Anda di halaman 1dari 9

DEGLUTASI DAN GANGGUANNYA

Disarikan oleh: Kristiawan AR

PENDAHULUAN
Menurut kamus deglutasi atau deglutition diterjemahkan sebagai
proses memasukkan makanan kedalam tubuh melalui mulut “the process
of taking food into the body through the mouth”.
Proses menelan merupakan suatu proses yang kompleks, yang
memerlukan setiap organ yang berperan harus bekerja secara terintegrasi
dan berkesinambungan. Dalam proses menelan ini diperlukan kerjasama
yang baik dari 6 syaraf cranial, 4 syaraf servikal dan lebih dari 30
pasang otot menelan.
Pada proses menelan terjadi pemindahan bolus makanan dari
rongga mulut ke dalam lambung. Secara klinis terjadinya gangguan pada
deglutasi disebut disfagia yaitu terjadi kegagalan memindahkan bolus
makanan dari rongga mulut sampai ke lambung.

NEUROFISIOLOGI MENELAN
Proses menelan dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu fase oral, fase faringeal
dan fase esophageal.

FASE ORAL
Pada fase oral ini akan terjadi proses pembentukan bolus makanan yang
dilaksanakan oleh gigi geligi, lidah, palatum mole, otot-otot pipi dan saliva
untuk menggiling dan membentuk bolus dengan konsistensi dan ukuran
yang siap untuk ditelan. Proses ini berlangsung secara di sadari.

Peranan saraf kranial pada pembentukan bolus fase oral.


ORGAN AFFEREN (sensorik) EFFEREN (motorik)
Mandibula n. V.2 (maksilaris) N.V : m. Temporalis, m.
maseter, m. pterigoid

Bibir n. V.2 (maksilaris) n. VII : m.orbikularis oris, m.


zigomatikum, m.levator labius
oris, m.depresor labius oris, m.
levator anguli oris, m. depressor
anguli oris

Mulut & pipi n.V.2 (maksilaris) n.VII: m. mentalis, m. risorius,


m.businator

Lidah n.V.3 (lingualis) n.XII : m. hioglosus, m.


mioglosus
Pada fase oral ini perpindahan bolus dari ronggal mulut ke faring
segera terjadi, setelah otot-otot bibir dan pipi berkontraksi meletekkan
bolus diatas lidah. Otot intrinsik lidah berkontraksi menyebabkan lidah
terangkat mulai dari bagian anterior ke posterior. Bagian anterior lidah
menekan palatum durum sehingga bolus terdorong ke faring.
Bolus menyentuh bagian arkus faring anterior, uvula dan dinding
posterior faring sehingga menimbulkan refleks faring. Arkus faring
terangkat ke atas akibat kontraksi m. palato faringeus (n. IX, n.X dan
n.XII)

Peranan saraf kranial fase oral


ORGAN AFFEREN (sensorik) EFFEREN (motorik)
Bibir n. V.2 (mandibularis), n. VII : m.orbikularis oris,
n.V.3 (lingualis) m.levator labius oris, m.
depressor labius, m.mentalis

Mulut & pipi n. V.2 (mandibularis) n.VII: m.zigomatikus,levator


anguli oris, m.depressor anguli
oris, m.risorius. m.businator

Lidah n.V.3 (lingualis) n.IX,X,XI : m.palatoglosus

Uvula n.V.2 (mandibularis) n.IX,X,XI :


m.uvulae,m.palatofaring

Jadi pada fase oral ini secara garis besar bekerja saraf karanial n.V2 dan
nV.3 sebagai serabut afferen (sensorik) dan n.V, nVII, n.IX, n.X, n.XI,
n.XII sebagai serabut efferen (motorik).

FASE FARINGEAL
Fase ini dimulai ketika bolus makanan menyentuh arkus faring
anterior (arkus palatoglosus) dan refleks menelan segera timbul. Pada
fase faringeal ini terjadi :
1. m. Tensor veli palatini (n.V) dan m. Levator veli palatini (n.IX, n.X
dan n.XI) berkontraksi menyebabkan palatum mole terangkat,
kemudian uvula tertarik keatas dan ke posterior sehingga
menutup daerah nasofaring.
2. m.genioglosus (n.XII, servikal 1), m ariepiglotika (n.IX,nX)
m.krikoaritenoid lateralis (n.IX,n.X) berkontraksi menyebabkan
aduksi pita suara sehingga laring tertutup.
3. Laring dan tulang hioid terangkat keatas ke arah dasar lidah
karena kontraksi m.stilohioid, (n.VII), m. Geniohioid, m.tirohioid
(n.XII dan n.servikal I).
4. Kontraksi m.konstriktor faring superior (n.IX, n.X, n.XI), m.
Konstriktor faring inermedius (n.IX, n.X, n.XI) dan m.konstriktor
faring inferior (n.X, n.XI) menyebabkan faring tertekan kebawah
yang diikuti oleh relaksasi m. Kriko faring (n.X)
5. Pergerakan laring ke atas dan ke depan, relaksasi dari introitus
esofagus dan dorongan otot-otot faring ke inferior menyebabkan
bolus makanan turun ke bawah dan masuk ke dalam servikal
esofagus. Proses ini hanya berlangsung sekitar satu detik untuk
menelan cairan dan lebih lama bila menelan makanan padat.

