Anda di halaman 1dari 223

Henryana Alta Ira

Alvin Armando

PEMBIMBING :
dr. Lenny B. W, Sp. THT-KL

SMF THT-KL RSUD NGANJUK


2017-2018
ANATOMI FARING
kantong fibromuskuler  Faring menghubungkan
bentuk spt corong dari Kav nasi dan kav oris ke
dasar tengkorak s/d tepi laring dan oesofagus
bawah kartilago krikoid
panjang ± 14cm
Nasofaring
Batas-batas Struktur penting
1. Adenoid
Atas : dasar
2. Jaringan limfoid ddg lateral
tengkorak faring, recesus faring fossa
Bawah : palatum molle Rossenmuler
3. Torus tubarius, muara tuba
Depan : koana Eustachius
Belakang : vertebra 4. Koana
cervicalis 5. Foramen Jugulare (N. IX, X,
XI, v. jug. Int)
Lateral : ostium tuba
6. Bagian petrosus os
Eustachius, torus tubarius, temporal
fossa Rossenmuler, recesus 7. Foramen lacerum (N.III, IV,
faringeus VI)
 Mukosa fungsi pernafasan
Epitel berlapis silindris bersilia dengan sel goblet

Pada perbatasan dengan oropharynx  epitel transisional

 Vaskularisasi
Cabang. A. carotis eksterna
A. carotis interna dibagian lat. bersama a. faring asenden

 Aliran limfe
 KGB Retrofaring, KGB cervic. profunda

 Persyarafan
- Motoris : N. X.
- Sensoris : N. IX.
Cabang Maksilaris N. V
N. Vidianus
Ganglion Sfenopalatina
OROFARING
Orfaring terdapat disebelah dorsal dari kavum oris dan
dihubungkan dengan kavum oris oleh ismus fausium. Berbeda
dengan nasofaring, orofaring bergerak berfungsi dalam proses
pernapasan dan proses menelan
Orofaring
Batas-batas Struktur penting
Atas : palatum mole 1. Dinding faring posterior
Bawah : tepi atas 2. Tonsila palatina, fossa,
epiglotis arcus ant - post
Depan : cavum oris 3. Uvula
Belakang : vertebra 4. Tonsila lingualis
cervicalis 5. Foramen caecum
Pada mukosa orofaring didapatkan kelompok-
kelompok jaringan limfoid yang disebut
granula pada dinding posteriornya, sedangkan
lateral pharyngeal band terdapat pada dinding
lateral disebelah dorsal dari arkus posterior.
 MUKOSA
 ~ orofaring  fungsi pencernaan
 Epitel berlapis pipih tidak bersilia

PERSYARAFAN
- Motoris : N. IX, X, XI, VII
- Sensoris : N. X
Laringofaring
Batas-batas Struktur penting
Atas : tepi atas 1. Valekula
epiglotis 2. Epiglotis
Bawah : introitus 3. Sinus piriformis
esofagus 4. M.konstriktor
Depan : laring faring inferior
Belakang: vertebra
cervicalis
Fisiologi nasofaring
 Fungsi utama : pernapasan
 Ventilasi & drainase dari cavum timpani melalui
tuba Eustachius
 Drainase dari hidung
 Resonansi (pembentukan suara)
FISIOLOGI OROFARING & LARINGOFARING
 Saluran pernapasan & drainase dari nasofaring
 Saluran pencernaan dari mulut
 Resonansi suara
 Jaringan limfoid cincin Waldeyer  imunitas,
menghancurkan kuman patogen, membentuk antibodi
spesifik (imunoglobulin) & limfosit
 Proses menelan
Proses menelan
FARING
persimpangan jalan proses menelan & pernapasan

Proses menelan :
1. Fase Oral ~ volunter (sengaja)
2. Fase Faringeal ~ involunter (reflek / otomatis)
3. Fase Esofageal ~ involunter
Fase oral
 Pada fase oral ini akan terjadi proses
pembentukan bolus makanan yang
dilaksanakan oleh gigi geligi, lidah,
palatum mole, otot-otot pipi dan saliva
untuk menggiling dan membentuk bolus
dengan konsistensi dan ukuran yang
siap untuk ditelan. Proses ini
berlangsung secara disadari.
Pada fase oral ini perpindahan bolus dari rongga
mulut ke faring segera terjadi, setelah otot-otot
bibir dan pipi berkontraksi meletekkan bolus diatas
lidah. Otot intrinsik lidah berkontraksi
menyebabkan lidah terangkat mulai dari bagian
anterior ke posterior. Bagian anterior lidah
menekan palatum durum sehingga bolus terdorong
ke faring.

Bolus menyentuh bagian arkus faring anterior,


uvula dan dinding posterior faring sehingga
menimbulkan refleks faring. Arkus faring terangkat
ke atas akibat kontraksi m. palato faringeus
FASE FARINGEAL
 Fase ini dimulai ketika bolus makanan menyentuh arkus faring
anterior (arkus palatoglosus) dan refleks menelan segera
timbul.

 Pada fase faringeal ini terjadi :


1. m. Tensor veli palatini (n.V) dan m. Levator veli palatini (n.IX,
n.X dan n.XI) berkontraksi menyebabkan palatum mole
terangkat, kemudian uvula tertarik keatas dan ke posterior
sehingga menutup daerah nasofaring.
2. m.genioglosus (n.XII, servikal 1), m ariepiglotika (n.IX,nX)
m.krikoaritenoid lateralis (n.IX,n.X) berkontraksi
menyebabkan aduksi pita suara sehingga laring tertutup.

14
FASE FARINGEAL
3. Laring dan tulang hioid terangkat keatas ke arah dasar lidah
karena kontraksi m.stilohioid, (n.VII), m. Geniohioid,
m.tirohioid (n.XII dan n.servikal I).
4. Kontraksi m.konstriktor faring superior (n.IX, n.X, n.XI), m.
Konstriktor faring inermedius (n.IX, n.X, n.XI) dan m.konstriktor
faring inferior (n.X, n.XI) menyebabkan faring tertekan
kebawah yang diikuti oleh relaksasi m. Kriko faring (n.X)
5. Pergerakan laring ke atas dan ke depan, relaksasi dari introitus
esofagus dan dorongan otot-otot faring ke inferior
menyebabkan bolus makanan turun ke bawah dan masuk ke
dalam servikal esofagus. Proses ini hanya berlangsung sekitar
satu detik untuk menelan cairan dan lebih lama bila menelan
15
makanan padat.
FASE ESOFAGEAL
 Pada fase esofageal proses menelan berlangsung tanpa
disadari. Bolus makanan turun lebih lambat dari fase
faringeal yaitu 3-4 cm/ detik.
Fase ini terdiri dari beberapa tahapan :
1. Dimulai dengan terjadinya relaksasi m.kriko
faring. Gelombang peristaltik primer terjadi akibat kontraksi
otot longitudinal dan otot sirkuler dinding esofagus bagian
proksimal. Gelombang peristaltik pertama ini akan diikuti
oleh gelombang peristaltik kedua yang merupakan respons
akibat regangan dinding esofagus.

16
FASE ESOFAGEAL
2. Gerakan peristaltik tengah esofagus dipengaruhi oleh
serabut saraf pleksus mienterikus yang terletak diantara
otot longitudinal dan otot sirkuler dinding esofagus dan
gelombang ini bergerak seterusnya secara teratur menuju
ke distal esofagus.
Cairan biasanya turun akibat gaya berat dan makanan
padat turun karena gerak peristaltik dan berlangsung
selama 8-20 detik.Esophagal transit time bertambah
pada lansia akibat dari berkurangnya tonus otot-otot
rongga mulut untuk merangsang gelombang peristaltik
primer.

