K A
DENGAN TONSILOFARINGITIS DI RUANG
ANNA 5 DI RUMAH SAKIT SUAKA INSAN
BANJARMASIN
Disusun Oleh :
Bayu Rizky Putra Suryana
113063C119007
Angkatan VII
Mahasiswa
Menyetujui
CI Akademik CI Lahan
Mengetahui
Ketua PSIK dan Profesi Ners
Theresia Jamini,S.Kep.,Ners.,M.Kep
BAB I Konsep Dasar
A. Anatomi Fisiologi
a. Anatomi Tonsil
Tonsil merupakan bagian dari jaringan limfoid yang melingkari faring dan secara
kolektif dikenal sebagai cincin waldeyer. Cincin ini terdiri dari jaringan limfoid dari dasar
lidah (tonsil lidah), dua tonsil tekak, adenoid, dan jaringan limfoid pada dinding posterior.
Jaringan ini berperan sebagai pertahanan terhadap infeksi, tetapi dapat menjadi tempat
infeksi aku atau kronis (Behrman, 2000)
Tonsil terdiri atas :
a. Tonsil faringealis atau adenoid, agak menonjol keluar dari faring dan terletak di
belakang koana.
b. Tonsil palatina atau faucial, dilapisi oleh epitel berlapis gepeng tanpa lapisan
tanduk.
c. Tonsil lingual atau tonsil pangkal lidah, epitel berlapis gepeng tanpa lapisan
tanduk.
Tonsil berfungsi mencegah agar infeksi tidak menyebar ke seluruh tubuh dengan cara
menahan kuman memasuki tubuh melalui mulut, hidung, dan kerongkongan, oleh karena
itu tidak jarang tonsil mengalami peradangan. Peradangan pada tonsil disebut dengan
tonsillitis, penyakit ini merupakan salah satu gangguan Telinga, Hidung dan Tenggorokan
( THT). Sistem imunitas ada 2 macam yaitu imunitas seluler dan humoral. Imunitas
seluler bekerja dengan membuat sel (limfoid T) yang dapat “memakan” kuman dan virus
serta membunuhnya. Sedangkan imunitas humoral bekerja karena adanya sel (limfoid B)
yang dapat menghasilkan zat immunoglobulin yang dapat membunuh kuman dan virus.
Kuman yang dimakan oleh imunitas seluler tonsil dan adenoid terkadang tidak mati dan
tetap bersarang disana serta menyebabkan infeksi amandel yang kronis dan berulang
(Tonsilitis Kronis). Infeksi yang berulang ini akan menyebabkan tonsil dan adenoid
bekerja terus dengan memproduksi sel-sel imun yang banyak sehingga ukuran tonsil dan
adenoid akan membersar dengan cepat melebihi ukuran yang normal.
b. Anatomi Faring
Faring adalah suatu kantong fibromuskular yang berbentuk seperti corong dengan
bagian atas yang besar dan bagian bawah yang sempit. Merupakan ruang utama traktus
respiratorius dan traktus digestivus. Kantong fibromuskular ini mulai dari dasar
tengkorak dan menyambung ke esophagus hingga setinggi vertebra servikal ke – 6.
Panjang dinding posterior faring pada orang dewasa ± 14 cm dan bagian ini
merupakan bagian dinding faring yang terpanjang. Dinding faring dibentuk oleh selaput
lender, fasia faringobasiler, pembungkus otot dan sebagian fasia bukofaringeal.
Otot – otot faring tersusun dalam lapisan melingkar (sirkular) dan memanjang
(longitudinal). Otot – otot yang sirkular terdiri dari M.konstriktor faring superior, media
dan inferior. Otot – otot ini terletak di sebelah luar dan berbentuk seperti kipas dengan
tiap bagian bawahnya menutupi sebagian otot bagian atas dari belakangnya. Di sebelah
depan, otot – otot ini bertemu satu sama lain dan dibelakang bertemu pada jaringan ikat.
