Anda di halaman 1dari 102

ANATOMI

RONGGA MULUT
DAN
TENGGOROKAN
TENGGOROK

Tenggorokan merupakan bagian dari


leher depan hingga kolumna vertebra.
Terdiri dari faring dan laring. Bagian
yang terpenting dari tenggorokan
adalah epiglotis, yang menutup jika ada
makanan dan minuman yang lewat dan
menuju ke esophagus
FARING
Faring merupakan saluran yang memiliki panjang ±
14 cm berbentuk corong, dan menghubungkan
cavum nasi dan cavum oris ke laring.

Terletak dibelakang cavum nasi, cavum oris

Dindingnya memiliki 3 lapisan : mukosa, fibrosa,


dan muskular

Berdasarkan letaknya Faring terbagi menjadi 3 bagian : Nasofaring


(Epifaring, Rinofaring), orofaring (Mesofaring), Laringofaring (Hipofaring)
Mukosa Faring

Nasofaring superior:
Kolumner
Nasofaring 
pseudokompleks bersilia
saluran respirasi
Nasofaring Inferior :
(mukosa bersilia)
Transisional/ kolumnar
kompleks

Orofaring dan laringofaring  saluran


cerna (epitel gepeng berlapis tidak bersilia)
Skuamus kompleks
non keratin
Otot Faring
Faring terdiri dari 2 lapisan otot :

Sirkuler (Melingkar):
- M. Constrictor superior
- M. Constrictor medius
- M. Constrictor Inferior
Fungsi : kontraksi faring dan mendorong bolus makanan

Longitudinal (memanjang):
- M. Salpingopharyngeus  elevasi faring
- M. Palatopharyngeus  elevasi faring dan mempertemukan
isthmus dan orofaring
- M. Stylopharingeus  elevasi faring
Vaskularisasi Faring

Arteri : Cabang utama A. Karotis eksterna:


a. a. pharyngea asenden,
b. a. Palatina asenden,
c. a. Facialis,
d. a. Maksilaris,
e. a. Lingualis,

Vena :
Superior : plexus pterigoid
Inferior : V. jugularis interna
NASOFARING
Terletak dibelakang rongga hidung & diatas
palatum molle. Mempunyai fungsi respiratorik.

Batas Nasofaring
Superior : Basis Cranii
Inferior : Palatum molle
Anterior : Rongga hidung
Posterior : Vertebra servikal

Berhubungan dengan erat dengan beberapa struktur penting, seperti adenoid,


jaringan limfoid pada dinding lateral faring yang di sebut fossa Rossen muller, torus
tubarius, kantong Rathke, choanae, foramen jugulare, dan muara tuba Eustachius.
OROFARING Terletak dibelakang cavitas oris. Meluas dari
palatum molle sampai ke tepi atas epiglotis

Batas Orofaring
Superior : Palatum molle
Inferior : Epiglotis
Anterior : Cavum oris
Poaterior : Vertebra servikal

Struktur yang terdapat di rongga orofaring: Dinding posterior, fosa tonsil, Tonsil
palatine, Tonsil Lingual, Arcus faring anterior Et posterior, Uvula, Foramen sekum
LARINGOFARING
Batas Laringofaring
Superior : Palatum molle
Inferior : esofagus
Anterior : Laring
Posterior : Vertebra servikal

Struktur yang terdapat di rongga orofaring:


Vallecula Epligotica, Epiglotis, Fossa piriformis
LARING
Terletak di bagian anterior leher dan merupakan
bagian terbawah dari saluran napas bagian atas.
Berbentuk seperti limas dengan bagian atas lebih
besar dri bagian bawah Letaknya setinggi vertebrae
cervical III-VI.
Larynx mengubungkan bag inferior faring dengan
trachea.

Berfungsi sebagai katup untuk melindungi agar jalan udara tetap terbuka
sewaktu menelan dan juga sebagai mekanisme fonasi untuk pembentukan suara.
BATAS LARING :

- Atas : aditus laring.


- Bawah : bidang yang melalui pinggir
bawah kartilago krikoid.
- Depan : permukaan belakang epiglotis.
- Lateral : membran kuadrangularis,
kartilago aritenoid, konus elastikus dan
arkus kartilago krikoid.
- Belakang : m.aritenoid transversus dan
lamina kartilago krikoid.
Kerangka laring dibentuk oleh 1 tulang hioid dan
beberapa tulang rawan (kartilago) yang dihubungkan
melalui membran dan ligamen digerakkan oleh otot.

Kartilago penyusun laring:

 Kartilago krikoid
 Kartilago aritenoid
 Kartilago kornikulata (kiri dan kanan)
 Kartilago kuneiformis
 Kartilago tritisea
 Kartilago thyroidea
 Kartilago epiglotis
Otot Laring

Gerakan dari laring dipengaruhi oleh otot


intrinsik maupun otot ekstrinsik :

Muskulus ekstrinsik menggerakkan laring saat


menelan.
- Elevasi : M. Stylohyoid, M. Mylohyoid, M.
Geniohyoid, dan M. Digastricus  suprahioid
- Depresi : M. Sternothyroid, M. Sternohyoid,
M. Thyrohyoid, dan M. Omohyoid  infrahioid
Muskulus intrinsik  menggerakkan korda
vokalis (pita suara)
Adduktor (5 pasang)  bergerak ke medial.
- M. Cricothyroid,
- M. Cricoarytenoid Lateral,
- M. Arytenoid Obliqus dan Transversus,
- M. Thyroarytenoid/M. Vocalis.

Abduktor (1 pasang)  bergerak ke lateral.