17
ANATOMI LARING
LARING
 Laring merupakan bagian terbawah dari saluran nafas
bagian atas dan terletak setinggi vertebra cervicalis IV –
VI.
 Bentuk laring menyerupai limas segitiga terpancung
dengan bagian atas lebih terpancung dan bagian atas
lebih besar dari bagian bawah. Batas atas laring adalah
aditus laring sedangkan batas kaudal kartilago krikoid
Struktur kerangka laring terdiri dari satu tulang (os
hioid) dan beberapa tulang rawan. Komponen utama
pada struktur laring adalah kartilago tiroid yang
berbentuk seperti perisai dan kartilago krikoid. Os
hioid terletak disebelah superior dengan bentuk
huruf U dan dapat dipalpasi pada leher depan serta
lewat mulut pada dinding faring lateral. Dibagian
bawah os hioid ini bergantung ligamentum tirohioid
yang terdiri dari dua sayap / alae kartilago tiroid.
Sementara itu kartilago krikoidea mudah teraba
dibawah kulit yang melekat pada kartilago tiroidea
lewat kartilago krikotiroid yang berbentuk bulat
penuh. Pada permukaan superior lamina terletak
pasangan kartilago aritinoid ini mempunyai dua buah
prosesus yakni prosesus vokalis anterior dan prosesus
muskularis lateralis
 Pada prosesus vokalis akan membentuk 2/5 bagian
belakang dari korda vokalis sedangkan ligamentum
vokalis membentuk bagian membranosa atau bagian pita
suara yang dapat bergetar. Ujung bebas dan permukaan
superior korda vokalis suara membentuk glotis. Kartilago
epiglotika merupakan struktur garis tengah tunggal yang
berbentuk seperti bola pimpong yang berfungsi
mendorong makanan yang ditelan kesamping jalan nafas
laring.
Struktur Rangka Laring
 Os hioid
 Kartilago tiroid
 Kartilago krikoid (satu-satunya yg
berbentuk cincin)
 Kartilago epiglotis
 Kartilago aritenoid (sepasang)
 Kartilago kornikulata (sepasang)
 Kartilago kunaeiformis
 Kartilago tritisea (didlm ligamen
hiotiroid lateral)
Persendian
 Artikulasi krikotiroid
 Artikulasi krikoaritenoid

Ligamen & Membran


 Membran tirohioid
 Ligamen hioepiglotik
 Membran krikotiroid

25 25
Muskulus
 Muskulus ekstrinsik
 Suprahioid
 Diatas os hioid, berfungsi menarik laring
kebawah
 Infrahioid
 Dibwh os hioid, berfungsi menarik laring keatas
 Muskulus intrinsik
 gol. adduktor (5 pasang)
 menggerakkan KV ke media (adduksi)
 gol. abduktor (sepasang)
 menggerakkan KV ke lateral (abduksi)

26
Muskulus ekstrinsik
Suprahioid
(diatas os hioid, berfungsi menarik laring ke bawah)
 m digastrikus
 m geniohioid
 m stilohioid
 m milohioid
Infrahioid
(dibwh os hioid, berfungsi menarik laring ke atas)
 m sternohioid
 m omohiod
 m tirohioid

27
Muskulus Intrinsik
Berfungsi untuk menggerakkan pita suara :
 gol. adduktor (5 pasang)  menggerakkan KV ke medial
1. mm. krikoaritenoid lateral (d/s)
2. mm. tireoaritenoid (d/s) = m. vokalis
3. mm. krikotiroid
4. mm. interaritenoid obligus (2 bersilang)
5. mm. interaritenoid transversus (tunggal)
 gol. abduktor (sepasang)  menggerakkan KV ke lateral
 m krikoaritenoid posterior

28 28
Persarafan Laring
 Cabang N.X (N.Vagus) :
 N. Laringis superior
 N. Laringis inferior
 Secara anatomis, N. Laringis inferior sinistra lebih panjang
karena harus membelok di aorta dahulu sebelum naik ke
atas. Akibatnya saraf ini mudah mengalami gangguan,
misalnya cor pulmonal, cor bovinum dan perikarditis.
 N. Laringis superior (motoris dan sensoris).
 Sensoris disini penting untuk menerima rangsangan,
sehingga jika ada benda asing dan terasa nyeri akan
mengakibatkan refleks batuk (watch dog).
 N. Laringis inferior (motoris)
 Untuk membuka atau menutup rima glotis (gerak aduksi
dan abduksi)
abduktor
31
Muskulus

32
FISIOLOGI LARING
1.Fungsi proteksi 4. Fungsi emosi
2.Reflek batuk 5. Fungsi fonasi
3.Fungsi respirasi dan sirkulasi
1. Fungsi proteksi
• Scr filogenesitas  fungsi yg berkembang pertama kali
• Mencegah masuknya benda asing ke trakea
• Dengan mekanisme :
 Penutupan sfingter laring (epiglotis menutup
aditus laring)
 Tahan nafas sesaat  peningkatan tknn laring 
scr reflek menyebabkan terbukanya sfingter laring
secara mendadak
 Reflek batuk
33
2. Reflek batuk
• Mekanisme sfingter laring bekerja
• Tekanan udara subglotis meningkat
• Merangsang mekanisme sfingter laring utk relaksasi
secara mendadak
• Udara bertknan dari subglotis keluar serentak sebagai
batuk yg mampu mendorong benda asing atau sekret
dari trakhea/laring  ke hipofaring
3. Fungsi respirasi dan sirkulasi
• Diperankan oleh pembukaan rima glotis gerakan plica
vocalis ke arah lateral
• Kontraksi otot abduktor menyebabkan rima glotis
melebar
• Volume udara respirasi meningkat
• Tekanan udara alveolus meningkat
• Tekanan udara sirkulasi meningkat 34
4. Fungsi emosi
• Diperankan oleh plika vokalis
• Perubahan amplitudo & frekwensi getaran plika vokalis
akan menghasilkan suara yang mengekspresikan emosi
• Cth : merintih (kalo orang sakit, kekuatannya
berkurang, suara tidak seperti org sehat), mengeluh,
berteriak, tertawa terbahak

5. Fungsi fonasi
• Diperankan oleh otot intrinsik
• Tinggi rendah suara diatur dgn perubahan
peregangan plika vokalis oleh otot tensor

