Anda di halaman 1dari 16

MODUL UTAMA

RINOLOGI

MODUL II.5
GANGGUAN PENGHIDU

EDISI II

KOLEGIUM
ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK
BEDAH KEPALA DAN LEHER
2015

0
II.5 – Gangguan Penghidu

DAFTAR ISI

A. WAKTU ...................................................................................... 2
B. PERSIAPAN SESI ...................................................................... 2
C. REFERENSI ......................................................................................... 2
D. KOMPETENSI ..................................................................................... 2
E. GAMBARAN UMUM ......................................................................... 3
F. CONTOH KASUS DAN DISKUSI ….................................................. 3
G. TUJUAN PEMBELAJARAN ............................................................... 4
H. METODE PEMBELAJARAN ............................................................. 4
I. EVALUASI .......................................................................................... 5
J. INSTRUMEN PENILAIAN PSIKOMOTOR ...................................... 8
K. MATERI PRESENTASI ....................................................................... 10

1
II.5 – Gangguan Penghidu

A. WAKTU

Sesi di dalam kelas 10 X 60 menit


Sesi Pratikum 18 2 X 60 menit
Sesi Praktik dan pencapaian 20 X 60 menit
kompetensi

B. PERSIAPAN SESI:
1. Materi Presentasi
2. Kasus
3. Sarana dan alat bantu latih

C. REFERENSI
1. Simmen D and Briner HR. Olfaction in rhinologi-method of assessing the sense of
smell. Rhinology.2006;44:98-101.
2. Fokkems W, Lund V, Mullol J. European position papper on rhinosinusitis and
nasal polyps group. 2007;20:134-6.
3. Greiner AN. Allergic rhinitis: Impact of the disease and considerations for
management. Med Clin N Am. 2006;90: 17-38.
4. Litvack JR, Fong K, Mace J, James KE, Smith TL. Predictors of olfactory
dysfunction in patiens with chronic rhinosinusitis. Laryngoscope. 2008;118:2225-30.
5. Miwa T, Furukawa M, Tsukatani T, Costanzo RM, Dinardo LJ, Reiter ER. Impact of
olfactory impairmenton quality of life and disability.2001;127:497-503.
6. Hummel T, Nordin S. Quality of life in olfactory dysfuction. A sense of smell
institute white paper.2003:4-9.
7. Doty R, Bromley S, Panganiban W. Olfactory Function and Dysfunction. In: Bailey
B, Johnson JT, Newlands S, eds. Head & Neck Surgery - Otolaryngology: Lippincott
Williams & Wilkins 2006:289-305.
8. Lay AM, McGinley CM. A nasal chemosensory performance test for odor inspectors.
St.Croix sensory Inc. 2004; 2-16.

D. KOMPETENSI

Kompetensi Kemampuan Klinis Tingkat 2


a. Mampu membuat diagnosis gangguan penghidu berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang diperlukan.
b. Mampu melakukan tatalaksana serta merujuk ke fasilitas kesehatan yang lebih
tinggi bila diperlukan.

Kompetensi Ketrampilan Klinis Tingkat 2


Setelah mengikuti sesi ini peserta didik diharapkan terampil dalam :
1. Menjelaskan anatomi, histologi, fisiologi dan patofisiologi fungsi penghidu.
2. Menjelaskan etiologi dan patogenesis gangguan penghidu.
3. Menyimpulkan/menginterpretasikan gejala dan tanda gangguan penghidu dengan
anamnesis dan pemeriksaan fisik.

2
II.5 – Gangguan Penghidu

4. Merencanakan dan menginterpretasikan pemeriksaan penunjang yang diperlukan


pada kasus gangguan penghidu (contoh: laboratorium, pencitraan,
nasoendoskopi, pemeriksaan kemosensori).
5. Membuat diagnosis dan diagnosis banding gangguan penghidu melalui
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
6. Merencanakan dan melakukan penatalaksanaan gangguan penghidu
7. Menilai perlunya pemeriksaan dan konsultasi ke disiplin ilmu lain.