- M. Cricoarytenoid Posterior.
Vaskularisasi dan inervasi Laring

VASKULARISASI :

- a.laringis superior  mukosa dan otot2 laring

- a.Laringis inferior mukosa dan otot

INERVASI :
- N. Laringeus superior  campuran motoris & sensoris
- N. Laringeus inferior/rekurren  motoris (abduksi &
adduksi).
a. Sinistra : lebih panjang karena membelok di aorta
sebelum naik ke atas.
b. Dextra : melalui subclavia
FISIOLOGI
MENELAN
MENELAN (DEGLUTISI)  Refleks dalam tubuh manusia yang membuat sesuatu melewati
mulut melalui oesofagus.

Proses menelan merupakan proses yang kompleks. Setiap unsur yang berperan harus
bekerja secara integrasi dan berkesinambungan. Keberhasilan mekanisme menelan
tergantung dari beberapa faktor, yaitu:
1. Ukuran bolus makanan
2. Diameter lumen esofagus yang dilalui bolus
3. Kontraksi peristaltik esophagus
4. Fungsi sfingter esofagus bagian atas dan bagian bawah
5. Kerja otot-otot rongga mulut dan lidah.
Dalam proses menelan akan terjadi hal-hal berikut :
1. Pembentukan bolus makanan (ukuran dan konsistensi yang baik)
2. Sfingter mencegah terhamburnya bolus
3. Mempercepat masuknya bolus ke dalam faring saat respirasi
4. Mencegah masuknya makanan dan minuman dalam nasofaring dan
laring
5. Otot-otot di rongga mulut untuk mendorong bolus ke arah lambung
6. Membersihkan kembali esofagus.
Proses menelan dapat dibagi dalam 3 fase :

FASE ORAL

Terjadi secara sadar

Makanan dikunyah bercampur dengan saliva  Bolus 


dorsum lidah (kontraksi otot intrinsic lidah)  Kontraksi
m. levator veli palatini  rongga pada lekukan dorsum
lidah diperluas  palatum mole terangkat  Bolus
terdorong ke posterior  nasofaring tertutup  Kontraksi
m.palatoglossus  ismus fausium tertutup  kontraksi
m.palatofaring  bolus makanan tidak akan berbalik ke
rongga mulut
FASE FARINGEAL

Perpindahan bolus makanan dari faring ke esophagus

Kontraksi M. Salfingofaring, M.Tirohioid, M. Palatofaring


 faring dan laring bergerak keatas  aditus laring
tertutup oleh epiglottis  plika ariepiglotika dan
vestrikularis vokalis tertutup  penghentian udara ke
laring  mencegah bolus makanan masuk ke saluran
nafas  bolus masuk ke esofagus
Fase faringeal dibagi dalam 3 tahap :

1. Fase pertama membantu bolus masuk ke faring dan mencegah


masuknya bolus ke nasofaring atau mulut.
2. Menarik bolus ke arah faring  menyebar ke valekula, sebelum
didorong oleh gerakan peristaltic
3. Bolus terdorong melewati sfingter krikofaring dalam keadaan relaksasi
 masuk ke esofagus. Bila makanan telah melewati sfingter
krikofaring  otot faring, velum, laring, dan hioid relaksasi  saluran
nafas terbuka, dilanjutkan dengan proses pernafasan.
FASE ESOPHAGEAL
Perpindahan bolus makanan dari esophagus ke lambung

Rangsangan bolus makanan pada akhir fase faringeal 


relaksasi m.krikofaring  introitus esofagus terbuka 
bolus makanan masuk ke dalam esophagus  sfingter
kontraksi lebih kuat  makanan tidak kembali ke faring
 bolus didorong ke distal oleh gerakan peristaltik 
spincter terbuka pada akhir fase esophagus  bolus
makanan lewat  spincter menutup kembali
PENYAKIT – PENYAKIT
TENGGOROK
TONSILITIS

• Tonsil merupakan jaringan limfoid yang mengandung sel


limfosit, 0,1-0,2% dari kesuluruhan limfosit tubuh pada orang
dewasa.

• Tonsil merupakan organ limfatik sekunder yang diperlukan


untuk diferensiasi dan proliferasi limfosit yang sudah
disensitisasi.
TONSILITIS AKUT
1. TONSILITIS VIRAL ETIOLOGI
• Virus Epstein Barr
Peradangan pada tonsil yang menyerupai common cold yang • Hemofilus
disertai rasa nyeri tenggorok.
influenzae
• Virus coxschakie

GEJALA KLINIS
TERAPI
Rasa Nyeri tenggorok :
• Istirahat
 Luka-Luka kecil pada tonsil dan palatum
• Minum cukup
 Terasa sangit nyeri • Analgetika

• Antivirus jika gejala berat


2. TONSILITIS BAKTERI

 Radang akut pada TONSIL yang disebabkan oleh KUMAN


BAKTERI MANIFESTASI KLINIS

 Infiltrasi pd lapisan epitel jaringan tonsil akan • masa inkubasi 2-4 hari
menimbulkan REAKSI RADANG berupa KELUARNYA
• nyeri tenggorok
LEUKOSIT POLIMORFONUKLEAR sehingga terbentuk
DETRITUS. • nyeri waktu menelan

• Demam dgn suhu tubuh tinggi


mulai 38-40°C

ETIOLOGI • rasa lesu

• rasa nyeri di sendi2


• Streptococus beta hemolitikus grub A
(penyebab utama) • napsu makan ↓

• Staphylococcus, Pneumococcus, • otalgia (nyeri telinga)


hemopylus influensa (penyebab lainnya)
PEMERIKSAAN FISIK

 Tonsil hiperemis, edematous, disertai dendritus

 Dendritus merupakan kumpulan leukosit, bakteri yang


mati, dan epitel yang mengalami deskuamasi. Secara
klinis dedritus mengisi kripte tonsil dan tampak sebagai
bercak kuning

TERAPI

• Istirahat dan pemberian cairan yang adekuat

• antibiotik spektrum luas (penisilin, eritromisin)

• Analgesik dan antipiretik

• obat kumur yg mengandung desinfektan.


