH6
Seorang ibu ataupun keluarga bayi haruslah diberikan edukasi mengenai tanda dan
gejala hipotermia pada bayi baru lahir serta cara menatalaksana dan mencegahnya di
rumah. Penatalaksanaan kecurigaan hipotermia pada bayi baru lahir di rumah ialah sebagai
berikut:

Di rumah, metode kangguru merupakan metode terbaik untuk menghangatkan bayi.

Ruangan sebaiknya dalam kondisi hangat; bayi sebaiknya diselimuti dengan


pakaian dan topi yang hangat.
15

Ibu tetap memberikan ASI seperti biasa.

Bila bayi tampak lemas dan tidak mau minum, ini merupakan tanda yang bahaya
dan menunjukkan bahwa bayi harus segera dibawa ke rumah sakit.

Selama transportasi bayi, bayu sebaiknya berada dalam posisi Metode Mangguru
(berkontak dengan kulit ibu).

IX. PENCEGAHAN HIPOTERMIA


(SEPULUH LANGKAH PROTEKSI TERMAL)
Bayi harus tetap dalam kondisi hangat di tempat ia lahir, selama dibawa ke ruang
perawatan khusus, atau sesudah berada di ruang perawatan. Konsep warm chain atau
sepuluh langkah proteksi termal pada bayi merupakan kesatuan dari serangkaian prosedur
guna mempertahankan kehangatan dan meminimalisir terjadinya hipotermia (serta
menjaga suhu tubuh bayi tetap berada dalam keadaan normal yaitu antara 36,5-37,0C),
mulai dari lahirnya bayi hingga dibawanya bayi ke ruang perawatan.2,3

Ruang melahirkan yang hangat


Ruang bersalin tempat ibu melahirkan harus bersih dan cukup hangat dengan suhu
antara 25-28C serta bebas dari aliran arus udara melalui jendela, pintu, air conditioner
ataupun kipas angin. Hal lain yang perlu disiapkan ialah tenaga terlatih (setidaknya 1
orang) yang dilengkapi dengan sarana resusitasi bayi baru lahir yang lengkap.2

Pengeringan segera
Segera setelah lahir, keringkan kepala dan tubuhnya dan segera ganti kain yang
basah dengan kain yang hangat dan kering. Kemudian letakkan di permukaan yang hangat
seperti dada atau perut ibunya atau segera dibungkus dengan pakaian hangat.2

Kontak kulit dengan kulit (Metode Kangguru)


Kontak kulit dengan kulit adalah cara yang sangat efektif untuk mencegah
hilangnya panas pada bayi baru lahir, baik pada bayi aterm maupun preterm. Dada atau
perut ibu, merupakan tempat yang sangat ideal bagi bayi baru lahir untuk mendapatkan
suhu lingkungan yang tepat. Kontak kulit bayi dengan kulit ibu adalah suatu bentuk
16

sentuhan yang bermekanisme cukup kompleks, namun pada intinya, dapat berguna dalam
menstimulasi aksis hipofisis-tiroid yang akan meningkatkan metabolisme serta suhu kulit
ibu dan bayi.16 Adapun penjelasan mengenai teknik metode kangguru ialah sebagai berikut
(Gambar 2):3
Dengan keadaan bayi tidak memakai pakaian (dengan atau tanpa popok, topi, ataupun
kaus kaki yang telah dihangatkan terlebih dahulu), letakkan bayi di atas area perut-dada
ibu dengan posisi tegak dan bersentuhan langsung dengan kulit ibu. Pastikan kepala
bayi sudah terfiksasi pada dada ibu. Posisikan bayi dengan siku dan tungkai tertekuk,
kepala dan dada bayi terletak di dada ibu dengan kepala agak sedikit mendongak. Ibu
juga dapat mengenakan baju dengan ukuran besar sehingga posisi bayi bisa diletakkan
di antara payudara lalu baju ditangkupkan. Kenakan selendang yang dililitkan di perut
ibu agar bayi tidak terjatuh.
Biarkan bayi menyusu sesering yang ia inginkan, tetapi setidaknya setiap 2 jam. Bayi
sebaiknya tidur dengan penyangga di bawahnya agar bayi tetap dalam posisi tegak.
Pastikan bayi selalu dalam keadaan hangat

Gambar 2. Metode kangguru.15

Pemberian ASI
Pemberian ASI sesegera mungkin sangat dianjurkan dalam jam-jam pertama
kehidupan bayi baru lahir. Pemberian ASI secara dini dan dalam jumlah yang mencukupi
akan sangat menunjang kebutuhan nutrisi serta berperanan dalam proses termoregulasi
bayi baru lahir2.