35
FISIOLOGI FONASI
SISTEM YANG BERPERAN :
Sistem pernafasan (khususnya laring)
 Terdapat pita suara, otot otot laring (intrinsik dan
ekstrinsik)
 Dibagi menjadi : vestibulum, ventrikel dan infraglotis
 Terdapat 2 pita (vocal vold dan vestibular vold)
 Pita suara berkontraksi (addiksi, abduksi dan tension)
oleh otot intrinsik laring
Proses pembentukan suara
 Terjadi karena vibrasi pada lipatan pita suara baik:
a. Secara pasif : pada saat relax oleh dorongan udara
ekspirasi pada saat pernapasan normal, sehingga
udara masuk ke celah glotis secara bebas
b. Secara aktif : disebabkan udara yang menggetarkan
pita suara yang menegang/melemas sehingga celah
glotis menyempit/melebar karena kontraksi otot
laring, otot mylohyoid yang menggerakkan
kertilago, aritenoid dan tiroid tempat menempelnya
pita suara masuk
Proses pembentukkan suara
 Variasi posisi glotis yang dapat menimbulkan
pembentukan bunyi suara dan bunyi pernapasan
a. Terbuka lebar: saat bernapas normal
b. Terbuka sempit: menghasilkan bunyi tak bersuara
c. Tertutup: menghasilkan bunyi bersuara
d. Tertutup rapat: menghasilkan bunyi hamzah
Fonasi
1. Tinggi/rendah nada : tergantung tebal/tipis serta
memanjang/memendek pita suara (laki-
laki lebih panjang oleh karena adanya Adam
Apple.
2. Kerasnya suara : tergantung tekanan hembusan
paru.
3. Kwalitas/merdu suara : tergantung ruang resonansi
diatas glotis.
4. Articulasi (ketepatan pengucapan kata/huruf) :
tergantung ketepatan kombinasi pergerakan dan
penempatan palatum mole, lidah, gigi dan bibir.
Anamnesa Faring dan Rongga
Mulut
Keluahan di daerah faring pada umumnya adalah:
1. Nyeri tenggorok
2. Odinofagia
3. Rasa banyak dahak di tenggorok
4. Disfagia
5. Rasa sumbatan dileher
Anamnesa Faring dan Rongga Mulut
1. Nyeri tenggorok
Keluhan ini dapat hilang timbul atau menetap. Apakah nyeri
tenggorok disertai dengan demam, batuk serak dan
tenggorok terasa kering. Apakah pasien merokok dan berapa
jumlahnya sehari.
2. Nyeri telan (odinofagi)
Merupakan rasa nyeri di tenggorok waktu menelan. Apakah
nyerinya dirasakan sampai ke telinga
3. Rasa banyak dahak ditenggorok
Merupakan keluhan yang sering timbul akibat adanya
inflamasi dihidung dan faring. Apakah dahaknya berupa
lendir saja, pus atau bercampur darah. Apakah dahak dapat
keluar bila dibatukkan atau terasa turun ditenggorok.
4. Sulit menelan (disfagia)
Sudah berapa lama dan untuk jenis makanan
cair atau padat. Apakah juga disertai muntah
dan berat badan menurun dengan cepat.
5. Rasa ada yang mengganjal di leher
Sudah berapa lama, tempatnya disebelah
mana.
Anamnesa hipofaring dan laring
 Keluhan pasien dapat berupa
1. Suara serak
2. Batuk
3. Disfagia
4. Rasa ada sesuatu dileher
1. Suara serak
suara serak atau tidak keluar suara sama sekali sudah berapa
lama, apakah sebelumnya mengalami peradangan dihidung atau
tenggorokan. Apakah keluhan ini disertai batuk, rasa nyeri dan
penurunan berat badan.
2. Batuk
Sudah berapa lama, apakah ada faktor sebagai pencetus batuk
tersebut seperti rokok, udara yang kotor serta kelelahan. Apa yang
dibatukkan, dahak kental, bercampur darah dan jumlahnya.
Apakah pasien seorang perokok,
3. Sulit menelan (disfagia)
Sudah berapa lama dan untuk jenis makanan cair atau padat.
Apakah juga disertai muntah dan berat badan menurun
dengan cepat.
4. Rasa ada sesuatu ditenggorok
Keluhan sudah berapa lama diderita, adakah keluhan lain
yang menyertai serta hubungannya dengan keletihan mental
dan fisik
PEMERIKSAAN FISIK TENGGOROK
Inspeksi , perhatikan :
1.Ptialismus, trismus
2.Gerakkan bibir dan susut mulut (N VII)
3.Mukosa dan ginggiva, misalkan adanya ulkus
4.Gigi atau geraham rusak yang dapat menimbulkan sinusitis
maksilaris (Caries gigi P2 ,P1, M1, M2, M3 ) atas atau trismus yang
disebabkan gigi M3 bawah yang letaknya miring
5.Lidah : Parese N. XII, atrofi,aftae, tumor malignan
6.Palatum durum ( torus palatinus) , prosesus alveolaris bengkak
oleh karena radang atau tumor sinus maksilaris
Palpasi : Jangan dilupakan bila ada ulkus pada lidah (karsinom)
Perkusi : Pada gigi dan geraham, terasa sakit bila ada radang
Dimulai dengan pasien membuka mulut lebar-lebar, lidah
ditarik ke dalam, lidah ditekan ke bawah, dibagian medial.

A.Penderita disuruh bernapas :


1.Tidak boleh menahan napas
2.Tidak boleh bernapas keras-keras
3.Tidak boleh ekspirasi atau mengucap “ch”
B.Lidah ditekan anterior dari tonsil, hingga kelihatan pole
dibawah tonsil.
Pemeriksaan tonsil :
Kita periksa tonsil mengenai pembesaran , mobilitas,
anatomi dari tonsil .
Pembesaran tonsil ditentukan sebagai berikut :
T0 : tonsil didalam fosa tonsil atau telah diangkat
T1 : bila besarnya ¼ jarak arkus anterior dan uvula
T2 : bila besarnya 2/4 jarak arkus anterior dan
uvula
T3 : bila besarnya ¾ jarak arkus anterior dan uvula
T4 : bila besarnya mencapaai uvula atau lebih
Pemeriksaan tonsil dan palatum mole , dapat kita lakukan dengan
memperhatikan anatominya
Tonsilitis akut : Semua merah, titik-titik putih pada tonsil
Tonsilitis kronik : arkus anterior merah
Afte : ditekan sakit
Abses peritonsil : ismus fausium kecil ,tonsil terdesak ke
medial , sekitar tonsil merah , dan udem , uvula terdesar
heterolateral udematus
Difteri : Pseudomembran warna kotor hemoragis, ada yang
diluar batas tonsil. Mukosa normal ,bullneck, usap
tenggorok
Plaut vincent : ulkus seluruh tonsil,monolateralfebrs,perlu usap
tenggorokan
Radang spesifik : Tuberkulosa
Tumor benigna : keras, fiksasi tonsil
Sikatrik : Akibat tonsilektomi, insisi abses peritonsil
Korpus alineum : duri ikan, tulang
Pemeriksaan mobilitas tonsil ,
Menggunakan 2 spatula
Spatula 1 : Posisi diatas lidah anterior tonsil
Spatula 2 : Posisi ujungnya vertikal menekan jaringan
peritonsil, sedikit lateral dari arkus anterior.
Hasil : pada tumor tonsil : Fiksasi
Pada tonsilitias kronik : mobile dan sakit
Pemeriksaan parese/paralisis palatum mole
Normal :
Waktu istirahat : uvula menunjuk ke bawah , konkavias palatum
mole simetris
Ucapkan “aa,ee” : uvula bergerak-gerak tetap simetris

Paresis bilateral :
Waktu istirahat : seperti normal
Ucapkan “aa,ee” : seperti normal
“eee” : mungkin uvula sedikit bergerak

Paresis unilateral :
Waktu istirahat : seperti normal
Ucapkan “aa,ee” : palatum mole terangkat ke arah yang sehat,
uvula miring, menunjuk ke arah sehat, konkavitas, tak simetris
Faringitis akut : Semua merah
Faringitis kronik : Hanya granule merah
Aftae, difteri, ulkus sifilis, sikatriks, korpus alineum

Faringitis ec virus inf. Faringitis inf streptokokus


Pemeriksaan paresis faring :
Normal : Bila disentuh sensitif, dijumpai refleks
muntah
Paresis bilateral : Dijumpai tumpukan air ludah dan bila
disentuh tidak sensitif dan reflek muntah
hilang

Paresis unilateral: Bila disentuh muncul gerakan coulisse


(yang bergerak hanya faring yang sehat )
Pemeriksan laring teridiri atas :
1. Pemeriksaan dari luar
2. Laringoskopia indirekta
3. Laringoskopia direkta
4. Pemeriksaan kelenjar leher
5. Pemeriksaan X-foto rontgen
1. Pemeriksaan dari luar

Inspeksi :
- warna dan keutuhan kulit
- benjolan (struma dan kista duktus tiroglossus)

Palpasi :
- mengenal bagian dari kerangka laring (tulang hioid,
kartilago tiroid,kartilago krikoid) dan gelang trakea
- apakah ada udem, struma, kista, metastase?
- apakah ada susunan yang abnormal? (fraktur dan
dislokasi)
- laring yang normal (mudah digerakkan)
2. Laringoskopi Indirekta
2. Laringoskopi Indirekta

