Anda di halaman 1dari 34

GANGGUAN MENELAN

1
BAB I
PENDAHULUAN

Menurut kamus deglutasi atau deglutition diterjemahkan sebagai proses
memasukkan makanan kedalam tubuh melalui mulut the process of taking food
into the body through the mouth.
Proses menelan merupakan suatu proses yang kompleks, yang
memerlukan setiap organ yang berperan harus bekerja secara terintegrasi dan
berkesinambungan. Dalam proses menelan ini diperlukan kerjasama yang baik
dari 6 syaraf cranial, 4 syaraf servikal dan lebih dari 30 pasang otot menelan.
Pada proses menelan terjadi pemindahan bolus makanan dari rongga mulut
ke dalam lambung. Secara klinis terjadinya gangguan pada deglutasi disebut
disfagia yaitu terjadi kegagalan memindahkan bolus makanan dari rongga mulut
sampai ke lambung.









GANGGUAN MENELAN

2
BAB II
PEMBAHASAN


I. ANATOMI FARING DAN ESOFAGUS
A. FARING
Faring adalah suatu kantong fibromuskuler yang bentuknya
seperti corong, yang besar di bagian atas dan sempit di bagian bawah.
Kantong ini mulai dari dasar tengkorak terus menyambung ke esofagus
setinggi vertebrae servikal ke-6, ke atas, faring berhubungan dengan
rongga mulut melalui ismus orofaring, sedangkan dengan laring
dibawah berhubungan melalui aditus laring dan ke bawah berhubungan
dengan esofagus. Panjang dinding posterior faring pada orang dewasa
kurang lebih 14 cm, bagian ini merupakan bagian faring terpanjang.
1

Bagian faring yang terlebar (kira-kira 5 cm) terdapat setinggi os
hyoideum dan bagian yang paling sempit (kira-kira 1,5 cm) pada ujung
bawahnya, yakni pada peralihan ke esofagus. Dinding posterior faring
bersandar pada fascia prevertebralis fascia cervicalis profunda.

Dinding faring terutama dibentuk oleh dua lapis otot-otot
faring. Lapis otot sirkular disebelah luar terdiri dari tiga otot
konstriktor. Lapisan otot interna yang terutama teratur longutinal terdiri
dari m.palatopharyngeus, m.stylopharyngeus, dan
m.salphyngopharingeus. Otot-otot ini mengangkat faring dan laring
sewaktu menelan dan berbicara.
4
Dinding faring dibentuk oleh (dari
dalam keluar) selaput lendir, fascia faringobasiler, pembungkus otot dan
sebagian fascia bukofaringeal.

GANGGUAN MENELAN

3

Gambar 1. Faring
Otot-otot faring. Musculus konstriktor pharyngis mengerut di
luar kehendak sehingga kontraksi berlangsung berturut-turut dari ujung
superior ke ujung inferior faring. Kegiatan ini mendorong makanan ke
arah esofagus. Muskulus kontriktor faring terdiri dari tiga, yakni
m.constrictor pharyngis superior, m.constrictor pharyngis medius, dan
m.constrictor pharyngis inferior. Ketiga musculus konstriktor pharyngis
di persarafi oleh plexus pharyngealis (nervus glossopharyngeus) yang
terletak pada dinding lateral pharyng, terutama pada musculus
konstriktor pharyngis medius. Susunan secara bertumpang tindih
musculus kontriktor menyisakan empat celah pada otot-otot tersebut
untuk struktur-struktur yang memasuki pharyng.

Superior terhadap m.konstriktor pharyngis superior, yakni
celah antara m.konstriktor pharyngis superior dan cranium, melintas
musculus levator veli palatini, tuba auditoria, dan arteri palatina
ascendens. Superior terhadap musculus konstriktor pharyngis superior
fascia pharyngobasilaris membaur dengan facia buccopharyngealis dan
bersama membran mukosa membentuk dinding recessus pharyngeus
yang tipis. Antara musculus konstriktor pharyngeus superior dan
GANGGUAN MENELAN

4
musculus konstriktor pharyngeus medius terdapat celah yang
merupakan gerbang ke mulut, dan di lalui oleh musculus
stylopharyngeus, nervus glossopharyngeus (nervus cranialis IX) dan
ligamentum stylohyoideum. Antara muskulus konstriktor pharyngeus
medius dan musculus konstriktor pharyngeus inferior terdapat celah
untuk nervus laryngeus internus dan arteri laringea superior dan vena
laryngea superior untuk memasuki laring. Inferior dari musculus
pharyng inferior terdapat celah untuk nervu laryngeus recurrens dan
arteri laryngea interna untuk melintasi ke superior ke dalam laring.

Saraf-saraf laring. Persarafan laring (motoris dan bagian
sensoris terbesar) berasal dari pleksus nervosus pharyngeus. Pleksus ini
dibentuk oleh ramus pharengealis nervus vagus (nervus cranialis X) dan
cabang simpatis dari ganglion cervicale superior. Serabut motoris
plexus nervosus pharyngeus berasal dari radix cranialis nervus
accesorius (nervus cranialis XI) pars vaginalis dan di bawa oleh nervus
vagus (nervus cranialis X) ke semua otot pharyng dan palatum molle
(vellum palatinum), kecuali musculus stylopharyngeus (dipersarafi oleh
nervus cranialis IX) dan musculus tensor veli palatini (di persarafi oleh
nervus cranialis V
3
). Serabut sensoris plexus nervosus pharyngeus
berasal dari nervus glossopharyngeus (nervus cranialis IX). Serabut ini
mempersarafi hampir seluruh mukosa ke tiga bagian pharyng,
persarafan sensoris membran mukosa nasopharyng terutama terjadi oleh
nervus mandibularis (nervus cranialis V
2
), sebuah saraf yang murni
sensoris.

Bagian dalam pharyng. Pharyng dapat dibedakan menjadi
tiga bagian:

a. Nasopharyng, bagian ini di belakang hidung dan di atas palatum
molle (vellum palatinum).
b. Oropharyng, bagian di atas mulut
GANGGUAN MENELAN

5
c. Laryngopharyng, bagian di belakang laring.

Nasopharynx merupakan fungsi respiratork. Bagian ini
terletak diatas palatum mole (vellum palatinum) dan merupakan
lanjutan cavitas nasi ke belakang. Hidung berhubungan dengan pharyng
melalui koana (sepasang lubang antara cavitas nasi dan nasopharyng).
Di dalam membran mukosa atap dan dinding posterior dinding
nasopharyng terdapat massa jaringan limfoid, yakni tonsilla
pharyngealis. Massa jaringan limfoid dalam membran mukosa pharynx
di dekat ostium pharyngeum tubae auditoriae di kenal sebagai tonsilla
tubaria torus tubarius. Posterior tehadap torus tubarius
(pembengkakan) tuba auditoria dan plica salphingopharyngea terdapat
sebuah tonjolan pharyng ke lateral yang mempunyai celah, yakni
recessus pharyngeus yang menonjol ke lateral dan posterior.