KOMPLIKASI

 AnakOtitis media akut , sinusitis, abses peritonsil, abses


parafaring, bronkitis, glomerulinefritis akut, miokarditis, artritis
serta septikemia akibat infeksi v. jugularis eksterna.

 hipertrofi tonsil → pasien bernapas melalui mulut, tidur


mendengkur (ngorok) , gangguan tidur→sleep apnea
TONSILITIS KRONIS
 Tonsilitis Kronis secara umum diartikan
sebagai infeksi atau inflamasi pada tonsila
palatina yang menetap.

 Tonsilitis Kronis disebabkan oleh serangan


ulangan dari Tonsilitis Akut yang
mengakibatkan kerusakan yang permanen
pada tonsil.
ETIOLOGI

 Streptokokus beta hemolitikus grup A

 Streptokokus pyogenes, GEJALA KLINIS

 Streptokokus grup B, C, • Pada pemeriksaan fisik → Tonsil membesar


dgn permukaan tdk rata, kriptus melebar
 Adenovirus,
dan beberapa kriptus terisi oleh detritus.
 Epstein Barr
• Rasa Mengganjal di tenggorokan
 Rangsangan kronis (rokok , makanan)
• Nyeri menelan ringan -hebat
 Higiene mulut yang buruk
• Tenggorokan terasa kering
 Cuaca ( Udara dingin, lembab, Suhu yang
berubah – ubah ) • Nyeri terus menerus pada tenggorokan
(Odinofagi)
 Alergi ( iritasi kronis dan alergen)
• Napas berbau
 Kelelahann fisik
• Foetor ex ore
 Pengobatan tonsilitis akut yang tidak
adekuat
PATOFISIOLOGI

• Proses radang berulang → epitel mukasa


+ jaringan limfoid terkikis → Pada proses TERAPI

penyembuhan, jaringan limfoid diganti • Terapi Lokal → Higiene mulut

oleh jaringan parut → pengerutan → dengan berkumur dan obat isap.

kripta melebar. • Tonsilektomi → jika terjadi


infeksi yg berulang atau kronik,
• Proses ini terjadi terus menerus →
gejala sumbatan, kecurigaan
menembus kapsul tonsil → menimbulkan neoplasma
perlekatan dgn jaringan di sekitar fossa
tonsilaris.
DIAGNOSIS
TONSILEKTOMI

The American academy of otolaryngology-head and neck surgery clinical


indicators compendium tahnu 1995 menetapkan indikasi tonsilektomi.

1. serangan tonsilitis > 3X / tahun walaupun telah mendapatkan terapi adekuat

2. Tonsil hipertropi yang yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan


gangguan pertumbuhan orofasial

3. Sumbatan jalan nafas yang berupa hipertropi tonsil dengan sumbatan jalan
nafas, sleep apnea, gangguan menelan, gangguan bicara, cor dan pulmonal

4. Rinitis dan sinusitis kronisperitonsilitis, abses peritonsil yang tidak berhasil


hilang dengan pengobatan
Lanjutan….

5. Nafas bau yang tidak berhasil dengan pengobatan

6. Tonsilitis berulang yang disebabkan oleh bakteri grub A streptococcus


beta hemolitikus

7. Hipertropi tonsil yang dicurigai adanya keganasan

8. Otitis media efusi/ otitis media superatif


KONTRAINDIKASI TONSILEKTOMI

 Gangguan perdarahan
 Infeksi rekurent akut
 Anak-anak dibawah usia 3 tahun
 anak kecil dengan berat kurang dari 15 kg memiliki risiko tinggi
terkait perdarahan
FARINGITIS
FARINGITIS

FARINGITIS AKUT FARINGITIS KRONIK FARINGITIS SPESIFIK

Faringitis Viral Faringitis leutika


Faringitis Kronik
hiperplastik
Faringitis bakteri
Faringitis tuberkulosis

Faringitis fungal Faringitis Kronik


atrofi
Faringitis Gonorea
FARINGITIS AKUT ETIOLOGI

• BAKTERI : streptokokus beta

Faringitis merupakan PERADANGAN DINDING FARING hemolitikus grup A, B, C dan G,

yang disebabkan oleh VIRUS (40-60%), BAKTERi (5- stafilokokus, hemofilus, neisseria sp,

40%), alergi, trauma, iritan, dan lain-lain. korine bakterium sp,

• VIRUS : rhino v., corona v., v. influenza


TANDA DAN GEJALA UMUM A & B, parainfluenza, adeno v., resp.

- Lemas - Anorexia syncytial v., entero v.

- Demam - Suara serak, • FUNGAL : Candida sp,


- Sakit pada otot leher
• FAKTOR LINGKUNGAN : iritasi rokok
- Kaku
FAKTOR RESIKO EDUKASI

A. Paparan UDARA yang DINGIN. a. Menjaga daya tahan tubuh

B. MENURUNNYA daya tahan tubuh. b. Berhenti merokok

C. Konsumsi makanan yang KURANG GIZI. c. Menghindari makan makanan yang

D. IRITASI KRONIK oleh rokok, minum dapat mengiritasi

alkohol, makanan. d. Selalu menjaga kebersihan mulut

E. REFLUKS ASAM LAMBUNG e. Mencuci tangan secara teratur

KOMPLIKASI

• LOKALIS : otitis media, sinusitis, abses retrofaring, abses peritonsilar

• SISTEMIK : nefritis, demam rematik, septikemia


FARINGITIS VIRAL
TERAPI
• Istrahat dan minum air yang
GEJALA KLINIS
cukup, kumur air hangat. Jika
Didahului rinitis akut, demam, rinorea dan mual
perlu berikan analgetik
(asetaminofen dan ibuprofen).