17

Gambar di bawah ini menunjukkan upaya mengeringkan, menyelimuti,


memberikan kontak, serta menginisiai ASI kepada bayi baru lahir.

Gambar 3. Usaha pencegahan kehilangan panas tubuh pada bayi baru lahir.1

Tidak segera memandikan/menimbang bayi


Memandikan bayi segera setelah bayi lahir merupakan tindakan yang harus dicegah
karena dapat menyebabkan terjadinya penurunan suhu tubuh bayi. Memandikan bayi dapat
dilakukan beberapa jam kemudian (paling tidak setelah 6 jam) yaitu setelah keadaan bayi
stabil.2
Konsepnya, tunda memandikan bayi aterm segera setelah lahir; tidak boleh
memandikan bayi yang dalam kondisi sakit; tunda memandikan bayi dengan berat badan
lahir rendah hingga tali pusat lepas atau berat badan setidaknya 2500 gram. Dalam
memandikan bayi baru lahir, petugas medis sebaiknya mengikuti aturan berikut ini
(Gambar 4):
Ruangan harus hangat, air mandi juga harus hangat
Mandikan bayi dengan cepat dan cekatan
Keringkan bayi dengan cepat mulai dari kepala hingga ujung kaki
Selimuti bayi dengan handuk yang bersih, kering, dan hangat.
Pakaikan bayi pakaian yang hangat, serta topi kepala
Tempatkan bayi di dekat ibu

18

Gambar 4. Cara memandikan bayi.1


Selain memandikan segera, menimbang berat badan segera setelah bayi lahir juga
sebaiknya ditunda. Tindakan menimbang dapat menyebabkan terjadinya penurunan suhu
tubuh bayi. Sangat dianjurkan pada waktu menimbang bayi, timbangan yang digunakan
diberi alas kain hangat.2

Pakaian dan selimut bayi yang adekuat


Bayi baru lahir memerlukan beberapa lapis pakaian dan selimut yang lebih banyak
daripada orang dewasa. Pakaian terutama topi, dapat dipakaikan pada bayi, karena
sebagian besar (kurang dari 25%) kehilangan panas dapat terjadi melalui kepala bayi.
Pakaian dan selimut sebaiknya cukup longgar sehingga memungkinkan adanya lapisan
udara diantara permukaannya sebagai penyangga panas tubuh yang cukup efektif. Pada
perawatan bayi preterm selain dengan metode kangguru, pakaian dan selimut hangat,
penggunaan plastik sebagai selimut pelapis atau meletakkan bayi dibawah pemancar panas
juga sangat bermanfaat untuk memperkecil proses kehilangan panas. Pemakaian matras
yang hangat juga dapat dilakukan (dengan syarat monitor ketat untuk menghindari
terjadinya hipertermia).2,17

19

Rawat gabung
Bayi yang dilahirkan di rumah ataupun di rumah sakit, seharusnya digabung dalam
tempat tidur yang sama dengan ibunya selama 24 jam penuh dalam ruangan yang cukup
hangat (minimal 25C). Hal ini sangat menunjang pemberian ASI on demand ,serta
mengurangi resiko terjadinya infeksi nosokomial pada bayi-bayi yang lahir di rumah
sakit.2

Transportasi hangat
Apabila bayi perlu segera dirujuk ke rumah sakit atau bagian lain di lingkungan
rumah sakit seperti di ruang rawat bayi atau NICU sangat penting untuk selalu menjaga
kehangatan bayi selama dalam perjalanan. Apabila memungkinkan, rujuklah bayi
bersamaan dengan ibunya dalam perawatan bayi lekat (metode kangguru). Hal ini
merupakan cara sederhana dan aman. Secara sederhana, langkah transportasi hangat yang
aman ialah sebagai berikut:3
Selalu stabilisasi suhu tubuh bayi sebelum dipindahkan
Catat suhu tubuh bayi sebelum pemindahan. Bila suhu tidak dapat dicatat,
gunakan sentuhan untuk memperkirakan suhu tubuh. suhu telapak tangan dan
kaki seharusnya sehangat suhu abdominal.
Bawalah bayi ke dekat dada sang ibu
Tutup kepala, kaki, dan tangan bayi dengan kain khusus. Hindari melepaskan
pakaian bayi untuk membersihkan, menimbang, ataupun memeriksa bayi. Tunda
hal tersebut hingga bayi dalam kondisi hangat.
Thermocol box dapat digunakan selama pemindahan bayi
Termostat untuk mengontrol temperatur dapat digunakan selama pemindahan,
bila tersedia