Kerja otot konstriktor ini adalah untuk mengecilkan lumen faring dan otot – otot ini
dipersarafi oleh nervus vagus (nervus X)
Faring mendapat perdarahan dari beberapa sumber dan kadang – kadang tidak
beraturan. Yang utama berasal dari cabang arteri karotis eksterna (cabang faring
asendens dan cabang fausial). Serta dari cabang arteri maksila interna yakni cabang
palatine superior.
Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan ikat
dengan kriptus di dalamnya. Terdapat 3 macam tonsil yaitu : tonsil faringal (adenoid),
tonsil palatine dan tonsil lingual yang ketiga – tiganya membentuk lingkaran yang
disebut cincin waldeyer.
Berdasarkan letaknya faring dibagi atas :
1. Nasofaring
Nasofaring dibagian atas adalah dasar tengkorak, dibagian bawah adalah palatum
mole, ke depan adalah rongga hidung sedangkan belakang adalah vertebra servikal.
Nasofaring yang relatif kecil, mengandung serta berhubungan erat dengan beberapa
struktur penting, seperti adenoid, jaringan limfoid pada dinding lateral faring dengan
resesus rathke, yang merupakan invaginasi struktur embrional hipofisis serebri, torus
tubarius, suatu refleksi mukosa faring di atas penonjolan kartilago tuba eustachius,
koana, foramen jugulare, yang dilalui nervus glosofaring, nervus vagus dan nervus
asesorius spinal saraf cranial dan vena jugularis interna, bagian petrosus os
temporalis dan foramen laserum dan muara tuba eustachius.
2. Orofaring
Orofaring disebut juga sebagai mesofaring, dengan batas atasnya adalah palatum
mole, batas bawah adalah tepi atas epiglottis, ke depan adalah rongga mulut,
sedangkan ke belakang adalah vertebra servikal.
Struktur yang terdapat di rongga orofaring adalah dinding posterior faring, tonsil
palatine, fosa tonsil serta arkus faring anterior dan posterior, uvula, tonsil lingual dan
foramen sekum.
3. Laringofaring (Hipofaring)
Batas laringofaring di sebelah superior adalah tepi atas epiglottis, batas anterior
ialah laring, batas inferior adalah esofagus, serta batas posterior adalah vertebra
servikal. Bila laringofaring diperiksa dengan kaca tenggorok pada pemeriksaan laring
tidak langsung atau dengan laringoskop pada pemeriksaan langsung, maka struktur
pertama yang tampak di bawah dasar lidah ialah valekula. Bagian ini merupakan dua
buah cekungan yang dibentuk oleh ligamentum glosoepiglotika medial dan
ligamentum glosoepiglotika lateral pada tiap sisi. Valekula disebut juga “kantong pil”
(pill pockets). Sebab pada beberapa orang, kadang – kadang bila menelan pil akan
tersangkut disitu.
Dibawah valekula terdapat epiglottis. Pada bayi epiglottis ini berbentuk omega
dan pada perkembanganya akan lebih melebar, meskipun kadang – kadang bentuk
infantile (bentuk omega) ini tetap sampai dewasa. Dalam perkembanganya, epiglottis
ini dapat menjadi demikian lebar dan tipisnya sehingga pada pemeriksaan
laringoskopi tidak langsung tampak menutupi pita suara. Epiglotis berfungsi juga
untuk melindungi (proteksi) glottis ketika menelan minuman atau bolus makanan,
pada saat bolus tersebut menuju ke sinus piriformis dan ke esofagus. Nervus laring
superior berjalan di bawah dasar sinus piriformis pada tiap sisi laringofaring,
Fungsi Faring
Fungsi faring terutama ialah untuk respirasi, pada waktu menelan, resonansi suara
untuk artikulasi.
Fungsi Menelan
Terdapat 3 fase dalam proses menelan yaitu fase oral, fase faringeal dan fase esofagal.