PEMERIKSAAN FISIK • Jika disebabkan oleh herpes


simpleks, dapat diberikan
Tampak faring dan tonsil HIPEREMIS, EKSUDAT,
antivirus metisoprinol 60-
MACULOPAPULAR RASH.
100mg/kg pada dewasa dan pada
anak < 5tahun dosis 50mg/kgbb
FARINGITIS BAKTERI PEMERIKSAAN FISIK

• TONSIL MEMBESAR, faring dan tonsil


GEJALA KLINIS HIPEREMIS dan terdapat EKSUDAT di
permukaannya.
nyeri kepala hebat, muntah, kadang
disertai demam dengan suhu yang • BERCAK PETECHIAE pada palatum dan
tinggi, jarang disertai batuk. faring.

• Kadang ditemukan KELENJAR LIMFA


LEHER ANTERIOR MEMBESAR, KENYAL
DAN NYERI PADA PENEKANAN.
TERAPI
• Antibiotik  jika diduga disebabkan oleh Streptokokus hemolitikus grup A.
• Penicillin G Benzatin  50.000 U/kgBB, IM dosis tunggal, atau amoksisilin
50mg/kgBB dosis dibagi 3X/hari selama 10 hari pada anak-anak, dan
Dewasa 3 x 500mg selama 6-10 hari atau Eritromisin 4 x 500mg/hari.
• Kortikosteroid  Deksametason 8-16 mg IM 1x pemberian dan pada anak
0,08-0,3 mg/kgBB IM 1x pemberian
• Analgetik
• Kumur dengan air hangat atau antiseptik.
FARINGITIS KRONIK

PERADANGAN KRONIK Dari Mukosa Faring.

FAKTOR PREDISPOSISI
rhinitis kronik, sinusitis, iritasi kronik oleh rokok, minum alkohol,
inhalasi uap yang merangsang mukosa faring dan debu.

ETIOLOGI
• Infeksi pada mukosa faring yang BERULANG
• PAPARAN LAMA terhadap berbagai macam iritan seperti alkohol, dan rokok
• INFEKSI YANG MELUAS Dari Hidung Atau Tonsil.
FARINGITIS KRONIK HIPERPLASTIK
PEMERIKSAAN FISIK
• Terjadi perubahan mukosa dinding posterior faring.
GEJALA KLINIS
• Tampak kelenjar limfa dibawah mukosa faring
Mula-mula TENGGOROK KERING, GATAL DAN
• Lateral Band hiperplasi.
AKHIRNYA BATUK berdahak.
• Pada pemeriksaan tampak dinding posterior tidak rata,
bergranular.

TERAPI
• Terapi lokal dengan melakukan kaustik faring menggunakan zat kimia larutan
nitras argenti atau dengan listrik (electro cauter)
• Simptomatis  obat kumur atau tablet hisap.
• Jika diperlukan  obat batuk antitusif atau ekspektoran.
FARINGITIS KRONIK HIPERPLASTIK

GEJALA KLINIS PEMERIKSAAN FISIK


Umumnya tenggorok KERING dan TEBAL mukosa faring ditutupi oleh lendir yang kental dan bila
serta mulut BERBAU. diangkat tampak mukosanya kering.

TERAPI
• Pengobatan ditujukan pada rhinitis atrofinya.
• Untuk faringitis kronik atrofinya ditambahkan dengan obat kumur dan menjaga
kebersihan mulut.
BENDA ASING (CORPUS ALIENUM) TENGGGOROK

Kematian mendadak terutama pada


Lokasi anatomi tersering :
anak-anak dapat terjadi akibat aspirasi
• MAE (58,29%),
atau tertelan benda asing.
• Hidung
• Faring

Benda asing dalam suatu organ tubuh : benda • Esofagus

yang berasal dari luar atau dalam tubuh, yang • Laring

dalam keadaan normal tidak terdapat dalam • Bronkus

organ tersebut.
Eksogen (benda asing luar tubuh) Endogen (benda asing dlm tubuh)

Padat Cair/gas
• sekret kental
- Organik : -Iritatif • darah/ bekuan darah
tulang, • Nanah
kacang2an - Non iritatif
• Krusta

• Perkejuan
- Anorganik :
• membran difteri
paku, peniti,
• Bronkolit
batu/uang logam
• cairan amnion

• mekonium (saat persalinan).


ETIOLOGI & FAKTOR PREDISPOSISI

1. Faktor personal (usia, jenis kelamin, pekerjaan, kondisi sosial, tempat tinggal);
2. kegagalan mekanisme proteksi yang normal (tidur, kesadaran menurun, epilepsi, dan
alkoholisme);
3. faktor fisik (kelainan dan penyakit neurologik);
4. proses menelan yang belum sempurna pada anak;
5. faktor dental, medikal dan surgikal (tindakan bedah, ekstraksi gigi, belum tumbuhnya
gigi molar pada anak yang berusia <4 tahun);
6. faktor kejiwaan (emosi, gangguan psikis);
7. ukuran, bentuk dan sifat benda asing;
8. faktor kecerobohan (meletakkannya di mulut, persiapan makanan yang kurang baik,
tergesa-gesa, makan sambil bermain).
Anak anak :
• 1/3 dari benda asing yang teraspirasi
Orang dewasa :
tersangkut di saluran napas.
Masuknya benda asing ke dalam saluran
• 50% dari kasus benda asing di saluran napas
napas atau saluran cerna di sebabkan
terjadi pada anak berusia < 4 thn.
oleh kecelakaan dan kecerobohan.
• Kacang - kacangan atau biji tumbuhan lebih
Contoh : menelan tulang, paku (pekerja
sering teraspirasi pada anak berusia 2-4 tahun
bangunan), atau jarum jahit (tukang jahit
• Benda asing di laring dan trakea lebih sering
yang ketika bekerja menggigit jarum jahit
terjadi pada anakanak.
dengan maksud mempercepat
• Adanya benda asing tersebut dapat
pekerjaan).
menyebabkan keadaan gawat darurat bila
menyumbat saluran napas.
PATOFISIOLOGI