Peranan saraf kranial pada fase faringeal


Organ Afferen Efferen
Lidah n.V.3 n.V :m.milohyoid, m.digastrikus
n.VII : m.stilohyoid
n.XII,nC1 :m.geniohyoid, m.tirohyoid
n.XII :m.stiloglosus

Palatum n.V.2, n.V.3 n.IX, n.X, n.XI :m.levator veli palatini


n.V :m.tensor veli palatini

n.Laringeus n.V : m.milohyoid, m. Digastrikus


Hyoid superior cab n.VII : m. Stilohioid
internus (n.X) n.XII, n.C.1 :m.geniohioid, m.tirohioid

Nasofaring n.X n.IX, n.X, n.XI : n.salfingofaringeus

Faring n.X n.IX, n.X, n.XI : m. Palatofaring,


m.konstriktor faring sup,
m.konstriktor ffaring med.
n.X,n.XI : m.konstriktor faring inf.

Laring n.rekuren (n.X) n.IX :m.stilofaring

Esofagus n.X n.X : m.krikofaring

Pada fase faringeal ini saraf yang bekerja saraf karanial n.V.2, n.V.3 dan
n.X sebagai serabut afferen dan n.V, n.VII, n.IX, n.X, n.XI dan n.XII
sebagai serabut efferen.

Bolus dengan viskositas yang tinggi akan memperlambat fase


faringeal, meningkatkan waktu gelombang peristaltik dan memperpanjang
waktu pembukaan sfingter esofagus bagian atas. Bertambahnya volume
bolus menyebabkan lebih cepatnya waktu pergerakan pangkal lidah,
pergerakan palatum mole dan pergerakan laring serta pembukaan sfingter
esofagus bagian atas. Waktu Pharyngeal transit juga bertambah sesuai
dengan umur.
Kecepatan gelombang peristaltik faring rata-rata 12 cm/detik. Mc.Connel
dalam penelitiannya melihat adanya 2 sistem pompa yang bekerja yaitu :
1. Oropharyngeal propulsion pomp (OOP)
OPP adalah tekanan yang ditimbulkan tenaga lidah 2/3 depan yang
mendorong bolus ke orofaring yang disertai tenaga kontraksi dari
m.konstriktor faring.

2. Hypopharyngeal suction pomp (HSP)


HSP adalam merupakan tekanan negatif akibat terangkatnya laring
ke atas menjauhi dinding posterior faring, sehingga bolus terisap ke
arah sfingter esofagus bagian atas. Sfingter esofagus bagian atas
dibentuk oleh m.konstriktor faring inferior, m.krikofaring dan
serabut otot longitudinal esofagus bagian superior.

FASE ESOFAGEAL
Pada fase esofageal proses menelan berlangsung tanpa disadari.
Bolus makanan turun lebih lambat dari fase faringeal yaitu 3-4 cm/ detik.

Fase ini terdiri dari beberapa tahapan :


1. dimulai dengan terjadinya relaksasi m.kriko faring. Gelombang
peristaltik primer terjadi akibat kontraksi otot longitudinal dan otot
sirkuler dinding esofagus bagian proksimal. Gelombang peristaltik
pertama ini akan diikuti oleh gelombang peristaltik kedua yang
merupakan respons akibat regangan dinding esofagus.
2. Gerakan peristaltik tengah esofagus dipengaruhi oleh serabut saraf
pleksus mienterikus yang terletak diantara otot longitudinal dan otot
sirkuler dinding esofagus dan gelombang ini bergerak seterusnya
secara teratur menuju ke distal esofagus.

Cairan biasanya turun akibat gaya berat dan makanan padat turun
karena gerak peristaltik dan berlangsung selama 8-20 detik. Esophagal
transit time bertambah pada lansia akibat dari berkurangnya tonus otot-
otot rongga mulut untuk merangsang gelombang peristaltik primer.

