Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

Massa lidah dan epiglottis merupakan suatu tantangan bagi ahli THT,
karena lidah dan epiglottis merupakan bagian integral dari traktus aerodigestif
bagian atas. Oleh karena, sempitnya akses ke bagian epiglottis dan terdapat
struktur-struktur penting disitu.

Faring adalah kesatuan antara nasofaring, orofaring dan hipofaring yang


hampir tidak tampak batas-batasnya secara anatomik dan fungsional. Struktur-
struktur di atas memiliki fungsi yang multiple, seperti berbicara, menelan,
pertahanan imunologik dan respirasi. Massa pada bagian-bagian tersebut akan
menganggu fungsi-fungsi tersebut. Menurut asal tumor, biologik dan stadium
pada saat ditemukan, sifat-sifat dari jinak sampai ganas dan membutuhkan lebih
dari satu penanganan. Pencegahan dan diagnosis dini sangat penting supaya
prognosis dan hasil fungsional operasi lebih baik.

Evaluasi dan penanganan massa di lidah dan epiglottis sama ada ganas atau jinak
memerlukan pengetahuan yang mendalam tentang anatomi dan embriologi yang
relevan, keuntungan dan kelemahan sistem staging tumor, factor etiologi,
histopatologi, biologi massa dan sifat-sifat klinis massa. Pengetahuan yang baik
mengenai beberapa pilihan terapi bedah dan non bedah sangat penting untuk
melakukan konsultasi dengan pasien dan merencanakan terapi.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Faring dan Lidah

Faring adalah suatu kantong fibromuskuler yang berbentuk seperti corong


dengan bagian atas yang besar dan bagian bawah yang sempit.

Faring merupakan ruang utama traktus resporatorius dan traktus


digestivus. Kantong fibromuskuler ini mulai dari dasar tengkorak dan terus
menyambung ke esophagus hingga setinggi vertebra servikalis ke-6.

Panjang dinding posterior faring pada orang dewasa 14 cm dan bagian


ini merupakan bagian dinding faring yang terpanjang. Dinding faring dibentuk
oleh selaput lendir, fasia faringobasiler, pembungkus otot dan sebagian fasia
bukofaringeal.

Otot-otot faring tersusun dalam lapisan melingkar (sirkular) dan


memanjang (longitudinal). Otot-otot yang sirkular terdiri dari M.Konstriktor
faring superior, media dan inferior.

Otot-otot faring yang tersusun longitudinal terdiri dari M.Stilofaring dan


M.Palatofaring. letak otot-otot ini di sebelah dalam. M.Stilofaring gunanya untuk
melebarkan faring dan menarik laring, sedangkan M.Palatofaring
mempertemukan ismus orofaring dan menaikkan bagian bawah faring dan laring.
Kedua otot ini bekerja sebagai elevator, kerja kedua otot ini penting pada waktu
menelan. M.Stilofaring dipersarafi oleh Nervus Glossopharyngeus dan
M.Palatofaring dipersarafi oleh Nervus Vagus.

Faring mendapat darah dari beberapa sumber dan kadang-kadang tidak


beraturan. Yang utama berasal dari cabang arteri karotis eksterna (cabang faring
asendens dan cabang fausial) serta dari cabang arteri maksila interna yakni cabang
palatine superior.

Persarafan motorik dan sensorik daerah faring berasal dari pleksus faring
yang ekstensif. Pleksus ini dibentuk oleh cabang faring dari Nervus Vagus,
cabang dari Nervus Glossopharyngeus dan serabut simpatis. Cabang faring dari
Nervus Vagus berisi serabut motorik. Dari pleksus faring yang ekstensif ini keluar
cabang-cabang untuk otot-otot faring kecuali M.Stilofaring yang dipersarafi
langsung oleh cabang Nervus Glossopharyngeus.
Berdasarkan letaknya maka faring dapat dibagi menjadi Nasofaring,
Orofaring dan Laringofaring (Hipofaring).

Gambar 2.1 Anatomi Nasofaring, Orofaring, dan Hipofaring

Nasofaring merupakan bagian tertinggi dari faring, adapun batas-batas dari


nasofaring ini antara lain :

- batas atas : Basis Kranii

- batas bawah : Palatum mole

- batas depan : rongga hidung

- batas belakang : vertebra servikal

Nasofaring yang relatif kecil mengandung serta berhubungan erat dengan


beberapa struktur penting seperti adenoid, jaringan limfoid pada dinding lateral
faring dengan resesus faring yang disebut fossa Rosenmuller, kantong ranthke,
yang merupakan invaginasi struktur embrional hipofisis serebri, torus tubarius,
suatu refleksi mukosa faring di atas penonjolan kartilago tuba Eustachius, koana,
foramen jugulare, yang dilalui oleh Nervus Glossopharyngeus, Nervus Vags dan
Nervus Asesorius spinal saraf cranial dan vena jugularis interna, bagian petrosus
os temporalis dan foramen laserum dan muara tuba Eustachius.