Faktor Predisposisi Aspirasi

Manifestasi Klinik
(tergantung jenis sumbatan,
jenis benda asing)
GEJALA KLINIS
• Gejala permulaan
• Batuk-batuk hebat secara tiba-tiba, rasa tercekik, rasa tersumbat di tenggorokan,
Stadium 1 bicara gagap, obstruksi jalan napas

• Gejala permulaan + interval asimptomatik


• Benda asing tersangkut, refleks-refleks melemah dan gejala rangsangan akut
Stadium 2 menghilang

• Gejala komplikasi dan obstruksi dan infeksi sebagai reaksi dari benda asing
tergantung.
Stadium 3
PEMERIKSAAN PENUNJANG

• Pemeriksaan radiologik

• Video fluoroskopi

• Bronkogram

• Pemeriksaan laboratorium
Laringitis
peradangan pada laring
 Laringitis Akut
 Laringitis Kronik
Laringitis Akut
• Etiologi : Bakteri atau Virus
• Gejala dan tanda :
Demam
Malaise
Suara parau - afoni
Batuk kering >> Dahak kental
Mukosa laring hiperemis, membengkak, terutama di atas dan bawah
pita suara
Terapi
Istirahat berbicara 2-3 hari
Menghindari iritasi
Antibiotika
Laringitis Kronis
Etiologi
Sinusitis kronis
Deviasi septum yang berat
Polip hidung
Bronkitis kronis
Vocal Abuse
Tanda dan Gejala
• Seluruh mukosa laring hiperemis , permukaan tidak rata, dan
menebal
• PA : Metaplasi skuamosa
Suara parau menetap
Rasa tersangkut di tenggorok
Terapi
• Mengobati etiologi
• Vocal rest
Laringitis Tuberkulosis
• Akibat tb paru
• Meski tb paru diobati laringitis tb tetap menetap
• Pengobatan lebih lama

Gejala Klinis
• Suara serak/ hilang sama sekali
• Dispnea ( susah bernapas)
• Stridor inspirasi
• Gelisah
• Batuk
Gambaran Klinis

1. Stadium infiltasi
 Pembengkakan dan hiperemis mukosa laring posterior. Kadang pita
suara terkena.
Mukosa laring berwarna pucat
Daerah sub mukosa terbentuk tuberkel
Tuberkel membesar, menyatu, mukosa diatasnya meregang
Timbul ulkus
2. Stadium Ulserasi

• Ulkus membesar
• Ulkus dangkal, didasarnya perkejuan
• Sangat nyeri
3. Stadium Perikondritis
• Ulkus makin dalam menganai kartilago laring (kartilago aritenoid dan
glotis)
->kerusakan tulang rawan -> nanah yang berbau ->sequester.
• Keadaan umum pasien buruk
4. Stadium Fibrotuberkolosis

• Terbentuk fibrotuberkulosis pada dinding posterior, pita suara, dan


subglotik

• Gejala klinis :
oRasa kering, panas, dan tertekan di daerah laring
oSuara parau berminggu-minggu -> afoni
oHemoptisis
oNyeri waktu menelan yang lebih hebat (khas)
oKU buruk
oPada pemeriksaan paru terdapat proses aktif (stadium eksudatif atau pada
pembentukan kaverne)
• Diagnosis :
Anamnesi, pf, lab, rontgen thorax, laringoskop, pemeriksaan pa
• Terapi :
OAT primer dan sekunder dan istirahat suara
• Prognosis
Tergantung ketekunan berobat dan stadium
BENDA ASING DI LARING
STADIUM, JACKSON :
Stadium 1 : retraksi tampak pada waktu inspirasi di suprasternal, stridor pada waktu inspirasi, &
pasien masih tenang.
Stadium 2 : retraksi yang tampak pada waktu inspirasi di daerah suprasternal makin dalam
ditambah dengan timbulnya retraksi di daerah epigastrium. Pasien sudah mulai gelisah, stridor
terdengar pada waktu inspirasi.
Stadium 3 : retraksi selain di daerah suprasternal, epigastrium, juga terdapat di infraklavikula &
sela2 iga, pasien sangat gelisah & dispnea. Stridor terdengar pada waktu inspirasi & ekspirasi
Stadium 4 : retraksi2 diatas bertambah jelas, pasien sangat gelisah, tampak sangat ketakutan, &
sianosis. Jika keadaan ini berlangsung terus maka pasien akan kehabisan tenaga, pusat
pernapasan paralitik karena hiperkapnia. Pasien lemah & pingsan & akhirnya meninggal karena
asfiksi.
TATALAKSANA BENDA ASING DI LARING

• STADIUM 1 : KONSERVATIF

Pemberian anti inflamasi, anti alergi, antibiotik serta oksigen intermiten

• STADIUM 2 & 3 : Tindakan intubasi endotrakea dan trakeostomi

• STADIUM 4 : KRIKOTIROTOMI
BENDA ASING DI TRAKEA

• Gejala batuk dengan tiba-tiba yang berulang-ulang dengan rasa tercekik (choking)
• Rasa tersumbat di tenggorok (gagging)
• Gejala patognomonik (audible slap, palpatory thud, dan asthmoid wheeze)

BENDA ASING DI BRONKUS

Gejala bervariasi, tergantung pada bentuk, ukuran, dan sifat benda asing
TATALAKSANA BENDA ASING DI TRAKEA & BRONKUS

Benda asing di trakea dikeluarkan dengan bronkoskopi.