PERANAN SISTEM SARAF DALAM PROSES MENELAN


Proses menelan diatur oleh sistem saraf yang dibagi dalam 3 tahap :
1. Tahap afferen/sensoris dimana begitu ada makanan masuk ke
dalam orofaring langsung akan berespons dan menyampaikan
perintah.
2. Perintah diterima oleh pusat penelanan di Medula
oblongata/batang otak (kedua sisi) pada trunkus solitarius di bag.
Dorsal (berfungsi utuk mengatur fungsi motorik proses menelan)
dan nukleus ambigius yg berfungsi mengatur distribusi impuls
motorik ke motor neuron otot yg berhubungan dgn proses menelan.
3. Tahap efferen/motorik yang menjalankan perintah
Ringkasan :
Reseptor sensoris menerima impuls dari
arkus faring, tonsil, palatum mole, pangkal lidah dan ddg posterior faring
(orofaring)

laring

Dikirim oleh saraf kranial


N.V, n.VII, n.IX, N. X

Pusat menelan (batang otak) Korteks serebri

Hipotalamus

Nukleus solitarius

Mengirim impuls motorik ke saraf motorik


n.V, n.VII, n.IX, n.X, n.XI, n.XII

catatan :
otot-otot rongga mulut bekerja dibawah pengaruh korteks serebri secara
simetris. Bila terjadi stroke pada korteks unilateral maka dapat terjadi
ggn fase oral proses menelan.

GANGGUAN DEGLUTASI
Secara medis gangguan pada peristiwa deglutasi disebut disfagia
atau sulit menelan, yang merupakan masalah yang sering dikeluhkan
baik oleh pasien dewasa, lansia ataupun anak-anak.
Menurut catatan rata-rata manusia dalam sehari menelan
sebanyak kurang lebih 2000 kali, sehingga masalah disfagia merupakan
masalah yang sangat menggangu kualitas hidup seseorang.
Disfagia merupakan gejala kegagalan memindahkan bolus makanan
dari rongga mulut sampai ke lambung.
Kegagalan dapat terjedi pada kelainan neuromuskular, sumbatan
mekanik sepanjang saluran mulai dari rongga mulut sampai lambung
serta gangguan emosi .
Disfagia dapat disertai dengan rasa nyeri yang disebut odinofagia.
Berdasarkan difinisi menurut para pakar (Mettew, Scott Brown dan
Boeis) disfagia dibagi berdasarkan letak kelainannya yaitu di rongga
mulut, orofaring, esofagus atau berdasarkan mekanismenya yaitu dapat
menelan tetapi enggan, memang dapat menelan atau tidak dapat menelan
sama sekali, atau baru dapat menelan jika minum segelas air, atau
kelainannya hanya dilihat dari gangguan di esofagusnya.
EVALUASI KLINIK DISFAGIA.
Perlu diingat bahwa masalah disfagia dapat timbul karna :
Berdasarkan proses mekanisme deglutasinya dapat dibagi :
1. Sumbatan mekanik/Disfagia mekanik baik intraluminal atau
ekstraluminal (penekanan dari luar lumen esofagus)
2. kelainan Neurologi/Disfagia neurogenik/disfagia motorik mulai dari
kelainan korteks serebri, pusat menelan di batang otak sampai
neurosensori-muskular.
3. Kelainan emosi berat/ Disfagia psikogenik.

Berdasar proses mekanisme deglutasi diatas dibagi lagi menjadi :


1. Transfer dysphagia kalau kelainannya akibat kelainan neuromotor
di fase oral dan faringeal.
2. Transit dysphagia bila disfagia disebabkan gangguan peristaltik
baik primer/sekunder dan kurangnya relaksasi sfingter esofagus
bagian bawah.
3. Obstructive dysphagia bila disebabkan penyempitan atau stenosis
di faring dan esofagus

Berdasarkan letak organ anatomi dapat dibagi menjadi :


1. Disfagia gangguan fase oral
2. Disfagia gangguan fase faringeal
3. Disfagia gangguan fase esofageal

Berdasarkan penyebab/etiologi dapat dibagi menjadi :


1. Kelainan kongenital (K)
2. Inflamasi/radang (R)
3. trauma (T)
4. Benda asing (B)
5. Neoplasma (N)
6. Psikis (P)
7. kelainan endokrin (E)
8. kelainan kardio vaskuler (KV)
9. kelainan neurologi/saraf (S)
10. Penyakit degeneratif (D)
11. Iatrogenik seperti akibat operasi, kemoterapi dan radiasi (I)