Oropharinx mempunyai fungsi yang berhubungan dengan
pencernaan makanan. bagian ini adalah sinambung dengan cavitas oris
melalui isthmus faucium. Kearah superior, oropharinx dibatasi oleh
palatum molle (ve;;um palatinum), ke inferior oleh radix linguae, dan
ke arah lateral oleh arcus palatoglossus dan arcus palatopharingeus.
Oropharing meluas dari palatum molle ke tepi atas epiglotis.
4
Orofaring
termasuk ke dalam cincin jaringan limfoid yang sirkumferensial di
sebut cincin Waldeyer. Komponen pertama, atau jaringan adenoid, telah
dibicarakan berhubungan dengan nasofaring. Bagian cincin yang
temasuk dalam cincin Waldeyer adalah tonsila palatina, tonsila lingua,
tonsila faringea (adenois), dan tonsila tuba eustachii

Laryngopharyng terletak posterior dari laring,dari tepi atas
epiglotis sampai tepi bawah kartilago krikoid, dan di sini menyempit
dan beralih ke dalam esofagus. Ke posterior laryngopharyng
berhubungan dengan corpora vertebrarum cervicaliorum IV-VI.
Dinding posterior dan dinding lateral laryngopharyng di bentuk oleh
GANGGUAN MENELAN

6
m.constrictor pharyngis inferior dan di sebelah dalam oleh
m.palatopharyngeus dan m.stylopharyngeus. Laryngopharyng
berhubungan dengan laring melalui aditus laryngis.


Gambar 2. Otot-otot faring
Proses menelan adalah serangkaian peristiwa yang
memindahkan makanan dari mulut melalui pharynx ke arah gaster.
Makanan yang padat di kunyah dan di campur dengan ludah untuk di
bentuk menjadi bolus yang lembut sewaktu di kunyah. Proses menelan
melalui tiga tahap: a) tahap pertama di atur sesuai dengan kemauan kita
(volunter): bolus di dorong dari mulut ke oropharynx, terutama oleh
gerakan lidah, b) tahap ke dua berlangsung di luar ke mauan kita
(involunter) dan biasanya cepat: dinding pharynx berkontraksi, c) tahap
ketiga juga berlangsung di luar kemauan kita dan memeras bolus dari
laryngopharynx ke dalam esofagus, ini dilakukan oleh m.konstriktor
pharyngis inferior.


B. ESOFAGUS
GANGGUAN MENELAN

7
Esofagus berawal dari faring dan beralih menjadi gaster. Esofagus
berawal pada bidang median setinggi tepi kartilago krikoid, melintas ke
inferior dan beralih menjadi gaster pada ostium cardiacu. Esofagus
terletak antara trakea dan corpora vertebrarum cervicaliorum. Di sebelah
kanan esofagus bersentuhan dengan pleura servikalis di pangkal leher,
sedangkan di sebelah kiri antara pleura dan esofagus terdapat ductus
thoracicus di belakang arteri subclavia.

II. NEUROFISIOLOGI MENELAN
Dalam proses menelan akan terjadi hal-hal seperti berikut : (1)
pembentukan bolus makanan dengan bentuk dan konsistensi yang baik, (2) usaha
sfingter mencegah terhamburnya bolus ini dalam fase-fase menelan, (3) kerja
sama yang baik dari otot-otot di rongga mulut untuk mendorong bolus makanan
ke arah lambung, (4) mencegah masuknya bolus makanan dan minuman ke dalam
nasofaring dan laring, (5) mempercepat masuknya bolus makanan ke dalam faring
pada saat respirasi, (6) usaha untuk membersihkan kembali esofagus. Proses
menelan dapat dibagi dalam tiga fase yaitu :
Proses menelan dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu fase oral, fase faringeal
dan fase esophageal.
1. FASE ORAL
Pada fase oral ini akan terjadi proses pembentukan bolus makanan yang
dilaksanakan oleh gigi geligi, lidah, palatum mole, otot-otot pipi dan saliva untuk
menggiling dan membentuk bolus dengan konsistensi dan ukuran yang siap untuk
ditelan. Proses ini berlangsung secara disadari.
Peranan saraf kranial pada pembentukan bolus fase oral.
ORGAN AFFEREN
(sensorik)
EFFEREN (motorik)
Mandibula n. V.2 (maksilaris) n.V : m. Temporalis, m. maseter, m.
Pterigoid
GANGGUAN MENELAN

8
Bibir n. V.2 (maksilaris) n.VII : m.orbikularis oris, m.
zigomatikum, m.levator labius oris,
m.depresor labius oris, m. levator
anguli oris, m. depressor anguli oris
Mulut & pipi n.V.2 (maksilaris) n.VII: m. mentalis, m. risorius,
m.businator
Lidah n.V.3 (lingualis) n.XII : m. hioglosus, m. mioglosus

Pada fase oral ini perpindahan bolus dari ronggal mulut ke faring segera
terjadi, setelah otot-otot bibir dan pipi berkontraksi meletekkan bolus diatas lidah.
Otot intrinsik lidah berkontraksi menyebabkan lidah terangkat mulai dari bagian
anterior ke posterior. Bagian anterior lidah menekan palatum durum sehingga
bolus terdorong ke faring.
Bolus menyentuh bagian arkus faring anterior, uvula dan dinding posterior
faring sehingga menimbulkan refleks faring. Arkus faring terangkat ke atas akibat
kontraksi m. palato faringeus (n. IX, n.X dan n.XII).

Peranan saraf kranial fase oral
ORGAN AFFEREN (sensorik) EFFEREN (motorik)
Bibir


n. V.2 (mandibularis), n.V.3
(lingualis)

n. VII : m.orbikularis oris, m.levator
labius oris, m. depressor labius,
m.mentalis
Mulut & pipi

n. V.2 (mandibularis)

n.VII: m.zigomatikus,levator anguli
oris, m.depressor anguli oris,
m.risorius. m.businator
Lidah n.V.3 (lingualis) n.IX,X,XI : m.palatoglosus
Uvula n.V.2 (mandibularis) n.IX,X,XI : m.uvulae,m.palatofaring

GANGGUAN MENELAN

9
Jadi pada fase oral ini secara garis besar bekerja saraf karanial n.V2 dan
nV.3 sebagai serabut afferen (sensorik) dan n.V, nVII, n.IX, n.X, n.XI, n.XII
sebagai serabut efferen (motorik).
2. FASE FARINGEAL
Fase ini dimulai ketika bolus makanan menyentuh arkus faring anterior
(arkus palatoglosus) dan refleks menelan segera timbul. Pada fase faringeal ini
terjadi :
1. m. Tensor veli palatini (n.V) dan m. Levator veli palatini (n.IX, n.X dan
n.XI) berkontraksi menyebabkan palatum mole terangkat, kemudian uvula
tertarik keatas dan ke posterior sehingga menutup daerah nasofaring.
2. m.genioglosus (n.XII, servikal 1), m ariepiglotika (n.IX,nX)
m.krikoaritenoid lateralis (n.IX,n.X) berkontraksi menyebabkan aduksi
pita suara sehingga laring tertutup.
3. Laring dan tulang hioid terangkat keatas ke arah dasar lidah karena
kontraksi m.stilohioid, (n.VII), m. Geniohioid, m.tirohioid (n.XII dan
n.servikal I).
4. Kontraksi m.konstriktor faring superior (n.IX, n.X, n.XI), m. Konstriktor
faring inermedius (n.IX, n.X, n.XI) dan m.konstriktor faring inferior (n.X,
n.XI) menyebabkan faring tertekan kebawah yang diikuti oleh relaksasi m.
Kriko faring (n.X)
5. Pergerakan laring ke atas dan ke depan, relaksasi dari introitus esofagus
dan dorongan otot-otot faring ke inferior menyebabkan bolus makanan
turun ke bawah dan masuk ke dalam servikal esofagus. Proses ini hanya
berlangsung sekitar satu detik untuk menelan cairan dan lebih lama bila
menelan makanan padat.

Peranan saraf kranial pada fase faringeal
Organ Afferen Efferen
GANGGUAN MENELAN

10
Lidah



n.V.3



n.V :m.milohyoid, m.digastrikus
n.VII : m.stilohyoid
n.XII,nC1 :m.geniohyoid, m.tirohyoid
n.XII :m.stiloglosus
Palatum

n.V.2, n.V.3

n.IX, n.X, n.XI :m.levator veli palatini
n.V :m.tensor veli palatini
Hyoid


n.Laringeus
superior cab
internus (n.X)

n.V : m.milohyoid, m. Digastrikus
n.VII : m. Stilohioid
n.XII, n.C.1 :m.geniohioid, m.tirohioid
Nasofaring n.X n.IX, n.X, n.XI : n.salfingofaringeus
Faring n.X n.IX, n.X, n.XI : m. Palatofaring,
m.konstriktor faring sup, m.konstriktor
ffaring med.
n.X,n.XI : m.konstriktor faring inf.
Laring n.rekuren (n.X) n.IX :m.stilofaring
Esofagus n.X n.X : m.krikofaring

Pada fase faringeal ini saraf yang bekerja saraf karanial n.V.2, n.V.3 dan
n.X sebagai serabut afferen dan n.V, n.VII, n.IX, n.X, n.XI dan n.XII sebagai
serabut efferen.
Bolus dengan viskositas yang tinggi akan memperlambat fase faringeal,
meningkatkan waktu gelombang peristaltik dan memperpanjang waktu
pembukaan sfingter esofagus bagian atas. Bertambahnya volume bolus
menyebabkan lebih cepatnya waktu pergerakan pangkal lidah, pergerakan palatum
mole dan pergerakan laring serta pembukaan sfingter esofagus bagian atas. Waktu
Pharyngeal transit juga bertambah sesuai dengan umur.
Kecepatan gelombang peristaltik faring rata-rata 12 cm/detik. Mc.Connel
dalam penelitiannya melihat adanya 2 sistem pompa yang bekerja yaitu :
GANGGUAN MENELAN

11
1. Oropharyngeal propulsion pomp (OOP) adalah tekanan yang ditimbulkan
tenaga lidah 2/3 depan yang mendorong bolus ke orofaring yang disertai
tenaga kontraksi dari m.konstriktor faring.
2. Hypopharyngeal suction pomp (HSP) adalah merupakan tekanan negatif
akibat terangkatnya laring ke atas menjauhi dinding posterior faring,
sehingga bolus terisap ke arah sfingter esofagus bagian atas. Sfingter
esofagus bagian atas dibentuk oleh m.konstriktor faring inferior,
m.krikofaring dan serabut otot longitudinal esofagus bagian superior.

Gambar 3 : Fase oral dan faringeal


3. FASE ESOFAGEAL
GANGGUAN MENELAN

12
Pada fase esofageal proses menelan berlangsung tanpa disadari. Bolus
makanan turun lebih lambat dari fase faringeal yaitu 3-4 cm/ detik.
Fase ini terdiri dari beberapa tahapan :
1. Dimulai dengan terjadinya relaksasi m.kriko faring. Gelombang peristaltik
primer terjadi akibat kontraksi otot longitudinal dan otot sirkuler dinding
esofagus bagian proksimal. Gelombang peristaltik pertama ini akan diikuti
oleh gelombang peristaltik kedua yang merupakan respons akibat
regangan dinding esofagus.
2. Gerakan peristaltik tengah esofagus dipengaruhi oleh serabut saraf pleksus
mienterikus yang terletak diantara otot longitudinal dan otot sirkuler
dinding esofagus dan gelombang ini bergerak seterusnya secara teratur
menuju ke distal esofagus.
Cairan biasanya turun akibat gaya berat dan makanan padat turun karena
gerak peristaltik dan berlangsung selama 8-20 detik. Esophagal transit time
bertambah pada lansia akibat dari berkurangnya tonus otot-otot rongga mulut
untuk merangsang gelombang peristaltik primer.

Gambar 2 : Fase esofageal

GANGGUAN MENELAN

13


III. PERANAN SISTEM SARAF DALAM PROSES MENELAN
Proses menelan diatur oleh sistem saraf yang dibagi dalam 3 tahap :
1. Tahap afferen/sensoris dimana begitu ada makanan masuk ke dalam
orofaring langsung akan berespons dan menyampaikan perintah.
2. Perintah diterima oleh pusat penelanan di Medula oblongata/batang
otak (kedua sisi) pada trunkus solitarius di bagian dorsal (berfungsi
utuk mengatur fungsi motorik proses menelan) dan nukleus ambigius
yang berfungsi mengatur distribusi impuls motorik ke motor neuron
otot yang berhubungan dgn proses menelan.
3. Tahap efferen/motorik yang menjalankan perintah.

IV. DEFINISI GANGGUAN MENELAN/DISFAGI
Disfagia di artikan sebagai perasaan melekat atau obstruksi pada
tempat lewatnya makanan melalui mulut, faring dan esofagus. Gejala ini
harus di bedakan dengan gejala lain yang berhubungan dengan menelan.
Afagia adalah obstruksi total esofagus yang biasanya di sebabkan oleh
bolus makanan yang terperangkap dan merupakan keadaan emergensi.
Kesulitan memulai gerakan menelan terjadi pada kelainan fase volunter
menelan. Namun demikian, setelah di mulai, gerakan menelan ini dapat di
selesaikan secara normal. Odinofagia berarti gerakan menelan yang nyeri.
Seringkali disfagia dan odinofagia terjadi bersamaan. Globus faringeus
merupakan perasaan adanya suatu gumpalan yang terperangkap dalam
tenggorokan. Arah makanan yang keliru sehingga terjadi regurgitasi nasal
GANGGUAN MENELAN

14
dan aspirasi makanan kedalam laring serta paru sewaktu menelan,
merupakan ciri khas disfagia orofaring

V. ETIOLOGI
Berdasarkan penyebabnya disfagi dibagi atas: disfagia mekanik,
disfagia motorik, dan disfagia oleh ganguan emosional. Disfagia mekanik
disebabkan adanya sumbatan lumen esofagus oleh massa tumor dan benda
asing, disfagia motorik disebabkan oleh kelainan neuromuskular yang
berperan dalam proses menelan dan keluhan disfagia dapat juga timbul
bila terdapat ganguan emosi atau tekanan jiwa yang berat.
Disfagia sering disebabkan oleh penyakit otot dan neurologis.
Penyakit ini adalah gangguan peredaran darah otak (stroke, penyakit
serebrovaskuler), miastenia gravis, distrofi otot, dan poliomyelitis bulbaris.
Keadaan ini memicu peningkatan resiko tersedak minuman atau makanan
yang tersangkut dalam trakea atau bronkus. Disfagi esophageal mungkin
dapat bersifat obstruktif atau disebabkan oleh motorik. Penyebab obstruksi
adalah striktura esophagus dan tumor-tumor ekstrinsik atau instrinsik
esofagus, yang mengakibatkan penyempitan lumen. Penyebab disfagi
dapat disebabkan oleh berkurangnya, tidak adanya, atau tergangguanya
peristaltik atau disfungsi sfingter bagian atas atau bawah. Gangguan
disfagi yang sering menimbulkan disfagi adalah akalasia, scleroderma,
dan spasme esophagus difus.

Ada dua jenis dari disfagia yaitu disfagia mekanis dan disfagia
motorik. Tabel 1 dapat menjelaskan dengan lebih jelas tentang perbedaan
kedua jenis disfagia.

Table 1. Penyebab dari Disfagia





Luminal

Diakibatkan oleh: Bolus yang besar, Benda
asing
GANGGUAN MENELAN

15





Disfagia
Mekanis






Penyempitan
instrinsik

a. Keadaan inflamasi yang menyebabkan
pembengkakan seperti Stomatitis,
Faringitis, epiglottis, Esofangitis
b. Selaput dan cincin dapat dijumpai pada
Faring (sindroma pulmer, Vinson),
Esophagus (congenital, inflamasi), Cincin
mukosa esophagus distal
c. Striktur Benigna seperti Ditimbulkan oleh
bahan kaustik dan pil, Inflamasi , Iskemia,
Pasca operasi, Congenital
d. Tumor-tumor malignan, Karsinoma
primer, Karsinoma metastasik, Tumor-
tumor benigna, Leiomioma, Lipoma,
Angioma, Polip fibroid inflamatorik,
Papiloma epitel.
Kompresi
ekstrinsik
Spondilitis servikalis, Osteofit vetebrae,
Abses dan masa retrofaring, Tumor
pancreas, Hematoma dan fibrosis





Disfagia
Motorik
Kesulitan
dalam
memulai
reflek
menelan
Seperti lesi oral dan paralisis lidah,
Anesthesia orofaring, Penurunan produksi
saliva, Lesi pada pusat menelan


Kelainan
pada otot
lurik
a. Kelemahan otot (Paralisis bulbar,
Neuromuskuler, Kelainan otot
b. Kontraksi dengan awitan stimultan atau
gangguan inhibisi deglutisi (Faring dan
esophagus, Sfingther esophagus bagian
atas)
GANGGUAN MENELAN

16

Kelainan
pada otot
polos
esophagus
a. Paralisis otot esophagus yang
menyebabkan kontraksi yang lemah
b. Kontraksi dengan awitan simultan atau
gangguan inhibisi deglutis
c. Sfingter esophagus bagian bawah.


Perlu diingat bahwa masalah disfagia dapat timbul karena :
A. Berdasarkan proses mekanisme deglutasinya dapat dibagi :
1. Sumbatan mekanik/Disfagia mekanik baik intraluminal atau
ekstraluminal (penekanan dari luar lumen esofagus).
2. Kelainan Neurologi/Disfagia neurogenik/disfagia motorik mulai dari
kelainan korteks serebri, pusat menelan di batang otak sampai
neurosensori-muskular.
3. Kelainan emosi berat/ Disfagia psikogenik.

B. Berdasarkan proses mekanisme deglutasi diatas dibagi lagi menjadi :
1. Transfer dysphagia bila kelainannya akibat kelainan neuromotor di
fase oral dan faringeal.
2. Transit dysphagia bila disfagia disebabkan gangguan peristaltik baik
primer/sekunder dan kurangnya relaksasi sfingter esofagus bagian
bawah.
3. Obstructive dysphagia bila disebabkan penyempitan atau stenosis di
faring dan esofagus.

C. Berdasarkan letak organ anatomi dapat dibagi menjadi :
1. Disfagia gangguan fase oral
2. Disfagia gangguan fase faringeal
3. Disfagia gangguan fase esofageal
D. Berdasarkan penyebab/etiologi dapat dibagi menjadi :
1. Kelainan kongenital (K)
GANGGUAN MENELAN

17
2. Inflamasi/radang (R)
3. Trauma (T)
4. Benda asing (B)
5. Neoplasma (N)
6. Psikis (P)
7. Kelainan endokrin (E)
8. Kelainan kardio vaskuler (KV)
9. Kelainan neurologi/saraf (S)
10. Penyakit degeneratif (D)
11. Iatrogenik seperti akibat operasi, kemoterapi dan radiasi (I)

VI. PATOFISIOLOGI
Transfortasi normal bolus makanan yang ditelan lewat lintasan
gerakan menelan tergantung pada:
a. Ukuran makanan bolus yang ditelan
b. Diameter lumen lintasan untuk gerakan menelan
c. Kontraksi peristaltik, dan
d. Inhibisi deglutisi, termasuk relaksasi normal sfingter esofagus
bagian atas dan bawah pada saat menelan.
Disfagia yang disebabkan oleh makanan yang berukuran besar
atau oleh penyempitan lumen di sebut disfagia mekanis, sementara
disfagia yang terjadi akibat inkoordinasi atau kelemahan kontraksi
peristaltik atau akibat inhibisi deglutisi dinamakan disfagia motorik.


a. Disfagia mekanis
Disfagia mekanis dapat di sebabkan oleh bolus makanan
yang sangat besar, penyempitan intrinsik atau kompresi ektrinsik
lumen lintasan unutk gerakan menelan. Pada orang dewasa, lumen
esofagus dapat mengembang hingga mencapai diameter 4 cm
karena elastisitas dinding esofagus tersebut. Kalau esofagus tidak
mampu berdilatasi hingga melebihi diameter 2,5 cm, gejala disfagia
GANGGUAN MENELAN

18
dapat terjadi tetapi keadaan ini selalu terdapat kalau diameter
esofagus tidak bisa mengembang hingga di atas 1,3 cm. Lesi yang
melingkar lebih sering menimbulkan gejala disfagia dari pada lesi
yang mengenai sebagian dari lingkaran dinding esofagus saja,
mengingat segmen yang tidak terkena tidak terkena tetap
mempertahankan kemampuannya untuk mengadakan distensi.
Penyebab yang sering ditemukan adalah karsinoma, lesi peptik
serta striktur benigna lainnya dan cincin pada esofagus bagian
bawah.


b. Disfagia motorik
Disfagia motorik dapat di sebabkan akibat kesulitan dalam
memulai gerakan menelan atau abnormalitas pada gerakan
peristaltik dan akibat inhibisi deglutisi yang di sebabkan oleh
penyakit pada otot lurik atau otot polos esofagus.
2
Disfagia motorik
faring disebabkan oleh kelainan neuromuskuler yang menyebabkan
paralisis otot.

Penyakit pada otot lurik meliputi faring, sfingter esofagus
bagian atas dan esofagus pars proksimal. Otot lurik di persyarafi
oleh komponen somatik nervus vagus dengan bahan-bahan sel
lower motor neuron yang terletak dalam neuron ambigus. Neuron-
neuron ini bekerja kolinerjik serta eksitatorik dan merupakan satu-
satunya faktor penentu aktivitas otot tersebut. Gerakan peristaltik
pada segmen otot lurik di sebabkan oleh aktivitas sentral sekuensial
neuron-neuron yang menginervasi otot-otot pada tingkat yang
berbeda-beda di sepanjang esofagus. Disfagia faring disebabkan
kelainan neuromuskuler yang menyebabkan paralisis otot,
kontraksi nonperistaltik simultan atau tertutupnya lubang pada
sfingter esofagus bagian atas. Hilangnya proses membuka sfingter
atas disebabkan oleh paralisis geniohioid dan otot suprahioid lain
atau hilangnya inhibisi deglutif otot krikofaringeus. Karena setiap
GANGGUAN MENELAN

19
sisi faring di inervasi oleh saraf ipsilateral, lesi neuron motor yang
terjadi hanya pada satu sisi menyebabkan paralisis faring unilateral.
Meskipun lesi otot lurik juga mengenai bagian servikal esofagus,
manifestasi klinis gangguan fungsi faring mengalihkan manifestasi
akibat terkenannya esofagus.
Penyakit-penyakit pada segmen otot polos meliputi
esofagus pars torakal dan sfingter esofagus bagian bawah. Otot
polos diinervasi oleh komponen parasimpatis serabut-serabut
praganglion mienterika. Serabut-serabut ini memberi pengaruh
inhibisi yang dominan pada sfingter esofagus bagian bawah dan
menyebabkan inhibisi yang diikuti oleh kontraksi pada korpus
esofagus. Peristaltik pada segmen ini di sebabkan oleh mekanisme
neuromuskuler pada dinding esofagus sendiri. Disfagia terjadi
kalau kontraksi peristaltiknya lemah, seperti pada skleroderma atau
terjadi akibat hilangnya neuron mienterik, seperti pada akalasia.
Penyebab kontraksi nonperistaltik, secara tipikal terlihat pada
spasme esofagus difus, tidak di mengerti. Kerusakan deglutif
sfingter esofagus bawah di sertai dengan defek pada saraf inhibisi
terhadap sfingter, dan merupakan penyebab utama disfagia pada
akalasia.


Gambar 4. Gangguan relaksasi sfingter esofagus bagian bawah
GANGGUAN MENELAN

20

VII. DIAGNOSIS
Disfagia merupakan satu dari gejala utama penyakit esofagus,
dan penyebab unutk gejala-gejala ini dapat beraneka ragam macam.
Semua pasien disfagia harus menjalani pemeriksaan yang cermat
sampai penyebab yang spesifik di tentukan.


a. Anamnesa
Untuk menegakan diagnosa diperlukan anamnesa yang
cermat untuk menentukan diagnosa kelainan atau penyakit yang
menyebabkan timbulnya disfagia. Riwayat medis dapat
memberikan diagnosis perkiraan pada lebih dari 80 persen pasien.
Penjelasan mengenai jenis makanan yang menyebabkan disfagia
merupakan informasi yang berguna. Jenis makanan yang
menyebabkan disfagia dapat memberikan informasi kelainan yang
terjadi.
2
Pada disfagia mekanik mula-mula kesulitan menelan hanya
terjadi pada saat menelan makanan yang padat. Bolus makanan
tersebut kadang perlu di dorong dengan air dan pada sumbatan
yang lebih lanjut, cairan pun akan sulit di telan. Bila sumbatan ini
terjadi progresif dalam beberapa bulan, maka harus di curigai
adanya proses keganasan di esofagus. Sebaliknya pada disfagia
motorik, yaitu pada pasien akalasia dan spasme difus esofagus,
keluhan sulit menelan makanan padat dan cairan terjadi dalam
waktu yang bersamaan.

Waktu dan perjalanan keluhan disfagia dapat memberikan
gambaran yang lebih jelas untuk diagnosis. Disfagia yang hilang
dalam beberapa hari dapat di sebabkan oleh peradangan. Disfagia
yang terjadi dalam beberapa bulan dengan penurunan berat badan
yang cepat dicurigai adanya keganasan di esofagus. Bila disfagia
ini berlangsung bertahun-tahun untuk makanan padat perlu
GANGGUAN MENELAN

21
dipikirkan adanya kelainan yang bersifat jinak atau di esofagus
bagian distal (lowel esophageal muscular ring).


Gambar 5. Massa pada esofagus
Keterangan mengenai lokasi disfagia yang diberikan pasien
sangat membantu untuk menentukan letak obstruksi esofagus, lesi
tersebut terletak pada atau di bawah lokasi yang di rasakan pasien.
2
Gejala yang menyertai memberi petunjuk diagnosis yang
penting. Regurgitas nasal dan aspirasi trakeobronkial pada saat
menelan merupakan ciri utama paralisis faring atau fistula
trakeoesofageal. Aspirasi trakea bronkial yang tidak berhubungan
dengan gerakan menelan dapat terjadi sekunder akibat akalasia,
atau refluks gastroesofagus. Penurunan berat badan yang tidak
sebanding dengan disfagia sangat sugestif ke arah karsinoma.
Kalau suara yang parau mendahului disfagia, lesi primer biasanya
terletak di daerah faring. Suara parau yang terjadi setelah disfagia
munkin menunjukan lesi yang mengenai nervus laringeus rekuren
karen perluasan karsinoma esofagus hingga di luar dindidng
esofagus. Kadang-kadang suara parau dapat disebabkan oleh
laringitis yang timbul sekunder akibat refluk gastroesofagus. Kaitan
antara gejala laring dengan disfagia juga terjadi pada berbagai
GANGGUAN MENELAN

22
kelainan neuromuskuler. Gejala cegukan (hiccup) meunjukan lesi
pada bagian distal esofagus. Wheezing unilateral dengan disfagia
mengungkapkan massa mediastinal yang mengenai esofagus dan
bronkus yang besar. Nyeri dada dan disfagia terjadi pada spasme
esofagus yang difus dan pada kelainan dan kelainan motorik yang
ada hubungannya. Nyeri dada yang menyerupai spasme esofagus
juga terdapat pada afagia akibat bolus makanan yang besar.
Riwayat rasa terbakar di ulu hati (heartburn) yang lama dan refluks
yang mendahului disfagia menunjukan striktur peptik. Demikian
pula, riwayat intubasi nasogastrik yang lama, menelan bahan-bahan
kaustik, menelan pil tanpa air, terapi radiasi sebelumnya ataupun
penyakit mukokutaneus yang menyertai, dapat memberikan
informasi mengenai penyebab striktur esofagus. Jika terdapat
odinofagia, harus di curigai kemungkinan adanya esofagitis
kandida atau herpes. Pada pasien penyakit AIDS atau status
imunodefisiensi lainnya, esofagitis yang di sebabkan oleh infeksi
oportunis seperti Candids, virus hepes simpleks, sitomegalovirus
dan tumor seperti sarkoma Kaposi dan limfoma harus di curigai.

b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik merupakan tindakan yang penting pada
keadaan disfagia motorik akibat penyakit-penyakit otot skelet,
neurologi dan orofaring. Tanda paralisis bulbar atau pseudobulbar,
termasuk disatria, disfonia, ptosis, atrofi lidah dan gerakan rahang
yang hiperaktif selain bukti adanya penyakit neuromuskuler yang
menyeluruh, harus di cari dengan seksama. Leher pasien harus
diperiksa untuk menentukan kemungkinan tiromegali atau
abnormalitas spinal. Inspeksi mulut dan faring secara cermat harun
mengungkapkan lesi yang mengganggu lintasan makanan dari
mulut atau esofagus akibat rasa nyeri atau obstruksi. Perubahan
pada kulit dan ektremitas bisa meunjukan diagnosis skleroderma
GANGGUAN MENELAN

23
atau penyakit kolagen-vaskular lainnya atau penyakit
mukokutaneus seperti pemfigoid atau epidermolisis bulosa yang
mengenai esofagus. Penyakit metastatik ke limfonadus dan hati
mungkin sangat jelas. Komplikasi paru pneumonia aspirasi akaut
atau kronik dapat terjadi.

Pemeriksaan daerah leher dilakukan untuk melihat dan
meraba adanya massa tumor atau pembesaran kelenjar limfa yang
dapat menekan esofagus. Daerah rongga mulut perlu di teliti,
apakah ada tanda-tanda peradangan orofaring dan tonsil selain
adanya massa tumor yang dapat mengganggu proses menelan.
Selain itu diteliti adanya kelumpuhan otot-otot lidah dan arcus
faring yang di sebabkan oleh gangguan di pusat menelan maupun
pada saraf otak n.V, n.VII, n.X dan n.XII. Pembesaran jantung
sebelah kiri, elongasi aorta, tumor bronkus kiri, dan pembesaran
kelenjar limfa mediastinum, juga dapat menyebabkan keluhan
disfagia.


c. Pemeriksaan Penunjang
Untuk diagnosis selain anamnesis dan pemeriksaan fisik
yang dapat dilakukan pemeriksaan penunjang untuk diagnosis
kelainan disfagia fase oral dan fase faring adalah:

Videofluoroskopi Swallow Assesment (VFSS)
Pemeriksaan ini dikenal sebagai Modified Barium
Swallow (MBS) adalah pemeriksaan yang sering dilakukan
dalam mengevaluasi disfagia dan aspirasi. Pemeriksaan ini
menggambarkan struktur dan fisiologi menelan rongga mulut,
faring, laring dan esofagus bagian atas. Pemeriksaan dilakukan
dengan menggunakan bolus kecil dengan berbagai konsistensi
yang dicampur dengan barium. VFSS dapat untuk panduan
dalam terapi menelan dengan memberikan bermacam bentuk
makanan pada berbagai posisi kepala dan melakukan beberapa
GANGGUAN MENELAN

24
manuver untuk mencegah aspirasi untuk memperoleh kondisi
optimal dalam proses menelan.

Flexible Endoscopy Evaluation of Swallowing ( FEES)
Pemeriksaan evaluasi fungsi menelan dengan
menggunakan nasofaringoskop serat optik lentur. Pasien
diberikan berbagai jenis konsistensi makanan dari jenis
makanan cair sampai padat dan dinilai kemampuan pasien
dalam proses menelan.


Pemeriksaan penunjang untuk diagnosis kelainan disfagia
esofageal adalah:

Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan penunjang, foto polos esofagus dan yang
memakai zat kontras, dapat membantu menegakan diagnosis
kelainan esofagus. Pemeriksaan in tidak invasif. Denga
pemeriksaan fluoroskopi, dapat di lihat kelenturan dinding
esofagus, adanya gangguan peristaltik, penekana lumen
esofagus dari luar, isi lumen esofagus dan kadang-kadang
mukosa esofagus. Pemeriksaan kontras ganda dapat
memperlihatkan karsinoma stadium dini. Akhir-akhir ini
pemeriksaan radiologik esofagus lebih maju lagi. Untuk
memperlihatkan adanya gangguan motilitas esofagus di buat
cine-film atau video tapenya. Tomogram dan CT-scan dapat
mengevaluasi bentuk esofagus dan jaringandi sekitarnya. MRI
(Magnetik Resonance Imaging) dapat membantu melihat
kelainan di otak yang menyebabkan disfagia motorik.

Pemeriksaan Esofagoskopi
Tujuan tindakan esofagoskopi adalah untuk melihat
langsung isi lumen esofagus dan keadaan mukosanya.
Diperlukan alat esofagoskop yang kaku (Rigit esophagoscope)
atau yang lentur (flexible fiberoptic esophagoscope). Karena
GANGGUAN MENELAN

25
pemeriksaan ini bersifat invasif, maka perlu persiapan yang
baik. Dapat dilakukan dengan analgetika (lokal atau anastesia
umum). Untuk menghindari komplikasi yang munkin timbul
perlu diperhatikan indikasi dan kontraindikasi tindakan.
Persiapan pasien, operator, peralatan dan ruangan pemeriksaan
perlu dilakukan. Risiko dari tindakan, seperti pendarahan dan
perforasi pasca biopsi harus dipertimbangkan.

Pemeriksaan Manometrik
Pemeriksaan manometrik bertujuan untuk menilai
fungsi motorik esofagus. Dengan mengukur tekanan lumen
esofagus dan tekanan sfingter esofagus dapat di nilai gerakan
peristaltik secara kulitatif dan kuantitatif.
Pemeriksaan Barium meal
Pemeriksaan barium meal dengan sineradiografi,
esofagogastroskopi dengan biopsi serta sitologi eksfoliatif dan
pemeriksaan motilitas esofagus merupakan prosedur
diagnostik yang utama. Pengobatan disfagis tergantung
penyebabnya.
Pemeriksaan barium meal yang telah dimodifikasi adalah
suatu prosedur videofluoroskopik atau sineradiografik yang
memunkinkan visualisasi proses menelan yang kemudian di
rekam dalam pita atau film unutk penelitian lebih lanjut.
Prosedur ini melibatkan pemberian medium kontras dengan
berbagai tekstur (cair, pasta, dan padat) dan visualisasi proses
menelan. Klinis dapat mengubah posisi pasien dengan teknik
khusus guna mempermudah penelanan selama pemeriksaan.
Informasi yang di dapat dari pemeriksaan barium meal yang di
modifikasi ini, terutama ada tidaknya aspirasi adalah penting
dalam menetukan sikap menyankut pemberian makanan
peroral dan prosedur terapi.
GANGGUAN MENELAN

26
Pemeriksaan spesifik utk menilai adanya kelainan anatomi atau sumbatan
mekanik :
Penunjang Kegunaan
Barium Swallow (Esofagogram) Menilai anatomi dan fungsi otot
faring/esofagus, deteksi sumbatan o/k tumor,
striktur, web, akalasia, divertikulum
CT Scan Kelainan anatomi di kepala, leher dan dada
MRI Deteksi tumor, kalainan vaskuler/stroke,
degeneratif proses diotak
Laringoskopi direk Menilai keadaan dan pergerakan otot laring
Esofagoskopi Menilai lumen esofagus, biopsi
Endoskopi ultrasound Menilai lesi submukosa

Pemeriksaan penunjang untuk menilai fungsi menelan :
Penunjang Kegunaan
1. Modified barium swallow

Menilai keadaan kedua sfingter esofagus,
menganalisa transfer dysphagia
2. Leksible fiber optic
faringoskop
Menilai pergerakan faring dan laring
3. Video floroscopy
recording
Menilai pergerakan faring dan laring
4. Scintigraphy Menilai gangguan orofaring, esofagus,
pengosongan lambung dan GERD
(Gastroesophageal refluks disease)
5. EMG Menilai defisiensi fungsi saraf kranial
6. Manometri Menilai gangguan motilitas peristaltik
7. pHmetri 24 jam Pemeriksaan fefluks esofagitis


GANGGUAN MENELAN

27
VIII. PENATALAKSANAAN
Proses menelan merupakan kegiatan yang memerlukan koordinasi
sejumlah otot dan saraf kranial. Oleh karenanya meskipun para klinikus
berusaha melihat otot apa yang terganggu, namun tetap saja harus
dipahami bahwa proses menelan merupakan suatu kegiatan yang
membutuhkan kerjasama berbagai otot sehingga dapat berlangsung dengan
baik. Sangat mengherankan bahwa meskipun gangguan proses menelan
banyak terjadi pada penderita stroke,parkinson dan cerebral palsy, namun
penelitian yang memuat bukti klinis yang terkait dengan penatalaksanaan
gangguan menelan masih sedikit jumlahnya. Ada sejumlah cara latihan
atau manuver yang berguna untuk melatih fungsi motorik otot-otot yang
bertugas dalam proses menelan dan seringkali para klinikus menambahkan
juga sejumlah cara-cara kompensasi dalam menangani penderita dengan
kasus disfagia. Bahkan sesungguhnya gabungan yang seimbang antara
kedua cara tersebut, pelatihan fungsi motorik dan kompensasi,akan
meningkatkan fungsi menelan penderita disfagia.
Bermacam terapi disfagia
Latihan/terapi otot atau kelompok
otot
Terapi gabungan (meliputi latihan dan cara
kompensasi
Latihan motorik oral Modifikasi diet dan latihan
Manuver masako Stimulasi suhu +menelan supraglotik
Latihan angkat kepala Latihan mendorong bolus
Manuver Mendelsohn Modifikasi diet +latihan+konseling
Manuver menelan paksa Mosifikasi diet + latihan motorik oral+tehnik
menelan+penempatan posisi

Rehabilitasi Disfagia Berdasarkan Evidence-Based Practice
Evidence-based practice didefinisikan sebagai penggunaan cara-
cara yang telah dibuktikan secara klinis secara sadar, jelas dan
bijaksana dalam merawat setiap penderita (Knottnerus dan
GANGGUAN MENELAN

28
Dinant,1997). Secara sederhana dapat dikatakan, para dokter harus
menggunakan teknik perawatan yang telah terbukti baik
sebelumnya.Bukti ini harus berdasarkan jumlah partisipan yang
besar, metode penelitian yang dirancang dengan baik, dikendalikan
dengan baik, dan dianalisis secara ilmiah. Penanganan disfagia
masih merupakan suatu hal yang baru dan oleh karenanya saat ini
masih merupakan masa pengumpulan bukti-bukti klinis dalam
bidang penanganan disfagia.
Banyak klinikus yang berpendapat bahwa latihan motorik
oral akan meningkatkan kekuatan motorik oral dan oleh karenanya
akan memperbaiki kekuatan mulut dalam berbicara dan menelan.
Latihan motorik oral tersebut biasanya meliputi pendorongan lidah
ke depan,samping dan ke atas. Jadi bila bila seorang penderita ingin
memperbaiki kemampuan lidahnya untuk mendorong ke depan,
maka penderita harus melatih lidahnya dengan cara mendorong ke
depan.Namun dalam proses menelan tidak ada kegiatan lidah yang
semacam itu. Bukti-bukti klinis yang menunjang latihan motorik oral
seperti ini belum mencukupi. Karenanya latihan motorik oral seperti
ini belum dapat direkomendasikan sebagai penanganan disfagia.
Adapun hal yang dapat dilakukan ialah melatih penderita untuk
menelan secara benar dengan mempertimbangkan proses-proses
fungsional yang terjadi pada fase oral, faringeal, respirasi, atau
memindahkan bolus dari rongga mulut atau faring.
Rehabilitasi Fase Oral
Yang termasuk dalam tujuan rehabilitasi fase oral ialah :
Membuka mulut untuk menerima bolus makanan ;
Mengambil bolus makanan dari sendok atau garpu ;
Menutup bibir untuk mempertahankan agar
bolusmakanan/cairan tetap di dalam mulut ;
Latihan mengunyah ;
Latihan mendorong bolus untuk selanjutnya ditelan; dan
GANGGUAN MENELAN