Orofaring disebut juga mesofaring, karena terletak diantara nasofaring dan


laringofaring. Dengan batas-batas dari orofaring ini antara lain, yaitu :
- batas atas : palatum mole

- batas bawah : tepi atas epiglottis

- batas depan : rongga mulut

- batas belakang : vertebra servikalis

Struktur yang terdapat di rongga orofaring adalah dinding posterior


faring, tonsil palatine, fosa tonsil serta arkus faring anterior dan posterior, uvula,
tonsil lingual dan foramen sekum.

Laringofaring (hipofaring) merupakan bagian terbawah dari faring.


Dengan batas-batas dari laringofaring antara lain, yaitu :

- batas atas : epiglotis

- batas bawah : kartilago krikodea

- batas depan : laring

- batas belakang : vertebra servikalis

Ada dua ruang yang berhubungan dengan faring yang secara klinik
mempunyai arti penting yaitu ruang retrofaring dan ruang parafaring. Dinding
anterior Ruang retrofaring (retropharyngeal space) adalah dinding belakang
faring yang terdiri dari mukosa faring, fasia faringobasilaris dan otot-otot faring.
Ruang ini berisi jaringan ikat jarang dan fasia prevetebralis. Ruang ini mulai dari
dasar tengkorak di bagian atas sampai batas paling bawah dari fasia servikalis.
Serat-serat jaringan ikat di garis tengah mengikatnya pada vertebra. Di sebelah
lateral ruang ini berbatasan dengan fosa faringomaksila.

2.2. Fisiologi Faring

Fungsi faring yang terutama adalah ialah untuk respirasi, pada waktu
menelan, resonansi suara dan artikulasi.

2.2.1. Fungsi Menelan

Proses menelan dibagi menjadi 3 fase, yaitu : fase oral, fase faringeal dan
fase esophagus yang terjadi secara berkesinambungan. Pada proses menelan akan
terjadi hal-hal sebagai berikut:
a. Pembentukan bolus makanan dengan ukuran dan konsistensi yang
baik

b. Lidah mendorong bolus masuk ke esophagus

c. Epiglottis menutup trakea agar bolus tidak masuk kesalurang


pernafasan

d. Upaya sfingter mencegah terhamburnya bolus selama fase menelan

e. Mempercepat masuknya bolus makanan ke dalam faring pada saat


respirasi

f. Mencegah masuknya makanan dan minuman ke dalam nasofaring


dan laring

g. Kerjasama yang baik dari otot-otot di rongga mulut untuk


mendorong bolus makanan ke arah lambung

h. Usaha untuk membersihkan kembali esofagus

Fase oral terjadi secara sadar. Makanan yang telah dikunyah dan
bercampur dengan air liur akan membentuk bolus makanan. Bolus ini akan
bergerak dari rongga mulut melalui dorsum lidah, terletak di tengah lidah akibat
kontraksi otot intrinsic lidah. Kontraksi M.Levator veli palatine mengakibatkan
rongga pada lekukan dorsum lidah diperluas, palatum mole terangkat dan bagian
atas dinding posterior faring (Passavants ridge) akan terangkat pula. Bolus
terdorong ke posterior karena lidah terangkat ke atas. Bersamaan dengan ini
terjadi penutupan nasofring sebagai akibat kontraksi M.Levator veli palatine.
Selanjutnya terjadi kontraksi M.Palatoglossus yang menyebabkan ismus fausium
tertutup, diikuti oleh kontraksi M.Palatofaring, sehingga bolus makanan tidak
akan berbalik ke rongga mulut.

Fase faringeal terjadi secara reflex pada akhir fase oral, yaitu perpindahan
bolus makanan dari faring ke esophagus. Faring dan laring bergerak ke atas oleh
kontraksi M.Stilofaring, M.Tirohioid dan M.Palatofaring. Aditus laring tertutup
oleh epiglottis, sedangkan ketiga sfingter laring, yaitu plika ariepligotika, plika
ventrikularis dan plika vokalis tertutup karena kontraksi M.Ariepliglotika dan
M.Aritenoid obligus. Bersamaan dengan ini terjadi juga penghentian aliran udara
ke laring karena reflex yang menghambat pernapasan, sehingga bolus makanan
akan meluncur ke arah esophagus, karena valekula dan sinus piriformis sudah
dalam keadaan lurus.

Fase esophageal ialah fase oerpindahan bolus makanan dari esophagus ke


lambung. Dalam keadaan istirahat introitus esophagus selalu tertutup. Dengan
adanya rangsangan bolus makanan pada akhir fase faringeal, maka terjadi
relaksasi M.Krikofaring, sehingga introitus esophagus terbuka dan bolus makanan
masuk ke dalam esophagus. Setelah bolus makanan lewat, maka sfingter akan
berkontraksi lebih kuat, melebihi tonus introitus esophagus pada saat istirahat,
sehingga makanan tidak akan kembali ke faring. Dengan demikian refluks dapat
dihindari.