E. GAMBARAN UMUM
Gangguan penghidu merupakan masalah penting karena gangguan ini mengakibatkan
penurunan terhadap kualitas hidup seseorang. Gangguan penghidu dapat diakibatkan
oleh sumbatan aliran udara ke reseptor, kerusakan pada reseptor dan kerusakan saraf
pada sistem olfaktorius. Salah satu contoh etiologi gangguan penghidu ini adalah
inflamasi dalam hal ini rinosinusitis.1-4

Gangguan penghidu dikelompokan menjadi gangguan secara kualitas maupun


kuantitas. Secara kuantitas gangguan penghidu terdiri dari anosmia, hiposmia dan
hiperosmia, sedangkan secara kualitas terdiri dari parosmia dan pantosmia.2,7 Gangguan
penghidu dapat diakibatkan oleh sumbatan aliran udara ke reseptor dan kerusakan saraf
pada sistem olfaktorius. Salah satu contoh etiologi gangguan penghidu ini adalah
inflamasi dalam hal ini rinosinusitis.2,7

Pada abad ke 20, pemeriksaan kemosensori penghidu berkembang dengan baik. Sniffin
sticks adalah salah satu alat untuk mengetahui fungsi kemosensori hidung. Alat ini
terdiri dari tiga jenis pemeriksaan, yaitu diskriminasi, identifikasi dan pemeriksaan nilai
ambang penghidu. Pemeriksaan ini telah digunakan oleh lebih dari 50 klinik di seluruh
Eropa.2,8

F. CONTOH KASUS

Seorang perempuan, 20 tahun dengan keluhan penurunan fungsi penghidu sejak 6


bulan yang lalu. Keluhan dirasakan perlahan dan semakin memberat. Pasien
merasa tidak dapat mencium aroma apapun, termasuk saat memasak. Pilek
dirasakan sejak 10 tahun yang lalu. Ingus kental kekuningan mengalir ke depan
hidung dan tenggorok. Hidung tersumbat terus menerus. Riwayat trauma kepala
disangkal, riwayat penggunaan obat-obat. Riwayat demam disangkal.

Diskusi :
Harus diketahui:
 Etiologi gangguan penghidu yang terjadi. Etiologi dapat berupa infeksi atau
inflamasi, trauma, degenerasi, autoimun. Inflamasi dapat terjadi akut/ mendadak
ataupun kronik. Pasca infeksi viral umumnya bersifat mendadak pasca infeksi akut.
Sedangkan polip dan tumor bersifat kronik
 gangguan kondiktif atau sensorineural. Konduktif adalah sesuatu yang menghalangi

3
II.5 – Gangguan Penghidu

udara masuk ke reseptor. Contohnya septum deviasi. Polip nasal dapat


mengakibatkan kerusakan hantaran udara ke reseptor maupun kerusakan ditingkat
reseptor sensorineuralnya dikarenakan proses inflamasi yang terjadi.
 Klasifikasinya dikelompokan dalam anosmia fungsional, malingering, hiposmia,
kaosmia, parosmia
 Pemeriksaan fisik yang perlu dilakukan, nasoendoskopi, pemeriksaan fungsi
kemosensori, pemeriksaan histopatologi dan pencitraan atas indikasinya.
 Penatalaksanaannya dapat berupa terapi medikamentosa maupun pembedahan.

G. TUJUAN PEMBELAJARAN
Proses, materi dan metoda pembelajaran yang telah disiapkan bertujuan untuk alih
pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang terkait dengan pencapaian kompetensi dan
keterampilan yang diperlukan dalam mengenali dan menatalaksana gangguan penghidu,
yaitu:
1. Menjelaskan anatomi, histologi, fisiologi dan patofisiologi fungsi penghidu.
2. Menjelaskan etiologi dan patogenesis gangguan penghidu.
3. Menyimpulkan/menginterpretasikan gejala dan tanda gangguan penghidu dengan
anamnesis dan pemeriksaan fisik.
4. Merencanakan dan menginterpretasikan pemeriksaan penunjang yang diperlukan
pada kasus gangguan penghidu (contoh: laboratorium, pencitraan, nasoendoskopi,
pemeriksaan kemosensori).
5. Membuat diagnosis dan diagnosis banding gangguan penghidu melalui anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
6. Merencanakan dan melakukan penatalaksanaan gangguan penghidu
7. Menilai perlunya pemeriksaan dan konsultasi ke disiplin ilmu lain.

