Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN TN.

K A
DENGAN TONSILOFARINGITIS DI RUANG
ANNA 5 DI RUMAH SAKIT SUAKA INSAN
BANJARMASIN

Disusun Oleh :
Bayu Rizky Putra Suryana
113063C119007
Angkatan VII

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUAKA INSAN
BANJARMASIN
2022-2023
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Pendahuluan TN. K A Dengan Tonsilofaringitis Di Ruang Anna 5 Di
Rumah Sakit Suaka Insan telah diperiksa dan disetujui untuk dikumpulkan pada
koordinator praktik.

Banjarmasin, 6 Desember 2022

Mahasiswa

(Bayu Rizky Putra Suryana)


113063C119009

Menyetujui
CI Akademik CI Lahan

(Chrisnawati, BSN, MSN) (Ervina F. Silalahi,S.Kep.,Ners)

Mengetahui
Ketua PSIK dan Profesi Ners

Theresia Jamini,S.Kep.,Ners.,M.Kep
BAB I Konsep Dasar
A. Anatomi Fisiologi
a. Anatomi Tonsil

Tonsil merupakan bagian dari jaringan limfoid yang melingkari faring dan secara
kolektif dikenal sebagai cincin waldeyer. Cincin ini terdiri dari jaringan limfoid dari dasar
lidah (tonsil lidah), dua tonsil tekak, adenoid, dan jaringan limfoid pada dinding posterior.
Jaringan ini berperan sebagai pertahanan terhadap infeksi, tetapi dapat menjadi tempat
infeksi aku atau kronis (Behrman, 2000)
Tonsil terdiri atas :
a. Tonsil faringealis atau adenoid, agak menonjol keluar dari faring dan terletak di
belakang koana.
b. Tonsil palatina atau faucial, dilapisi oleh epitel berlapis gepeng tanpa lapisan
tanduk.
c. Tonsil lingual atau tonsil pangkal lidah, epitel berlapis gepeng tanpa lapisan
tanduk.
Tonsil berfungsi mencegah agar infeksi tidak menyebar ke seluruh tubuh dengan cara
menahan kuman memasuki tubuh melalui mulut, hidung, dan kerongkongan, oleh karena
itu tidak jarang tonsil mengalami peradangan. Peradangan pada tonsil disebut dengan
tonsillitis, penyakit ini merupakan salah satu gangguan Telinga, Hidung dan Tenggorokan
( THT). Sistem imunitas ada 2 macam yaitu imunitas seluler dan humoral. Imunitas
seluler bekerja dengan membuat sel (limfoid T) yang dapat “memakan” kuman dan virus
serta membunuhnya. Sedangkan imunitas humoral bekerja karena adanya sel (limfoid B)
yang dapat menghasilkan zat immunoglobulin yang dapat membunuh kuman dan virus.
Kuman yang dimakan oleh imunitas seluler tonsil dan adenoid terkadang tidak mati dan
tetap bersarang disana serta menyebabkan infeksi amandel yang kronis dan berulang
(Tonsilitis Kronis). Infeksi yang berulang ini akan menyebabkan tonsil dan adenoid
bekerja terus dengan memproduksi sel-sel imun yang banyak sehingga ukuran tonsil dan
adenoid akan membersar dengan cepat melebihi ukuran yang normal.

b. Anatomi Faring
Faring adalah suatu kantong fibromuskular yang berbentuk seperti corong dengan
bagian atas yang besar dan bagian bawah yang sempit. Merupakan ruang utama traktus
respiratorius dan traktus digestivus. Kantong fibromuskular ini mulai dari dasar
tengkorak dan menyambung ke esophagus hingga setinggi vertebra servikal ke – 6.
Panjang dinding posterior faring pada orang dewasa ± 14 cm dan bagian ini
merupakan bagian dinding faring yang terpanjang. Dinding faring dibentuk oleh selaput
lender, fasia faringobasiler, pembungkus otot dan sebagian fasia bukofaringeal.

Otot – otot faring tersusun dalam lapisan melingkar (sirkular) dan memanjang
(longitudinal). Otot – otot yang sirkular terdiri dari M.konstriktor faring superior, media
dan inferior. Otot – otot ini terletak di sebelah luar dan berbentuk seperti kipas dengan
tiap bagian bawahnya menutupi sebagian otot bagian atas dari belakangnya. Di sebelah
depan, otot – otot ini bertemu satu sama lain dan dibelakang bertemu pada jaringan ikat.
Kerja otot konstriktor ini adalah untuk mengecilkan lumen faring dan otot – otot ini
dipersarafi oleh nervus vagus (nervus X)

Faring mendapat perdarahan dari beberapa sumber dan kadang – kadang tidak
beraturan. Yang utama berasal dari cabang arteri karotis eksterna (cabang faring
asendens dan cabang fausial). Serta dari cabang arteri maksila interna yakni cabang
palatine superior.

Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan ikat
dengan kriptus di dalamnya. Terdapat 3 macam tonsil yaitu : tonsil faringal (adenoid),
tonsil palatine dan tonsil lingual yang ketiga – tiganya membentuk lingkaran yang
disebut cincin waldeyer.
Berdasarkan letaknya faring dibagi atas :
1. Nasofaring
Nasofaring dibagian atas adalah dasar tengkorak, dibagian bawah adalah palatum
mole, ke depan adalah rongga hidung sedangkan belakang adalah vertebra servikal.
Nasofaring yang relatif kecil, mengandung serta berhubungan erat dengan beberapa
struktur penting, seperti adenoid, jaringan limfoid pada dinding lateral faring dengan
resesus rathke, yang merupakan invaginasi struktur embrional hipofisis serebri, torus
tubarius, suatu refleksi mukosa faring di atas penonjolan kartilago tuba eustachius,
koana, foramen jugulare, yang dilalui nervus glosofaring, nervus vagus dan nervus
asesorius spinal saraf cranial dan vena jugularis interna, bagian petrosus os
temporalis dan foramen laserum dan muara tuba eustachius.

2. Orofaring
Orofaring disebut juga sebagai mesofaring, dengan batas atasnya adalah palatum
mole, batas bawah adalah tepi atas epiglottis, ke depan adalah rongga mulut,
sedangkan ke belakang adalah vertebra servikal.
Struktur yang terdapat di rongga orofaring adalah dinding posterior faring, tonsil
palatine, fosa tonsil serta arkus faring anterior dan posterior, uvula, tonsil lingual dan
foramen sekum.

3. Laringofaring (Hipofaring)
Batas laringofaring di sebelah superior adalah tepi atas epiglottis, batas anterior
ialah laring, batas inferior adalah esofagus, serta batas posterior adalah vertebra
servikal. Bila laringofaring diperiksa dengan kaca tenggorok pada pemeriksaan laring
tidak langsung atau dengan laringoskop pada pemeriksaan langsung, maka struktur
pertama yang tampak di bawah dasar lidah ialah valekula. Bagian ini merupakan dua
buah cekungan yang dibentuk oleh ligamentum glosoepiglotika medial dan
ligamentum glosoepiglotika lateral pada tiap sisi. Valekula disebut juga “kantong pil”
(pill pockets). Sebab pada beberapa orang, kadang – kadang bila menelan pil akan
tersangkut disitu.
Dibawah valekula terdapat epiglottis. Pada bayi epiglottis ini berbentuk omega
dan pada perkembanganya akan lebih melebar, meskipun kadang – kadang bentuk
infantile (bentuk omega) ini tetap sampai dewasa. Dalam perkembanganya, epiglottis
ini dapat menjadi demikian lebar dan tipisnya sehingga pada pemeriksaan
laringoskopi tidak langsung tampak menutupi pita suara. Epiglotis berfungsi juga
untuk melindungi (proteksi) glottis ketika menelan minuman atau bolus makanan,
pada saat bolus tersebut menuju ke sinus piriformis dan ke esofagus. Nervus laring
superior berjalan di bawah dasar sinus piriformis pada tiap sisi laringofaring,

Fungsi Faring
Fungsi faring terutama ialah untuk respirasi, pada waktu menelan, resonansi suara
untuk artikulasi.

Fungsi Menelan
Terdapat 3 fase dalam proses menelan yaitu fase oral, fase faringeal dan fase esofagal.
Fase oral, bolus makanan dari mulut menuju ke faring. Gerakan disini disengaja
(voluntary). Fase faringeal yaitu pada waktu transport bolus makanan melalui faring.
Gerakan disini tidak disengaja (involuntary). Fase esofagal. Disini gerakkanya tidak
disengaja, yaitu pada waktu bolus makanan bergerak secara peristaltic di esofagus
menuju lambung.