Fase oral, bolus makanan dari mulut menuju ke faring. Gerakan disini disengaja
(voluntary). Fase faringeal yaitu pada waktu transport bolus makanan melalui faring.
Gerakan disini tidak disengaja (involuntary). Fase esofagal. Disini gerakkanya tidak
disengaja, yaitu pada waktu bolus makanan bergerak secara peristaltic di esofagus
menuju lambung.
Faringitis Kronis
Istilah faringitis akut digunakan untuk menunjukkan semua infeksi akut pada faring,
termasuk tonsilitis (tonsiloffaringitis) yang berlangsung hingga 14 hari. Faringitis
merupakan peradangan akut membran mukosa faring dan struktur lain di sekitarnya.
Karena letaknya yang sangat dekat dengan hidung dan tonsil, jarang terjadi hanya infeksi
lokal pada faring atau tonsil. Oleh karena itu, pengertian faringitis secara luas mencakup
tonsilitis, nasofaringitis, dan tonsilofaringitis. Infeksi pada daerah faring dan sekitarnya
ditandai dengan keluhan nyeri tenggorok. Faringitis Streptokokus Beta Hemolitikus grup
A (SBHGA) adalah infeksi akut orofaring dan atau nasofaring oleh SBHGA.
B. Pengertian
Tonsilofaringitis adalah radang pada tenggorokan yang terletak dibagian faring dan
tonsil. Radang faring pada anak hampir selalu melibatkan organ sekitarnya sehingga
infeksi pada faring juga mengenai tonsil sehingga disebut sebagai tonsilofaringitis dan
kadang dikenal dengan sebutan radang tenggorokan (Ngastiyah, 2005).
Tonsilofaringits adalah peradangan pada tongsil dan faring yang masih bersifat ringan
radang faring pada anak hampir selalu melibatakan organ disekitarnya sehinggga infeksi
pada faring biasanya juga mengenal tongsil. Sehingga disebut sebagai tongsilofaringitis
akut (Suriadi, 2004)
Tonsil merupakan terdapatnya peradangan umum dan pembengkakan dari jaringan
tonsil dengan lekosit, sel-sel epitel mati dan bakteri pathogen dalam kripta. Tanda dan
gejala tonsillitis ini adalah nyeri tenggorokan, nyeri telan dan kesulitan menelan, demam,
pembesaran tonsil mulut berbau dan kadang telinga terasa sakit (North American Nursing
Diagnosis Associatioan, 2012).
Tonsilitis adalag peradangan umum dan pembengkakan jaringan tonsil dengan
pengumpulan leukosit, sel-sel epitel mati dan bakteri pathogen dalam kripta (Derricson,
2009).
Tonsilofaringitis merupakan faringitis akut dan tonsilitis akut yang ditemukan
bersama – sama. ( Efiaty, 2002 )
Tonsilofaringitis adalah infeksi (virus atau bakteri) dan inflamasi pada tonsil dan
faring (Muscari, 2005).
C. Etiologi
Gejala umum tonsilitis kronis yaitu sakit tenggorok, disfagia, dan demam. Penyakit
tonsil mempengaruhi struktur terkait anatomi lainnya seperti celah telinga tengah, sinus
paranasal, dan gabungan saluran pernafasan dengan bagian atas saluran pencernaan.
Anak-anak yang mengalami tonsilitis kronis memiliki pembesaran tonsil dan pembuluh
darah membesar pada permukaan tonsil (Triola, Zuhdi, & Vani, 2020).
Tanda-tanda maupun gejala tonsilitis yang sering ditemukan diantaranya perasaan
mudah lelah dan lesu, sulit berkonsentrasi, rasa tidak enak pada tenggorokan, sulit
menelan hingga rasa sakit saat menelan, nafas atau mulut berbau serta terkadang muncul
juga gangguan pada telinga dan siklus tidur seseorang. Pengaruh non mikroba juga
menjadi penyebab dari penyakit ini seperti refluks esofagus, imunomodulator dan radikal
bebas. Radikal bebas sendiri merupakan molekul tidak stabil dan sangat reaktif sehingga
bisa menyebabkan kerusakan jaringan terutama di membrane sel (Liwikasari, 2018).