29
Membersihkan rongga mulut setelah bolus makanan
yangutama telah ditelan
Rehabilitasi Fase Faringeal
Yang termasuk dalam tujuan rehabilitasi fase faringeal ialah :
Menutup palatum molle sehingga tidak terjadi regurgitasi
saat atau setelah menelan ;
Mencegah penyimpangan hyolaringeal dengan manuver :
a) manuver Mendelsohn
b) mengangkat kepala (head lift )
c) melatih suara falsetto
Melatih kontraksi faring secara efektif untuk
memipihkanbolus, dengan cara :
a) latihan Masako
b) manuver menelan paksa
Melatih pembukaan sfingter esofagus atas, dengan cara :
a) manuver Mendelsohn
Menutup vestibulum laring
Melatih koordinasi menelan dan respirasi :
b) menelan supraglottik
c) menelan super-supraglottik
Stimulasi Listrik
Penggunaan stimulasi listrik untuk penanganan disfagia merupakan
terobosan baru dan menarik. Penggunaannya yang lebih sering pada
ekstremitas atas dan bawah dikarenakan otot-otot daerah tersebut
yang lebih besar sehingga lebih mudah diisolasi bila dibandingkan
dengan otot-otot daerah leher. Stimulasi listrik ialah penggunaan
listrik bervoltase rendah untuk menstimulasi ototsehingga
menyebabkan serabut otot berkontraksi.
Respon neuromuskular yang terjadi dipengaruhi oleh :
a) karakteristik aliran listrik,
GANGGUAN MENELAN

30
b) apakah stimulasi yang diberikan bersifat kontinyu atau
intermiten,
c) penempatan elektroda,
d) lamanya sesi yang diberikan kepada pasien (dosis),
e) diberikan saat otot beristirahat atau diberikan dengan
manuver otot tertentu, keteraturan pemberian terapi.
Namun dari semua parameter ini belum ada satupun yang diteliti
secara seksama. Stimulasi listrik dengan frekuensi yang tinggi akan
menghasilkan kontraksi yang kuat, namun hal ini dapat cepat
menimbulkan kelelahan. Sebaliknya, stimulasi listrik dengan
frekuensi yang rendah akan menghasilkan kontraksi yang lebih
lemah, namun hal ini mengurangi terjadinya cedera otot. Hanya
terdapat sedikit data penelitian sebelumnya yang membahas
mengenai stimulasi listrik yang adekuat untuk penganan disfagia.
Ada dugaan yang menyatakan bahwa stimulasi listrik (disebut juga
dengan Functional Neuromotor Stimulation FNS) sangat sesuai
untuk gangguan motorik yang diakibatkan susunan sistem saraf
pusat yang terganggu namun system neuromuskular yang masih
utuh.

Hasil Akhir (out come)
Yang menjadi ukuran keberhasilan penanganan disfagia ialah
suatu contoh penilaian yang dikembangkan oleh National Center for
Medical Rehabilitation Research (NCMRR) pada tahun 1993,
meliputi 5 bidang : patofisiologi, impairment , keterbatasan
fungsi,disability , dan keterbatasan sosial.
Terdapat pengobatan yang berbeda untuk berbagai jenis
dysphagia. Pertama dokter dan speech-language pathologists yang
menguji dan menangani gangguan menelan menggunakan berbagai
pengujian yang memungkinkan untuk melihat bergagai fungsi
menelan. salah satu pengujian disebut dengan, laryngoscopy serat
GANGGUAN MENELAN

31
optik, yang memungkinkan dokter untuk melihat kedalam
tenggorokan. Pemeriksaan lain, termasuk video fluoroscopy, yang
mengambil video rekaman pasien dalam menelan dan ultrasound,
yang menghasikan gambaran organ dalam tubuh, dapat secara bebas
nyeri memperlihakab tahapan-tahapan dalam menelan.
Setelah penyebab disfagia ditemukan, pembedahan atau obat-
obatan dapat diberikan. Jika dengan mengobati penyebab dysphagia
tidak membantu, dokter mungkin akan mengirim pasien kepada ahli
patologi hologist yang terlatih dalam mengatasi dan mengobati
masalah gangguan menelan.
Pengobatan dapat melibatkan latihan otot ntuk memperkuat
otot-otot facial atau untuk meninkatkan koordinasi. Untuk lainnya,
pengobatan dapat melibatkan pelatihan menelan dengan cara khusus.
Sebagai contoh, beberapa orang harus makan denan posisi kepala
menengok ke salah satu sisi atau melihat lurus ke depan. Meniapkan
makanan sedemikian rupa atau menghindari makanan tertentu dapat
menolong orang lain. Sebagai contoh, mereka yang tidak dapat
menelan minuman mungkin memerlukan pengental khusus
untukminumannya. Orang lain mungkin garus menghindari makanan
atau minuman yang panan ataupun dingin.
Untuk beberapa orang, namun demikian, mengkonsumsi
makanan dan minuman lewat mulut sudah tidak mungkin lagi.
Mereka harus menggunakan metode lain untuk memenuhi kebutuhan
nutrisi. Biasanya ini memerlukan suatu system pemberian makanan,
seperti suatu selang makanan (NGT), yang memotong bagian
menelan yang tidak mampu bekerja normal.
Berbagai pengobatan telah diajukan untuk pengobatan
disfagia orofaringeal pada dewasa. Pendekatan langsung dan tidak
langsung disfagia telah digambarkan. Pendekatan langsung biasnya
melibatkan makanan, pendekatan tidak langsung biasanya tanpa
bolus makanan.
GANGGUAN MENELAN

32

Modifikasi diet
Merupakan komponen kunci dalam program pengobatan
umum disfagia. Suatu diet makanan yang berupa bubur
direkomendasikan pada pasien dengan kesulitan pada fase oral, atau
bagi mereka yang memiliki retensi faringeal untuk mengunyah
makanan padat. Jika fungsi menelan sudah membaik, diet dapat
diubah menjadi makanan lunak atau semi-padat sampai konsistensi
normal.
Suplai Nutrisi
Efek disfagia pada status gizi pasien adalah buruk. Disfagia
dapat menyebabkan malnutrisi.
Banyak produk komersial yang tersedia untuk memberikan bantuan
nutrisi. Bahan-bahan pengental, minuman yang diperkuat, bubur
instan yang diperkuat, suplemen cair oral. Jika asupan nutrisi oral
tidak adekuat, pikirkan pemberian parenteral.
Hidrasi
Disfagia dapat menyebabkan dehidrasi. Pemeriksaan berkala
keadaan hidrasi pasien sangat penting dan cairan intravena diberikan
jika terapat dehidrasi
Pembedahan
- Pembedahan gastrostomy
Pemasangan secara operasi suatu selang gastrostomy
memerlukan laparotomy dengan anestesi umum ataupun
lokal.
- Cricofaringeal myotomy
Cricofaringeal myotomy (CPM) adalah prosedur yang
dilakukan untuk mengurangi tekanan pada sphicter
faringoesophageal (PES) dengan mengincisi komponen otot
utama dari PES.
GANGGUAN MENELAN

33
Injeksi botulinum toxin kedalam PES telah
diperkenalkan sebagai ganti dari CPM.



GANGGUAN MENELAN

34
BAB III
KESIMPULAN

Anda mungkin juga menyukai