Gambar 2.2 Proses Menelan

2.2 Granuloma Piogenik

2.2.1 Definisi

Granuloma adalah suatu tumor vaskuler benigna yang didapat pada kulit
atau membran mukosa yang tampak sebagai papul atau nodul vaskular yang cepat
tumbuh. Granuloma merupakan bentukan yang kecil, benjolan kemerahan pada
kulit yang mudah berdarah karena jumlah pembuluh darah yang banyak secara
abnormal. Granuloma adalah pertumbuhan kulit yang relatif umum yang muncul
sebagai massa merah terang. Hal ini kadang-kadang disebut 'granuloma
telangiectaticum'. Permukaannya seperti raspberry atau seperti daging mentah
cincang. Meskipun mereka jinak (non-cancer), granuloma dapat menyebabkan
masalah ketidaknyamanan dan pendarahan yang banyak.
Granuloma atau biasa juga disebut hemangioma kapiler lobular (lobular
capillary hemangioma)1-3 atau granuloma telangiektatik (granuloma
telangiectaticum) 3-5 adalah lesi vaskuler yang berkembang dengan cepat atau
merupakan suatu hemangioma tipe kapiler yang berhubungan dengan trauma
sebelumnya.

2.2.2 Epidemiologi

Rata-rata frekuensi granuloma di Amerika Serikat sebesar 0,5% dari lesi


kulit pada bayi dan anak-anak dan juga ditemukan di mukosa rongga mulut
sebanyak 2% dari wanita hamil. Granuloma paling tidak menunjukkan gejala
kecuali untuk nyeri ringan dan cenderung untuk berdarah dengan trauma sedikit
atau bahkan tidak ada trauma. Mereka jinak dan mudah diobati. Jarang,
granuloma di tempat yang tidak biasa seperti usus dapat mengakibatkan
perdarahan yang signifikan atau komplikasi utama lainnya. Granuloma
mempengaruhi orang-orang dari semua ras. Wanita lebih sering terkena daripada
pria karena hubungan dengan kehamilan. Hal ini jarang terjadi pada anak-anak
kurang dari 6 bulan tetapi sering terjadi pada anak-anak dan dewasa muda. Dapat
terjadi pada semua umur, tetapi sering terjadi pada umur rata-rata 6 - 7 tahun dan
dewasa muda. Sering mengenai muka, jari, gingiva dan daerah lain yang mudah
terkena trauma.
Tidak ada perbedaan ras yang signifikan pada insiden terjadinya
granuloma antara ras. Satu studi dari 178 pasien yang lebih muda dari 17 tahun
melaporkan rasio laki-laki disbanding perempuan sebagai 3:2. Pada orang dewasa,
granuloma lebih sering terjadi pada wanita karena lesi yang berhubungan dengan
kehamilan.
Granuloma yang paling umum terjadi dalam 5 tahun pertama kehidupan.
Pasien dengan granuloma biasanya mencari perawatan karena lesi telah
berkembang dengan cepat dan mudah berdarah. Pasien atau orang tua mungkin
khawatir karena mengalami pendarahan lesi dengan trauma ringan atau bahkan
tidak ada trauma, mereka sering khawatir bahwa pertumbuhan yang cepat dan
perdarahan mungkin menunjukkan keganasan.

2.2.3 Etiologi

Penyebab pasti granuloma tidak diketahui, tetapi biasanya timbul didahului


oleh trauma Mereka biasanya terjadi pada tangan, lengan, atau wajah. Granuloma
sering terjadi pada anak-anak. Awalnya, granuloma yang diduga disebabkan oleh
infeksi bakteri, namun etiologi belum dapat ditentukan. Etiologinya termasuk
virus, hormonal, dan, baru-baru ini, faktor angiogenik.Granuloma kemungkinan
disebabkan human papillomavirus (HPV) karena kutil terjadi pada kelompok usia
dan tempat yang sama. Lesi diuji untuk HPV 6, 11, 16, 31, 33, 35, 42, dan 58.
Tidak ada virus yang terdapat pada lesi.Granuloma berulang dengan satellitosis
merupakan varian jarang. Dalam satu pasien dengan granuloma berulang dengan
satellitosis, pewarnaan Warthin-Starry dari lesi mengungkapkan gumpalan basil
gelap seperti yang ditemukan pada pasien dengan bacillary angiomatosis. Sebuah
uji imunofluoresensi tidak langsung menunjukkan antibodi imunoglobulin G
ditinggikan terhadap Bartonella (Rochalimaea) henselae. Pasien tidak
menunjukkan risiko yang jelas untuk human immunodeficiency virus (HIV)
infeksi atau imunosupresi, tidak ada antibodi terhadap HIV-1 dan HIV-2
ditemukan. Granuloma berulang dengan satellitosis mungkin varian lokal dari
bacillary angiomatosis.