Melihat laring secara tidak langsung


- menempatkan cermin didalam faring
- cermin tersebut disinari dengan cahaya
- Bayangan laring pada cermin terlihat dari sinar yang dipantulkan

Syarat :
- harus ada jalan yang lebar buat cahaya yang dipantulkan oleh
cermin. maka lidah harus dikeluarkan, sehingga radiks linguae yang
menutup jalan itu bergerak ke ventral.
- harus ada tempat yang luas buat cermin, dan cermin tak boleh
ditutup oleh uvula. Untuk itu pasien disuruh bernapas dari mulut,
sehingga uvula bergerak keatas dengan sendirinya.
2. Laringoskopi Indirekta

Alat yang diperlukan :


1. Cermin laringoskop yang besar
2. lampus spiritus
3. larutan tetrakain buat faring yang sensitif
4. kain kasa yang dilipat

Tahap-tahap pemeriksaan :
- memeriksa radiks linguae, epiglotis, dan sekitarnya
- memeriksa lumen laring dan rima glotidis
- memeriksa bagian yang letaknya kaudal dari rima
glotidis
2. Laringoskopi Indirekta
Tahap pelaksanaan laringoskop indirekta :
- Anastesi faring dengan tetrakain. Umumnya tidak diperlukan, kecuali
untuk faring yang sangat sensitif (Pemeriksaaan dimulai sekitar 10 menit
setelah disemprotkan tetrakain)
- Pasien harus membuka mulut lebar-lebar dan bernapas dari mulut
- Pasien diminta menjulurkan lidah panjang-panjang

Bagian lidah yang ada diluar mulut


- Dibungkus dengan kain kasa, kita pegang dengan tangan kiri, jari I diatas
lidah, jari III dibawah lidah dan jari 2 menekan pipi
- Dipegang dengan tenaga yang optimal. (terlalu keras dapat menyakiti
pasien, bila terlalu lunak lidah akan terlepas)
2. Laringoskopi Indirekta

- Cermin dipegang dengan tangan


kanan, seperti memegang pensil
arah cermin ke bawah.
- Cermin dipanasi (lebih sedikit 37C)
supaya nanti tidak menjadi kabur.
- Panas cermin dikontrol pada lengan bawah kiri pemeriksa.
Cermin dimasukkan ke dalam faring dan mengambil posisi
di muka uvula.
- Kalau perlu uvula didorong sedikit kebelakang dengan
punggun cermin, cermin disinari
2. Laringoskopi Indirekta

Untuk pemeriksaan laringoskop Indirekta kepala penderita diatur


dalam tiga posisi, yaitu :
- Posisi tegak (a)
- Posisi killian (b)
(sekitar komisura posterior)
- Posisi tuerck’s (c)
(sekitar komisura anterior)

yang perlu kita lihat ada 3 hal :


1. Radiks linguae , epiglotis dan sekitarnya
2. Laring dan sekitarnya
3. Trakea
2. Laringoskopi Indirekta
2. Laringoskopi Indirekta
1. Radiks linguae, epiglotis dan sekitarnya
- Kelihatan gambar dari radiks linguae ,epiglotis yang
menutup introitus laringitis, plika glossoepiglotika, valekula
kiri dan kanan.
- Perhatikan anatominya
- Perhatikan patologinya: udem dari epiglotis, ulkus, tumor,
korpus alineum.
- Facies posterior tonsil .
- Perhatikan warna, aftae, ulkus
- Untuk keperluan ini penderita disuruh mengucapkan huruf
“iii” yang panjang dan yang tinggi, oleh karenanya
menyebabkan laring ditarik keatas dan ke muka , sehingga
epilotis juga ikut bergerak dan yang sebelumnya menutup
introitus laring kemudian akan terbuka sehingga cahaya
dapat masuk ke dalam laring dan trakea
- Korda vokali bergerak ke garis median
2. Laringoskopi Indirekta

2. Melihat laring dan sekitarnya


Perhatikan anatomi laring berupa :
- Epiglotis dan pinggirnya
- Aritenoid kiri dan kanan
- Plika ari-epiglotika kiri dan kanan
- Sinus piriformis kiri dan kanan
- Dinding posterior dan dinding lateral faring
- Plika ventrikularis kiri dan kanan
- Komisura anterior dan posterior
- Korda vokalis kiri dan kanan
2. Laringoskopi Indirekta
Patologi-anatomi dari laring
Radang : - laringitis akut (semua merah)
- laringitis kronik ( sedikit merah atau yang merah
hanya korda vokalis saja)
Ulkus : - Laringitis TBC : - erosi ulkus pada komisura psoterior
- erosi ulkus pada korda vookalis
- Epiglotis (udem, infiltrat, ulkus, amputasi)
- Karsinoma
Udem : Radang, alergi, tumor
Cairan : - Sputum hemoragis dijumpai pada tbc, keganasan
- Tumpukan saliva di sinus pyriformis
Tumor : - Benigna (papiloma, polip, nodul, kista)
- Maligna-karsinoma

Perhatikan gerak korda vokalis (normal? Simetris? Parese?)


2. Laringoskopi Indirekta
2. Laringoskopi Indirekta

3. Melihat trakea
-Biasanya korda vokalis hanya dapat dilihat dalam stadium
fonasi
-Dalam stadium respirasi lumen laring tertutup oleh
epiglotis, sehingga mukosa trakea hanya dapat dilihat waktu
belum ada aduksi yang komplit, atau diwaktu permulaan
abduksi
-Perhatikan: anatomi, patologi mukosa, warna mukosa,
sekret reio subglotisk, udem, tumor
3. Laringoskopi Direkta
3. Laringoskopi Direkta

untuk melihat laring secara langsung tanpa cermin tetapi


dengan perantaraan alat yang disebut laringoskop.
Ada 3 macam :
1. Laringoskop kaku
2. Laringoskop fiber
3. Mikrolaringoskop dengan memakai mikroskop
3. Laringoskopi Direk
1. Laringoskopi kaku
- endoskop model Brunings, Jackson, Mc. Intosh, Mc. Gill
- Sumber cahaya : Brunings proximal, Jackson distal.

teknik :
- Penderita ditidurkan terlentang diatas meja periksa
- Pemeriksaan baru dapat dimulai sekitar 10 menit setelah
ke dalam faring dan laring diteteskan tetrakain 1% (masing-
masing 10 tetes)
- pipa dimasukkan sampai ke dalam introitus laringis
- memperhatikan gambar laring seperti pada laringoskopi
indirekta
3. Laringoskopi Direk
2. Laringoskopi fiber

3. Mikrolaringoskop dengan memakai mikroskop.


Perhatikan :
- Pasien berbaring, posisi kepala di depan pemeriksa
- Bagian kanan penderita adalah juga bagian kanan
pemeriksa
PENYAKIT YANG BERHUBUNGAN
DENGAN TENGOROK
PENYAKIT INFEKSI OROFARING
TONSILITIS AKUT

 Definisi : Infeksi akut jaringan tonsil

 Etiologi :
 Strep beta-hemolitikus grup A (30 – 40%)
 H. influenzae
 Virus

 Insiden :
 Anak 5 – 10 tahun (sering)
 Dewasa

78
79
 Patologi :
 Radang jaringan limfoid (folikel)
 Udim, hiperemi
 Eksudat  detritus

Detritus terdiri atas :


 epitel
 lekosit
 bakteri

80
81
 Gejala Klinis :
 Tenggorok rasa kering
 Nyeri telan hebat – mendadak
 Anak tidak mau makan
 “ Referred pain “  sakit di telinga
 Panas tinggi  anak kejang
 Sakit kepala
 Mual / muntah / nyeri perut
( Strep. beta-hemolitikus )