Resusitasi hangat
Saat resusitasi, tubuh bayi harus dijaga agar tetap hangat. Bayi-bayi yang
mengalami asfiksia tidak dapat menghasilkan panas yang cukup sehingga berisiko tinggi
untuk menderita hipotermia. Pada waktu melakukan resusitasi di rumah sakit, berikanlah
lingkungan yang hangat dan kering, yaitu dengan meletakkan bayi di bawah alat pemancar
panas. Hal ini merupakan salah satu dari rangkaian prosedur standar resusitasi bayi baru
lahir.2
20

Pelatihan dan sosialisasi mengenai proteksi termal


Semua pihak yang terlibat dalam proses kelahiran serta perawatan bayi perlu dilatih
dan diberikan pemahaman tentang prinsip-prinsip serta prosedur yang benar tentang
langkah-langkah proteksi termal. Keluarga dan anggota masyarakat yang mempunyai bayi
di rumah perlu diberikan pengetahuan dan kesadaran tentang pentingnya menjaga agar
bayinya selalu tetap hangat.2

X. KOMPLIKASI HIPOTERMIA
Hipotermia dapat menyebabkan berbagai komplikasi pada tubuh bayi baru lahir.
Hipotermia yang berkepanjangan akan menyebabkan terjadinya peningkatan konsumsi
oksigen, respiratory distress, gangguan keseimbangan asam basa, hipoglikemi, defek
koagulasi, sirkulasi fetal persisten, gagal ginjal akut, enterokolitis nekrotikan dan pada
keadaan yang berat akan menyebabkan kematian.2,10
Komplikasi hipotermia tidak hanya berasal dari hipotermia itu sendiri, tapi dapat
juga bersumber dari kesalahan di dalam perawatan bayi dengan hipotermia. Sebagai
contoh, ketika menatalaksana bayi dengan inkubator, maka apabila suhu tidak diatur secara
adekuat, dapat menimbulkan komplikasi pada bayi; bayi yang awalnya hipotermia sedang,
dapat menjadi berat apabila kesalahan dalam pengaturan suhu ruangan dan inkubator,
pakaian yang dikenakan, kondisi basah atau keringnya bayi, serta monitor yang tidak tepat
dilakukan oleh tenaga medis. Kondisi hipotermia yang justru menjadi hipertermia karena
pengaturan suhu inkubator ataupun termostat yang melebihi ambang kesesuaian juga dapat
terjadi.
Komplikasi lain seperti pneumonia dan penyakit infeksi saluran nafas lainnya juga
dapat terjadi yang disebabkan oleh pemasangan bedong (swaddling) yang terlalu erat
sehingga membatasi pergerakan dinding dada bayi; paru bayi tidak mengembang
sempurna pada waktu bernafas sehingga risiko terhadap distres dan infeksi kian tinggi.2

21

XI. PROGNOSIS HIPOTERMI


Menurut sebuah penelitian, kematian pada pasien - pasien hipotermia adalah
12 % . Kebanyakan pasien dapat mentolerir hipotermia ringan ( 32-35 C suhu tubuh ) ,
sehingga tidak memberi hasil yang signifikan pada angka kematian . Survei menemukan
tingkat kematian untuk pasien dengan hipotermia sedang ( 28-32 C suhu tubuh ) adalah
21%. Kematian pada pasien hipotermia berat ( suhu inti di bawah 28 C ) jauh lebih tinggi
dibandingkan pasien dengan hipotermi sedang . Walaupun dengan pengobatan berbasis
rumah sakit, kematian akibat hipotermia sedang atau berat mendekati 40 %.18

22

DAFTAR PUSTAKA

1.

WHO.Thermal Protection of Newborn, A Practical Guide. 1997.h. 5-22

2.

Yunanto A. Termoregulasi. Dalam : Kosim MS, Yunanto A, Dewi R, penyunting.