Trauma: beberapa kasus berkembang di lokasi luka kecil baru-baru ini,


seperti tertusuk peniti.
Infeksi: Staphylococcus aureus sering terdapat dalam lesi
Pengaruh Hormonal: mereka terjadi pada sampai 5% kehamilan dan jarang
berhubungan dengan kontrasepsi oral.
Induksi obat-obatan, lesi multiple kadang-kadang berkembang pada pasien
retinoid sistemik (acitretin atau isotretinoin) atau inhibitor protease
Infeksi virus adalah mungkin, tetapi tidak terbuktiKelainan pembuluh
darah mikroskopis yang mendasari

2.2.4 Patofisiologi

Meskipun sebagian besar pasien (74,2%) tidak memiliki riwayat trauma


atau kelainan kulit, dalam banyak kasus, terdapat riwayat trauma baru-baru ini di
tempat lesi. Sejumlah besar lesi dapat terjadi akibat kerusakan pada area kulit
yang difus/ menyebar oleh luka bakar atau trauma lainnya12,13. Sebuah sintesis
nitrit oksida, Mekanisme sintesis nitrit oksida diperkirakan berkontribusi
mempengaruhi terjadinya angiogenesis dan pertumbuhan yang cepat dari
granuloma. Mereka adalah proliferations vaskular jinak, namun patofisiologi
spesifik dari lesi ini tidak diketahui. Meskipun disebut sebagai penyakit infeksi,
penyebab granuloma (PG) tidak diketahui. Kebanyakan teori-teori tentang
patogenesis berputar di sekitar PG yaitu hiperplastik, respon neovascular berupa
stimulus angiogenik dengan ketidakseimbangan promotor dan inhibitor. Faktor
pertumbuhan angiogenik seperti faktor pertumbuhan endotel vaskular (VEGF)
dan decorin, faktor transkripsi (pATF2 dan pSTAT3), dan jalur transduksi sinyal
(MAPK) yang diekspresikan dalam PG, namun peran tepat mereka belum
diketahui.
Trauma telah diusulkan sebagai pemicu, meskipun hanya 7 sampai 23
persen pasien dengan PG melaporkan lokasi cedera sebelumnya. Dalam
serangkaian pasien dengan PG periungual atau subungual, trauma lokal (misalnya,
trauma mekanik akut, onycholysis, atau manipulasi kuku kronis) dilaporkan di 58
persen dari kasus-kasus. Mekanisme yang tepat untuk mekanisme perkembangan
granuloma (hemangioma kapiler lobular) tidak diketahui. Trauma, pengaruh
hormonal, virus onkogen, penyakit malformasi arteriovenosa mikroskopis yang
mendasari, produksi faktor pertumbuhan angiogenik, dan kelainan sitogenetika
semuanya telah didalilkan berperan. Yang berlebih dari faktor transkripsi P-ATF2
dan STAT3 juga mungkin memainkan peran dalam tumorigenesis. Sintesis oksida
nitrat endotel (eNOS), CD34, dan ekspresi CD105/endoglin merupakan penanda
angiogenesis pada granuloma.