82
 Pemeriksaan :
 “ Plummy voice “
 “ Foetor ex ore “
 Ptialismus
 Tonsil oedem, hiperemi, detritus
 Ismus fausium menyempit
 Palatum mole, arkus ant./post.  oedem,
hiperemi
 Kelenjar limfe membesar – nyeri tekan

83
 Diagnosa banding :
DIFTERI TONSIL 
pseudomembrane smp keluar tonsil , Bull neck
 Penyulit :
1. Lokal
- Peritonsilitis (infiltrat peritonsil)
- Abses peritonsil
- Abses parafaring
2. Sistemik (Strep. beta-hemolitikus)
- Glomerulonefritis akut
- Penyakit jantung rematik
- Endokarditis bakterial sub akut 84
 Pengobatan :

 istirahat ANTIBIOTIKA
 makan lunak  BERAT :
 minum hangat PP 2x0.6 – 1.2 juta IU/hr im (5hr)
 analgesik / antipiretik  Fenoksimetil pen. 4x500mg/hr
( asetosal, parasetamol selama 10 hari
 3 – 4 x 500 mg )
 RINGAN :
Fenoksimetil penisilin
7.5 – 12.5 mg/kgbb/hari
4x sehari selama 10 hari

85
 Bila terjadi komplikasi :

1.Abses peritonsil  pungsi –


insisi

2.Abses parafaring  pungsi –


insisi

3.Sistemik  tonsil sbg fokal


infeksi  indikasi tonsilektomi
86
 Edukasi :
1. Mencegah penularan
 tdk bergantian alat makan / minum
 tutup mulut / hidung bila batuk /
bersin
2. Meningkatkan kondisi badan
 olah raga teratur
 makanan bergizi
3. Meningkatkan daya tahan lokal
 menghindari iritan
87
TONSILITIS KRONIS

 Definisi :

Infeksi kronik jaringan tonsil  kelanjutan dari


infeksi akut berulang tonsil atau infeksi
sub klinis

 Hipertrofi folikel  tonsil membesar

Pada anak  sering disertai hipertrofi adenoid 

disebut ADENOTONSILITIS KRONIS 88


89
 Gejala klinis :

A. Keluhan penderita :
 nyeri telan ringan  hebat ( eksaserbasi
akut )
 rasa mengganjal
 “ foetor ex ore “
 buntu hidung ( ngorok )  adenoid
membesar
 “ adenoid face “
 gangguan pendengaran ( adenoid
membesar ) 90
B. Pemeriksaan :
 tonsil membesar
kripta melebar  detritus (+) atau bila
ditekan
 “ adenoid face “
 fenomena palatum mole (-)

91
 Penyulit :

 Sama dengan tonsilitis akut

 Adenotonsilitis kronik

Otitis Media Serosa

Sinusitis paranasal kronik

Bronkitis kronik

92
 Penatalaksanaan :

 Serangan akut  sama dengan tonsilitis


akut

 Tonsilektomi / adenotonsilektomi 

bila serangan >4-6 kali dalam satu tahun

93
 Edukasi :

 Sama dengan tonsilitis akut

 Bila kambuh >4-6 kali dalam satu tahun 


Operasi

 1 bulan bebas panas  alasannya:

- mencegah perluasan infeksi

- mencegah komplikasi perdarahan 94


 Edukasi :
1. Mencegah penularan
 tdk bergantian alat makan / minum
 tutup mulut / hidung bila batuk /
bersin
2. Meningkatkan kondisi badan
 olah raga teratur
 makanan bergizi
3. Meningkatkan daya tahan lokal
 menghindari iritan
95
ADENOID
Jaringan limfoid di dinding nasofaring
 Letak di dinding posterior, tidak berkapsul
 Bagian dari cincin Waldeyer
 Pada anak sampai pubertas
 Umur 12 tahun mengecil
 Umur 17 – 18 tahun menghilang

 Fungsi:
Sistem pertahanan tubuh pertama (lokal) sal.
nafas
memproduksi limfosit
Membentuk antibodi spesifik (Ig)
96
97
MASSA ADENOID
( batas bawah tampak tegas )

98
ADENOIDITIS AKUT
 Definisi :
Radang akut pada adenoid bayi – anak <12 tahun
Sering bersamaan dng tonsilitis akut disebut
ADENOTONSILITIS AKUT
 Gejala klinis :
1. Keluhan ( dari ibunya ) :
 panas tinggi  konvulsi
 buntu hidung  bayi tdk dapat menyusu 
gelisah, lapar, berat badan menurun, disertai pilek
2. Pemeriksaan ( dikerjakan pd anak besar & kooperatif ):
 RA : adenoid udim, hiperemi, sekret (+), fmn
palatum mole (-)
 RP : adenoid hiperemi (sulit) endoskopi

99
 Terapi :

 antibiotika (ampicillin, amoxicillin, amoxiclav, macrolide)


 simtomatis (antipiretik)

 Komplikasi :
 melalui tuba eustakius  kavum timpani  OMSA
 ke bawah  laring, trakeitis, bronkitis, bronkopnemoni
 ke depan (hidung) sinusitis akut

100
 Etiologi :
ADENOIDITIS KRONIS
 Post nasal drip  sekret kavum nasi jatuh ke belakang
 Sekret berasal dari : sinus maksilaris & ethmoid

 Gejala klinis :
Disebabkan oleh hipertrofi adenoid  buntu hidung

AKIBAT NYA :
- rinolalia oklusa ( bindeng ) krn koane tertutup
- mulut terbuka utk bernapas
 muka terkesan bodoh ( adenoid face )
- aproseksia nasalis
- sefalgi
- pilek dan batuk
- nafsu makan menurun
- oklusio tuba  pendengaran menurun
- tidur ngorok  OSAS 101
 Pemeriksaan:
 RA : Adenoid membesar
Phenomena palatum mole (-)
 RP : Adenoid membesar dan tidak hiperemi

 Pemeriksaan tambahan:
 Endoskopi, foto skull lateral soft tissue (adenoid), CT Scan

kkkk

kkkk

103
 Penatalaksanaan :

 adenoidektomi ( ADE )

 bila disertai tonsilektomi

 adenotonsilektomi ( ATE )

Adenoidektomi dilakukan jika:

1. Hipertropi  menyebabkan gangguan nafas


(snooring,OSAS)
2. Gangguan pertumbuhan maxillofacial
3. Gangguan pendengaran
4. Menyebabkan sinusitis berulang

104
FARINGITIS AKUT
Naso/Epifaryng, Oro/Mesofaring, Laryngo/hypofaring

 Infeksi akut pada mukosa faring dan jar. limfoid faring

 Etiologi :
- Virus : rhino v., corona v.,
v. influenza A & B, parainfluenza,
adeno v., resp. syncytial v., entero v.

