Anda di halaman 1dari 13

Referat

DEGLUTISI

OLEH :
LARAS MAYANG GIANRY PUTRI, S.Ked
NIM. 2208438054

PEMBIMBING

dr Ariman Syukri, Sp. THT-KL

KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN THT-KL
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
RIAU RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
ARIFIN ACHMAD PROVINSI RIAU
2023
DEGLUTISI

I. Definisi

Deglutisi atau deglutation adalah suatu proses memasukkan makanan kedalam

tubuh melalui mulut. Proses menelan merupakan suatu proses yang kompleks,

yang memerlukan setiap organ yang berperan harus bekerja secara terintegrasi dan

berkesinambungan. Dalam proses menelan ini diperlukan kerjasama yang baik

dari saraf kranial, saraf servikal, dan otot menelan.1

II. Anatomi

Faring terletak di belakang kavum nasi, kavum oris dan laring. Faring

berbentuk seperti corong fibromuskular dengan panjang 12-14 cm, bagian atas

dengan lebar 3,5 cm terletak di bawah cranium dan bagian bawah yang sempit

1,5 cm dilanjutkan sebagai esofagusn setinggi vertebra servikalis ke enam. 2 Faring

berhubungan dengan rongga hidung melalui koana dan berhubungan dengan

rongga mulut melalui ismus orofaring, sedangkan dengan laring berhubungan

melalui aditus laring dan ke bawah berhubungan dengan esophagus.3

Gambar 1. Anatomi faring

2
Faring dibagi dalam tiga bagian: nasofaring, orofaring dan laringofaring

a. Nasofaring

Nasofaring terletak di belakang koana yang berhubungan dengan orofaring.

Nasofaring umumnya berukuran 4 cm tinggi, 4 cm lebar dan 3 cm pada dimensi

anteroposterior pada orang dewasa. Nasofaring memiliki ukuran panjang sekitar 3-4 cm,

lebar 4 cm dan tinggi 4 cm. Bagian anterior nasofaring berbatasan dengan rongga hidung

melalui koana, bagian superior berbatasan dengan dasar tengkorak yang berhubungan

aksis, sedangkan bagian inferior berbatasan dengan palatum molle dan orofaring setinggi

ismus faring, serta bagian lateral adalah parafaring, otot-otot mastikator faring, tuba

eustachius, torus tubarius dan fossa Rosenmuller.4

Dinding daerah nasofaring mengandung komponen lapisan otot, jaringan fibrosa dan

mukosa. Dinding lateral daerah nasofaring dibentuk oleh muskulus konstriktor superior.

Ruang antara tepi atas muskulus konstriktor superior dan dasar tengkorak disebut sinus

Morgagni. Daerah ini dilindungi oleh fasia faringobasilar dan muskulus levator veli

palatini. Ujung medial dari tuba Eustachius membentuk torus tubarius pada bagian atas

dinding lateral. Tepi posterior orifisium tuba Eustachius terdapat lipatan mukosa yang

terbentuk dari muskulus salpingofaringeus, berjalan ke bawah dan turun secara bertahap

pada dinding faring bagian lateral. Lapisan fibrosa terdiri dari dua lapisan yang berada di

sebelah dalam dan di sebelah luar muskulus konstriktor. Kedua lapisan ini bersambunng

dengan fasia pada leher. Lapisan luar atau fasia bukofaring menutupi bagian superfisial

muskulus konstriktor superior. Komponen dalam atau aponeurosis faringeal yang berada

di antara lapisan mukosa dan muskulus konstriktor adalah bagian dari fasia

faringobasilar.4

3
b. Orofaring

Orofaring terletak dibelakang kavum oris, orofaring disebut juga mesofaring

dengan batas atas adalah palatum mole, batas bawah adalah tepi atas epiglotis,

depan adalah rongga mulut, dan belakang adalah vertebra servikal ke-2 dan ke-3.5

Dasar dari faring dibentuk oleh sepertiga posterior lidah dan celah antara lidah

dan epiglotis. Pada garis tengah terdapat plika glossoepiglotis media dan plika

glossoepiglotis lateral pada masing-masing sisi. Lekukan kanan dan kiri dari plika

glossoepiglotis media disebut valekula. Pada kedua sisi dinding lateral terdapat

arkus palatoglossus dan arkus palatofaring dengan tonsila palatina di antaranya.