2.2.5 Tanda dan Gejala

Benjolan pembuluh darah merah kecil yang mudah berdarah. Sering


terjadi pada tempat lesi yang baru terjadi. Terlihat paling sering di tangan, lengan,
dan wajah, tetapi sering ditemukan dalam mulut wanita hamil. Granuloma dapat
terjadi setelah trauma fisik yang kecil atau luka bakar sebelum lesi berkembang.
Granuloma berupa papul atau nodul vaskuler, lunak, warna kemerahan, terlihat
seperti daging mentah, mudah berdarah jika kena trauma ringan. Permukaan lesi
awalnya tipis/halus dengan epidermis yang utuh, tidak ada pulsasi, tidak sakit dan
keluhan utama penderita adalah perdarahan yang berulang. Pada keadaan lanjut,
jika terjadi perdarahan, permukaan lesi ulserasi superfisial dan krusta.Lesi
biasanya muncul pertama kali pada tempat asal yang berukuran kecil berwarna
merah, kecoklatan-merah atau biru-hitam yang tumbuh cepat selama beberapa
hari sampai minggu dengan diameter antara 2 mm dan 2 cm. Kadang-kadang
mereka mungkin mencapai hingga 5 cm. Mereka mudah berdarah dan dapat
membentuk ulserasi dan membentuk luka berkrusta. Biasanya lesi tunggal, tetapi
dalam kasus yang jarang kelompok lesi multiple dapat berkembang. Lesi yang
paling sering muncul di kepala, leher, tubuh bagian atas dan tangan (terutama jari)
dan kaki. Varian granuloma pada kehamilan paling sering terjadi pada permukaan
mukosa di dalam mulut.
Kondisi ini biasanya tidak nyeri dengan kebanyakan pasien terutama
mengeluh perdarahan berulang dari lesi. Granuloma yang paling berkembang
dengan cepat. Durasi rata-rata pada saat diagnosis adalah sekitar 3 bulan. Jika lesi
telah ada lebih dari 6 bulan, kemungkinan meningkat menjadi keganasan kulit.
Hampir semua granuloma mudah berdarah. Jika lesi tidak berdarah dengan
garukan ringan, diagnosis granuloma tidak mungkin.
Nevus, kutil, atau lesi lain mungkin telah diterapi sesuai dengan agen penyebab
atau cryotherapy sebelumdi rujuk. Terapi tersebut ternyata dapat mengubah
tampilan lesi dari awal.
Granuloma oral dapat berkembang selama atau setelah trimester pertama
kehamilan. Memeriksa dan mengidentifikasi secara tepat lesi kehamilan untuk
menghindari overtreatment dan misdiagnosis. Lesi ini umumnya tidak berbahaya
pada kehamilan,. Namun, induksi persalinan karena perdarahan yang tidak
terkendali dari lesi gusi telah dilaporkan. Granuloma bisa kambuh setelah
pengobatan bedah. Hal ini lebih mungkin ketika mereka tidak lengkap diangkat,
namun kekambuhan juga mungkin terjadi setelah operasi pengangkatan secara
lengkap (tidak ada lesi yang tertinggal). Granuloma lebih mungkin kambuh
setelah pengangkatan secara keseluruhan dan electrodesiccation dari dasar
daripada setelah eksisi bedah. Facial piogenik granuloma seperti luka yang terjadi
selama terapi retinoid oral isotretinoin telah dilaporkan.
Granuloma muncul sebagai nodul halus dan lembut, dengan atau tanpa
krusta, dan mereka mungkin memiliki warna merah terang atau gelap. Mereka
biasanya soliter, juga batas yang jelas, berbentuk kubah, dengan diameter 1-10
mm, dan sessile atau pedunkulata.Pada anak-anak, granuloma paling sering
terletak di kepala dan leher (62,4%) dan, dalam urutan frekuensi menurun, pada
tubuh (19,7%), ekstremitas atas (12,9%), dan ekstremitas bawah (5%). Sebagian
besar (88,2%) terjadi pada kulit, dan sisanya melibatkan selaput lendir rongga
mulut dan konjungtiva. Pada wanita hamil, granuloma yang paling sering
ditemukan pada mukosa gingiva, tetapi mereka telah dikenal untuk muncul di
daerah non oral seperti jari-jari dan lipatan inguinal. Granuloma mungkin terjadi
dalam port-wine stain, adanya tanda lahir vaskuler di area granuloma mungkin
signifikan.

2.2.6 Diagnosis

Dokter biasanya dapat mendiagnosis kondisi ini dengan hanya melakukan


anamnesis, pemeriksaan fisik. Namun, biopsi kulit mungkin diperlukan untuk
mengkonfirmasikan diagnosis.

2.2.7 Biopsi

Mendapatkan biopsi dari setiap lesi dicurigai sebagai granuloma (PG) untuk
mengkonfirmasikan diagnosis.

Temuan histologis

Proliferasi dari kapiler, dengan sel endotel yang menonjol tertanam dalam
stroma edematous gelatinous dalam karakteristik konfigurasi lobular.

Epidermis umumnya terkikis/erosi.

Sebuah infiltrate yang padat dan jaringan granulasi dengan leukosit


polimorfonuklear.
hiperproliferasi epidermis biasanya terdapat di pinggiran pertumbuhan pembuluh
darah, yang menghasilkan collarette epidermis.

2.2.8 Terapi

Granuloma kecil dapat hilang secara tiba-tiba. Lesi yang lebih besar
diperlakukan dengan operasi, elektrokauter, pembekuan, atau laser. Bila tidak
ditangani maka lesi granuloma cenderung menetap.3 Pada granuloma yang kecil
dan superfisial dapat terjadi regresi spontan. Penanganan granuloma meliputi
bedah eksisi, kauterisasi dan kuretase, laser. Granuloma pada wanita hamil dapat
hilang dengan sendiri setelah melahirkan sehingga menunggu adalah strategi
terbaik dalam kasus ini. Jika karena obat, mereka biasanya menghilang ketika
obat dihentikan.Granuloma dalam kasus lain cenderung bertahan. Ada beberapa
metode yang digunakan untuk menghilangkannya :

Kuret dan cauterisation: lesi dikerok dengan kuret dan pembuluh darah dikauter
untuk mengurangi kemungkinan pertumbuhan kembali