Peradangan tonsil akan mengakibatkan pembesaran yang menyebabkan kesulitan
menelan atau seperti ada yang mengganjal di tenggorok. Pada anak biasanya keadaan ini
juga dapat mengakibatkan keluhan berupa ngorok saat tidur karena pengaruh besarnya
tonsil mengganggu pernafasan bahkan keluhan sesak nafas juga dapat terjadi apabila
pembesaran tonsil telah menutup jalur pernafasan. Jika 7 peradangan telah ditanggulangi,
kemungkin tonsil kembali pulih seperti semula atau bahkan tidak dapat kembali sehat
seperti semula. Apabila tidak terjadi penyembuhan yang sempurna pada tonsil, dapat
terjadi infeksi berulang. Apabila keadaan ini menetap, bakteri patogen akan bersarang di
dalam tonsil dan terjadi peradangan yang kronis atau yang disebut dengan tonsilitis kronis
(Maulana Fakh, Novialdi, & Elmatris, 2016).
Menurut Suardi (2010) berbagai bakteri dan virus dapat menjadi etiologi faringitis,
baik faringitis sebagai manifestasi tunggal maupun sebagai bagian dari penyakit lain.
Virus merupakan etiologi terbanyak terjadinya faringitis akut, terutama pada anak berusia
≤ 3 tahun (prasekolah).
Streptococcus beta hemolitikus grup A adalah bakteri penyebab terbanyak faringitis /
tonsilofaringitis akut. Bakteri tersebut mencakup 15 – 30% dari penyebab faringitis akut
pada anak.
Mikroorganisme penyebab tonsilofaringitis adalah:
1. Bakteri
Streptococcus, sering merupakan komplikasi dari penyakit virus lainnya
seperti morbili dan varisella atau komplikasi penyakit kuman lain seperti
pertusis atau pneumonia dan pneumococcus. Streptococcus lebih banyak pada
anak-anak dan bersifat progresif resistensi terhadap pengobatan dan sering
menimbulkan komplikasi seperti abses paru, empiema, tension pneumotoraks.
2. Virus
Lebih dari 200 virus dapat menyebabkan infeksi pada saluran pernapasan
bagian atas, diantaranya adalah :
a. Rhinovirus adalah salah satu jenis virus yang paling sering menjadi
penyebab infeksi pada saluran pernapasan bagian atas. Meskipun
pasien mendapat immunitas terhadap serotipe virus akan tetapi lebih
dari 100 serotipe virus telah dikenali. Meningkatkan immunitas
terhadap semua rhinovirus membutuhkan waktu yang lama.
b. Syncytial . Sering dimulai pada bayi menyerang sistim pernapasan
bagian atas kemudian menginvasi saluran penapasan bagian bawah.
Pada anak yang lebih tua dan orang dewasa secara alami yang
terinfeksi virus syncytial biasanya mempunyai gejala pernapasan yang
khas yang mungkin berakhir 2 minggu. Masa inkubasi virus 2-7 hari
setelah pajanan dan berlanjut hingga 2 minggu.
1. Streptokokus pyogenesis
Bakteri gram psotif bentuk pudar yang tumbuh dalam rantai panjang dan
menyebabkan infeksi streptokokus gram A penyakit penting manusia berkisar
dari infeksi khasnya bermula ditenggorokan dan kulit.
2. Streptokokus viridians
Kelompok besar bakteri streptokokuskomensial yang baik a-hemolitik,
menghasilkan warna hijau pekat pada darah.