Arkus palatoglossus adalah lipatan membran mukosa yang menutupi musculus

palatoglossus. Celah di antara kedua arkus palatoglossus disebut ismus fausium

dan merupakan batas antara rongga mulut dan faring. Arkus palatofaring adalah

lipatan membran mukosa yang menutupi muskulus palatofaring. Resesus di antara

arkus palatoglossus dan palatofaring diisi oleh tonsilla palatina.6

c. Laringofaring

Laringofaring terletak di belakang aditus laring.6 Batas hipofaring di sebelah

superior adalah tepi atas epiglotis, batas anterior adalah laring, batas posterior

ialah vertebra servikal ke-6, serta esofagus di bagian inferior. Pada pemeriksaan

laringoskopi indirek menggunakan kaca laring struktur pertama yang tampak di

bawah dasar lidah adalah valekula. Bagian ini merupakan dua buah cekungan

yang dibentuk oleh ligamentum glossoepiglotika medial dan ligamentum

4
glosoepiglotika lateral pada tiap sisi. Di bawah valekula adalah permukaan

laringeal dari epiglotis. Epiglotis berfungsi melindungi glotis ketika menelan

minuman atau bolus makanan pada saat bolus tersebut menuju ke sinus piriformis

dan ke esofagus. Nervus laring superior berjalan di bawah dasar sinus piriformis

pada tiap sisi laringofaring.7,8

Gambar 2. Anatomi Faring

Gambar 3. Penampang kepala dan leher hubungan antara kavum nasi,

5
mulut, faring dan laring

d. Saraf-saraf Faring

Persarafan motorik dan sensorik daerah faring berasal dari pleksus faringealis.

Pleksus ini dibentuk oleh nervus kranialis IX, X dan XI. Nervus kranialis V2 (n.

maksilaris) mempersarafi daerah nasofaring. N. glossofaringeus mempersarafi

orofaring sedangkan hipofaring dipersarafi oleh cabang laryngeal dari n. vagus.8

Gambar 4. Nervus Faring

e. Otot-otot Faring

Otot-otot dinding faring terdiri dari 2 kelompok berdasarkan arah serabut otot.

Otot-otot konstriktor memiliki serabut yang berjalan sirkuler. Otot konstriktor

terdiri atas musculus konstriktor faring superior, muskulus konstriktor faring

media dan muskulus konstriktor faring inferior. Sementara otot-otot longitudinal

6
berjalan vertikal terdiri atas muskulus stilofaring, muskulus salfingofaring dan

muskulus palatofaring. Ketiga otot-otot konstriktor mengelilingi dinding faring

untuk berinsersi pada sebuah pita fibrosa atau raphe yang terbentang dari

tuberkulum faring pars basilaris os oksipital ke bawah sampai ke esofagus.9

Bagian bawah musculus konstriktor faring inferior yang berasal dari kartilago

krikoid disebut muskulus krikofaring yang berperan untuk mencegah masuknya

udara kedalam esofagus saat respirasi.10 Serabut-serabut muskulus krikofaring ini

berjalan horizontal di sekeliling bagian paling bawah dan paling sempit faring dan

berfungsi sebagai sfingter. Killian's dehiscence adalah area pada dinding posterior

faring diantara bagian atas muskulus konstriktor faring inferior yang tertekan dan

bagian sfingter di sebelah bawah musculus krikofaring.5

Gambar 5. Otot-otot faring

f. Vaskularisasi Faring

Faring mendapatkan darah dari arteri faring asenden, cabang-cabang tonsilar

7
arteri fasialis, cabang-cabang arteri maxillaris dan arteri lingualis.5

g. Aliran Limfe Faring

Limfe dialirkan dari faring langsung menuju ke limfonodi servikalis profunda

atau tidak langsung melalui nodi retrofaringeal atau paratrakeal, baru menuju

limfonodi servikalis profunda.5

III. Fisiologi

Proses menelan di mulut, faring dan esofagus secara keseluruhan akan terlibat

secara berkesinambungan.

Menelan dimulai ketika suatu bolus atau gumpalan makanan yang telah

dikunyah atau encer, secara sengaja didorong oleh lidah ke belakang mulut

menuju faring. Tekanan bolus merangsang reseptor-reseptor tekanan faring yang

mengirim impuls aferen ke pusat menelan yang terletak di medula batang otak.

Pusat menelan kemudian secara refleks mengaktifkan dalam urutan yang sesuai

otot-otot yang terlibat dalam proses menelan. Menelan adalah refleks yang paling

rumit di tubuh. Menelan dimulai secara volunter, tetapi sekali dimulai maka

gerakan ini tidak bisa dihentikan.11

8
Gambar 6. Fase Menelan

Proses menelan dapat dibagi dalam 3 fase yaitu:

a. Fase oral

Fase oral terjadi secara sadar. Makanan yang telah dikunyah dan bercampur

dengan liur akan membentuk bolus makanan. Bolus ini bergerak dari rongga

mulut melalui dorsum lidah. Palatum mole terangkat dan bagian atas dinding

posterior faring akan terangkat. Bolus terdorong ke posterior karena lidah

terangkat ke atas. Bersamaan dengan ini terjadi penutupan nasofaring. Selanjutnya

terjadi kontraksi m.palatoglosus yang menyebabkan ismus fausium tertutup,

diikuti oleh kontraksi m.palatofaring, sehingga bolus makanan tidak akan berbalik

ke rongga mulut.12,13

b. Fase Faringeal

Fase faringeal terjadi secara refleks pada akhir fase oral, yaitu perpindahan

bolus makanan dari faring ke esofagus. Faring dan laring bergerak ke atas oleh

kontraksi m.stilofaring, m.salfingofaring, m.tirohioid dan m.palatofaring. Aditus

laring tertutup oleh epiglotis, sedangkan ketiga sfingter laring, yaitu plika

ariepiglotika, plika ventrikularis dan plika vokalis tertutup karena kontraksi

m.ariepiglotika dan m.aritenoid obligus. Bersamaan dengan ini terjadi juga

9
penghentian aliran udara ke laring karena refleks yang menghambat pernapasan,

sehingga bolus makanan tidak akan masuk ke dalam saluran napas. Selanjutnya

bolus makanan akan meluncur ke arah esofagus, karena valekula dan sinus

piriformis sudah dalam keadaan lurus.5

c. Fase Esofageal

Fase esofageal ialah fase perpindahan bolus makanan dari esofagus ke

lambung. Dalam keadaan istirahat introitus esofagus selalu tertutup. Dengan

adanya rangsangan bolus makanan pada akhir fase faringeal, maka terjadi

relaksasi m.krikofaring, sehingga introitus esofagus terbuka dan bolus makanan

masuk ke dalam esofagus. Setelah bolus makanan lewat, maka sfingter akan

berkontraksi lebih kuat, melebihi tonus introitus esofagus pada waktu istirahat,

sehingga makanan tidak akan kembali ke faring. Dengan demikian refluks dapat

dihindari. Gerak bolus makanan di esofagus bagian atas masih dipengaruhi oleh

kontraksi m.konstriktor faring inferior pada akhir fase faringeal. Selanjutnya bolus

makanan akan didorong ke distal oleh gerakan peristaltik esofagus. Dalam

keadaan istirahat sfingter esofagus bagian bawah selalu tertutup dengan tekanan

rata-rata 8 milimeter Hg lebih dari tekanan di dalam lambung, sehingga tidak akan

terjadi regurgitasi isi lambung. Pada akhir fase esofageal sfingter ini akan terbuka

secara refleks ketika dimulainya peristaltik esofagus servikal untuk mendorong

bolus makanan ke distal. Selanjutnya setelah bolus makanan lewat, maka sfingter

ini akan menutup kembali.5

10
Gambar 7. Tahap Menelan

d. Sfingter faringoesofageal mencegah udara masuk saluran cerna sewaktu

bernapas.