Pembedahan laser bisa digunakan untuk menghilangkan lesi dan membakar


dasar, atau pulse dye laser dapat digunakan untuk mengecilkan lesi kecil

Cryotherapy mungkin cocok untuk lesi kecil

Kauterisasi kimia menggunakan perak nitrat

Imiquimod telah dilaporkan efektif dan mungkin sangat berguna pada anak-anak

Kekambuhan setelah perawatan adalah hal yang umum terjadi karena


pembuluh darahberjalan memanjang jauh ke dalam dermis dengan cara seperti
kerucut. Dalam kasus ini, metode pengangkatan yang paling efektif adalah untuk
memotong daerah yang terkena (eksisi) secara lengkap tak tersisa, yang kemudian
ditutup dengan jahitan.
Pengobatan granuloma paling sering terdiri dari pengangkatan keseluruhan
lesi dan elektrokauter atau bedah eksisi dengan penutupan primer. Pengangkatan
lesi diindikasikan untuk perdarahan akibat trauma, ketidaknyamanan, gangguan
kosmetik, dan diagnostik biopsi. Lesi dapat benar-benar diangkat selama biopsi.
Untuk lesi soliter, eksisi dan elektrokauter dengan anestesi lokal adalah
pilihan pengobatan. Untuk memberikan angka kesembuhan yang memadai, semua
jaringan granulasi vaskular harus dihilangkan atau dikauter.
Untuk lesi yang besar atau berulang, eksisi bedah dengan penutupan
primer mungkin lebih efektif. Satu studi melaporkan tingkat kekambuhan 43,5%
pada 23 lesi diobati dengan eksisi (intradermal) dan kauter atau kauter saja. Lesi
dirawat oleh eksisi kulit secra full-thickness dan penutupan luka linear tidak
terulang kembali.
Terapi dengan laser pulsed-dye pada vaskular secara khusus 585 nm
sangat selektif, biasanya tidak memerlukan anestesi, dan menghasilkan hasil
kosmetik yang sangat baik. Laser pulsed-dye bekerja cukup baik untuk granuloma
intraoral, seperti pada wanita hamil. Walaupun pengobatan layak, perawatan
selama kehamilan tidak diperlukan karena lesi dapat kambuh selama kehamilan
dan umumnya sembuh dengan melahirkan. Berbagai laser lainnya juga telah
terbukti efektif dalam mengobati granuloma.
Cryotherapy atau perak terapi nitrat mungkin efektif untuk lesi yang
sangat kecil, namun, pengobatan dengan tingkat kegagalan yang tinggi. Meskipun
nekrosis, bau busuk, dan drainase purulen tercatat kadang-kadang terdapat pada
granuloma, terapi antibiotik jarang diperlukan.
Perawatan dilakukan secara rawat jalan setelah pengangkatan granuloma,
perawatan luka secara rutin merupakan hal yang diperlukan. Kunjungan tindak
lanjut diperlukan jika terjadi lesi berulang. Jika terjadi lesi berulang dan
histopatologi menunjukkan diagnosis, lesi berulang dapat diobati dengan salah
satu modalitas dibahas sebelumnya, termasuk hanya mengulangi terapi awal.

2.2.9 Komplikasi

Perdarahan dari lesi


Kekambuhan pada lokasi asli/ awal dari lesi yang telah diobati
Infeksi sekunder yang signifikan (sangat jarang)
Kekambuhan lesi satelit multiple pada daerah yang mengelilingi lesi awal
pembentukan bekas luka/scar superfisia
Granuloma oral
o Sebuah granuloma oral dapat berkembang selama atau setelah trimester
pertama kehamilan.
o Biasanya, sebuah granuloma oral merupakan massa yang tumbuh secara
lambat dari awal, setelah eksisi, tidak meninggalkan cacat besar dalam
periodontium yang memerlukan perbaikan bedah.
o Jarang, tumor besar yang tumbuh dengan cepat dapat menghasilkan
perdarahan yang signifikan.

2.2.10 Prognosa

Prognosis sangat baik setelah operasi pengangkatan sederhana dan


perawatan luka. Granuloma yang paling dapat diangkat, tetapi jaringan parut
mungkin muncul setelah pengobatan. Terdapat peluang bahwa granuloma akan
kembali jika granuloma seluruh tidak hancur selama pengobatan.
2.3 Kista Hipofaring.

2.3.1 Definisi

Kista Hipofaring adalah massa tumor yang timbul dari lipatan epiglotis
dan plica aryepiglottic. Hal ini jarang terjadi dan biasanya jinak, tetapi dapat
menyebabkan stridor inspirasi atau tersedak saat makan. Kista ini termasuk kista
retensi dan tumor limfatik seperti lymphangioma. Sebuah radiograf leher lateral
mungkin menunjukkan massa jaringan lunak yang melibatkan lipatan epiglotis
atau aryepiglottic. USG laring menunjukkan massa kistik.

2.3.2 Insidens

Di seluruh dunia, kira-kira ditemukan 390,000 kasus baru massa cavum oris dan
faring yang didiagnosis setiap tahun. Insidens massa ini sangat tinggi di Asia
Tengah, Afrika Selatan dan Eropah. Data dari Negara berkembang menunjukkan
bahawa insidensnya pun turut meningkat.

Di Amerika Syarikat, insidens kanker mulut dan faring adalah11,9/100,000


populasi per tahun dengan serata 30,000 kasus baru per tahun. Insidens menurut
umur dan angka mortalitas akan meningkat sesuai dengan peningkatan umur dan
lebih tinggi 3 kali lipat pada pria dibanding dengan wanita.