• Bronkoskopi dengan menggunakan bronkoskop rigid dilakukan dalam anestesi umum.

Ada beberapa variasi teknik intubasi bronkoskop tergantung pada keterampilan ahli
bronkoskopi, anatomi dan keadaan klinis pasien yaitu :

a). Teknik intubasi tanpa laringoskop (teknik klasik),

b).Teknik intubasi bronkoskop dengan laringoskop

c). Teknik intubasi bronkoskop dengan pipa endotrakeal

d). Teknik bronkoskopi kombinasi.

Cara yang dipilih harus didiskusikan dengan ahli anastesi, termasuk resiko anastesi.
Teknik Bronkoskopi tanpa laringoskop
BENDA ASING DI ESOFAGUS

benda yang tajam maupun tumpul atau makanan yang tersangkut dan
terjepit di esofagus karena tertelan,

ETIOLOGI

Anomali kongenital termasuk stenosis


kongenital, web, fistel trakeo esofagus &
pelebaran pembuluh darah
FAKTOR PREDISPOSISI
PADA ORANG DEWASA :

PADA ANAK : - Pada pemakai gigi palsu yang telah kehilangan


sensasi rasa (tactile sensation dari palatum)
- Gigi molar belum tumbuh → tidak dapat - esofagitis refluks,
menelan dengan baik - striktur pasca esofagitis korosif,
- Usia 6 bulan- 1 tahun → koordinasi proses - akhalasia,
menelan dan sfingter belum sempurna, - karsinoma esofagus atau lambung,
- Retardasi mental dengan gangguan - cara mengunyah yang salah dengan gigi palsu
pertumbuhan dan penyakit-penyakit neurologik yang kurang baik pemasangannya,
lain yang mendasarinya. - mabuk (alkoholisme) dan
- intoksikasi (keracunan),
- pasien gangguan mental dan psikosis
PATOGENESIS
Benda asing di esofagus → jaringan granulasi yang menutupi benda asing, radang
periesofagus.

Baterai alkali → toksisitas intrinsik lokal dan sistemik → reaksi edema dan
inflamasi lokal, terutama pada anak-anak

Disc battery → elektrolit (natrium/kalium hidroksida) dalam larutan kaustik pekat


→lingkungan lembab dan basah→ mempercepat rilis zat toksik → kerusakan
jaringan dengan ulserasi lokal, perforasi atau pembentukan striktur.

Absorbsi bahan metal dalam darah → toksisitas sistemik


DIAGNOSIS
HARUS DIPERTIMBANGKAN PADA SETIAP
ANAK DENGAN:
• Riwayat rasa tercekik (choking),
DITEGAKKAN BERDASARKAN • Rasa tersumbat ditenggorok (gagging),
• anamnesis, • batuk,
• Gambaran klinis dengan • Muntah
gejala dan tanda,
• pemeriksaan radiologic dan
endoskopik YANG DIIKUTI DENGAN:
• Disfagia, berat badan menurun, demam
dan gangguan napas.

Harus diketahui dengan baik ukuran, bentuk dan jenis benda asing dan
apakah mempunyai bagian yang tajam.
GEJALA KLINIS

• Nyeri di daerah leher bila benda asing tersangkut di daerah servikal.

• Rasa tidak enak di daerah substernal atau nyeri dipunggung bila benda asing tersangkut di
esophagus bagian distal.

• Disfagia bervariasi tergantung ukuran benda asing, lebih berat jika terjadi edema mukosa
yang memperberat sumbatan, sehingga timbul rasa sumbatan esofagus yang persisten.

• Odinofagia (nyeri menelan), hipersalivasi, regurgitasi dan muntah.

• Ludah berdarah.
• Nyeri di punggung: tanda perforasi atau mediastinitis.

•Gangguan napas (dispne, stridor dan sianosister): penekanan trakea oleh benda asing.

• Kekakuan lokal pada leher bila benda asing terjepit akibat edema yang timbul progresif

• Bila benda asing ireguler menyebabkan perforasi akut, didapatkan tanda pneumo-mediastinum,
emfisema leher dan pada auskultasi terdengar suara getaran di daerah precordial atau
interskapula.

• Bila terjadi mediastinitis, tanda efusi pleura unilateral atau bilateral dapat dideteksi.
• Aspirasi ludah / minuman → nyeri atau batuk
• Pada PemFis: ronkhi, mengi (wheezing), demam, abses leher atau tanda emfisema subkutan.

• Tanda lanjut: berat badan menurun dan gangguan pertumbuhan.

• Benda asing di servikal esophagus & bagian distal krikofaring → gejala obstruksi saluran napas
dengan stridor, radang dan edema periesofagus.

• Gejala aspirasi rekuren akibat obstruksi esophagus sekunder dapat menimbulkan pneumonia,
bronkiektasis dan abses paru.

• Perforasi langsung ke rongga pleura dan pneumotoraks jarang terjadi, tetapi dapat timbul sebagai
komplikasi tindakan endoskopi
KOMPLIKASI
Benda asing → Laserasi mukosa, perdarahan, perforasi lokal dengan abses leher atau mediastinitis.

Perforasi esophagus → selulitis lokal, fistel trakeo esofagus.

Benda asing bulat atau tumpul → inflamasi kronik dan erosi → perforasi

Jaringan granulasi di sekitar benda asing timbul bila benda asing berada di esofagus dalam
waktu yang lama.

Perforasi esophagus servikal dan torakal karena benda asing atau alat → emfisema subkutis atau
mediastinum, krepitasi kulit di daerah leher atau dada, pembengkakan leher, kaku leher, demam
dan menggigil, gelísah, nadi dan pernapasan cepat, nyeri yang menjalar ke punggung,
retrosternal dan epigastrium.