- Bakteri : streptokokus beta hemolitikus grup A, B, C dan G,


stafilokokus, hemofilus, neisseria sp, korine
bakterium sp

 Sering bersamaan dengan infeksi akut sal nafas atas :


rinitis akut, nasofaringitis, tonsilitis akut

105
FARINGITIS AKUT TONSILOFARINGITIS AKUT

106
 Penyebaran : Droplet infection

Gambaran klinis
- dapat didahului rinitis akut, konyungtivitis,
malaise, panas badan, dan nyeri kepala.
- nyeri tenggorok yg memberat saat menelan yg
dapat menjalar ke telinga
- mukosa faring : hiperemi, udim, t.u. jar.
limfoid : tampak garis2 mukopus, kd2
tampak pustular
follicles
- dapat terjadi limpadenopati klj. Leher
- bila menyebar ke laring : suara parau, batuk2

107
 Terapi
- Umumnya dapat sembuh sendiri (self limiting
dis.) dan tidak perlu obat anti virus
- Obat simtomatis : bedrest, analgetik-antipiretik
- Antibiotik : bila ada komplikasi infeksi bakteri

 Komplikasi
- Lokal : sinusitis, otitis media, laringitis,
trakeo bronkitis, pneumonia
- General :meningitis, ensefalitis, miokarditis

108
FARINGITIS KRONIK
 Infeksi atau inflamasi yg berlangsung
lamadari mukosa faring

 Dibagi :
- non spesifik
- spesifik

109
FARINGITIS KRONIK NON SPESIFIK
 Etiologi :
- sinusitis kronik
- gingivitis
- bronkiektasis
- bronkitis kronis
- karies gigi
- iritasi dari rokok/asap industri/gorengan dll
- iritasi asam lambung pada GastroEsofageal Reflux Ds

Gambaran Klinis :
- rasa tidak nyaman (mengganjal) di tenggorok
- tenggorok berlendir

110
 Lokal: jar. limfe yang menonjol pd dinding
belakang
faring dan kemerahan

Penatalaksanaan :
- Bila ada penyebab yg dicurigai : dihindari
/ diobati
- Dapat dicoba diberi obat kumur

111
FARINGITIS KRONIK SPESIFIK
Etiologi :
Sifilis, gonorhoe, tuberkulosis, jamur

Gambaran Klinis :
Gejala tgt penyebab

Mis. ok. - Sifilis : dimulai dgn papula yg kmd pecah 


ulkus yg tdk nyeri

- Tuberkulosis : lesi multipel yg sangat nyeri

- Jamur: bercak putih kotor, merata , nyeri telan

112
FARINGITIS TUBERKULOSA

TUBERKULOSA PARU SCROPULODERMA 113


Sifilis / Lues Gonorroe / raja singa

jamur
114
Diagnosis :
- Tgt penyebab :
- SIFILIS  pem. Spirochaeta dgn dark field
illumination microscopy,
pem serologi VDRL
- TBC  pem mikrobiologi / patologi BTA
foto thorax
- GO  swab/kultur  pewarnaan gram
- Jamur  swab  pewarnaan KOH

 Penatalaksanaan :
Tgt penyebab, spt : Sifilis/ GO  Benzathine
penicillin
TBC  Obat2 anti TBC
Jamur  Obat anti jamur
115
TONSILOFARINGITIS DIFTERI
Infeksi akut mukosa faring yg spesifik ok kuman
difteri. Biasanya juga mengenai tonsil 
difteri faring dan tonsil
(TONSILOFARINGITIS DIFTERI).
Juga dpt terjadi pd hidung, laring

Etiologi : Corynebacterium diphtheriae

Di negara maju dimana program imunisasi sudah


sangat baik : jarang didapatkan
Di USA 200 – 300 kasus / tahun
Dapat menyebar cepat di tempat :
- penduduk terlalu padat
116
Gambaran klinik :
- Malaise, panas badan subfebril, sakit kepala,
nyeri telan
tidak hebat
- Lokal : membrana/beslag keabu2an pada tonsil,
faring dan
uvula
- Serviko limfadenopati : regio jugulo digastrik
(=bull neck)
- Membrana dapat menyebar ke laring 
obstruksi laring

Tanda beslag / membran difteria :


- Beslag kotor warna keabu abuan
- Melekat erat dengan jaringan dibawahnya
117
berdarah bila
118
119
 Berat ringannya gejala yang ditimbulkan
bervariasi :
mulai carrier yg asimtomatik sampai
menimbulkan
kematian dalam waktu yg cepat.
Tergantung imunitas pasien dan virulensi kuman

- Lokasi primer di samping di faring / tonsil dapat


terjadi di
laring atau hidung
Bahaya :
Jangka Pendek: Bila ke laring  obstruksi jalan
nafas
(akibat oedem dan beslag)  perlu
trakeotomi 120
Diagnosis Banding : tonsilitis akut

Komplikasi :
Sistemik ok penyebaran eksotoksin

- Dapat terjadi kematian akibat toxaemia 


- miokarditis
- defek konduksi pd jantung
- aritmia  kegagalan sirkulasi akut
- trombositopenia

- Neurologi : dalam 3-6 minggu paralisa : pal


molle, diafragma,
otot2 mata, kadang2 sindr. Guillain-
Barre
121
Terapi :
Px diisolasi scr ketat sp kead akut dilampaui &
biakan (-)
- Tx didasarkan gambaran klinik
- Difteri ringan (mata, hidung, kulit) : ADS20.000
IU im
- Difteri sedang (tonsil, faring, laring) :
ADS 40.000 – 60.000 IU iv
- Difteri berat (dg penyulit) : ADS 100.000 IU iv

- Penisilin prokain 600.000–1.2 juta IU/24 jam,


im 1-2x/hari,
selama 10 hari
Bila alergi thd Penisilin, dpt diberikan
Eritromisin 50 mg/kgbb/24 jam (maks 1
122
gram)p.o
PERITONSILITIS AKUT
merupakan lanjutan dari Tonsilitis akut
Keluhan: nyeri telan sangat hebat  shg tdk bisa
menelan ludah
Pemeriksaan: tonsil bengkak, merah,
pembengkaan sampai palatum mole,
tonsil terdorong ke tengah,
uvula terdorong ke sisi kontralateral
Bila hasil punksi: pus negatif  INFILTRAT
PERITONSIL  terapi antiobiotika,
analgesik

Bila pus positif  ABSESPERITONSIL


ABSES RETROFARING
Bila terjadi pd anak krn limfadenitis retrofaring
yg
menjadi abses,
pd dewasa disebabkan krn trauma

Gejala: demam, nyeri menelan, kadang2 sesak


nafas (terutama pd
anak )

Pemeriksaan: pembengkaan pd dinding belakang


faring, hiperemis
Patogenesis
 Beratnya infeksi tergantung dari vurulensi kuman, daya
tahan tubuh dan lokasi anatomi. Infeksi gigi dapat
mengenai pulpadan periodontal. Penyebaran infeksi
dapat meluas melalui foramen apical gigi ke daerh
sekitarnya. Infeksi dari submandibular dapat meluas ke
ruang mastikor kemudian ke parafaring. Perluasan infeksi
ke parafaring juga dapat langsung dari submandibula.
Selanjutnya infksi dapat menjalar ke daerah potensial
lainnya.
 Infeksi gigi dapat menyebar ke jaringan lunak rongga
mulut atau kutaneus dan dapat pula menyebar hingga ke
ruang leher bagian dalam. Ruang – ruang daerah leher
yang memungkinkan penyebaran infeksi ke mediastinum
dimulai dari spasium parafaringeal, spasium prevertebral,
danger space dan masuk ke mediastinum,
 Resiko yang paling membahayakan dari infeksi
retrofaringealadalah penyebaran infeksi ke spasium
prevertebral dan spasium retrofaringeal hanya dipisahkan
oleh lapisan tipis fasia prevertebral, sehingga lapisan ini
mudah perforasi.
ABSES RETROFARING

127
Abses
peritonsiler kiri

Abses peritonsiler kanan


PENYAKIT NON INFEKSI OROFARING
Trauma Alkali/Korosif Pada Laring

130
Hipertrofi Adenoid

131
PENYAKIT KEGANASAN OROFARING
Macam-Macam CA Tenggorokan

133
PENYAKIT YANG BERHUBUNGAN
DENGAN LARING
PENYAKIT INFEKSI
LARINGITIS AKUT
Merupakan kelanjutan dari keradangan di
daerah faring

Gejala: stridor, parau, demam, batuk

Pemeriksaan:

Laringoskopi indirekta(LI)/direkta (LD)


pita suara udem, hiperemis,
gerakan menurun kanan dan kiri

Pengobatan: - antibiotika
- anti inflamasi, 136
LARINGITIS AKUT
LARINGITIS DIFTERI

merupakan kelanjutan dr tonsilitis difteri

Gejala: sesak nafas, parau, demam

Penanganan:
1. ADS
2. bila ada sumbatan laring
 di lakukan trakeotomi
3. isolasi
4. istirahat baring
5. antibiotika (Penisilin)

138
LARINGITIS KRONIS
 karena pengobatan laringitis akut tidak tuntas

Gejala: parau
Pemeriksaan: penebalan mukosa pita suara

Penanganan:
 istirahat bicara
PENYAKIT NON INFEKSI
PATOFISIOLOGI TRAUMA LARING
Trauma laring

Edema dan hematoma di plika ariepligotika dan plika ventrikularis

Jaringan submukosa membengkak

Selain itu mukosa laring dan faring mudah robek

Terbentuk emfisema subkutis di daerah leher

Infeksi sekunder robekan ini dapat menyebabkan selulitis, abses atau fistel

Tulang rawan laring dan persendiannya dapat mengalami fraktur dan dislokasi

Kerusakan pada perikondrium dapat menyebabkan hematoma dan nekrosis

Nekrosis tulang rawan dan perikondritis dapat menyebabkan penyempitan lumen


laring dan trakea.
GEJALA TRAUMA LARING
 Stridor perlahan yang makin menghebat atau timbul
mendadak sesudah trauma merupakan tanda
adanya sumbatan jalan nafas.
 Suara serak (disfoni) / afoni
 Emfisema subkutis
 Hemoptisis
 Disfagia
Vocal Nodul
 Sinonim : singer’s nodule, teacher’s nodule
 Nodul (benjolan kecil) pada pertemuan 1/3 anterior dan 1/3 tengah korda vokalis,
biasanya simetris kanan kiri.
 Terbentuk pd daerah yg mendpt tekanan terbanyak ketika korda vokalis bertemu
waktu vibrasi.
 Tekanan berulang pd daerah yg sama
 kerusakan  nodul.

 Etiologi :
vocal abuse / vocal misuse
 Sering pada anak, guru, penyanyi

 Terapi:
- Voice Therapy
- Kurangi bicara, jangan berbisik
- Bila cukup besar : ekstirpasi melalui BLM
(Bedah Laring Mikroskopis) 143
Vocal Nodul

144
Granuloma Laring

 Biasanya pada prosesus vokalis atau aritenoid

 Ada riwayat :
- refluks
- trauma laring
- intubasi
 Gejala :
 suara parau
 terasa ngganjel di tenggorok
 Terapi :
 obat antirefluks
 ekstirpasi melalui BLM

145
Granuloma Laring

146
Kista Laring

 Lebih sering pada supraglotik

 Lebih sering kista retensi

 Bila besar dpt timbul obstruksi

 Kista kongenital :
plika ariepiglotika, dinding lateral faring
 Bila besar  obstruksi
 Bila pada korda vokalis  parau

 Terapi :
- ekstirpasi melalui BLM
- bila kongenital, pungsi, kalau perlu BLM
147
Kista Korda Vocalis

148
Polip Laring
 Dapat terjadi pada tepi bebas seluruh bagian korda
vokalis.
 Unilateral / bilateral
 Dapat pada semua umur
 Ada 2 tipe : mukoid dan angiomatous

 Terapi : ekstirpasi melalui BLM

149
Papiloma Laring
 Tumor jinak pada laring, dapat meluas ke faring, trakea,
bahkan bronkus – respiratory tract papilloma.
 Biasanya pada anak, dapat terjadi pada dewasa.
 Etiologi :
human papilloma virus (HPV) tipe 6 & 11
 Gejala :
- suara parau progresif
- dapat menyebabkan sesak nafas
- residif, sering tumbuh kembali
dengan cepat
150
Papiloma Laring
 Terapi:
- BLM, ekstraksi sebersih mungkin
- Bila residif, operasi lagi dst
- Kadang-kadang perlu trakeotomi
- Obat anti viral : acyclovir, isoprinosine

151
Papiloma Laring

152
Paralisis Aduktor Korda Vokalis
 Korda vokalis tak dapat merapat di garis
tengah pada saat fonasi
 unilateral  suara parau
 bilateral  afoni
 Penyebab :
- pasca bedah : tiroidektomi
tulang servikal
toraks
- trauma (leher, intubasi)
- keganasan paru, mediastinum
- kelainan syaraf : sentral / perifer

153
Paralisis Aduktor Korda Vokalis
 Diagnosis :
- anamnesis
- laringoskopi
- foto toraks
- konsul syaraf

 Terapi :
- augmentasi korda vokalis
dg. suntikan teflon / fat dll
- tiroplasti medialisasi

154
PENYAKIT KEGANASAN
Macam-Macam CA Laring

156
METODE OPERASI TONSIL DAN
ADENOID

157
TONSILEKTOMI /ADENOTONSILEKTOMI
INDIKASI: - Tonsilitis kronis eksaserbasi akut > 4x/tahun
- Pasca Abses Peritonsil
- Obstruksi (tidur ngorok, OMSK, OSAS)
- Sumber infeksi (pre op jantung)
PERSIAPAN :
1. ADMINISTRASI /MEDIKOLEGAL :
- Kelengkapan Rekam Medik
- Persetujuan/ konsul dr anestesi (bila dilakukan dgn GA)
- Informed Consent (Persetujuan operasi)

2. ALKES :
- Tonsiladenoidektomi set, lampu kepala, alat diathermi
(cauter)
- Deppers, catgut, lidocain, H2O2

158
159
ANOTOMI KEPALA
ANATOMI CRANIUM DARI DEPAN
ANATOMI CRANIUM DARI SAMPING
PEMERIKSAAN FISIK KEPALA
Kepala

 Bentuk : Normal, hidrocephalus, mikrosephalus


 Rambut ( warna, mudah dicabut / tidak )
 Ubun-ubun Besar ( cekung, menonjol,
menutup/belum )
Pemeriksaan rambut
 Adanya Hiperpigmentasi /tidak(normal, tipis, mudah
dicabut,
 Distribusi merata atau tidak, adakah alopesia, daerah
penyebaran.
Pemeriksaan kepala
 Inspeksi :
Asimetri  paralysis saraf, tumor, Trauma, dll.
Benjolan  ateroma, lipoma, tumor,
meningocele. Dll
Bentuk kepala (Dolicocephalus/ lonjong,
Brakhiocephalus/ bulat,hidrochepalus/ pembesaran
kepala.)
 Palpasi :
Nyeri tekan, fontanella cekung / tidak ( pada bayi )
Anencephal
Meningocele

Hydrocephalus
Pemeriksan wajah
Inspeksi
 Ekspresi (depresi, takut, gembira, gelisah,kesakitan)

 Kulit muka (normal, chloasma, butterfly appearance pada


SLE),
 (leonina pada lepra, kolerika pada orang dewasa kolera,
mongolismus pada sindrom down, full moon face),

 Akromegali,
Hemangioma
Down syndrome Acromegaly
Chloasma butterfly appearance
Lepra, Full moon face

kolera
Fr. Mandibula

Paralyse N VII (
Bell’s palsy
Pemeriksaan Mata
 Alis (normal, hilang 1/3 lateral),
 Bola mata (normal, exophtalmus, anophthalmus, tekanan
bola mata meningkat, strabismus/juling),
 Kelopak (edema, ptosis, xanthelasma),
 Konjunctiva (anemia, hiperemia, perdarahan, kering),
 Sclera (icterus, perdarahan, hiperemia, ),
 Pupil (bulat, isokor, anisokor, mydriasis, ),
 Kornea (arcus senilis, band keratopathi),
 Lensa (normal, katarak),
 Visus (normal, counter finger, hand movement, light
perception).
pemeriksaan Visus
 Dengan jarak 5 atau 6 M dengan Snellen Card
periksa visus Okuli Dextra (OD) dan Okuli
Sinistra (OS)
 5/5 atau 6/6 = normal
 1/ 60 = Mampu melihat dengan hitung jari
 1/300 = Mampu melihat dengan lambaian tangan
 1/~ = Mampu melihat gelap dan terang
0 = Tidak mampu melihat
Snellen Card
Pemeriksaan lapang pandang.
 Hemianoxia : pasien tidak dapat melihat separuh dari
medan penglihatan.
 Hemoxia : pasien tidak dapat melihat seperempat dari
lapang penglihatan.