3. Streptokukus Beta Hemalitikus
Bakateri gram positif yang dapat berkembang baik tenggorakan yang sehat
dan bisa menyebabkan infeksi saluran nafas akut.
4. Virus influenza
Virus RNA dari family orthomyxo viridae (virus influenza).Virus ini
ditularkan dengan medium udara melalui bersin pada manusia.
E. Komplikasi
Komplikasi yang dapat muncul bila tonsilofaringitis akut tidak tertangani dengan baik
adalah :
1. Tonsilofaringitis kronis
2. Otitis media
3. Abses peritonsil
4. Toksemia
5. Bronkitis
6. Miokarditis
7. Artritis
Penyebaran limfogen
Proses inflamasi
G. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk memperkuat diagnosa
tonsilofaringitis akut adalah pemeriksaan laboratorium meliputi :
1. Leukosit : terjadi peningkatan
2. Hemoglobin : terjadi penurunan
3. Usap tonsil untuk pemeriksaan kultur bakteri dan tes sensitifitas obat
H. Penatalaksanaan Kolaboratif
1. Pembedahan
Tonsilektomi merupakan prosedur pembedahan yang dilakukan dengan
mengangkat tonsil dan kapsulnya serta menyayat ruang peritonsil antara kapsul
tonsil dan dinding otot. Tindakan ini dapat dilakukan dengan dengan atau tanpa
adenoidektomi.[18,19]
4. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologis, fisik, proses inflamasi
dan insisi pembedahan.
Tujuan: Nyeri akut teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
1x24jam dengan kriteria hasil:
Pasien tidak mengeluh nyeri, Tekanan darah 120-129/80-84mmHg, Nadi
60-100x/mnt,
Intervensi:
a. Ukur tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu, saturasi
R/mengetahui kondisi pasien
b. Monitor derajat dan kualitas nyeri (PQRST)?
R/mengetahui rasa nyeri yang dirasakan
c. Ajarkan teknik distraksi/relaksasi/napas dalam
R/mengurangi rasa nyeri
d. Beri posisi nyaman
R/untuk mengurangi rasa nyeri
e. Beri posisi semifowler
R/memenuhi kebutuhan oksigen.
f. Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan pasien
R/memenuhi kebutuhan pasien
g. Anjurkan untuk cukup istirahat
R/mempercepat proses penyembuhan
h. Kolaborasi/lanjutkan pemberian analgetik; nama, dosis, waktu, cara,
indikasi
R/mengurangi rasa nyeri
Daftar Pustaka
1. http://repository.pkr.ac.id/1025/ Diakses pada tanggal 2 Desember 2022
2. https://www.academia.edu/8957637/
LAPORAN_PENDAHULUAN_PADA_PASIEN_DENGAN_TONSILOFARINGITI
S Diakses pada tanggal 2 Desember 2022
3. https://www.academia.edu/36084934/LP_TONSILOFARINGITIS_docx Diakses
pada tanggal 2 Desember 2022
5. https://www.alomedika.com/penyakit/telinga-hidung-tenggorokan/tonsilitis/
penatalaksanaan Diakses pada tanggal 2 Desember 2022
6. https://www.alomedika.com/penyakit/telinga-hidung-tenggorokan/tonsilitis/edukasi-
dan-promosi-kesehatan Diakses pada tanggal 2 Desember 2022
7. https://www.academia.edu/9527732/
ASUHAN_KEPERAWATAN_PADA_KLIEN_DENGAN_TONSILITIS_OLEH_K
ELOMPOK_9_QORY_PUTRI_SANDRA_PRIMA_ALWI_YAHYA_RAHMATUL
LAH_RATNA_WUANDARI_SABILA_HASANAH_ALMAFAZAH Diakses pada
tanggal 2 Desember 2022
9. https://repository.ump.ac.id/8271/3/HANUNG%20MAULANA
%20HIDAYATULLOH%20BAB%20II.pdf Diakses pada tanggal 2 Desember 2022