Fungsi Faring dalam Proses Berbicara


Pada saat bicara dan menelan terjadi gerakan terpadu dari otot – otot palatum dan
faring. Gerakan ini antara lain berupa pendekatan palatum mole ke arah dinding belakang
faring. Gerakan penutupan ini terjadi sangat cepat dan melibatkan mula – mula
m.salpingofaring dan m.palatofaring, kemudian m. levator veli palatine bersama – sama
m.konstriktor faring superior. Pada pergerakan penutupan nasofaring m.levator veli
palatine menarik palatum mole ke atas belakang hampir mengenai dinding posterior
faring. Jarak yang tersisa ini diisi oleh tonjolan (fold of) Passavant pada dinding belakang
faring yang terjadi akibat 2 macam mekanisme, yaitu pengangkatan faring sebagai hasil
gerakan m.palatofaring (bersama m.salpingofaring) dan oleh kontraksi aktif
m.konstriktor faring superior. Mungkin kedua gerakan ini bekerja tidak pada waktu yang
bersamaan.
Ada yang berpendapat bahwa tonjolan passavant ini menetap pada periode fonasi,
tetapi ada pula pendapat yang mengatakan tonjolan ini timbul dan hilang secara cepat
bersamaan dengan gerakan palatum.

Faringitis Kronis
Istilah faringitis akut digunakan untuk menunjukkan semua infeksi akut pada faring,
termasuk tonsilitis (tonsiloffaringitis) yang berlangsung hingga 14 hari. Faringitis
merupakan peradangan akut membran mukosa faring dan struktur lain di sekitarnya.
Karena letaknya yang sangat dekat dengan hidung dan tonsil, jarang terjadi hanya infeksi
lokal pada faring atau tonsil. Oleh karena itu, pengertian faringitis secara luas mencakup
tonsilitis, nasofaringitis, dan tonsilofaringitis. Infeksi pada daerah faring dan sekitarnya
ditandai dengan keluhan nyeri tenggorok. Faringitis Streptokokus Beta Hemolitikus grup
A (SBHGA) adalah infeksi akut orofaring dan atau nasofaring oleh SBHGA.

B. Pengertian
Tonsilofaringitis adalah radang pada tenggorokan yang terletak dibagian faring dan
tonsil. Radang faring pada anak hampir selalu melibatkan organ sekitarnya sehingga
infeksi pada faring juga mengenai tonsil sehingga disebut sebagai tonsilofaringitis dan
kadang dikenal dengan sebutan radang tenggorokan (Ngastiyah, 2005).
Tonsilofaringits adalah peradangan pada tongsil dan faring yang masih bersifat ringan
radang faring pada anak hampir selalu melibatakan organ disekitarnya sehinggga infeksi
pada faring biasanya juga mengenal tongsil. Sehingga disebut sebagai tongsilofaringitis
akut (Suriadi, 2004)
Tonsil merupakan terdapatnya peradangan umum dan pembengkakan dari jaringan
tonsil dengan lekosit, sel-sel epitel mati dan bakteri pathogen dalam kripta. Tanda dan
gejala tonsillitis ini adalah nyeri tenggorokan, nyeri telan dan kesulitan menelan, demam,
pembesaran tonsil mulut berbau dan kadang telinga terasa sakit (North American Nursing
Diagnosis Associatioan, 2012).
Tonsilitis adalag peradangan umum dan pembengkakan jaringan tonsil dengan
pengumpulan leukosit, sel-sel epitel mati dan bakteri pathogen dalam kripta (Derricson,
2009).
Tonsilofaringitis merupakan faringitis akut dan tonsilitis akut yang ditemukan
bersama – sama. ( Efiaty, 2002 )
Tonsilofaringitis adalah infeksi (virus atau bakteri) dan inflamasi pada tonsil dan
faring (Muscari, 2005).

Maka dapat disimpulkan Tonsilofaringitis adalah merupakan peradangan pada faring


atau tonsil ataupun keduanya yang disebabkan oleh bakteri dan juga oleh virus.

