Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN TUTORIAL

BLOK THT SKENARIO III


ANAKKU MENGELUH TENGGOROKNYA SERING SAKIT

KELOMPOK A1
JOHANNES EPHAN B. K.

G0012101

SYARIF HIDAYATULLAH

G0012221

ALFIAN SATRIA W.

G0012011

ILHAM RAMADHAN

G0012095

KENNY ADITYA

G0012105

YOLANDA RAVENIA

G0012235

RESTI NURFADILLAH

G0012177

FATMANISA LAILA

G0012077

ANIKI PUSPITA

G0012017

FENTI ENDRIYANI

G0012079

SABILA FATIMAH

G0012199

ADHIZTI NALURIANNISA E. N.

G0012003

NAMA TUTOR :
SELFI HANDAYANI, dr. M.Kes.
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
TAHUN 2014

BAB I
PENDAHULUAN
SKENARIO III

ANAKKU MENGELUH TENGGOROKNYA SERING SAKIT


Seorang anak laki laki usia 5 tahun bersama ibunya datang ke poliklinik
THT dengan keluhan sudah 2 hari tidak mau makan, karena sakit untuk menelan.
Badan demam disertai suara serak. Keluhan yang sama dirasakan sejak usia 3
tahun, dan pasien kalau tidur mengorok, tetapi riwayat sesak nafas disangkal.
Pasien juga mempunyai riwayat sering batu pilek.
Pada pemeriksaan pharynx didapatkan : mukosa pharynx hiperemi dan
terdapat granuloma, tosil hipertrofi dan terdapat detritus, plika vokalis oedema
dan hiperemis. Pemeriksaan laboratorium didapatkan ASTO : (+)

BAB II
PEMBAHASAN
A. Seven Jump
1. Langkah I: Membaca skenario dan memahami pengertian beberapa istilah
dalam skenario
a. Detritus adalah kumpulan sel epitel yang mati, leukosit
Polimorfonuklear, dan bakteri mati yang tampak sebagai kotoran putih
atau bercak kuning di permukaan tonsil.
b. Pemeriksaan ASTO adalah pemeriksaan untuk mengetahui kadar
antibodi terhadap streptolisin titer O yaitu racun yang dihasilkan oleh
bakteri Streptococcus Beta Haemolitikus.
2. Langkah II: Menentukan/mendefinisikan permasalahan
Permasalahan pada skenario ini yaitu sebagai berikut:
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Mengapa pasien mengorok tetapi tidak disertai sesak napas?


Mengapa pasien mengeluh nyeri tenggorok sehingga tidak mau makan?
Bagaimana patofisiologi keluhan pasien?
Bagaimana kaitan sering batuk pilek dengan keluhan pasien sekarang?
Bagaimana interpretsi pemeriksaan pharynx dan pemeriksaan ASTO?
Bagaimana mekanisme pemeriksaan penunjang?

3. Langkah III: Menganalisis permasalahan dan membuat penyataan sementara


mengenai permasalahan
a. Anatomi dan Fisiologi (menelan dan berbicara) dari Larynx dan Pharynx
1) Anatomi
PHARYNX
Faring merupakan struktur fibromuskuler yang membentuk
ruang atau corong yang terletak setinggi vertebrae cervical 1-6.
Faring terdiri atas 3 pembagian, yaitu nasofaring merupakan
bagian faring yang berhubungan dengan nasi atau hidung dan
dibatasi oleh choane, orofaring adalah bagian laring yang
berhubungan dengan cavum oris atau rongga mulut dan bangunan
ini dibatasi oleh ithmus faucium, dan laringofaring merupakan

bagian faring yang akan meneruskan diri menjadi laring . Dinding


faring dibentuk oleh (dari dalam keluar) selaput lendir, fasia
faringobasiler,

pembungkus

otot

dan

sebagian

fasia

bukofaringeal .Faring memiliki panjang posterior sekitar 14 cm ,


merupakan bagian dari saluran pencernaan dan pernapasan,
sehingga sangat penting posisinya .

Gambar 1. Anatomi Faring potongan sagital


Atlas of Human Anatomy 4th Edition

Pharynx dibagi menjadi 3 bagian :


a. Nasopharynx
Setinggi vertebre cervical I, membuka ke arah hidung melalui
choane posterior, terdapat adenoid, pada bagian superior
(atap) dari nasofaring . Pada Nasofaring terdapat beberapa
bangunan yang penting, antara lain; muara dari Tuba
Eustachii yang berupa lubang yang disebut Orificium
Pharyngeum

Tuba

Auditiva

Eustachii

(OPTAE),

disekelilingnya terdapat lekukan di depannya yang disebut


dengan Fosa RusenMuller dan peninggian yang ada
disekitanrnya disebut Torus Tubarius yang ke arah bawah
akan membentuk Torus Levatorius . Pada bagian nasofaring
juga terdapat bagian palatum mole, struktur ini dapat

ditegangkan oleh kerja suatu muskulus, bersamaan dengan


fungsi muskulus tersebut terbuka tuba eustachii mengarah ke
faring, yaitu muskulus Levator veli palatini yang dipersyarafi
oleh nervus Mandibularis melalui ganglion otic
b. Oropharynx
Merupakan bagian faring yang berhubungan dengan
rongga mulut berbatasan bagian atap dengan palatum mole,
bagian posterior dengan vertebrae servikal 2-3, dorsal dengan
additus laryngis atau pintu masuk ke laring . Terdapat
beberapa banguna penting disini, antara lain Tonsila
Pharyngea yang terletak pada dinding mukosa lateral rongga
mulut. Di depan tonsila, Arcus Pharyngeus anterior disusun
oleh otot palatoglossus, dan bagian posterior disusun oleh otot
palatopharyngeus

keduanya

dipersyarafi

oleh

plexus

Pharyngeus. Tonsila di susun oleh epitel squamosh yang


berisi beberapa kripte, ketika terjadi infeksi dapat menyerang
hingga bagian antara kapsul tonsila dan ruangan sekitar
jaringan menyebar hingga bagian palatum mole yang bisa
menjadi abses peritonsilar.
c. Laryngopharynx
Terletak setinggi vertebrae 3-6 dan memilii batas superior
dengan epiglotis bagian atas, anterior dengan laring, posterior
dengan vertebrae dan bagian inferior dengan esophagus.