Perforasi ke pleura → pneumotoraks atau pyotoraks.


PEMERIKSAAN RADIOLOGIK
Foto Rontgen polos esofagus servikal dan torakal antero posterior
dan lateral

• Benda asing radioopak seperti uang logam, mudah diketahui lokasinya dan harus dilakukan foto ulang
sesaat sebelum tindakan esofagoskopi untuk mengetahui kemungkinan benda asing sudah pindah
kebagian distal.

• Benda asing seperti tulang, kulit telur dan lain-lain cenderung berada pada posisi koronal dalam
esofagus, sehingga lebih mudah dilihat pada posisi lateral.

• Benda asing radiolusen seperti plastik, aluminium dan lain-lain, dapat diketahui dengan tanda inflamasi
periesofagus atau hiperinflamasi hipofaring dan esophagus bagian proksimal.
• Foto Rontgen toraks dapat menunjukkan gambaran perforasi esofagus dengan
emfisema servikal, emfisema mediastinal, pneumotoraks, pyotoraks, mediastinitis,
serta aspirasi pneumonia.

• Foto Rontgen leher posisi lateral dapat menunjukkan tanda perforasi, dengan trakea
dan laring tergeser ke depan, gelembung udara di jaringan, adanya bayangan cairan
atau abses bila perforasi telah berlangsung beberapa hari.

• Gambaran radiologik benda asing batu baterai menunjukkan pinggir bulat dengan
gambaran densitas ganda, karena bentuk bilaminer.

Foto polos sering tidak menunjukkan gambaran benda asing, seperti daging
dan tulang ikan, sehingga memerlukan pemeriksaan esofagus dengan
kontras (esofagogram). Esofagogram pada benda asing radiolusen akan
memperlihatkan “filling defect persistent’
CT SCAN ESOFAGUS

• CT Scan esofagus dapat menunjukkan gambaran inflamasi jaringan


lunak dan abses.

MRI (MAGNETIC RESONANCE IMAGING)

• MRI (Magnetic resonance imaging) dapat menunjukkan


gambaran semua keadaan patologik esofagus.
PENATALAKSANAAN
• Benda asing di esofagus dikeluarkan dengan tindakan esofagoskopi dengan
menggunakan cunam yang sesuai dengan benda asing tersebut.

• Bila benda asing telah berhasil dikeluarkan harus dilakukan esofagoskopi


ulang untuk menilai adanya kelainan-kelainan esofagus yang telah ada
sebelumnya.

• Benda asing tajam yang tidak berhasil dikeluarkan dengan esofagoskopi harus
segera dikeluarkan dengan pembedahan, yaitu servikotomi, torakotomi atau
esofagotomi, tergantung lokasi benda asing tersebut.
• Bila dicurigai adanya perforasi yang kecil segera dipasang pipa nasogaster agar
pasien tidak menelan, baik makanan maupun ludah dan diberikn antibiotika
berspektrum luas selama 7-10 hari untuk mencegah timbulnya sepsis.

• Benda asing tajam yang telah masuk ke dalam lambung dapat menyebabkan
perforasi di pylorus. Oleh karena itu perlu dilakukan evaluasi dengan sebaik-baiknya,
untuk mendapatkan tanda perforasi sedini mungkin dengan melakukan pemeriksaan
radiologik untuk mengetahui posisi dan perubahan letak benda asing.

• Bila letak benda asing menetap selama 2 kali 24 jam maka benda asing tersebut
harus dikeluarkan secara pembedahan (laparatomi).
• Benda asing uang logam di esophagus bukan keadaan gawat darurat,
namun uang logam tersebut harus dikeluarkan sesegera mungkin dengan
persiapan tindakan esofaguskopi yang optimal untuk mencegah komplikasi.

• Benda asing baterei bundar (disk button battery) di esofagus merupakan


benda yang harus segera dikeluarkan karena risiko perforasi esofagus
yang terjadi dengan cepat dalam waktu ± 4 jam setelah tertelan akibat
nekrosis esofagus.
KANKER LARING
Definisi
• Kanker laring adalah keganasan yang terjadi pada sel skuamosa laring .

• Kanker laring merupakan keganasan yang sering terjadi pada saluran nafas dan masih merupakan
masalah karena penanggulannnya mencakup berbagai aspek.
Etiologi
• Penyebab pasti sampai saat ini belum diketahui. Dikatakan oleh para ahli bahwa perokok dan
peminum alkohol merupakan kelompok orang-orang dengan resiko tinggi terhadap kanker laring.

• Virus yang juga dikaitkan dengan kejadian kanker laring yaitu HPV (Human Papilloma Virus) dan
Eibstein Barr Virus. HPV dikatagorikan menjadi risiko tinggi, medium, dan risiko rendah.
Patogenesis Kanker Laring
• Paparan karsinogenik berulang-ulang akan menyebabkan struktur DNA sel normal akan terganggu sehingga
terjadi diferensiasi dan proliferasi abnormal. Adanya mutasi serta perubahan pada fungsi dan karakteristik
sel berakibat pada buruknya sistem perbaikan sel dan terjadilah apoptosis serta kematian sel.

• Proonkogen akan terus meningkat sementara tumor supressor gene menurun, keadaan ini mengakibatkan
proliferasi terus-menerus dari sel anaplastik yang akan mengambil suply oksigen, darah dan nutrien dari sel
normal sehingga penderita akan mengalami penurunan berat badan.
• Selain itu akan terjadi penurunan serta destruksi komponen darah, penurunan trombosit menyebabkan gangguan
perdarahan, penurunan jumlah eritrosit menyebabkan anemia dan penurunan leukosit menyebabkan gangguan
status imunologi pasien.