Buku Ajar Neonatologi. Edisi 1. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2010.h. 89-102.

3.

All-India Institute of Medical Sciences-WHO. Hypothermia in newborn. (Online), ( ,


(diakses 15 Oktober 2014). 2011.h.1-9

4.

Pratiwi E, Soetjiningsih, Kardana IM. Effect of kangaroo method on the risk of


hypothermia and duration of birth weight regain in low birth weight infants: A
randomized controlled trial. Paediatrica Indonesiana; 2009;49(5):253.

5.

Bhatt DR, White R, Martin G. Transitional Hypothermia in Preterm Newborns.


(Online), (http://www.nature.com/jp/journal/v27/n2s/full/7211842a.html, diakses 15
Oktober 2014). Journal Of Perinatology 2007;27: 45-7 (2)

6.

Haobijam J. Hypothermia and its Management in Newborn. (Online), (http://epao.net/epSubPageExtractor.asp?src=education.Health_Issue.Hypothermia_and_its_m


anagement, diakses 15 Oktober 2014). Haryana: Department of Maternal and Child
Health.2008.

7.

Setyawati G, Alam M. Modal sosial dan pemilihan dukun dalam proses persalinan:
apakah relevan. Yogyakarta: MAKARA KESEHATAN.2010; 14(1):11-2.

8.

Anggorodi R. Dukun bayi dalam persalinan oleh masyarakat indonesia. Yogyakarta:


MAKARA KESEHATAN. 2009;13(1):9-10.

9.

Mullany L, Katz J, Khatry SK, LeClerq SC, Darmstadt GL, dan Tielsch JM. Neonatal
hypothermia and associated risk factors among newborns of southern nepal. (Online),
(http://www.biomedcentral.com/content/pdf/1741-7015-8-43.pdf, diakses 15 Oktober
2014). BMC Medicine. 2010;8:43
10. Gomela TL. Temperature regulation. Dalam: A Lange Clinical Manual Neonatology
:Management, Procedures, On Call Problems, Diseases, and Drugs 5th Edition.
McGraw-Hill ; 2004.h. 39-43
11. Guyton CA, Hall JE. Suhu Tubuh, Pengaturan Suhu dan Demam. Dalam : Buku Ajar
Fisiologi Kedokteran.Edisi 9. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC ; 1997. h.
1141-56.
12. Faizi M, Netty EP. Hipotiroid. (Online), (http://old.pediatrik.com/isi03.php?page=
html&hkategori=pdt&direktori=pdt&filepdf=0&pdf=&html=07110-buoi228.htm,
diakses 17 Oktober 2014). Surabaya: Bagian Ilmu Kesehatan Anak Universitas
Airlangga. 2006.

23

13. Sarkar R, Basu S, Agrawal RK, Gupta P. Skin care for the newborn. (Online),
(www.indianpediatrics.net/july2010/593.pdf, diakses 16 Oktober 2014). The Indian
Pediatrics. 2010;47:593-8
14. Zayeri M, Kazemnejad A, Ganjali M, Babaei G. Incidence and risk factors of neonatal
hypothermia at referral hospitals in tehran, islamic republic of iran. (Online),
(http://applications.emro.who.int/emhj/1306/13_6_2007_1308_1318.pdf, diakses 16
Oktober 2013). La Revue de Sante la Mediterranee orientale 2007;13:1308-13
15. WHO. Assesment, findings, and management abnormal body temperatur. Dalam :
Managing Newborn Problems, A Guides for Doctors, Nurses, and Midwives. 2003.h.
F69-F73
16. Ludington S, Morgan K, Reese S. Breast-infant temperature with twins during shared
kangaroo care. (Online), (http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1890034/,
diakses 15 Oktober 2014). Journal Obstetric and Ginecology Neonatal Nursing Juni
2006;35:223-31.
17. McCall , Alderdice FA, Halliday HL, Jenkins JG, Vohra S. Interventions to prevent
hypothermia at birth in preterm and/or low birthweight babies. (Online),
(http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1002/14651858.CD004210.pub2/pdf,

diakses

15 Oktober 2014). U.S National Library of Medicine National Institute of


Health.2005;1.
18. Li

James,

Mark

Silverberg.

Hypothermia.

(Online),

(http://

http://emedicine.medscape.com/article/770542-overview, diakses 15 Oktober 2014).


MedScape. 2014;1.

24

Anda mungkin juga menyukai