C. Etiologi
Gejala umum tonsilitis kronis yaitu sakit tenggorok, disfagia, dan demam. Penyakit
tonsil mempengaruhi struktur terkait anatomi lainnya seperti celah telinga tengah, sinus
paranasal, dan gabungan saluran pernafasan dengan bagian atas saluran pencernaan.
Anak-anak yang mengalami tonsilitis kronis memiliki pembesaran tonsil dan pembuluh
darah membesar pada permukaan tonsil (Triola, Zuhdi, & Vani, 2020).
Tanda-tanda maupun gejala tonsilitis yang sering ditemukan diantaranya perasaan
mudah lelah dan lesu, sulit berkonsentrasi, rasa tidak enak pada tenggorokan, sulit
menelan hingga rasa sakit saat menelan, nafas atau mulut berbau serta terkadang muncul
juga gangguan pada telinga dan siklus tidur seseorang. Pengaruh non mikroba juga
menjadi penyebab dari penyakit ini seperti refluks esofagus, imunomodulator dan radikal
bebas. Radikal bebas sendiri merupakan molekul tidak stabil dan sangat reaktif sehingga
bisa menyebabkan kerusakan jaringan terutama di membrane sel (Liwikasari, 2018).
Peradangan tonsil akan mengakibatkan pembesaran yang menyebabkan kesulitan
menelan atau seperti ada yang mengganjal di tenggorok. Pada anak biasanya keadaan ini
juga dapat mengakibatkan keluhan berupa ngorok saat tidur karena pengaruh besarnya
tonsil mengganggu pernafasan bahkan keluhan sesak nafas juga dapat terjadi apabila
pembesaran tonsil telah menutup jalur pernafasan. Jika 7 peradangan telah ditanggulangi,
kemungkin tonsil kembali pulih seperti semula atau bahkan tidak dapat kembali sehat
seperti semula. Apabila tidak terjadi penyembuhan yang sempurna pada tonsil, dapat
terjadi infeksi berulang. Apabila keadaan ini menetap, bakteri patogen akan bersarang di
dalam tonsil dan terjadi peradangan yang kronis atau yang disebut dengan tonsilitis kronis
(Maulana Fakh, Novialdi, & Elmatris, 2016).
Menurut Suardi (2010) berbagai bakteri dan virus dapat menjadi etiologi faringitis,
baik faringitis sebagai manifestasi tunggal maupun sebagai bagian dari penyakit lain.
Virus merupakan etiologi terbanyak terjadinya faringitis akut, terutama pada anak berusia
≤ 3 tahun (prasekolah).
Streptococcus beta hemolitikus grup A adalah bakteri penyebab terbanyak faringitis /
tonsilofaringitis akut. Bakteri tersebut mencakup 15 – 30% dari penyebab faringitis akut
pada anak.
Mikroorganisme penyebab tonsilofaringitis adalah:
1. Bakteri
Streptococcus, sering merupakan komplikasi dari penyakit virus lainnya
seperti morbili dan varisella atau komplikasi penyakit kuman lain seperti
pertusis atau pneumonia dan pneumococcus. Streptococcus lebih banyak pada
anak-anak dan bersifat progresif resistensi terhadap pengobatan dan sering
menimbulkan komplikasi seperti abses paru, empiema, tension pneumotoraks.
2. Virus
Lebih dari 200 virus dapat menyebabkan infeksi pada saluran pernapasan
bagian atas, diantaranya adalah :
a. Rhinovirus adalah salah satu jenis virus yang paling sering menjadi
penyebab infeksi pada saluran pernapasan bagian atas. Meskipun
pasien mendapat immunitas terhadap serotipe virus akan tetapi lebih
dari 100 serotipe virus telah dikenali. Meningkatkan immunitas
terhadap semua rhinovirus membutuhkan waktu yang lama.
b. Syncytial . Sering dimulai pada bayi menyerang sistim pernapasan
bagian atas kemudian menginvasi saluran penapasan bagian bawah.
Pada anak yang lebih tua dan orang dewasa secara alami yang
terinfeksi virus syncytial biasanya mempunyai gejala pernapasan yang
khas yang mungkin berakhir 2 minggu. Masa inkubasi virus 2-7 hari
setelah pajanan dan berlanjut hingga 2 minggu.

Menurut Suriadi (2004) Penyebab tonsilofaringitis bermacam-macam, yakni sebagai


berikut :

1. Streptokokus pyogenesis
Bakteri gram psotif bentuk pudar yang tumbuh dalam rantai panjang dan
menyebabkan infeksi streptokokus gram A penyakit  penting manusia berkisar 
dari infeksi  khasnya bermula ditenggorokan dan kulit.
2.   Streptokokus viridians
Kelompok besar bakteri streptokokuskomensial yang baik a-hemolitik,
menghasilkan warna hijau pekat pada darah.
3. Streptokukus Beta Hemalitikus
Bakateri gram positif yang dapat berkembang baik tenggorakan yang sehat
dan bisa menyebabkan infeksi saluran nafas akut.
4. Virus influenza
Virus RNA dari family orthomyxo viridae (virus influenza).Virus ini
ditularkan dengan medium udara melalui bersin pada manusia.

D. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala tonsilofaringitis akut adalah :
1. Nyeri tenggorok
2. Nyeri telan
3. Sulit menelan
4. Demam
5. Mual
6. Anoreksia
7. Kelenjar limfa leher membengkak
8. Faring hiperemis
9. Edema faring
10. Pembesaran tonsil
11. Tonsil hiperemia
12. Mulut berbau
13. Otalgia ( sakit di telinga )
14. Malaise

E. Komplikasi
Komplikasi yang dapat muncul bila tonsilofaringitis akut tidak tertangani dengan baik
adalah :
1. Tonsilofaringitis kronis
2. Otitis media
3. Abses peritonsil
4. Toksemia
5. Bronkitis
6. Miokarditis
7. Artritis

F. Patofisiologi (Narasi & Skema)


Bakteri dan virus masuk dalam tubuh melalui saluran nafas bagian atas akan
menyebabkan infeksi pada hidung atau faring kemudian menyebar melalui system
limfa ke tonsil. Adanya bakteri dan virus patogen pada tonsil menyebabkan terjadinya
proses inflamasi dan infeksi sehingga tonsil membesar dan dapat menghambat keluar
masuknya udara. Infeksi juga dapat mengakibatkan kemerahan dan edema pada faring
serta ditemukannya eksudat bewarna putih keabuan pada tonsil sehingga
menyebabkan timbulnya sakit tenggorokan, nyeri nelan, demam tinggi, bau mulut
serta otalgia.
Faringitis Streptococcus beta hemolitikus grup A (SBHGA) adalah infeksi akut
orofaring dan atau nasofaring oleh SBHGA. Penyebaran SBHGA memerlukan
penjamu yang rentan dan difasilitasi dengan kontak yang erat. Infeksi jarang terjadi
pada anak berusia di bawah 2 tahun, mungkin karena kurang kuatnya SBHGA melekat
pada sel-sel epitel. Infeksi pada toddlers paling sering melibatkan nasofaring. Remaja
biasanya telah mengalami kontak dengan organisme beberapa kali sehingga terbentuk
kekebalan, oleh karena itu infeksi SBHGA lebih jarang pada kelompok ini.
Faringitis akut jarang disebabkan oleh bakteri, diantara penyebab bakteri
tersebut, SBHGA merupakan penyebab terbanyak. Streptococcus grup C dan D telah
terbukti dapat menyebabkan epidemi faringitis akut, sering berkaitan dengan makanan
dan air yang terkontaminasi. Pada beberapa kasus dapat menyebabkan
glomerulonefritis akut (GNA). Organisme ini lebih sering terjadi pada usia dewasa.
Bakteri maupun virus dapat secara langsung menginvaasi mukosa faring yang
kemudian menyebabkan respon peradangan lokal. Rhinovirus menyebabkan iritasi
mukosa faring sekunder akibat sekresi nasal. Sebagian besar peradangan melibatkan
nasofaring, uvula dan palatum mole. Perjalanan penyakitnya adalah terjadi inokulasi
dari agen infeksius di faring yang menyebabkan peradangan lokal, sehingga
menyebabkan eritema faring, tonsil, dan keduanya. Infeksi Streptococcus ditandai
dengan invasi lokal serta pelepasan toksin ekstraseluler dan protease. Transmisi dari
virus yang khusus dan SBHGA terutama terjadi akibat kontak tangan dengan sekret
hidung dibandingkan dengan kontak oral. Gejala akan tampak setelah masa inkubasi
yang pendek yaitu 24 – 72 jam (Suardi, 2010).

Patofisiologi penyakit tonsilofaringitis

Invasi kuman pathogen (bakteri/virus)

Penyebaran limfogen

Faring dan tonsil

Proses inflamasi

Tonsilofaringitis akut Hipertemi

Edema faring & Tonsil & adenoid membesar


tonsil
Sulit makan & Kelemahan Obstruksi pada tuba austakii
minum
Resiko perubahan status Kurangnya Infeksi Sekunder
Intoleransi aktifitas
nutrisi kurang dari pendengaran
Otitis Media
kebutuhan tubuh
Gangguan persepsi sensori pendengaran

G. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk memperkuat diagnosa
tonsilofaringitis akut adalah pemeriksaan laboratorium meliputi :
1. Leukosit : terjadi peningkatan
2. Hemoglobin : terjadi penurunan
3. Usap tonsil untuk pemeriksaan kultur bakteri dan tes sensitifitas obat

H. Penatalaksanaan Kolaboratif
1. Pembedahan
Tonsilektomi merupakan prosedur pembedahan yang dilakukan dengan
mengangkat tonsil dan kapsulnya serta menyayat ruang peritonsil antara kapsul
tonsil dan dinding otot. Tindakan ini dapat dilakukan dengan dengan atau tanpa
adenoidektomi.[18,19]

Beberapa indikasi absolut tindakan tonsilektomi, sebagai berikut :