LARYNX

Gambar 2. Anatomi Larynx


Potongan Sagital

Laring adalah bagian dari


saluran pernafasan bagian
atas yang merupakan suatu
rangkaian tulang rawan
yang

berbentuk

dan

terletak

corong
setinggi

vertebra cervicalis IV VI, dimana pada anak-anak dan wanita


letaknya relatif lebih tinggi. Laring pada umumnya selalu
terbuka, hanya kadang-kadang saja tertutup bila sedang menelan
makanan. Lokasi laring dapat ditentukan dengan inspeksi dan
palpasi dimana didapatkannya kartilago tiroid yang padapria
dewasa lebih menonjol kedepan dan disebut Prominensia Laring
atau disebut juga Adams apple atau jakun. Secara umum
struktur anatomis laring terbagi menjadi kartilago, ligamenta,
otot.
Kartilago
Kartilago laring terbagi atas 2 (dua) kelompok, yaitu :
1. Kelompok kartilago mayor, terdiri dari :
Kartilago Tiroidea, 1 buah
Kartilago Krikoidea, 1 buah
Kartilago Aritenoidea, 2 buah
2. Kartilago minor, terdiri dari :
Kartilago Kornikulata Santorini, 2 buah
Kartilago Kuneiforme Wrisberg, 2 buah
Kartilago Epiglotis, 1 buah
Ligamentum dan Membrana
Ligamentum dan membran laring terbagi atas 2 grup, yaitu

1.Ligamentum ekstrinsik, terdiri dari :


Membran tirohioid
Ligamentum tirohioid
Ligamentum tiroepiglotis
Ligamentum hioepiglotis
Ligamentum krikotrakeal
Ligamentum intrinsik, terdiri dari :
Membran quadrangularis
Ligamentum vestibular
Konus elastikus
Ligamentum krikotiroid media
Ligamentum vokalis
Otot-otot
Otototot laring terbagi dalam 2 (dua) kelompok besar yaitu
otot-otot ekstrinsik dan otot-otot intrinsik yang masing-masing
mempunyai fungsi yang berbeda.
Bangunan penting
Aditus Laringeus
Pintu masuk ke dalam laring yang dibentuk di anterior oleh
epiglotis, lateral oleh plika ariepiglotika, posterior oleh
ujung kartilago kornikulata dan tepi atas m. aritenoideus.
Rima Vestibuli.
Merupakan celah antara pita suara palsu.
Rima glottis
Di depan merupakan celah antara pita suara sejati, di
belakang antara prosesus vokalis dan basis kartilago
aritenoidea.
Plika Ariepiglotika
Dibentuk oleh tepi atas ligamentum kuadringulare yang
berjalan dari kartilago epiglotika ke kartilago aritenoidea
dan kartilago kornikulat.
Vestibulum Laring

Ruangan yang dibatasi oleh epiglotis, membrana


kuadringularis, kartilago aritenoid, permukaan atas proc.
vokalis kartilago aritenoidea dan m.interaritenoidea.
Plika Ventrikularis (pita suara palsu)
Yaitu pita suara palsu yang bergerak bersama-sama dengan
kartilago aritenoidea untuk menutup glottis dalam keadaan
terpaksa, merupakan dua lipatan tebal dari selaput lendir
dengan jaringan ikat tipis di tengahnya.
Ventrikel Laring Morgagni (sinus laringeus)
Yaitu ruangan antara pita suara palsu dan sejati. Dekat
ujung anterior dari ventrikel terdapat suatu divertikulum
yang meluas ke atasdiantara pita suara palsu dan
permukaan dalam kartilago tiroidea, dilapisi epitel berlapis
semu bersilia dengan beberapa kelenjar seromukosa yang
fungsinya untuk melicinkan pita suara sejati, disebut
appendiks atau sakulus ventrikel laring.
Plika Vokalis (pita suara sejati)
Terdapat di bagian bawah laring. Tiga per lima bagian
dibentuk oleh ligamentum vokalis dan celahnya disebut
intermembranous portion, dan dua per lima belakang
dibentuk oleh prosesus vokalis dari kartilago aritenoidea
dan disebut intercartilagenous portion .
2) Fisiologi
a) Menelan
Terdapat tiga fase dalam proses menelan;
1. fase volunter, yaitu saat setelah kita memasukkan
makanan dan terjadi proses mastikasi atau mengunyah,
posisi berada pada cavum oris.
2. fase Faringeal, merupakan fase ketika hasil mastikasi
telah menyerupai bolus atau remahan makanan, yang
kondisinya hampir halus, mulai meninggalkan cavum oris

dan menuju orofaring, dibantu gerakan lidah, proses yang


terjadi antara lain;
Palatum mole terdorong kebelakang menutup nasofaring
mencegah reflek hidung
Plica palatopharingeus tertarik ke medial untuk membuat
celah agar bolus dapat masuk ke esofagus
Plica vokalis tertarik ke atas, sehingga epiglotis dapat ke
arah bawah dan membuat makanan dapat masuk ke
esofagus, mencegah bolus masuk ke laring dan trakea, serta
melukai pita suara jika melewatinya.
Laring tertarik ke atas, sehingga memberi celah bagi
esofagus,

sfingter

esofagus

bagian

atas,

(sfingter

faringoesofageal) relaksasi sehingga makanan dapat masuk


ke esofagus.
Muskulus sfingter esofagus bergerak bergantian, ketika
bagian atas berkontraksi bagian bawah relaksasi, begitu
sebaliknya, hingga makanan dapat terus bergerak menuju
gaster.
3. fase Esofageal, fase peristaltik berkelanjutan, berupa
peristaltik primer yang merupakan kelanjutan fase faringeal,
maupun sekunder yang merupakan reflek melebar dari
esofagus dan relaksasi reseptif gaster.
b) Berbicara
Proses berbicara selalu berhubungan dengan mendengar,
sehingga untuk dapat mengeluarkan suatu kata adalah
berdasar pengalaman audio, yang diproses dan dapat
mengucapkan suatu kata, berikut adalah proses yang
berkaitan:

Gambar 3. Diagram proses berbicara

b. Patofisiologi dari :
1) Suara serak (hoarness)
Suara serak merupakan implikasi dari adanya oedem pada plica
vokalis, karena adanya oedem maka plica vokalis tidak dapat
memposisikan diri dan bekerja seperti seharusnya, sehingga
dorongan udara dari paru-paru saat proses fisiologis berbicara
tidak dapat sepenuhnya digetarkan dan suara yang muncul pun
menjadi menurun atau yang dikenal denga serak.
2) Sulit menelan
Sulit menelan atau disfagia dapat terjadi dalam dua bentuk yaitu
disfagia

faringeal atau disfagia esofageal, kedua disfagi ini

terjadi sesuai tempat proses fisiologis menelan, ada banyak


penyebab kemungkinan disfagi, namun dalam kasus ini disfagia
dimungkinkan terjadi sebab adanya tonsil hipertrofi terlebih
dahulu, atau adanya obstruksi pada jalan makanan, sehingga
pasien mengalami sulit menelan.
3) Tidur mengorok tanpa sesak napas
Tidur mengorok atau sleep apnea, terjadi fisiologis pada
sebagian orang terutama usia tua, dikarenakan munculnya fonasi
atau bunyi akibat pita suara yang sudah tidak begitu elastis,
namun pada kasus terjadi pada usia anak, hal lainnya yang
menyebabkan tidur mengorok adalah adanya kemungkinan yang

mempersempit jalan udara pernapasan, atau adanya radang pada


pita suara. Ketika jalan udara pernapasan menyempit sering kali
udara yang normalnya tidak mengeluarkan bunyi, maka dapat
bersentuhan dengan organ tersebut dalam hal ini tonsil yang
hipertropi, kemudian dengan bentuk anatomis jalur napas yang
seperti corong atau lorong maka bunyi seperti mengorok ini akan
terjadi, adapun mengapa pasien tidak mengalami sesak napas
karna, pembesaran tonsil masih dapat melewatkan sejumlah
udara yang cukup untuk bernapas dan dapat pula secara tidak
sadar pasien yang masih anak-anak ini bernapas dengan
menggunakan rongga mulutnya.
4) Riwayat batuk pilek
Adanya riwayat sering batuk pilek pada pasien dapat
dimungkinkan bahwasanya pasien adalah seorang atopi, terdapat
gangguan anatomi pada struktur pernapasan pasien, atau pasien
sebelumnya telah mengalami infeksi virus yang kemudian
terdormansi dan muncul setiap kali kekebalan tubuh pasien
sedang menurun. Kondisi sering batuk dan pilek akan menjadi
faktor predisposisi yang lebih tinggi bagi pasien sebab
mempermudah kemungkinan infeksi sekunder yang akan
bermanifestasi pada keluhan lainnya
5) Detritus
Detritus sendiri merupakan suatu bentukan yang dapat terlihat di
tonsil sebagai bercak putih, yang muncul karna adanya inflamasi
berulang yang kemudian menyebabkan sel epitel rusak dan
menumpuk disana masuk ke kripte tonsil, radang tersebut
menyebabkan keluarnya leukosit polimorfonuklear. Detritus
dapat dibersihkan, saat pemeriksaan lebih lanjut detritus dapat
menunjukan bahwa adanya infiltrasi bakteri.
6) Tonsil hipertrofi
Ditemukannya hipertrofi tonsil pada pemeriksaan menerangkan
adanya infeksi yang mengenai tonsil paring penderita, karna

pada suatu infeksi akan muncul tanda-tanda khas seperti


inflamasi (radang) kemerahan, dan bisa jadi tampak sebagai
pembesara suatu organ, ditambah fakta bahwasanya tonsil
memiliki banyak sel pertahanan, maka akan tampak sekali ketika
terjadi infeksi dari agen lur tubuh dan organ ini sedang berusaha
melawannya.
7) Granuloma
Merupakan bentukan menyerupai benjolan atau bergranul pada
faring, yang biasanya permukaannya merupakan permukaan
yang rata, granuloma ini terbentuk karna adanya usaha fisiologis
tubuh utuk melawan agen asing yang mencoba masuk, posisi
granuloma yang terdapat di faring kemungkinan adalah pada
tonsil paring mengingat fungsi tonsil yang merupakan jaringan
limfois yang kaya akan sel pertahanan seperti makrofag,
sehingga normalah ketika ada suatu agen asing yang masuk
maka untuk mengeluarkannya dan menjegahnya merusak sistem
tubuh, diproduksi banyak sel imun, yang membuat seakan lokasi
produksinya mengalami ekstra ukuran, granuloma yang muncul
biasanya sering bukan hanya merupakan infeksi ringan primer,
tapi telah mengalam infeksi lanjutan oleh bakteri, sehingga bisa
dikatakan merupakan tanda khas yaitu adanya infeksi kroni dan
berulang.
8) Plika vocalis oedem
Ditemukannya bentukan oedem atau bengkak pada plica vokalis
semakin menerangkan bahwasanya terjadi infeksi pada saluran
napas atas pasien, hal ini menunjukan pula bahwa infeksi yang
awalnya mengenai tonsil, karna struktur histologis pada saluran
napas bagian atas atas yang bisa dikatakan tidak begitu berbeda
membuat infeksi ini dapat denga cepat dan mudah menyerang
bagian lainnya seperti plika vokalis.
c. Interpretasi dan mekanisme pemeriksaan Pharynx
Dilakukan menggunakan kaca laring (laryngeal mirror) atau
flexible fiberoptic endoscope. Laringoskopi dapat mengidentifikasi

kelainan-kelainan laring dan faring yang akut maupun kronik, benigna


maupun maligna. Indikasi pemeriksaan adalah; batuk kronik, dyspnea,
disfonia, stridor, perubahan suara, sakit tenggorokan kronis, dll.
Kontraindikasi pemeriksaan ini adalah epiglotitis.
Prosedur
1. Pasien duduk berhadapan dengan dokter, posisi pasien sedikit lebih
tinggi dari pada pasien
2. Tubuh pasien sedikit condong ke depan, dengan mulut terbuka
lebar dan lidah dijulurkan keluar, supaya kaca laring tidak berkabut
maka panaskan terlebih dahulu hingga diatas suhu tubuh.
3. Pegang ujung lidah pasien dengan kasa steril, pastikan tetap berada
di luar mulut minta pasien untuk tenang dan mengambil nafas
melalui mulut
4. Fokuskan sinar di lampu kepala kearah orofaring pasien
5. Semprotkan lidokain terlebih dahulu jika diperlukan untuk
mencegah reflek muntah ke arah dinding posterior paring.
6. Untuk mencegah reflek muntah arahkan kaca laring kedalam
orofaring tanpa menyentuh mukosa kavum oris, palatum molle,
atau dinding posterior paring
7. Putar kaca laring kebagian bawah sampai dapat melihat bayangan
permukaan mukosa laring dan hipofaring. Ingat pada laringoskopi
indirek bayangan yang terdapat di faring dan laring terbalik, plika
vocalis kanan terlihat di sisi kiri kaca, begitu sebaliknya.
8. Minta pasien untuk berkata aaah amati pergerakan plika vokalis
dan kartilagi arytenoid
9. Amati saat pergerakan plika vokalis; adakah paresis, asimetri
gerakan, vibrasi dan atenuasi(melemahnya) pita suara, granulasi,
nodul atau tumor pada pita suara.Amati pula daera supra glotis,
glotis, dan infra glotis.
d. Interpretasi dan mekanisme pemeriksaan ASTO
Pemeriksaan ASTO merupakan pemeriksaan penunjang yang
dilakukan bilamana dokter curiga adanya infeksi bakteri S.pyogenes
( Streptococcus group A,C,G). ASTO merupakan test kadar titer antibody
yang terbentuk oleh karena respon imun terhadap streptolysin O yang
diproduksi oleh bakteri tersebut. Infeksi berulang terhadap Streptococcus

A,C,G dapat menyebabkan titer antibody menjadi tinggi dan menyebabkan


proses auto imun terhadapat glomerulus ren, endocard dan menyebabkan
demam rematik sebagai komplikasinya. Oleh karena komplikasi yang
bersifat fatal, para dokter harus benar-benar teliti dalam mendiagnosis dan
memberikan terapi terhadap penderita infeksi bakteri tersebut.
Kadar normal dalam serum yaitu 200 IU bagi anak-anak dan 400
IU bagi orang dewasa. Pemeriksaan ASTO dianggap positif bila titer
mengalami peningkatan hingga lebih dari 100%. Hasil positif pada
pemeriksaan ASTO menandakan bahwa pasien pernah dan/atau sedang
terkena infeksi streptococcus dalam 3-5 minggu terakhir.
Streptococcus merupakan bakteri gram positif yang menghasilkan suatu
enzim yaitu enzim streptolysin O yang bisa melisiskan sel darah merah,
terutama Streptococcus grup A, C, dan G.
Pemeriksaan ASTO dibagi menjadi 2, yaitu:
1. Pemeriksaan Kuantitatif
2. Pemeriksaan kualitatif
Pemeriksaan ini dilakukan dengan mengukur antibody level di dalam
serum darah. ASTO direkomendasikan untuk diukur minimal 2 kali
dengan jarak 10 hari, untuk dilihat apakah ada peningkatan terhadap kadar
anti streptolysin O titer dalam serum. ASTO memiliki 2 fase :
1. Rise, 1-3 minggu setelah terkena infeksi
2. Peaks, 2-5 minggu setelah terkena infeksi
Ketika infeksi berhasil dikalahkan oleh system imun tubuh, ASTO akan
kembali ke kadar normal dalam kurun waktu 6-12 bulan.

e. Diagnosis banding (pharyngitis, laryngitis, tonsilitis, infeksi difteri) dari


penyakit pasien (etiologi, epidemiologi, gejala, cara diagnosis).
1) Tonsilitis

Tonsilitis merupakan inflamasi atau pembengkakan akut


pada tonsil atau amandel disebabkan karena bakteri atau
virus,prosesnya bisa akut atau kronis.. Tonsilitis adalah peradangan
tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin Waldeyer.
Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang terdapat
di dalam rongga mulut yaitu : tonsil faringeal ( adenoid ), tonsil
palatina ( tosil faucial), tonsil lingual ( tosil pangkal lidah ), tonsil
tuba Eustachius ( lateral band dinding faring / Gerlachs tonsil ).
Tonsilitis akut adalah radang akut yang disebabkan oleh
kuman streptococcus beta hemolyticus, streptococcus viridans dan
streptococcus pyogenes, dapat juga disebabkan oleh virus.
Tonsilektomi

adalah

suatu

tindakan

pembedahan

dengan

mengambil atau mengangkat tonsil untuk mencegah infeksi


selanjutnya
Macam-macam tonsillitis yaitu :
a) Tonsilitis Akut
i.
Tonsilis viral
Tonsilitis dimana

gejalanya

lebih

menyerupai

commond cold yang disertai rasa nyeri tenggorok.


Penyebab yang paling sering adalah virus Epstein Barr.
Hemofilus influenzae merupakan penyebab tonsilitis
akut supuratif. Jika terjadi infeksi virus coxschakie, maka
pada pemeriksaan rongga mulut akan tampak luka-luka
kecil pada palatum dan tonsil yang sangat nyeri
dirasakan pasien.
ii. Tonsilitis bakterial
Radang akut tonsil dapat disebabkan kuman grup A
Streptokokus, hemolitikus yang dikenal sebagai
strep

throat, pneumokokus, Streptokokus viridan,

Streptokokus piogenes. Infiltrasi bakteri pada lapisan


epitel jaringan tonsil akan menimbulkan reaksi radang
berupa keluarnya leukosit polimorfonuklear sehingga
terbentuk detritus. Bentuk tonsilitis akut dengan detritus

yang jelas disebut tonsilitis folikularis. Bila bercakbercak detritus ini menjadi satu, membentuk alur-alur
maka akan terjadi tonsilitis lakunaris.
b) Tonsilitis Membranosa
i.
Tonsilitis difteri
Tonsilitis diferi merupakan
disebabkan

kuman

Coryne

tonsilitis

bacterium

yang

diphteriae.

Tonsilitis difteri sering ditemukan pada anak-anak


berusia kurang dari 10 tahunan frekuensi tertinggi pada
ii.

usia 2-5 tahun.


Tonsilitis septik
Tonsilitis yang disebabkan karena Streptokokus

iii.

hemolitikus yang terdapat dalam susu sapi.


Angina Plaut Vincent ( stomatitis ulsero membranosa )
Tonsilitis yang disebabkan karena bakteri
spirochaeta atau triponema yang didapatkan pada
penderita dengan higiene mulut yang kurang dan
defisiensi vitamin C.
Penyakit kelainan darah
Tidak jarang tanda

iv.

leukemia

akut,

angina

agranulositosis dan infeksi mononukleosis timbul di


faring atau tonsil yang tertutup membran semu. Gejala
pertama sering berupa epistaksis, perdarahan di mukosa
mulut, gusi dan di bawah kulit sehingga kulit tampak
bercak kebiruan.
b) Tonsilis Kronik
Tonsilitis kronik timbul karena rangsangan yang
menahun dari rokok, beberapa jenis makanan, higiene mulut
yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik, dan pengobatan
tonsilitis akut yang tidak adekuat.
Etiologi
Penyebab

tonsilitis

menurut

adalah

infeksi

kuman

Streptococcus beta hemolyticus, Streptococcus viridans, dan

Streptococcus pyogenes. Dapat juga disebabkan oleh infeksi


virus.
Patofisiologi
Bakteri atau virus memasuki tubuh melalui hidung atau
mulut. Amandel atau tonsil berperan sebagai filter, menyelimuti
organisme yang berbahaya tersebut. Hal ini akan memicu tubuh
untuk membentuk antibody terhadap infeksi yang akan datang
akan tetapi kadang-kadang amandel sudah kelelahan menahan
infeksi atau virus. Kuman menginfiltrasi lapisan epitel, bila epitel
terkikis maka jaringan limfoid superficial mengadakan reaksi.
Terdapat pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit poli
morfonuklear. Proses ini secara klinik tampak pada korpus tonsil
yang berisi bercak kuning yang disebut detritus. Detritus
merupakan kumpulan leukosit, bakteri dan epitel yang terlepas,
suatu tonsillitis akut dengan detritus disebut tonsillitis falikularis,
bila bercak detritus berdekatan menjadi satu maka terjadi
tonsillitis lakunaris. Tonsilitis dimulai dengan gejala sakit
tenggorokan ringan hingga menjadi parah. Pasien hanya
mengeluh merasa sakit tenggorokannya sehingga berhenti makan.
Tonsilitis dapat menyebabkan kesukaran menelan, panas,
bengkak, dan kelenjar getah bening melemah didalam daerah sub
mandibuler, sakit pada sendi dan otot, kedinginan, seluruh tubuh
sakit, sakit kepala dan biasanya sakit pada telinga. Sekresi yang
berlebih membuat pasien mengeluh sukar menelan, belakang
tenggorokan akan

terasa mengental. Hal-hal

yang tidak

menyenangkan tersebut biasanya berakhir setelah 72 jam. Bila


bercak melebar, lebih besar lagi sehingga terbentuk membran
semu (Pseudomembran), sedangkan pada tonsillitis kronik terjadi
karena proses radang berulang maka epitel mukosa dan jaringan
limfoid terkikis. Sehingga pada proses penyembuhan, jaringan

limfoid diganti jaringan parut. Jaringan ini akan mengkerut


sehingga ruang antara kelompok melebar (kriptus) yang akan diisi
oleh detritus, proses ini meluas sehingga menembus kapsul dan
akhirnya timbul perlengketan dengan jaringan sekitar fosa
tonsilaris. Pada anak proses ini disertai dengan pembesaran
kelenjar limfe submandibula.
Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala Tonsilitis menurut ( Smeltzer & Bare, 2000)
ialah sakit tenggorokan, demam, ngorok, dan kesulitan menelan.
Sedangkan menurut Effiaty Arsyad Soepardi,dkk ( 2007 ) tanda
dan gejala yang timbul yaitu nyeri tenggorok, tidak nafsu makan,
nyeri menelan, kadang-kadang disertai otalgia, demam tinggi,
serta pembesaran kelenjar submandibuler dan nyeri tekan.
Komplikasi
Komplikasi tonsilitis akut dan kronik yaitu :
i.

Abses pertonsil
Terjadi diatas tonsil dalam jaringan pilar anterior dan
palatum mole, abses ini terjadi beberapa hari setelah infeksi

ii.

akut dan biasanya disebabkan oleh streptococcus group A.


Otitis media akut
Infeksi dapat menyebar ke telinga tengah melalui tuba
auditorius (eustachi) dan dapat mengakibatkan otitis media

iii.

yang dapat mengarah pada ruptur spontan gendang telinga.


Mastoiditis akut
Ruptur spontan gendang telinga lebih jauh menyebarkan

iv.

infeksi ke dalam sel-sel mastoid.


Laringitis
Merupakn proses peradangan dari membran mukosa yang
membentuk larynx. Peradangan ini mungkin akut atau kronis
yang disebabkan bisa karena virus, bakter, lingkungan,
maupunmkarena alergi.

v.

Sinusitis
Merupakan suatu penyakit inflamasi atau peradangan pada
satua atau lebih dari sinus paranasal. Sinus adalah merupakan
suatu rongga atau ruangan berisi udara dari dinding yang

vi.

terdiri dari membran mukosa.


Rhinitis
Merupakan penyakit inflamasi membran mukosa dari

cavum nasal dan nasopharynx.


Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pasien tonsilitis menurut ( Mansjoer, 2000) yaitu
:
i.
Penatalaksanaan tonsilitis akut
Antibiotik golongan penicilin atau sulfanamid selama 5 hari dan obat
kumur atau obat isap dengan desinfektan, bila alergi dengan diberikan
eritromisin atau klindomisin.
Antibiotik yang adekuat untuk mencegah infeksi sekunder, kortikosteroid
untuk mengurangi edema pada laring dan obat simptomatik.
Pasien diisolasi karena menular, tirah baring, untuk menghindari
komplikasi kantung selama 2-3 minggu atau sampai hasil usapan
tenggorok 3x negatif.
Pemberian antipiretik.
ii.
Penatalaksanaan tonsilitis kronik
Terapi lokal untuk hygiene mulut dengan obat kumur / hisap.
Terapi radikal dengan tonsilektomi bila terapi medikamentosaatau terapi
konservatif tidak berhasil.
The American Academy of Otolaryngology Head and Neck
Surgery Clinical Indikators Compendium tahun 1995 menetapkan
indikasi dilakukannya tonsilektomi yaitu:
i.

Serangan tonsilitis lebih dari tiga kali per tahun walaupun

ii.

telah mendapatkan terapi yang adekuat


Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan
menyebabkan gangguan pertumbuhan orofasial

iii.

Sumbatan jalan nafas yang berupa hipertrofi tonsil dengan


sumbatan jalan nafas, sleep apnea, gangguan menelan, dan

iv.

gangguan bicara.
Rinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses

v.
vi.

peritonsil, yang tidak berhasil hilang dengan pengobatan.


Napas bau yang tidak berhasil dengan pengobatan
Tonsilitis berulang yang disebabkan oleh bakteri grup A

Sterptococcus hemoliticus
vii.
Hipertrofi tonsil yang dicurigai adanya keganasan
viii.
Otitis media efusa / otitis media supurataif
2) Laringitis
a. Laringitis akut
Laringitis akut adalah radang akut laring yang disebabkan
oleh virus dan bakteri yang berlangsung kurang dari 3 minggu
dan pada umumnya disebabkan oleh infeksi virus influenza
(tipe A dan B), parainfluenza (tipe 1,2,3), rhinovirus dan
adenovirus. Penyebab lain adalah
Branhamella

catarrhalis,

Haemofilus influenzae,

Streptococcus

pyogenes,

Staphylococcus aureus dan Streptococcus pneumoniae.


Etiologi
a)

Laringitis akut ini dapat terjadi dari kelanjutan

infeksi saluran nafas seperti influenza atau common cold.


infeksi virus influenza (tipe A dan B), parainfluenza (tipe
1,2,3), rhinovirus dan adenovirus. Penyebab lain adalah
Haemofilus

influenzae,

Branhamella

catarrhalis,

Streptococcus pyogenes, Staphylococcus aureus dan


Streptococcus pneumoniae.
b)
Penyakit ini dapat terjadi karena perubahan musim /
cuaca
c)
Pemakaian suara yang berlebihan
d)
Trauma
e)
Bahan kimia
f)Merokok dan minum-minum alkohol
g)
Alergi

Patofisiologi
Hampir semua penyebab inflamasi ini adalah virus. Invasi
bakteri mungkin sekunder. Laringitis biasanya disertai rinitis
atau nasofaringitis. Awitan infeksi mungkin berkaitan dengan
pemajanan terhadap perubahan suhu mendadak, defisiensi diet,
malnutrisi, dan tidak ada immunitas. Laringitis umum terjadi
pada musim dingin dan mudah ditularkan. Ini terjadi seiring
dengan menurunnya daya tahan tubuh dari host serta
prevalensi virus yang meningkat. Laringitis ini biasanya
didahului oleh faringitis dan infeksi saluran nafas bagian atas
lainnya. Hal ini akan mengakibatkan iritasi mukosa saluran
nafas atas dan merangsang kelenjar mucus untuk memproduksi
mucus secara berlebihan sehingga menyumbat saluran nafas.
Kondisi tersebut akan merangsang terjadinya batuk hebat yang
bisa menyebabkan iritasi pada laring. Dan memacu terjadinya
inflamasi

pada

laring

tersebut.

Inflamasi

ini

akan

menyebabkan nyeri akibat pengeluaran mediator kimia darah


yang jika berlebihan akan merangsang peningkatan suhu
tubuh.
Gejala Klinis
i. Gejala lokal seperti suara parau dimana digambarkan
pasien sebagai suara yang kasar atau suara yang susah
keluar atau suara dengan nada lebih rendah dari suara
yang biasa / normal dimana terjadi gangguan getaran serta
ketegangan dalam pendekatan kedua pita suara kiri dan
kanan sehingga menimbulkan suara menjada parau bahkan
sampai tidak bersuara sama sekali (afoni).
ii. Sesak nafas dan stridor
iii. Nyeri tenggorokan seperti nyeri ketika menalan atau
berbicara.

iv. Gejala radang umum seperti demam, malaise


v. Batuk kering yang lama kelamaan disertai dengan dahak
kental
vi. Gejala

commmon cold seperti bersin-bersin, nyeri

tenggorok hingga sulit menelan, sumbatan hidung (nasal


congestion), nyeri kepala, batuk dan demam dengan
temperatur yang tidak mengalami peningkatan dari 38
derajat celsius.
vii. Gejala influenza seperti bersin-bersin, nyeri tenggorok
hingga sulit menelan, sumbatan hidung (nasal congestion),
nyeri kepala, batuk, peningkatan suhu yang sangat berarti
yakni lebih dari 38 derajat celsius, dan adanya rasa lemah,
lemas yang disertai dengan nyeri diseluruh tubuh .
viii. Pada pemeriksaan fisik akan tampak mukasa laring yang
hiperemis, membengkak terutama dibagian atas dan
bawah pita suara dan juga didapatkan tanda radang akut
dihidung atau sinus paranasal atau paru
ix. Obstruksi jalan nafas apabila ada udem laring diikuti udem
subglotis yang terjadi dalam beberapa jam dan biasanya
sering terjadi pada anak berupa anak menjadi gelisah, air
hunger, sesak semakin bertambah berat, pemeriksaan fisik
akan ditemukan retraksi suprasternal dan epigastrium yang
dapat menyebabkan keadaan darurat medik yang dapat
mengancam jiwa anak.
Pemeriksaan Penunjang
i.
Foto rontgen leher AP : bisa tampak pembengkakan
jaringan subglotis (Steeple sign). Tanda ini ditemukan
ii.

pada 50% kasus.


Pemeriksaan laboratorium : gambaran darah dapat normal.

iii.

Jika disertai infeksi sekunder, leukosit dapat meningkat.


Pada pemeriksaan laringoskopi indirek akan ditemukan
mukosa laring yang sangat sembab, hiperemis dan tanpa
membran serta tampak pembengkakan subglotis yaitu

pembengkakan jaringan ikat pada konus elastikus yang


akan tampak dibawah pita suara.
Diagnosis
Diagnosis
ditegakkan
berdasarkan

gejala

klinis,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.


Penatalaksanaan
Umumnya penderita penyakit ini tidak perlu masuk rumah
sakit, namun ada indikasi masuk rumah sakit apabila :
i.
Usia penderita dibawah 3 tahun
ii. Tampak toksik, sianosis, dehidrasi atau axhausted
iii.
Diagnosis penderita masih belum jelas
iv. Perawatan dirumah kurang memadai
Terapi :
i. Istirahat berbicara dan bersuara selama 2-3 hari
ii. Jika pasien sesak dapat diberikan O2 2 l/ menit
iii. Istirahat
iv. Menghirup uap hangat dan dapat ditetesi minyak atsiri /
minyak mint bila ada muncul sumbatan dihidung atau
penggunaan larutan garam fisiologis (saline 0,9 %) yang
dikemas dalam bentuk semprotan hidung atau nasal spray
v. Medikamentosa : Parasetamol atau ibuprofen / antipiretik
jika pasien ada demam, bila ada gejala pain killer dapat
diberikan obat anti nyeri analgetik, hidung tersumbat dapat
diberikan dekongestan nasal seperti fenilpropanolamin
(PPA), efedrin, pseudoefedrin, napasolin dapat diberikan
dalam bentuk oral ataupun spray.Pemberian antibiotika
yang adekuat yakni : ampisilin 100 mg/kgBB/hari,
intravena, terbagi 4 dosis atau kloramfenikol : 50
mg/kgBB/hari, intra vena, terbagi dalam 4 dosis atau
sefalosporin generasi 3 (cefotaksim atau ceftriakson) lalu
dapat

diberikan

kortikosteroid

intravena

berupa

deksametason dengan dosis 0,5 mg/kgBB/hari terbagi


dalam 3 dosis, diberikan selama 1-2 hari.
vi. Pengisapan lendir dari tenggorok atau laring, bila
penatalaksanaan ini tidak berhasil maka dapat dilakukan

endotrakeal atau trakeostomi bila sudah terjadi obstruksi


jalan nafas.
vii. Pencegahan : Jangan merokok, hindari asap rokok karena
rokok

akan

membuat

tenggorokan

kering

dan

mengakibatkan iritasi pada pita suara, minum banyak air


karena cairan akan membantu menjaga agar lendir yang
terdapat pada tenggorokan tidak terlalu banyak dan
mudah untuk dibersihkan, batasi penggunaan alkohol dan
kafein untuk mencegah tenggorokan kering. jangan
berdehem untuk membersihkan tenggorokan karena
berdehem akan menyebabkan terjadinya vibrasi abnormal
pada pita suara, meningkatkan pembengkakan dan
berdehem

juga

akan

menyebabkan

tenggorokan

memproduksi lebih banyak lendir.


b. Laringitis kronis
Sering merupakan radang kronis laring disebabkan oleh
sinusitis kronis, deviasi septum yang berat, polip hidung atau
bronkitis

kronis.

Mungkin

juga

disebabkan

oleh

penyalahgunaan suara (vocal abuse) seperti berteriak-teriak


atau biasa berbicara keras.
Pada peradangan ini seluruh mukosa laring hiperemis dan
menebal, kadang-kadang pada pemeriksaan patologik terdapat
metaplasia squamosa.
Gejalanya ialah suara parau yang menetap, rasa tersangkit
di tenggorok, sehingga pasien sering mendehem tanpa
mengeluarkan sekret, karena mukosa yang menebal.
Pada pemeriksaan tampak mukosa menebal, permukaannya
tidak rata dan hiperemis. Bila terdapat daerah yang dicurigai
menyerupai tumor maka perlu di biopsi.
Terapi yang terpenting ialah mengobati peradangan di
hidung, faring serta bronkus yang mungkin menjadi penyebab
laringitis kronis itu. Pasie diminta untuk tidak banyak
berbicara (vocal rest).
3) Faringitis

a. Faringitis Akut
i.
Faringitis viral
Rinovirus menimbulkan gejala rinitis dan beberapa
hari kemudian akan menimbulkan faringitis.
Gejala dan tanda
Demam disertai rinorea, mual, nyeri tenggorok, sulit
menelan.
Pada
hiperemis.

pemeriksaan
Virus

cytomegalovirus

tampak

influenza,
tidak

faring

dan

coxsachievirus

menghasilkan

tonsil
dan

eksudat.

Coxsachievirus dapat menimbulkan kesi vesikuler di


orofaring dan lesi kulit berupa maculopapular rash.
Adenovirus selain menimbulkan gejala faringitis
jyga menimbulkan gejala konjungtivitis terutama pada
anak.
Epstein Barr Virus (EBV) menyebabkan faringitis
yang disertai produksi eksudat pada faring yang banyak.
Terdapat pembesaran kelenjar limfa di seluruh tubuh
terutama retroservikal dan hepatosplenomegali.
Faringitis yang disebabkan HIV-1 menimbulkan
keluhan nyeri tenggorok, nyeri menelan, mual, dan
demam. Pada pemeriksaan tampak faring hiperemis,
terdapat eksudat, limfadenopati akut di leher dan pasien
tampak lemah.
Terapi
Istirahat dan inum yang cukup. Kumur dengan air
hangat. Analgetika jika perlu dan tablet isap.
Antivirus metisoprinol (isoprenosine) diberikan
pada infeksi herpes simpleks dengan 60-100 mg/kgBB
dibagi dalam 4-6 kali pemberian/hari pada orang dewasa
dan pada anak < 5 tahun diberikan 50 mg/kgBB dibagi
ii.

dalam 4-6 kali pemberian/hari.


Faringitis bakterial

Infeksi grup A streptokokus beta hemolitikus


merupakan penyebab faringitis akut pada orang dewasa
(15%) dan pada anak (30%).
Gejala dan tanda
Nyeri kepala yang hebat, muntah, kadang-kadang
disertai demam dengan suhu yang tinggi, jarang disertai
batuk.
Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar, faring
dan

tonsil

hiperemis

dan

terdapat

eksudat

di

permukaannya. Beberapa hari kemudian timbul bercak


petechiae pada palatum dan faring. Kelenjar limfa leher
anterior membesar, kenyal, dan nyeri pada penekanan.
Terapi
Antibiotik
Diberikan terutama bila diduga penyebab faringitis
akut ini grup A Streptokokus beta hemolitikus.
Penicillin G Banzatin 50.000 U/kgBB, IM dosis
tunggal, atau amoksisilin 50 mg/kgBB dosis dibagi 3
kali/hari selama 10 hari dan pada dewasa 3 x 500 mg

iii.

selama 6-10 hari atau eritromisin 4 x 500 mg/hari.


Kortikosteroid : deksametason 8-16 mg, IM, 1 kali.

Pada anak 0,08 - 0,3 mg/kgBB, IM, 1 kali.


Analgetika
Kumur dengan air hangat atau antiseptik.
Faringitis fungal
Candida dapat tumbuh di mukosa rongga mulut dan
faring.
Gejala dan tanda
Keluhan nyeri tenggorok dan nyeri menelan. Pada
pemeriksaan tampak plak putih di orofaring dan mukosa
faring lainnya hiperemis,
Pembiakan jamur dilakukan dalam agar Sabouroud
dextrosa.
Terapi
Nystatisn 100.000 - 400.000 2 kali/hari.
Analgetika

iv.

Faringitis gonorea
Hanya terdapat pada pasien yang melakukan kontak

urogenital.
Terapi
Sefalosporin generasi ke 3, ceftriakson 250 mg, IM.
b. Faringitis Kronik
Terdapat 2 bentuk yaitu faringitis kronik hiperplastik dan
faringitis kronik atrofi. Faktor predisposisi proses radang
kronik di aring ini ialah rinitis kronik, sinusitis, iritasi kronik
oleh rokok, minum alkohol, inhalasi uap yang merangsang
mukosa faring dan debu. Faktor lain penyebab terjadinya
farigitis kronik adalah pasien yang biasa bernapas melalui
mulut karena hidungnya tersumbat.
i.
Faringitis kronik hiperplastik
Pada faringitis kronik hipeplastik terjadi perubahan
mukosa dinding posterior faring. Tampak kelenjar limfa
di bawah mukosa faring dan lateral band hiperplasi. Pada
pemeriksaan tampak mukosa dinding posterior tidak rata,
bergranular.
Gejala
Pasien mengeluh mula-mula tenggorok kering gatal
dan akhirnya batuk yang bereak.
Terapi
Terapi lokal dengan melakukan kaustik faring
dengan memakai zat kimia larutan nitras argenti atau
dengan listrik (electro cauter). Pengobatan simtomatis
diberikan obat kumur atau tablet isap. Jika diperlukan
dapat diberikan obat batuk antitusif atau ekspektoran.
ii.

Penyakit di hidung dan sinus paranasal harus diobati.


Faringitis kronik atrofi
Faringitis kronik atrofi sering timbul bersamaan
dengan rinitis atrofi. Pada rinitis atrofi, udara pernapasan
tidak diatur suhu serta kelembapannya, sehingga
menimbulkan rangsangan serta infeksi pada faring.
Gejala dan tanda

Pasien mengeluh tenggorok kering dan tebal serta


mulut berbau. Pada pemeriksaan tampak mukosa faring
ditutupi oleh lendir yang kental dan bila diangkat tampak
mukosa kering.
Terapi
Pengobatan ditujukan pada rinitis atrofinya dan
untuk faringitis kronik atrofi ditambahkan dengan obat
kumur dan menjaga kebersihan mulut.
c. Faringitis Spesifik
i.
Faringitis luetika
Treponema palidum dapat menimbulkan ifeksi di
daerah faring seperti juga penyakit lues di organ lain.
Gambaran kliniknya tergantung pada stadium penyakit
primer, sekunder, atau tertier.
Stadium primer
Kelainan pada stadium primer terdapat pada lidah,
palatum mole, tonsil dan dinding posterior faring
berbentuk

bercak

keputihan.

Bila

infeksi

terus

berlangsung maka timbul ulkus pada daerah faring


seperti lkus pada genitalia yaitu tidak nyeri. Juga
didapatkan pembesaran kelenjar mandibula yang tidak
nyeri tekan.
Stadium sekunder
Stadium ini sangat jarang ditemukan. Terdapat
eritema pada dinding faring yang menjalar ke arah laring.
Stadium tertier
Pada stadium ini terdapat guma. Predileksinya pada
tonsil dan palatum. Jarang pada dinding posterior faring.
Guma pada dinding posterior faring dapat meluas ke
vertebra servikal dan bila pecah dapat menyebabkan
kematian. Guma yang terdapat di palatum mole, bia
sembuh akan terbentuk jaringan parut yang dapat
menimbulkan
permanen.

gangguan

fungsi

palatum

secara

Diagnosis

ditegakkan

dengan

pemeriksaan

serologik. Terapi penisilin dalam dosis tinggi merupakan


ii.

obat pilihan utama.


Faringitis tuberkulosis
Faringitis tuberkulosis merupakan proses sekunder
dari tuberkulosis paru. Pada infeksi kuman tahan asam
jenis bovinum dapat timbul tuberkulosis farinfg primer.
Cara infeksi eksogen yaitu kontak dengan sputum yang
mengandung kuman atau inhalasi kuman melalui udara.
Cara infeksi endogen yaitu penyebaran melalui darah
pada tuberkulosis miliaris. Bila infeksi timbul secara
hematogen maka tonsil dapat terkena pada kedua sisi dan
lesi sering ditemukan pada dinding posterior faring,
arkus faring anterior, dinding lateral hipofaring, palatum
mole dan palatum durum. Kelenjar regional leher
membengkak. Saat ini juga penyebaran secara limfogen.
Gejala
Keadaan umum pasien buruk karena anoreksi dan
odinofagia. Pasien mengeluh nyeri yang ebat di
tenggorok, nyeri di telinga atau otalgia serta pembesaran
kelenjar limfa sevikal.
Diagnosis
Untuk
menegakkan

diagnosis

diperlukan

pemeriksaan septum basil tahan asam, foto toraks untuk


melihat adanya tuberkulosis paru dan biopsi jaringan
yang terinfeksi untuk menyingkirkan proses keganasan
serta mencarikuman basil tahan asam di jaringan.
Terapi
Sesuai dengan terapi tuberkulosis paru.
f. Diagnosis dari keluhan pasien
Dignosis pada keluhan pasien adalah infeksi saluran pernapasan atas
(ISPA). ISPA pada pasien mengenai beberapa organ secara bersamaan

sehingga terjadi faringitis akut bakterial, laringitis akut, dan tonsilitis


akut bakterial secara bersamaan.
g. Penatalaksanaan dan Edukasi
1) Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang diberikan dokter kepada pasien meliputi :
a) Antibiotik, terutama golongan penicilin
b) Kortikosteroid, untuk mengurangi edema dan inflamasi
c) Analgetik, untuk mengurangi rasa nyeri
d) Antipiretik, jika pasien disertai panas tinggi yang
mengganggu aktivitas.
e) Obat kumur yang mengandung antiseptik
2) Edukasi
a) Perbanyak istirahat , kurangi bersuara, serta kurangi
makan makanan yang dapat menyebabkan perburukan
inflamasi

seperti

gorengan

untuk

mempercepat

kesembuhan.
b) Pencegahan : Jangan merokok, hindari asap rokok
karena rokok akan membuat tenggorokan kering dan
mengakibatkan iritasi pada pita suara, minum banyak
air karena cairan akan membantu menjaga agar lendir
yang

BAB III
KESIMPULAN
Dari pemeriksaan seorang anak dengan usia 5 tahun dengan keluhan 2
hari tidak mau makan ,karena sakit untuk menelan ,badan demam disertai suara
serak .Sakit untuk menelan atau sering disebut odinfagi dapat disebabkan oleh
adanya infeksi pada daerah faring, odinofagi sering diikuti dengan disfagia (sulit
menelan ) . Pada pemeriksaan pasien didapatkan demam yang merupakan tanda
terjadinya inflamasi. Pada pasienn juga ditemukan suara serak yag menunjukan
adanya kelainan pada daerah larynx .
Riwayat pasien sering batuk pilek dan tidur mengorok , Batuk pilek pada
pasien merupakan faktor predisposisi terjadinya infeksi akibat virus
bakteri , pada pasien didapatkan menggorok saat tidur ( snoring)

maupun
yang bias

disebabkan karena adanya sumbatan pada jalan nafas pasien seperti tumor ,polip,
hipertrofi adenoid maupun yang non jalan nafas seperti obat obatan.
Pada pemeriksaan fisik pasien mukosa pharing terdapat granuloma dan
hiperemi ,tonsil hipertrofi dan terdapat detritus ,plika vokalis edema dan
hipereremis ,pemeriksaan lab ASTO positif .Mukosa edema dan hiperemis
menujukkan adanya inflamasi didukung dengan pemeriksaan ASTO + yang
mengindikasikan adanya infeksi Streptococcus Beta Hemolyticus group A . Tosil
hipertrofi dikarenakan tonsil pharyngea merupakan salah satu dari cincin woldeyer
berisis jaringan lmpoid yang berfungsi sebagai lini pertahanan pertama apabila
tubuh terkena infeksi, granuloma menunjukkan adanya infeksi yang sudah kronik.
Jadi pada pasien positif terjadi infeksi Streptoccocus Beta Haemolyticus
group A yang menyerang saluran pernfasan atas (ISPA) , kandugan streptolisin
dari bakteri ini menyebabkan reaksi inflamasi

yang bermanifes demam dan

edema pada mukosa , karena pada pasien sudah tergolong kronik , penyebabnya
sering bakteri yang dapat ditatalaksana dengan antibiotic yang sebelumnya
dilakukan pemeriksaan swab dan pemberiannya harus mulai dari yang dosis

rendah terlebih dahulu ,untuk demam dapat ditatalaksana dengan analgesic ,dan
untuk inflamasi dapat ditatalaksana dengan kortikosteroid .

BAB IV
SARAN

Dalam diskusi tutorial ini, mahasiswa sudah cukup aktif. Namun masih
kurang dalam penelusuran literature yang valid.
Tutor sudah baik dalam menjaga situasi diskusi dan juga mengarahkan
mahasiswa. Sehingga tujuan pembelajaran yang ada dapat tercapai.

DAFTAR PUSTAKA
Anthony S. Fauci, 2008. Harrisons Internal Medicine, 17th Edition, USA,
McGraw Hill.
Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL FK UNS/RS dr Moewardi Surakarta & Tim Skill
Lab FK UNS Surakarta. 2014. Buku Pedoman Keterampilan Klinis Semester
V. FK UNS. Surakarta.
Bagian THT FK USU RSUP H.Adam Malik. 2014. Tosilitis. Fakultas Kedokteran
USU. Sumatra Utara.
Boies. Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Dan L.Longo...[et al.].2012,Harrisons Principles of Internal Medicine Volume 2
ed.18th,USA: McGraw-Hill
Dorland. 1998. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Edisi 25. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/196912052001
121-SETYO_WAHYU_WIBOWO/FISIOLOGI_BICARA_
%5BCompatibility_Mode%5D.pdf (diakses kamis, 25 september 2014.

10.00 a). Wibowo, Setyo Wahyu.2014. Fisiologi Berbicara. Universitas


Pendidikan Indonesia. Bandung
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/28894/1/embriologi%20dan
%20anatomi%20laring.pdf (diakses kamis, 25 september 2014. 07.20 am).
Sofya, Ferryan.N dr,M.kes.,Sp-THT-KL. 2014.EMBRIOLOGI, ANATOMI,
DAN FISIOLOGI LARING. Universitas Sumatra Utara.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/32286/4/Chapter%20II.pdf
(diakses kamis, 25 september 2014. 9.20 am.2014.Anatomi Jalan Napas BAB
II Tinjauan Pustaka Teknik Intubasi. Universitas Sumatra Utara.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40128/4/Chapter%20II.pdf
(diakses kamis, 25 september 2014. 07.00 am).2014. anatomi faring BAB II
Tinjauan Pustaka Faringitis. Universitas Sumatra Utara.
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/003522.htm
http://www.scribd.com/doc/178396903 (diakses jumat, 26 september 2014. 5.17
am).2014. Laporan Tutorial Skenario 3. Fakultas Kedokteran Sebelas
Maret.Surakarta.
Sherwood, L. 2001. Fisiologi Manusia;dari Sel ke Sistem. Edisi 2.Jakarta;EGC

Soepardi, E.A. dan Iskandar, N.H. Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT-KL, Edisi 5.
Jakarta: Balai penerbit FKUI.

Anda mungkin juga menyukai