Esofagus adalah saluran berotot yang relatif lurus terbentang antara

faring dan lambung. Struktur ini, sebagian besar terletak di rongga thoraks,

menembus diafragma dan menyatu dengan lambung di rongga abdomen

beberapa sentimeter di bawah diafragma. Esofagus dijaga di kedua ujungnya

oleh sfingter. Sfingter adalah struktur otot berbentuk cincin yang ketika tertutup,

mencegah lewatnya sesuatu melalui saluran yang dijaganya. Sfingter esofagus

atas adalah sfingter faringoesofagus dan sfingter esofagus bawah adalah sfingter

gastroesofagus.11

Esofagus terpajan ke tekanan intrapleura subatmosfer akibat aktivitas

pernapasan. Maka terbentuk gradien tekanan antara atmosfer dan esofagus.

Kecuali sewaktu menelan, sfingter faringoesofagus menjaga pintu masuk ke

esofagus selalu tertutup untuk mencegah masuknya udara dalam jumlah besar ke

dalam esofagus dan lambung sewaktu bernapas. Udara hanya diarahkan ke dalam

saluran napas. Jika tidak, maka saluran cerna akan menerima banyak gas yang

11
dapat menimbulkan sendawa. Sewaktu menelan, sfingter ini terbuka dan

memungkinkan bolus masuk ke dalam esofagus. Setelah bolus berada di dalam

esofagus, sfingter faringoesofagus menutup, saluran napas terbuka, dan bernapas

kembali dilakukan.11

12
DAFTAR PUSTAKA

1. Sherwood L. Fisiologi Manusia : Dari Sel ke Sistem. 8th ed. Jakarta:


Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2013. P. 630-632.
2. Tuli IP. Anatomy of Pharynx. In Textbook of Ear, Nose and Throat. 1th
ed. Jaypee Brothers Medical Publisher. New Delhi; 2005. P. 227.
3. Soepardi EA. Disfagia. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Kepala & Leher. 6 ed. Jakarta: FKUI; 2007. p. 276-80.
4. Nasopharynx anatomy, location & nasopharynx function. Healthjade.
Published 2019. Accessed March 26, 2023.
https://healthjade.net/nasopharynx/

5. Ellis H. The Head and Neck. Clinical Anatomy. Applied Anatomy for Students
and Junior Doctors. 11 ed. Blackwell; p. 270-82.
6. Snell RS. Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem. 9th ed. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC; 2012.P. 641-645.
7. Snell RS. Clinical Anatomy by Regions. 9th ed. Lippincott Williams and
Wilkins. p. 634-9.
8. Bhargava KB, Bhargava SK, Shah TM. editors. A Short Textbook of ENT
Diseases. 7th ed: Usha Publications; 2005. p. 215-24.
9. Drake RL, Vogl AW, Mitchell AWM. Gray’s Atlas of Anatomy 2th ed.
Philadelphia. Churchill Livingstone Elsevier. 2018. P. 547-552
10. Jenny J.C.P, Lidwina S.S, Engeline A.rehabilitasi Medik Pada Penderita
Disfagia. Jurnal Biomedik. 2014. 157-164.
11. Sherwood L. Fisiologi Manusia : Dari Sel ke Sistem. 8th ed. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2013. P. 630-632.
12. Soetirto I, Hendramin H, Bashirudin J. Kesulitan menelan. Efiaty Arsyad
Soepardi. Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga, Hidung dan Tenggorokan.
Edisi Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
2012: P. 277-279.
13. P. Beasley. Anatomy of the pharynx and esophagus. In: Scott-Brown
WG, Kerr AG. 6th ed. Oxford: Butterworth-Heinemann. P. 7-22

13

Anda mungkin juga menyukai