Pemeriksaan tekanan bola mata.


 Dengan mengunakan tonometri atau palpasi bola mata
untuk mengetahui adanya nyeri tekan atau konsistensi
bola mata.
Pemeriksaan dengan Oftalmoskop.
Arcus Senilis
Hypertiroid
Pemeriksaan konjungtiva
PENYAKIT YANG BERHUBUNGAN
DENGAN KEPALA
PENYAKIT INFEKSI
 Abses di bagian kepala
 Meningitis
PENYAKIT NON INFEKSI
 Cedera kepala
 Cedera kepala terbuka
 Cedera kepala tertutup

 Klasifikasi :
Ringan
Sedang
Berat
GEJALA FRAKTUR TULANG ZIGOMA DAN
ARKUS ZIGOMA
 Pipi menjadi lebih rata (jika dibandingkan dengan sisi
kontralateral atau sebelum trauma)
 Diplopia dan terbatasnya gerak bola mata
 Edema periorbita dan ekimosis
 Pedarahan subkonjungtiva
 Enoftalmus
 Ptosis
 Terbatasnya gerakan mandibula
 Emfisema subkutis
 Epistaksis
 Terdapat hipestesia atau anestesia karena kerusakan saraf
intraorbita
KLASIFIKASI FRAKTUR MAKSILA
 Le Fort I
 Le Fort II
 Le Fort III
PENYAKIT KEGANASAN
 Kanker otak
 Tumor otak
 kelumpuhan sistem saraf
ANATOMI LEHER
ANATOMI LEHER DARI DEPAN
ANATOMI KGB LEHER

193
ARAH ALIRAN KGB LEHER

194
ANATOMI LEHER

195
KELENJAR DI LEHER

196
KELENJAR DI LEHER

197
PEMERIKSAAN FISIK LEHER
Pemeriksaan leher
 Bendungan vena
 Trachea ( simetris / tidak )
 Tortikolis
 Kelenjar gondok
 KGB
 Kaku kuduk
Pemeriksaan Leher
 Palpasi pada leher untuk mengetahui
pembesaran kelenjar limfe, kelenjar tiroid dan
posisi trakea.
 Pembesaran kelenjar limfe leher (Adenopati
limfe) menandakan adanya peradangan pada
daerah kepala, orofaring, infeksi TBC, atau
syphilis.
 Pembesaran tiroid dapat terjadi karena defisiensi
yodium.
 Perhatikan posisi trakea, bila bergeser atau tidak
simetris dapat terjadi karena proses desak ruang
Pemeriksaan Leher
Dengan inspeksi dan palpasi amati dan rasakan :

 Bentuk leher simetris atau tidak, ektomorf/kurus


ditemukan pada pasien dengan gizi jelek, atau TBC,
sedangkan endomorf ditemukan pada pasien obesitas,
adakah peradangan ,jaringan parut, perubahan warna,
dan massa.

 Kelenjar tiroid, ada pembesaran atau tidak dengan


meraba pada suprasternal pada saat pasien menelan,
Struma
Tumor Parotis
Tumor Sub
Mandibula

Struma Nodosa Euthyroid


PENYAKIT YANG BERHUBUNGAN
DENGAN LEHER
PENYAKIT YANG BERHUBUNGAN
DENGAN LEHER
 Trauma laring
- Trauma mekanik eksternal
- Trauma akibat luka bakar oleh panas
- Trauma akibat radiasi
- Trauma otogen akibat pemakaian suara berlebihan
 Trauma Muka
- Fraktur tulang hidung
- Fraktur tulang zigoma dan arkus zigoma
- Fraktur maksila
- Fraktur tulang orbita
- Fraktur tulang mandibula
PENYAKIT INFEKSI
Pembengkakan Kelenjar Getah
Bening
Pembengkakan biasanya terjadi ketika tubuh
mengalami infeksi antara lain infeksi tenggorokan,
infeksi gigi, pilek, campak, TBC, autoimun (lupus)
dan sifilis. Benjolan dapat kempes dengan
sendirinya ketika kondisi kesehatan Anda mulai
membaik.
Pembengkakan Kelenjar Getah
Bening
Limfadenopati
Limfadenopati biasanya disebabkan oleh infeksi,
peradangan, atau kanker. Infeksi yang
menyebabkan limfadenopati termasuk infeksi bakteri
seperti radang tenggorokan, luka kulit yang terinfeksi
secara lokal, atau infeksi virus seperti
mononukleosis atau infeksi HIV.
Berbeda dengan limfadenitis, limfadenopati
biasanya tidak terasa sakit, ataupun tanda-tanda
peradangan lainnya misalnya kemerahan.
Limfadenopati
PENYAKIT NON INFEKSI
Pembengkakan Kelenjar Tiroid
. Kelenjar yang bentuknya mirip kupu-kupu ini berada
di leher dan tepat di depan tenggorokan Anda.
Kelenjar tiroid biasanya tidak terlihat, tapi karena
beberapa sebab, kelenjar dapat membengkak dan
menimbulkan benjolan di leher yang kerap disebut
gondok. Pembengkakan ini bisa disebabkan oleh
banyak hal seperti kekurangan yodium, kelenjar
terlalu atau kurang aktif, dan kanker tiroid.
Pembengkakan Kelenjar Tiroid
Struma
Benjolan di leher juga dapat disebabkan karena
adanya pembesaran kelenjar gondok atau kelenjar
tiroid. Penyakit ini disebut struma. Struma dapat
disebabkan oleh auto imun, infeksi THT, tinggi dan
rendahnya hormon yang dilepas oleh kelenjar ini.
Biasanya pembesaran yang disebabkan
ketidakseimbangan hormon dapat mengecil dengan
sendirinya, saat hormon itu jumlahnya kembali
normal.
Cedera Otot Leher
Cedera otot leher atau yang sering disebut
dengan tortikolis dapat menyebabkan benjolan pada
otot-otot leher. Tortikolis seringkali terjadi karena
pergeseran tulang belakang daerah leher. Penyebab
terburuk dari tortikolis adalah adanya tumor di
daerah tulang belakang. Untuk tortikolis yang
sifatnya ringan, dapat diatasi dengan penyangga
leher.
Tortikolis
PENYAKIT KEGANASAN LEHER
Limfoma Maligna
Limfoma (kanker kelenjar getah bening)
merupakan bentuk keganasan dari sistem limfatik
yaitu sel-sel limforetikular seperti sel B, sel T dan
histiosit sehingga muncul istilah limfoma malignum
(maligna=ganas).

Dalam kondisi normal, sel limfosit merupakan


salah satu sistem pertahanan tubuh. Sementara sel
limfosit yang tidak normal (limfoma) bisa berkumpul
di kelenjar getah bening dan menyebabkan
pembengkakan.
Klasifikasi
Ada dua jenis penyakit yang termasuk limfoma
malignum yaitu penyakit Hodgkin (PH) dan limfoma
non Hodgkin (LNH). Keduanya memiliki gejala yang
mirip. Perbedaannya dibedakan berdasarkan
pemeriksaan patologi anatomi dimana pada PH
ditemukan sel Reed Sternberg, dan sifat LNH lebih
agresif
terimakasih

Anda mungkin juga menyukai