• Proliferasi sel kanker yang terus berlanjut hingga membentuk suatu masa mengakibatkan kompresi pada
pembuluh darah sekitar dan saraf sehingga terjadilah odinofagi, disfagi, dan nyeri pada kartilago tiroid.

• Massa tersebut juga mengakibatkan hambatan pada jalan nafas. Iritasi pada nervus laringeus menyebabkan suara
menjadi serak. Jika mutasi yang terjadi sangat progresif, kanker dapat bermetastasis ke jaringan sekitar dan
kelenjar getah bening.
Klasifikasi
• klasifikasi tumor laring terbagi atas :

1. Supraglotis
2. Glotis
3. Subglotis
Menentukan stadium kanker laring
1. Tumor Primer (T)
T1
Lokasi Tis T0 T2 T3 T4
T1a T1b

Tumor terbatas pada laring dan


tumor terbatas pada Tumor sudah meluas ke luar
tumor telah mengenai Tumor sudah menjalar ke 1 sudah terfiksir atau meluas ke
permukaan laring epiglotis, laring, menginfiltrasi orofaring
Karsinoma tidak jelas epiglotis dan meluas ke dan 2 sisi daaerah supra daerah krikoid bagian belakang,
Supraglotis plika jaringan lunak pada leher atau
insitu adanya tumor rongga ventrikel atau pita glotis dan dinding medial daari sinus
ariepiglotika, ventrikel atau sudah merusak tulang rawan
suara palsu glotis masih bisa bergerak piriformis, dan arah ke rongga
pita suara palsu satu sisi. tiroid.
pre epiglotis.

Tumor meluas ke daerah


supraglotis atau subglotis, Tumor sangat luas dengan
Karsinoma tidak jelas tumor terbatas pada satu tumor mengenai kedua Tumor meliputi laring dan pita
Glotis pita suara kerusakan tulang rawan tiroid
insitu adanya tumor pita suara asli pita suara suara sudah terfiksir.
masih dapat bergerak atau atau sudah keluar dari laring.
sudah terfiksir

Tumor sudah meluas ke Tumor yang luas dengan


Karsinoma tidak jelas tumor terbatas pada satu tumor telah mengenai pita, pita suara masih dapat Tumor sudah mengenai laring destruksi tulang rawan atau
Subglotis
insitu adanya tumor sisi kedua sisi bergerak atau sudah dan pita suara sudah terfiksir. perluasan keluar laring atau
terfiksir. kedua-duanya.
2. Penjalaran KGB (N)

N2
Nx N0 N1 N3
N2a N2b N2c

Secara klinis teraba satu kelenjar limfa multipel kelenjar Metastasis bilateral
Metastasis kelenjar
tidak terdapat satu kelenjar limfa ipsilateral, diameter limfa ipsilateral, atau kontralateral,
tidak teraba limfa lebih dari 6
metastasis KGB dengan ukuran lebih dari 3cm tapi diameter tidak lebih diameter tidak lebih
cm.
diameter 3 cm tidak lebih dari 6cm dari 6cm dari 6cm

3. Metastasis Jauh (M)


• Mx : Tidak terdeteksi.
• M0 : Tidak ada metastasis jauh.
• M1 : Terdapat metastasis jauh.
Stadium kanker laring
Gejala dan tanda
• Suara serak

• Sesak nafas dan stridor

• Disfagia

• Batuk dan hemoptisis

• Rasa nyeri di tenggorok

• Pembesaran KGB leher

• Nyeri tekan daerah laring


Diagnosis Kanker Laring
• Anamnesis
Pada anamnesis biasanya didapatkan keluhan suara parau yang diderita sudah cukup
lama, tidak bersifat hilang-timbul meskipun sudah diobati. Penderita kebanyakan adalah
seorang perokok berat, peminum alkohol atau seorang yang sering atau pernah terpapar
sinar radioaktif.
• Pemeriksaan Fisik
Dari pemeriksaan fisik sering didapatkan tidak adanya tanda yang khas dari luar, terutama pada

stadium dini / permulaan, tetapi bila kanker sudah menjalar ke kelenjar limfe leher, terlihat perubahan
kontur leher, dan hilangnya krepitasi tulang rawan – tulang rawan laring. Pemeriksaan untuk melihat
kedalam laring dapat dilakukan dengan cara tak langsung maupun langsung dengan menggunakan
laringoskop untuk menilai lokasi kanker, penyebaran kanker yang terlihat dan kemudian melakukan
biopsi.
• Pemeriksaan Penunjang

 Pemeriksaan penunjang yang diperlukan selain pemeriksaan laboratorium darah, juga


pemeriksaan radiologik.

 Foto torak diperlukan untuk menilai keadaan paru, ada tidaknya proses spesifik dan
metastasis di paru.

 Pemeriksaan CT Scan laring dapat memperlihatkan keadaan tumor pada tulang rawan tiroid
adan daerah pre-epiglotis serta metastasis kelenjar getah bening leher.
Tatalaksana Kanker Laring
Rujuk ke spesialis THT & KL untuk penanganan lebih lanjut.

Terapi karsinoma laring tergantung lokasi & stadiumnya.

Secara umum ada 3 jenis penanggulangan karsinoma laring yaitu pembedahan, Radioterapi dan
sitostatika, ataupun kombinasi.
prognosis
• Tergantung dari stadium tumor, pilihan pengobatan, lokasi tumor dan kecakapan tenaga ahli.

• Secara umum dikatakan five years survival rate pada karsinoma laring stadium I 90 – 98% stadium
II 75 – 85%, stadium III 60 – 70% dan stadium IV 40 – 50%.

• Adanya metastase ke kelenjar limfe regional akan menurunkan five years survival rate sebesar
50%

Anda mungkin juga menyukai