H. METODE PEMBELAJARAN
1. Literatur Reading
2. Referat
3. Jurnal Reading
4. Praktik Lapangan (Poliklinik)
5. Skills Lab
6. Bedside Teaching
7. Case Report

I. EVALUASI & INSTR PENILAIAN


1. Evaluasi
a) Pada awal pertemuan dilaksanakan pre test dalam bentuk lisan dan tulisan
sesuai dengan tingkat masa pendidikan yang bertujuan untuk menilai kinerja
awal yang dimiliki peserta didik dan untuk mengidentifikasi kekurangan yang
ada. Materi pretest terdiri atas :
i. Anatomi dan histologi penghidu
ii. Penegakan diagnosa

4
II.5 – Gangguan Penghidu

iii. Penatalaksanaan
iv. Follow up

b) Selanjutnya dilakukan “small group discussion” bersama dengan fasilitator


untuk membahas kekurangan yang teridentifikasi, membahas isi dan hal-hal
yang berkenaan dengan penuntun belajar, kesempatan yang akan diperoleh
pada saat bedside teaching dan proses penilaian.

Setelah mempelajari penuntun belajar ini, residen diwajibkan untuk


mengaplikasikan langkah-langkah yang tertera dalam penuntun belajar pada
pasien sesungguhnya. Pada saat pelaksanaan evaluator melakukan
pengawasan langsung (direct observation), dan mengisi formulir penilaian
sebagai berikut :
i. Perlu perbaikan : pelaksanaan belum benar atau sebagian langkah tidak
dilaksanakan.
ii. Cukup : pelaksanaan sudah benar tetapi tidak efisien, misal pemeriksaan
terdahulu lama atau Kurang memberi kenyamanan kepada pasien.
iii. Baik : pelaksanaan benar dan baik (efisien)

Setelah selesai tindakan diatas, dilakukan diskusi untuk mendapatkan


penjelasan dari berbagai hal yang tidak memungkinkan dibicarakan di depan
pasien, dan memberi masukan untuk memperbaiki kekurangan yang
ditemukan.

c) Self assesment dan Peer Assisted Evaluation dengan mempergunakan


penuntun belajar.

d) Pendidik/ fasilitas :
a. pengamatan langsung dengan memakai evaluation
checklist form (terlampir)
b. penjelasan lisan dari peserta didik/ diskusi
c. Kriteria penilaian keseluruhan : Mahir/ mampu/ perlu perbaikan

e) Di akhir penilaian peserta didik diberi masukan dan bila diperlukan diberi
tugas yang dapat memperbaiki kinerja (task-based medical education)
f) Pencapaian pembelajaran :
i. Ujian kognitif diawal pembelajaran, tengah, dan akhir pembelajaran
setiap divisi oleh masing-masing sentra pendidikan
ii. Ujian ketrampilan klinis selama pembelajaran di divisi oleh masing-
masing sentra pendidikan
iii. Ujian akhir kognitif dan ketrampilan klinis dilakukan pada akhir
tahapan THT oleh kolegium ilmu THT

5
II.5 – Gangguan Penghidu

2. Instrumen Penilaian Kompetensi Kognitif

Kuesioner pembelajaran awal semester


1. A 52 years-old man complain of fluctuating smell loss and nasal obstruction.
Which of these would be your first line of treatment to prescribe:
a. Zinc supplemen and α lipoic acid
b. Immunotherapy for allergy rhinitis
c. Gabapentin with nasal saline drops
d. Tapered dose of oral steroid, followed by topical nasal steroids
Jawaban : d

2. A patient presents in the office with a history of smell loss that occurs
intermittently and with varying degrees. During the evaluation and testing, you
would expect to find:
a. Absent olfactory bulbs on MRI
b. Frontal contusions on contrast-enhanced CT of the brain
c. Opicified ethmoid sinuses on noncontrast CT of the sinuses
d. Areas of demyelination on contrast-enhaced MRI of the brain
Jawaban : c

3. Our ability to identify specific odor depends on:


a. The one receptor one odor theory
b. Visual collateral input to the entorhinal cortex
c. Intact taste receptors
d. Differential activation of different olfactory receptors
Jawaban : d

Kuesioner Pembelajaran Tengah Semester


4. Which of these cells are responsible for the regenerative capacity of the olfactory
neuroepithelium
a. Basal cells
b. Microvillar supporting cells
c. Olfactory neurons
d. Ensheating cells
Jawaban : a

5. Which of the following cell types are not found in normal olfactory
neuroepithelium
a. Olfactory neurons
b. Microvillar sustentacular cells
c. Goblet cells
d. Pseudostratified columnar epithelial cells
Jawaban : c

6. The prevalence of olfactory dysfunction in people older than 20 years is around


which percentage
a. 1%

6
II.5 – Gangguan Penghidu

b. 40%
c. 20%
d. 5%
Jawaban : c

7. A 38-year-old woman present with olfactory loss of one month duration after a
severe upper respiratory tract infection. She is particularly disturbed by a constant
foul odor seemingly occurring from the right side. Which of the following would
you advise the patient to do
a. To undergo a craniotomy and resection of the olfactory bulbs to completely
eliminate the foul smell
b. To start gabapentin to decrease severity of the smell
c. To use saline drops and wait for the smell to diminish over time
d. To undergo endoscopic resection of the right olfactory epithelium
Jawaban : c

Kuesioner Pembelajaran Akhir Semester


8. Female 25 years old, complain smell foul odor since 4 days before admission.
She never had runny nose, nasal blockage and also facial pain. The physical
examination, right nasal cavity within normal limit, left nasal cavity there was
mucopurulent discharge. She had bad oral hygiene. Which is the proper
diagnostic for this case:
a. Dentogenic Sinusitis
b. Acute rhinitis
c. Fungal rhinosinusitis
d. Post viral anosmia
Jawaban : a

9. Male 20 years old, complain couldn’t smell anything since 1 month. He had
commoncold 1 month ago, but now he doesn’t had nasal discharge, nasal
congestion and also fever. He had no history of trauma. Which is the proper
diagnostic for this case:
a. Dentogenic Sinusitis
b. Acute rhinitis
c. Fungal rhinosinusitis
d. Post viral anosmia
Jawaban : d

10. According to case no.9, which treatment shouldn’t given:


a. Antibiotics
b. Nasal rinse
c. Topical steroid
d. Olfactory training
Jawaban : a

7
II.5 – Gangguan Penghidu

J. PENILAIAN PSIKOMOTOR
Instrumen Penilaian Kompetensi Psikomotor

PENUNTUN BELAJAR
PROSEDUR PENATALAKSANAAN GANGGUAN PENGHIDU /
PEMERIKSAAN SNIFFIN TEST

Nilailah kinerja setiap langkah yang diamati menggunakan skala sebagai berikut.:
1 Perlu perbaikan: langkah tidak dikerjakan atau tidak sesuai dengan yang
seharusnya atau urutannya tidak sesuai (jika harus berurutan)
2 Mampu: langkah dikerjakan sesuai dengan yang seharusnya dan urutannya (jika harus
berurutan). Pelatih hanya membimbing untuk sedikit perbaikan atau membantu untuk
kondisi di luar normal
3 Mahir: langkah dikerjakan dengan benar, sesuai urutannya dan waktu kerja yang sangat
efisien
T/D Langkah tidak diamati (penilai menganggap langkah tertentu tidak perlu
diperagakan)

NAMA PESERTA : ................................ TANGGAL : ....................................

KEGIATAN KASUS
I. KAJI ULANG DIAGNOSIS & PROSEDUR OPERATIF
 Nama
 Diagnosis
 Informed Choice & Informed Consent
 Rencana Tindakan
 Persiapan Sebelum Tindakan
II. PROSEDUR PEMERIKSAAN SNIFFIN TEST
1 Menyiapkan alat untuk pemeriksaan ambang. Alat yang digunakan adalah
pulpen yang memiliki panjang 14 cm dan diameter dalam 1,3 cm. Pulpen
ini berisi tampon yang diisi dengan bau-bauan cair sebanyak 4 ml atau
bau-bauan yang dilarutkan dalam propilen glikol.
2 Melakukan pemeriksaan fungsi penghidu dilakukan dengan membuka
tutup pulpen oleh pemeriksa dan pulpen diletakkan didepan hidung pasien
selama kurang lebih 3 detik dan ujung pulpen diletakkan kurang lebih 2
cm didepan hidung.
3 Pemeriksaan ambang bau dilakukan dengan n-butanol dengan
menggunakan metode bertingkat tunggal dengan 3 pilihan jawaban.
Pemeriksaan dilakukan dengan mempersiapkan 16 larutan dalam seri
deret hitung dimulai dari larutan n-butanol 4% dengan perbandingan 1:2

8
II.5 – Gangguan Penghidu

dalam pelarut aqua deionisasi. Pemeriksaan dilakukan dengan


menggunakan 3 buah pulpen dalam urutan acak dengan 2 buah pulpen
hanya berisi bau-bauan. Pemeriksaan dilakukan dengan interval waktu 20
detik. Pemeriksaan secara bertingkat terbalik dilakukan ketika bau dapat
diidentifikasi secara terbalik pada pemeriksaan. Nilai ambang bau
didapatkan sebagai rata-rata dari 4 data dari 7 nilai hasil pemeriksaan
bertingkat terbalik. Nilai hasil pemeriksaan berkisar antara 0 sampai
16.2,6,7,10,16
KEGIATAN KASUS
4 Pemeriksaan diskriminasi bau dilakukan dengan menggunakan 3 buah
pulpen dalam urutan acak dengan 2 buah pulpen berisi bau-bauan yang
sama dan pulpen ketiga berisi bau-bauan yang berbeda. Subyek yang
diperiksa harus menentukan dari 3 buah pulpen yang diperiksa, pulpen
mana yang baunya berbeda. Pemeriksaan tiga serangkai pulpen dilakuka
selama 20-30 detik. Nilai hasil pemeriksaan dengan 16 pulpen berkisar
antara 0 sampai 16. Ketika dilakukan pengukuran ambang dan
diskriminasi bau, kedua mata pasien ditutup untuk menghindari
identifikasi secara visual.2,6,7,10,16
5 Pemeriksaan identifikasi bau dilakukan dengan menggunakan 16 bau-
bauan, yaitu jeruk, peppermint, terpentin (minyak tusam), cengkeh,
pisang, bawang putih, mawar, ikan, lemon kopi adas manis, kayu manis,
liqorice, apel dan nanas. Pemeriksaan identifikasi bau dilakukan dengan
beberapa pilihan jawaban (multiple-choice). Interval pemeriksaan masing-
masing bau berkisar antara 20-30 detik. Nilai hasil pemeriksaan berkisar
antara 0-16. Nilai total dari hasil pemeriksaan berupa skor TDI, yaitu
jumlah dari ambang, diskriminasi dan identifikasi.2,6,7,10,16

9
II.5 – Gangguan Penghidu

K. MATERI PRESENTASI

LCD 1 : Anatomi Fisiologi Penghidu

LCD 2 : Anatomi dan Fisiologi Sistem Penghidu

10
II.5 – Gangguan Penghidu

LCD 3 : Fisiologi Penghidu

LCD 4 : Etiologi Gangguan Penghidu

11
II.5 – Gangguan Penghidu

LCD 5 : Fungsi Penghidu

LCD 6 : Pemeriksaan Fungsi Penghidu

12
II.5 – Gangguan Penghidu

LCD 7 : Insiden Gangguan Penghidu

LCD 8 : Gangguan Penghidu

13
II.5 – Gangguan Penghidu

LCD 9 : Patofisiologi Gangguan Penghidu

14
0

Anda mungkin juga menyukai