2.3.3 Gejala Klinis

Gejala klinis dapat dibagi ke dalam tanda-tanda awal dan tanda-tanda lanjut.
Tanda-tanda awal berupa iritasi tenggorok, rasa terbakar bila memakan makanan
asam, benjolan pada leher dan odynophagic . Tanda-tanda lanjut meliputi disfagia,
disertai atau Hot potato voice, trismus, gejala sumbatan jalan napas. Selain itu,
sesetengah pasien mengalami Pembengkakan kelenjar getah bening di leher (tanda
pertama dari masalah di setengah dari semua pasien sakit tenggorok yang menetap
walaupun setelah pengobatan, sulit atau sakit saat menelan dan juga perubahan
suara yaitu suara serak.

2.3.3 Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis massa hipofaring dapat dimulai dari anamnesa yang
cermat dan dilakukan pemeriksaan evaluasi tenggorok dan leher. Pada kista
hipofaring akan tampak massa yang mengisi ruang hipofaring.

2.3.4 Pemeriksaan Penunjang

Endoskopi, Esophagoscopy, atau bronkoskopi yaitu dengan cara memasukkan alat


ke dalam hidung atau mulut pasien, yaitu sebuah tabung tipis dengan sumber
cahaya yang memungkinkan pemeriksa untuk melihat lebih jauh ke dalam
tenggorok, atau trakea. Biopsi pula dilakukan dengan mengambil contoh jaringan
saat dilakukan endoscopy. Jaringan ini kemudian dianalisa untuk mengetahui sel-
sel yang membentuk kista tersebut. CT scan atau MRI pula untuk mendapatkan
gambaran yang lebih rinci tentang kelainan pada pasien.

2.3.5 Tatalaksana

Terapi bedah yaitu ekstirpasi kista hipofaring.


BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. SR
Umur : 17 Th
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Jambo Ayee
Pekerjaan : Pelajar
Tanggal Periksa : 3 Oktober 2017
No. RM :

3.2 ANAMNESA

A. Keluhan Utama

Benjolan pada tenggorokan

B. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien perempuan usia 17 thn datang ke poliklinik THT


RSUD Cut Meutia Aceh Utara dengan keluhan terasa seperti
ada benjolan di tenggorokan. Keluhan ini timbul sejak 3
bulan yang lalu sebelum masuk RS. Pasien mengeluh sulit
menelan terasa seperti terganjal di tenggorokan. Pasien juga
mengeluh nyeri saat menelan. Keluhan demam, batuk
disangkal oleh pasien. Pasien merasa nafsu makannya
menurun. Pasien pernah mengalami nyeri pada gigi namun
membaik setelah diberi obat anti nyeri. Keluhan pada kuping
dan tenggorok tidak ada. Pasien belum pernah memeriksakan
ke dokter. Riwayat alergi, asma dan trauma pada kepala leher
disangkal oleh pasien. Keluhan sesak nafas disangkal oleh
pasien. Kebiasaan minum alkohol, kopi, makan makanan asin
juga disangkal oleh pasien.

C. Riwayat Penyakit Dahulu


Dahulu tidak pernah menderita penyakit seperti ini
DM (-)
Hipertensi (-)
Alergi (-)
Penyakit Jantung (-)

D. Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada anggota keluarga yang sakit seperti ini
DM (-)
Hipertensi (-)
Alergi (-)

E. Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien adalah seorang pelajar. Biaya hidup di tanggung orang
tua. Biaya pengobatan pasien menggunakan Jamkesmas.

3.3 PEMERIKSAAN FISIK

A. STATUS GENERALISATA
Kesadaran : Composmentis
Aktivitas : Normoaktif
Kooperatif : Kooperatif
Status Gizi : Baik
B. STATUS LOKALIS
Aurikula KANAN KIRI
Pinna
Kelainan kongenital - -
Othematoma - -
Fistel retroaurikula - -

Perikondritis - -

Canalis aurikularis
Hiperemis - -
Oedem - -
Hiperemis - -

Tragus sign - -

Serumen - -

Lain-Lain - -

Membran Timpani
Bentuk Konkaf Konkaf
Warna Putih mutiara Putih mutiara
Refleks Cahaya + (jam 5) + (jam 7)

Perforasi - -

Bulging - -

Retraksi - -
- -
Lain-Lain
HIDUNG & SINUS KANAN KIRI
Nasal eksternus
Deformitas - -
Hematoma - -
Pembengkakan - -

Hiperemis - -

Krepitasi - -

Lain-lain - -
Sinus Frotalis
Nyeri Tekan - -
Nyeri Ketok - -
Sinus Ethmodalis
Nyeri Tekan + +
Nyeri Ketok + +
Sinus Maksilaris
Nyeri Tekan + +
Nyeri Ketok + +
Rhinoskopi Anterior
Lapang + +
Secret - -
Mukosa Merah muda Merah muda