ANAMNESIS PENTING.
1. Batasan keluhan disfagia (rongga mulut, orofaring, esofagus)
2. Lama dan progresifitas keluhan disfagia
3. Saat timbulnya keluhan disfagia dalam proses menelan (makan
padat, cair, stress psikis dan fisik)
4. keluhan penyerta : odinofagi, BB turun cepat, demam, sesak nafas,
batuk, perasaan mengganjal/menyumbat di tenggorokan.
5. Penyakit penyerta : eksplorasi neurologik degeneratif, autoimun,
kardiovaskuler dll)
6. Penggunaan obat-obat yg mengganggu proses menelan (anastesi,
muskulorelaksan pusat)
7. Evaluasi pola hidup, usia, hygiene mulut, pola makanan
8. Riwayat operasi kepala dan leher sebelumnya

PEMERIKSAAN FISIK PENTING


1. Keadaan umum pasien
2. Pemeriksaan rongga mulut, evaluasi gerakan dan kekuatan otot
mulut dan otot lidah.
3. Pemeriksaan orofaring, pergerakan palatum mole, sensibilitas
orofaring dgn sentuhan spatel lidah, cari refleks muntah, refleks
menelan, dan evaluasi suara (keterlibatan laring)
4. Pemeriksaan faring-laring : gerakan pangkal lidah, gerakan arkus
faring, uvula, epiglotis, pita suara, plika ventrikularis dan sinus
piriformis.
5. Pemeriksaan neurologi fungsi motorik dan sensorik saraf kranial
6. Periksa posisi dan kelenturan leher/tulang servikal, evaluasi massa
leher, pembesaran KGB leher dan trauma

PEMERIKSAAN PENUNJANG PENTING


Pemeriksaan spesifik utk menilai adanya kelainan anatomi atau
sumbatan mekanik :
Penunjang Kegunaan
1. Barium Swallow Menilai anatomi dan fs otot faring/esofagus,
(Esofagogram) deteksi sumbatan o/k tumor, striktur,web,
akalasia, divertikulum
2. CT Scan Kelainan anatomi di kepala, leher dan dada
3. MRI Deteksi tumor, kalainan vaskuler/stroke,
degeneratif proses diotak
4. Laringoskopi direk Menilai keadaan dan pergerakan otot laring
5. Esofagoskopi Menilai lumen esofagus, biopsi
6. Endoskopi Menilai lesi submukosa
ultrasound

Pemeriksaan penunjang utk menilai fungsi menelan :


Penunjang Kegunaan
1. Modified barium Menilai keadaan kedua sfingter esofagus,
swallow menganalisa transfer dysphagia
2. Leksible fiber optic Menilai pergerakan faring dan laring
faringoskop
3. Video floroscopy Sda
recording
4. Scintigraphy Menilai gangguan orofaring, esofagus,
pengosongan lambung dan GERD
(Gastroesophageal refluks disease)
5. EMG Menilai defisiensi fungsi saraf kranial
6. Manometri Menilai gangguan motilitas peristaltik
7. pHmetri 24 jam Pemeriksaan fefluks esofagitis

Disfagia
No Penyakit mekanik Neurogenik Psikogenik Etiologi
    O F E O F E O F E  
1 Atresia     v/s             K
Fistula
2 trakeoesofagus     v/s             K
3 Stenosis/web     v/s             K
4 Divertikulum zenker   v               K
5 Korpal v v v             B
6 Disfagia lusoria     v/t             K
7 Akalasia           v/a       u/k
Spasme difus
8 esofagus           v/s       P
9 Striktur     v             T/R
10 Esofagitis     v             R
11 Karsinoma/tumor v v v  v v  v        N
12 Globus histerikus                 v/s P
13 Serebral palsy       v v         S
14 GERD               v   P

Daftar Pustaka :
1. Soepardi A Efianty. Penatalaksanaan disfagia secara
komprehensif.Acara ilmiah penglepasan purna tugas Prof Dr.
Bambang.2002
2. SS Bambang. Disfagia.Bronko-esofagologi.1994:40-49
3. Bailey J Byron. Esophageal disorders.Head and neck surgery-
Otolaringology.Vol.1.2.1998;56:781-801
4. Alper MC, Myers EN, Eibling DE. Dysphagia. Decision making in ENT
Disorders.2001;52:136-37
5. Thaller SR, Granick MS, Myers EN. Disfagia. Diagram diagnostik
penyekit THT.EGC 1993;13:105-11

Anda mungkin juga menyukai