 Obstruksi saluran napas baik nasofaring maupun orofaring oleh tonsil,
adenoid dan keduanya menyebabkan obstructive sleep apnea (OSA)
 Gangguan menelan karena obstruksi orofaring oleh tonsil
 Tumor ganas pada tonsil
 Pendarahan yang tidak terkendali pada tonsil
Sedangkan, terdapat beberapa indikasi elektif tindakan tonsilektomi, sebagai
berikut :
 Infeksi tenggorokan akut berulang sesuai kriteria “Paradise”, yakni
terdapat ≥3 episode/tahun dalam 3 tahun terakhir, ≥5 episode/ tahun dalam
2 tahun terakhir atau ≥ 7 episode dalam 1 tahun
 Tonsilitis kronik yang tidak responsif terhadap terapi antimikroba
 Obstruksi tonsil yang mengubah kualitas suara
 Halitosis yang refrakter terhadap tindakan lainnya
 Terdapat >1 episode abses peritonsilar atau abses peritonsilar pada anak
dengan riwayat infeksi tenggorokan berulang
 Penderita karier infeksi Group A Beta-Hemolytic Streptococci yang kontak
langsung dengan individu penderita demam reumatik atau tinggal di rumah
dengan infeksi yang sering terjadi dan pemberantasan sulit dilakukan
 Syndrome of periodic fever, aphthous stomatitis, pharyngitis, and cervical
adenitis (PFAPA syndrome) yang tidak responsif terhadap terapi
konservatif
2. Medikasi
a. antibiotik baik injeksi maupun oral seperti cefotaxim, penisilin,
amoksisilin, eritromisin dll
b. antipiretik untuk menurunkan demam seperti parasetamol, ibuprofen.
c. analgesic
3. Diet
a. pemberian cairan adekuat, perbanyak minum hangat
b. pemberian diet cair atau lunak sesuai kondisi pasien
4. Aktifitas/Latihan
a. kompres dengan air hangat
b. istirahat yang cukup
5. Pendidikan kesehatan
Berolahraga teratur, menjaga kebersihan mulut, berhenti merokok, dan
menjaga kebersihan diri dan lingkungan, misalnya dengan menjaga kebersihan
tangan, mengikuti etika batuk atau bersin yang benar, serta tidak berbagi
makanan, gelas, atau peralatan makan lainnya dengan individu yang sedang
sakit.

BAB II Konsep Keperawatan (secara teori)


A. Pengkajian keperawatan
Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan utnuk
mengumpulkan data atau informasi tentang klien, agar dapat mengidentifikasi,
mengenai masalah-masalah, kebutuhan kesehatan dan keperawatan klien baik fisik,
mental, sosial dan lingkungan (Nasrul Effendi, 1995).
1. Identitas Klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, agama, pekerjaan, tanggal MRS,
diagnosa medis dan nomor register.
2. Riwayat Keperawatan
a. Alasan dirawat
b. Keluhan Utama
sakit tenggorokan, nyeri telan, demam dll

c. Riwayat kesehatan sekarang


Keluhan yang dirasakan klien, hal yang dilakukan untuk mengurangi keluhan.
Daerah yang terserang baik atas atau bawah sehingga klien pergi kerumah
sakit serta hal atau tindakan yang dilakukan saat klien dirumah sakit.
Serangan, karakteristik, insiden, perkembangan, efek terapi dll
d. Riwayat kesehatan lalu
Masalah-masalah yang pernah dialami oleh klien sebelum mrs, penyakit-
penyakit yang sebelumnya perna diderita klien sehingga klien dapat mrs.
 Riwayat kelahiran
 Riwayat imunisasi
 Penyakit yang pernah diderita ( faringitis berulang, ispa, otitis media)
 Riwayat hospitalisasi
e. Riwayat kesehatan keluarga
Meliputi penyakit-penyakit yang pernah diderita oleh keluarga baik penyakit
yang sama dengan klien, penyakit keturunan seperti diabetes meletus,
hipertensi  maupun penyakit menular seperti hepatitis, tb paru.
3. Riwayat psikososial dan spiritual.
4. Pemeriksaan Fisik
a. Pengkajian umum
 Usia, tingkat kesadaran, antopometri, tanda – tanda vital dll
b. Pernafasan
 Kesulitan bernafas, batuk
 Ukuran besarnya tonsil dinyatakan dengan :
• T0 : bila sudah dioperasi
• T1 : ukuran yang normal ada
• T2 : pembesaran tonsil tidak sampai garis tengah
• T3 : pembesaran mencapai garis tengah
• T4 : pembesaran melewati garis tengah
c. Nutrisi
 Sakit tenggorokan, nyeri telan, nafsu makan menurun, menolak
makan dan minum, turgor kurang
d. Aktifitas / istirahat
 Anak tampak lemah, letargi, iritabel, malaise
e. Keamanan / kenyamanan
 Kecemasan anak terhadap hospitalisasi
5. Pemeriksaan Penunjang

B. Diagnosa keperawatan utama


1. Hipertermia berhubungan dengan penyakit.
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi mekanis,
inflamasi, peningkatan sekresi, nyeri.
3. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan
melalui rute abnormal (perdarahan).
4. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologis, fisik, proses inflamasi dan
insisi pembedahan.
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
ketidakmampuan dalam memasukkan, mencerna, mengabsorbsi makanan karena
faktor biologi.

C. Intervensi dan rasional


1. Hipertermia berhubungan dengan penyakit.
Tujuan: Hipertermia teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24
jam dengan kriteria hasil:
 C/axilaSuhu: 36-37
 Pernapasan 12-21x/mnt
 Tekanan darah 120-129/80-84mmHg
 Nadi 60-100x/mnt
Intervensi:
a. Ukur tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu, saturasi
R/mengetahui keadaan klien
b. Anjurkan untuk banyak minum ± 2 L/hari
R/memenuhi kebutuhan cairan
c. Anjurkan untuk cukup istirahat
R/mempercepat pemulihan kondisi
d. Anjurkan untuk menggunakan pakaian yang tipis
R/ mengurangi rasa panas
e. Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan pasien
R/mencukupi kebutuhan pasien
f. Beri kompres hangat
R/vasodilatasi pembuluh darah
g. Kolaborasi/lanjutkan pemberian therapi antipiretik; nama, dosis, waktu,
cara, indikasi
R/mempercepat penyembuhan

2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi mekanis,


inflamasi, peningkatan sekresi, nyeri.
Tujuan : pasien dapat mempertahankan jalan nafas yang paten. Dengan kriteria
hasil:
 Pasien tidak mengeluh sesak, Pernapasan 12-21x/mnt,
Intervensi :
a. Posisikan anak pada kesejajaran tubuh yang tetap.
R/untuk memungkinkan ekspansi paru yang lebih baik dan perbaikan
pertukaran gas.
b. Hisap sekresi jalan nafas sesuai kebutuhan.
R/pengisapan sekresi dapat melonggarkan jalan nafas.
c. Bantu anak dalam mengeluarkan sputum.
Beberapa anak belum bisa mengeluarkan sputum sendiri.
d. Beri ekspektoran sesuai dengan kebutuhan.
R/ekspektoran dapat membantu mengencerkan dahak.
3. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan
melalui rute abnormal (perdarahan).
Tujuan: Resiko defisit volume cairan teratasi setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1x24jam dengan kriteria hasil:
 BB dalam batas normal
 Tekanan darah 120-129/80-84mmHg
 Nadi 60-100x/mnt
 C/axilaSuhu: 36-37
 Finger print <3 detik BAK 3-5x/hari Tidak ada perdarahan,
Intevensi:
a. Ukur tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu, saturasi
R/mengetahui keadaan pasien
b. Anjurkan untuk banyak minum ± 2 L/hari
R/memenuhi kebutuhan cairan
c. Hitung balance cairan
R/mengetahui klebihan dan kekurang cairan
d. Anjurkan untuk bed rest
R/mempercepat pemulihan kondisi
e. Kolaborasi/lanjutkan pemberian terapi elektrolit; nama, dosis, waktu, cara,
indikasi
R/mempercepat penyembuhan
f. Kolaborasi/lanjutkan program therapi transfusi
R/mempercepat pemulihan kesehatan pasien

4. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologis, fisik, proses inflamasi
dan insisi pembedahan.
Tujuan: Nyeri akut teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
1x24jam dengan kriteria hasil:
 Pasien tidak mengeluh nyeri, Tekanan darah 120-129/80-84mmHg, Nadi
60-100x/mnt,
Intervensi:
a. Ukur tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu, saturasi
R/mengetahui kondisi pasien
b. Monitor derajat dan kualitas nyeri (PQRST)?
R/mengetahui rasa nyeri yang dirasakan
c. Ajarkan teknik distraksi/relaksasi/napas dalam
R/mengurangi rasa nyeri
d. Beri posisi nyaman
R/untuk mengurangi rasa nyeri
e. Beri posisi semifowler
R/memenuhi kebutuhan oksigen.
f. Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan pasien
R/memenuhi kebutuhan pasien
g. Anjurkan untuk cukup istirahat
R/mempercepat proses penyembuhan
h. Kolaborasi/lanjutkan pemberian analgetik; nama, dosis, waktu, cara,
indikasi
R/mengurangi rasa nyeri

5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan


ketidakmampuan dalam memasukkan, mencerna, mengabsorbsi makanan
karena faktor biologi.
Tujuan: Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh teratasi setalah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam dengan kriteria hasil:
 Pasien tidak mengeluh lemas, Makan habis 1 porsi, Pasien tidak mual,
Pasien tidak muntah, Berat badan normal/ideal, Konjungtiva merah muda,
Rambut tidak rontok.
Intervensi:
a. Ukur tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu, saturasi
R/mengetahui keadaan pasien
b. Timbang berat badan
R/mengetahui perubahan berat badan pasien
c. Monitor adanya mual dan muntah
R/mengetahui keadaan pasien
d. Monitor tonus otot, rambut merah dan mudah patah
R/mengetahui status kesehatan pasien
e. Monitor intake makanan/minuman
R/mengetahui nutrisi yang dikonsumsi pasien
f. Anjurkan untuk cukup istirahat
R/mempercepat pemulihan kondisi
g. Anjurkan makan sedikit dan sering
R/supaya tidak mual dan tidak muntah
h. Anjurkan pasien untuk meningkatkan makanan yang mengandung zat besi,
Vitamin B12, tinggi protein, dan Vitamin C
R/mempercepat pemulihan kondisi pasien
i. Kolaborasi/lanjutkan pemberian obat; nama, dosis, waktu, cara, indikasi
R/mempercepat penyembuhan
D. Evaluasi
1. Hipertermia berhubungan dengan penyakit.
 C/axilaSuhu: 36-37
 Pernapasan 12-21x/mnt
 Tekanan darah 120-129/80-84mmHg
 Nadi 60-100x/mnt
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi mekanis,
inflamasi, peningkatan sekresi, nyeri.
 Pasien tidak mengeluh sesak
 Pernapasan 12-21x/mnt
3. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan
melalui rute abnormal (perdarahan).
 BB dalam batas normal
 Tekanan darah 120-129/80-84mmHg
 Nadi 60-100x/mnt
 C/axilaSuhu: 36-37
 Finger print <3 detik BAK 3-5x/hari Tidak ada perdarahan
4. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologis, fisik, proses inflamasi
dan insisi pembedahan.
 Pasien tidak mengeluh nyeri
 Tekanan darah 120-129/80-84mmHg
 Nadi 60-100x/mnt
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
ketidakmampuan dalam memasukkan, mencerna, mengabsorbsi makanan
karena faktor biologi.
 Pasien tidak mengeluh lemas
 Makan habis 1 porsi
 Pasien tidak mual
 Pasien tidak muntah
 Berat badan normal/ideal
 Konjungtiva merah muda
 Rambut tidak rontok.

Daftar Pustaka
1. http://repository.pkr.ac.id/1025/ Diakses pada tanggal 2 Desember 2022

2. https://www.academia.edu/8957637/
LAPORAN_PENDAHULUAN_PADA_PASIEN_DENGAN_TONSILOFARINGITI
S Diakses pada tanggal 2 Desember 2022

3. https://www.academia.edu/36084934/LP_TONSILOFARINGITIS_docx Diakses
pada tanggal 2 Desember 2022

4. https://nanopdf.com/download/tonsilofaringitis-akut_pdf Diakses pada tanggal 2


Desember 2022

5. https://www.alomedika.com/penyakit/telinga-hidung-tenggorokan/tonsilitis/
penatalaksanaan Diakses pada tanggal 2 Desember 2022

6. https://www.alomedika.com/penyakit/telinga-hidung-tenggorokan/tonsilitis/edukasi-
dan-promosi-kesehatan Diakses pada tanggal 2 Desember 2022

7. https://www.academia.edu/9527732/
ASUHAN_KEPERAWATAN_PADA_KLIEN_DENGAN_TONSILITIS_OLEH_K
ELOMPOK_9_QORY_PUTRI_SANDRA_PRIMA_ALWI_YAHYA_RAHMATUL
LAH_RATNA_WUANDARI_SABILA_HASANAH_ALMAFAZAH Diakses pada
tanggal 2 Desember 2022

8. http://repository.unimus.ac.id/3253/4/BAB%20II.pdf Diakses pada tanggal 2


Desember 2022

9. https://repository.ump.ac.id/8271/3/HANUNG%20MAULANA
%20HIDAYATULLOH%20BAB%20II.pdf Diakses pada tanggal 2 Desember 2022

10. https://www.academia.edu/23015752/Faringitis Diakses pada tanggal 2 Desember


2022

Anda mungkin juga menyukai