Konka inferior Eutrofi Eutrofi

Septum - -

Lain-Lain - -

Rhinoskopi Posterior
Post Nasal Drip -
Mukosa Merah muda
Cavum Oris
Bibir Dbn
Lidah Massa pangkal lidah uk 5x4x2 mm
Gigi Dbn
FARING KANAN KIRI
Orofaring
Palatum Merah muda Merah muda
Uvula Di tengah Di tengah
Arcus Faring Simetris Simetris

Dinding Belakang - -

Faring
Tonsil
Ukuran T1 T1
Warna Merah muda Merah muda
Permukaan Licin Licin

Kripta Tidak melebar Tidak melebar

Detritus Tidak ada Tidak ada

Membran - -
- -
Lain-lan
Laringoskopi indirect
Epiglottis Kista uk 6x5x3mm
Valekula Dbn

3.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Darah rutin
Pemeriksaan Hasil
Hb 12,5 g/dL
Eritrosit 5.06 juta/mm
Leukosit 9.2 ribu/mm
Hematokrit 39,6 %
CT 7
BT 2

3.5 RINGKASAN

A. ANAMNESA
Pasien perempuan usia 17 thn datang ke poliklinik THT
RSUD Cut Meutia Aceh Utara dengan keluhan terasa seperti ada
benjolan di tenggorokan. Keluhan ini timbul sejak 3 bulan yang
lalu sebelum masuk RS. Pasien mengeluh sulit menelan terasa
seperti terganjal di tenggorokan. Pasien juga mengeluh nyeri saat
menelan. Keluhan demam, batuk disangkal oleh pasien. Pasien
merasa nafsu makannya menurun. Pasien pernah mengalami nyeri
pada gigi namun membaik setelah diberi obat anti nyeri. Keluhan
pada kuping dan tenggorok tidak ada. Pasien belum pernah
memeriksakan ke dokter. Riwayat alergi, asma dan trauma pada
kepala leher disangkal oleh pasien. Keluhan sesak nafas
disangkal oleh pasien. Kebiasaan minum alkohol, kopi, makan
makanan asin juga disangkal oleh pasien.

B. PEMERIKSAAN FISIK

TELINGA : dbn
HIDUNG & SINUS : dbn
Cavum oris :
Bibir : dbn
Lidah : massa uk 5x4x2 mm
Gigi :dbn
Laringoskopi :
Epiglottis : kista uk 6x5x3mm

3.6 DIAGNOSA BANDING


Kista epiglottis + granuloma lingua
Abses epiglottis + hemangioma lingua
Aneurisma epiglottis + angiomatosi lingua
3.7 DIAGNOSA KERJA
Kista epiglottis + granuloma lingua

3.8 Terapi
Medikamentosa:
o Cefixime 100 mg 2x1
o Natrium diklofenak 50 mg 2x1
o Asam traneksamat 50 mg 2x1
Operatif :
o Eksisi marginal

LAPORAN OPERASI

Tanggal 3 oktober 2017

Jam mulai 09.00 WIB jam selesai 10.00WIB

Operator : Dr. dr Indra Zachreini Sp. THT KL (K)

Asisten : martinis

Anastesi : dr Ana Sp. AN

Penata : Effendi

- Pasien dengan posisi supine di GA


- Lidah diangkat menggunakan laringoskopi
- Tampak massa di lingua region media posterior
- Ukuran massa 5x4x2 mm tidak bertangkai
- Massa di ekstirpasi dengan tang biopsy
- Pangkalnya di kauterisasi dengan elektrokauter
- Massa di pangkal epiglottis ukuran 6x5x3 di jerat dengan
benang zyde 0 dipangkal kista epiglottis
- Massa di jepit menggunakan klem kemudian digunting
- Akar pangkal kista di kauter menggunakan elektrokauter
- Control perdarahan
3.9 FOLLOW UP

2 OKTOBER 2017 3 OKTOBER 2017


S/ Os mengeluh nyeri S/ os mengeluh nyeri pada lidah
Terasa ada ganjalan saat Sakit kepala
menelan Mual
O/ KU : lemah O/ KU : Lemah
TD : 100/80 mmHg TD : 100/70 mmHg
RR : 18 x/i RR : 20x/i
HR : 78 x/i HR : 76 x/i
T : 36,7 C A/ Post OP
A/ Kista epiglottis + Granuloma Kista epiglottis + granuloma
lingua lingua
P/ Eksisi (3-10-17) P/ PBJ
IVFD RL 20 gtt/i Cefixime 100 mg 2X1
Cefotaxime 1 gr /12jam Asam traneksamat 50mg
Ranitidin 50mg / 8jam 2X1
Ketorolac 10mg/12jam Natrium diklofenak 50 mg
3X1
Omeprazole 40 mg 3X1

3.10 PROGNOSIS
Quo Ad Vitam : Bonam
Quo Ad Fungtionam : Bonam
Quo Ad Sanationam : Bonam
BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai