Anda di halaman 1dari 18

TINJAUAN PUSTAKA

FARINGITIS

Definisi

Faringitis adalah sindroma inflamsi yang terjadi pada faring yang disebabkan oleh
berbagai jenis mikroorganisme. Faringitis dapat merupakan gejala infeksi umum dari saluran
nafas bagian atas atau merupakan suatu infeksi lokal yang spesifik di faring. Jaringan yang
mungkin terlibat antara lain orofaring, nasofaring, hipofaring, tonsil dan adenoid (1)

Anatomi Faring

Faring adalah suatu kantong fibromuskuler yang berbentuk seperti corong dengan
bagian atas yang besar dan bagian bawah yang sempit. Faring merupakan ruang utama traktus
resporatorius dan traktus digestivus. Kantong fibromuskuler ini mulai dari dasar tengkorak dan
terus menyambung ke esophagus hingga setinggi vertebra servikalis ke-6. Ke atas, faring
berhubungan dengan rongga hidung melalui koana, ke depan berhubungan dengan rongga
mulut melalui isthmus orofaring, sedangkan dengan laring di bawah berhubungan melalui
auditus laring dan ke bawah berhubungan dengan esofagus.

Panjang dinding posterior faring pada orang dewasa ±14 cm dan bagian ini
merupakan bagian dinding faring yang terpanjang. Dinding faring dibentuk oleh selaput lendir,
fasia faringobasiler, pembungkus otot dan sebagian fasia bukofaringeal.

Otot - otot faring tersusun dalam lapisan melingkar (sirkular) dan memanjang
(longitudinal). Otot-otot yang sirkular terdiri dari M.Konstriktor faring superior, media dan
inferior. Otot-otot ini terletak ini terletak di sebelah luar dan berbentuk seperti kipas dengan
tiap bagian bawahnya menutupi sebagian otot bagian atasnya dari belakang. Di sebelah depan,
otot- otot ini bertemu satu sama lain dan di belakang bertemu pada jaringan ikat. Kerja otot
konstriktor ini adalah untuk mengecilkan lumen faring dan otot-otot ini dipersarafi oleh Nervus
Vagus.
Otot-otot faring yang tersusun longitudinal terdiri dari M.Stilofaring dan
M.Palatofaring. letak otot-otot ini di sebelah dalam. M.Stilofaring gunanya untuk melebarkan
faring dan menarik laring, sedangkan M.Palatofaring mempertemukan ismus orofaring dan
menaikkan bagian bawah faring dan laring. Kedua otot ini bekerja sebagai elevator, kerja kedua
otot ini penting pada waktu menelan.

M.Stilofaring dipersarafi oleh Nervus Glossopharyngeus dan M.Palatofaring


dipersarafi oleh Nervus Vagus. Pada Palatum mole terdapat lima pasang otot yang dijadikan
satu dalam satu sarung fasia dari mukosa yaitu M.Levator veli palatini, M.Tensor veli palatine,
M.Palatoglosus, M.Palatofaring dan M.Azigos uvula.

M.Levator vela palatine membentuk sebagian besar palatum mole dan kerjanya untuk
menyempitkan ismus faring dan memperlebar ostium tuba Eustachius dan otot ini dipersarafi
oleh Nervus Vagus. M.Tensor veli palatini membentuk tenda palatum mole dan kerjanya untuk
mengencangkan bagian anterior palatum mole dan membuka tuba Eustachius dan otot ini
dipersarafi oleh Nervus Vagus. M. Palatoglosus membentuk arkus anterior faring dab kerjanya
menyempitkan ismus faring. M.Palatofaring membentuk arkus posterior faring. M.Azigos
uvula merupakan otot yang kecil dan kerjanya adalah memperpendek dan menaikkan uvula ke
belakang atas.

Faring mendapat darah dari beberapa sumber dan kadang-kadang tidak beraturan.
Yang utama berasal dari cabang arteri karotis eksterna (cabang faring asendens dan cabang
fausial) serta dari cabang arteri maksila interna yakni cabang palatine superior. Persarafan
motorik dan sensorik daerah faring berasal dari pleksus faring yang ekstensif.

Pleksus ini dibentuk oleh cabang faring dari Nervus Vagus, cabang dari Nervus
Glossopharyngeus dan serabut simpatis. Cabang faring dari Nervus Vagus berisi serabut
motorik. Dari pleksus faring yang ekstensif ini keluar cabang-cabang untuk otot-otot faring
kecuali M.Stilofaring yang dipersarafi langsung oleh cabang Nervus Glossopharyngeus.

Aliran limfa dari dinding faring dapat melalui 3 saluran, yakni superior, media dan
inferior. Saluran limfa superior mengaalir ke kelenjar getah bening retrofaring dan kelenjar
getah bening servikal dalam atas. Saluran limfa media mengalir ke kelenjar getah bening
jugulodigastrik dan kelenjar servikal dalam atas, sedangkan saluran limfa inferior mengalir ke
kelenjar getah bening servikal dalam bawah.

Berdasarkan letaknya maka faring dapat dibagi menjadi Nasofaring, Orofaring dan
Laringofaring (Hipofaring).

Nasofaring merupakan bagian tertinggi dari faring, adapun batas-batas dari nasofaring
ini antara lain :

- batas atas : Basis Kranii

- batas bawah : Palatum mole

- batas depan : rongga hidung

- batas belakang : vertebra servikal


Nasofaring yang relatif kecil mengandung serta berhubungan erat dengan beberapa
struktur penting seperti adenoid, jaringan limfoid pada dinding lateral faring dengan resesus
faring yang disebut fossa Rosenmuller, kantong ranthke, yang merupakan invaginasi struktur
embrional hipofisis serebri, torus tubarius, suatu refleksi mukosa faring di atas penonjolan
kartilago tuba Eustachius, koana, foramen jugulare, yang dilalui oleh Nervus
Glossopharyngeus, Nervus Vags dan Nervus Asesorius spinal saraf cranial dan vena jugularis
interna, bagian petrosus os temporalis dan foramen laserum dan muara tuba Eustachius.

Orofaring disebut juga mesofaring, karena terletak diantara nasofaring dan


laringofaring. Dengan batas-batas dari orofaring ini antara lain, yaitu :

- batas atas : palatum mole

- batas bawah : tepi atas epiglottis

- batas depan : rongga mulut

- batas belakang : vertebra servikalis

Struktur yang terdapat di rongga orofaring adalah dinding posterior faring, tonsil palatine, fosa
tonsil serta arkus faring anterior dan posterior, uvula, tonsil lingual dan foramen sekum.

Laringofaring (hipofaring) merupakan bagian terbawah dari faring. Dengan batas-


batas dari laringofaring antara lain, yaitu :

- batas atas : epiglotis

- batas bawah : kartilago krikodea

- batas depan : laring

- batas belakang : vertebra servikalis

Ada dua ruang yang berhubungan dengan faring yang secara klinik mempunyai arti
penting yaitu ruang retrofaring dan ruang parafaring. Dinding anterior Ruang retrofaring
(retropharyngeal space) adalah dinding belakang faring yang terdiri dari mukosa faring, fasia
faringobasilaris dan otot-otot faring. Ruang ini berisi jaringan ikat jarang dan fasia
prevetebralis. Ruang ini mulai dari dasar tengkorak di bagian atas sampai batas paling bawah
dari fasia servikalis. Serat-serat jaringan ikat di garis tengah mengikatnya pada vertebra. Di
sebelah lateral ruang ini berbatasan dengan fosa faringomaksila.
Ruang parafaring (fosa faringomaksila) merupakan ruang berbentuk kerucut dengan
dasarnya terletak pada dasar tengkorak dekat foramen jugularis dan puncaknya ada kornu
mayus os hyoid. Ruang ini dibatasi di bagian dalam oleh M.Konstriktor faring superior, batas
luarnya adalah ramus asendens mandibula yang melekat dengan M.Pterigoid interna dan
bagian posterior kelenjar parotis. Fosa ini dibagi menjadi dua bagian yang tidak sama besarnya
oleh os stiloid dengan otot yang melekat padanya. Bagian anterior (presteloid) adalah bagian
yang lebih luas dan dapat mengalami proses supuratif. Bagian yang lebih sempit di bagian
posterior (post stiloid) berisi arteri karotis interna, vena jugularis interna, Nervus vagus yang
dibungkus dalam suatu sarung yang disebut selubung karotis (carotid sheat). Bagian ini
dipisahkan dari ruang etrofaring oleh suatu lapisan fasia yang tipis.

Fisiologi Faring

Fungsi faring yang terutama adalah ialah untuk respirasi, pada waktu menelan,
resonansi suara dan artikulasi.

Fungsi Menelan

Proses menelan dibagi menjadi 3 fase, yaitu : fase oral, fase faringeal dan fase
esophagus yang terjadi secara berkesinambungan. Pada proses menelan akan terjadi hal-hal
sebagai berikut:

a. Pembentukan bolus makanan dengan ukuran dan konsistensi yang baik

b. Upaya sfingetr mencegah terhamburnya bolus selama fase menelan

c. Mempercepat masuknya bolus makanan ke dalam faring pada saat respirasi

d. Mencegah masuknya makanan dan minuman ke dalam nasofaring dan laring

e. Kerjasama yang baik dari otot-otot di rongga mulut untuk mendorong bolus makanan ke arah
lambung

f. Usaha untuk membersihkan kembali esofagus


Fase oral terjadi secara sadar. Makanan yang telah dikunyah dan bercampur dengan
air liur akan membentuk bolus makanan. Bolus ini akan bergerak dari rongga mulut melalui
dorsum lidah, terletak di tengah lidah akibat kontraksi otot intrinsic lidah.

Kontraksi M.Levator veli palatine mengakibatkan rongga pada lekukan dorsum lidah
diperluas, palatum mole terangkat dan bagian atas dinding posterior faring (Passavant’s ridge)
akan terangkat pula. Bolus terdorong ke posterior karena lidah terangkat ke atas. Bersamaan
dengan ini terjadi penutupan nasofring sebagai akibat kontraksi M.Levator veli palatine.
Selanjutnya terjadi kontraksi M.Paltoglossus yang menyebabkan ismus fausium tertutup,
diikuti oleh kontraksi M.Palatofaring, sehingga bolus makanan tidak akan berbalik ke rongga
mulut.

Fase faringeal terjadi secara reflex pada akhir fase oral, yaitu perpindahan bolus
makanan dari faring ke esophagus. Faring dan laring bergerak ke atas oleh kontraksi
M.Stilofaring, M.Tirohioid dan M.Palatofaring. Aditus laring tertutup oleh epiglottis,
sedangkan ketiga sfingter laring, yaitu plika ariepligotika, plika ventrikularis dan plika vokalis
tertutup karena kontraksi M.Ariepliglotika dan M.Aritenoid obligus. Bersamaan dengan ini
terjadi juga penghentian aliran udara ke laring karena reflex yang menghambat pernapasan,
sehingga bolus makanan akan meluncur kea rah esophagus, karena valekula dan sinus
piriformis sudah dalam keadaan lurus.

Fase esophageal ialah fase oerpindahan bolus makanan dari esophagus ke lambung.
Dalam keadaan istirahat introitus esophagus selalu tertutup. Dengan adanya rangsangan bolus
makanan pada akhir fase faringeal, maka terjadi relaksasi M.Krikofaring, sehingga introitus
esophagus terbuka dan bolus makanan masuk ke dalam esophagus.

Setelah bolus makanan lewat, maka sfingter akan berkontraksi lebih kuat, melebihi
tonus introitus esophagus pada saat istirahat, sehingga makanan tidak akan kembali ke faring.
Dengan demikian refluks dapat dihindari. Gerak bolus makanan di esophagus bagian atas
masih dipengaruhi oleh kontraksi M.Konstriktor faring inferior pada akhir fase faringeal.
Selanjutnya bolus makanan akan didorong ke distal oleh gerakan peristaltic esophagus.
Dalam keadaan istirahat sfingter esophagus bagian bawah selalu tertutup dengan
tekanan rata-rata 8mmHg lebih dari tekanan di dalam lambung sehingga tidak akan terjadi
regurgitasi isi lambung. Pada akhir fase esofagal sfingter ini akan terbuka secara reflex ketika
dimulainya peristaltic esophagus servikal untuk mendorong bolus makanan ke distal.
Selanjutnya setelah bolus makanan lewat maka sfingter ini akan menutup kembali.

Fungsi Faring dalam Bicara

Pada saat berbicara dan menelan terjadi gerakan terpadu dari otot-otot palatum dan
faring. Gerakan ini antara lain berupa pendekatan palatum mole kearah dinding belakang
faring. Gerakan penutupan ini terjadi sangat cepat dan melibatkan mula-mula
M.Salpingofaring dan M.Palatofaring, kemudian M.Levator veli palatine bersama-sama
M.Konstriktor faring superior.

Pada gerakan penutupan nasofaring M.Levator veli palatine menarik paltum mole ke
atas belakang hampIr mengenai dinding posterior faring. Jarak yang tersisa ini diisi oleh
tonjolan (fold of) Passavant pada dinding belakang faring yang terjadi akibat 2 macam
mekanisme, yaitu pengangkatan faring sebagai hasil gerakann M.Palatofaring (bersama
M.Salpingofaring) dan oleh kontraksi aktif M.Konstriktor faring superior. Mungkin kedua
gerakan ini bekerja tidak
pada waktu yang bersamaan. Ada yang berpendapat bahwa tonjolan Passavant ini menetap
pada periode fonasi tetapi ada pula pendapat yang mengatakan tonjolan ini timbul dan hilang
secara cepat bersamaan dengan gerakan palatum.

Epidemiologi

- Frekuensi
Faringitis memberikan konstribusi 40 juta kunjungan penderita berobat ke tenaga
kesehatan tiap tahunnya. Sebagian besar anak-anak dan orang dewasa mengalami 3-5
infeksi saluran nafas atas (termasuk didalamnya faringitis akut) tiap tahunnya.

- Mortalitas
Faringitis akut merupakan salah satu penyebab terbesar absensi anak di sekolah dan
absensi di tempat kerja bagi orang dewasa.

- Ras
Faringitis mengenai semua golongan ras dan suku bangsa secara merata.

- Jenis Kelamin
Faringitis akut mengenai kedua jenis kelamin dalam komposisi yang sama.

- Usia
Faringitis akut mengenai semua golongan usia, tetapi yang terbesar mengenai anak-
anak.(1,6)

Etiologi

Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang dapat disebabkan akibat infeksi
maupun non infeksi. Banyak microorganism yang dapat menyebabkan faringitis, virus (40-
60%) bakteri (5-40%). Respiratory viruses merupakan penyebab faringitis yang paling banyak
teridentifikasi dengan Rhinovirus (±20%) dan coronaviruses (±5%). Selain itu juga ada
Influenza virus, Parainfluenza virus, adenovirus, Herpes simplex virus type 1&2, Coxsackie
virus A, cytomegalovirus dan Epstein-Barr virus (EBV). Selain itu infeksi HIV juga dapat
menyebabkan terjadinya faringitis.
Faringitis yang disebabkan oleh bakteri biasanya oleh grup S.pyogenes dengan 5-15%
penyebab faringitis pada orang dewasa. Group A streptococcus merupakan penyebab faringitis
yang utama pada anak-anak berusia 5-15 tahun, ini jarang ditemukan pada anak berusia
<3tahun. Bakteri penyebab faringitis yang lainnya (<1%) antara lain Neisseria gonorrhoeae,
Corynebacterium diptheriae, Corynebacterium ulcerans, Yersinia eneterolitica dan Treponema
pallidum, Mycobacterium tuberculosis.

Faringitis dapat menular melalui droplet infection dari orang yang menderita
faringitis. Faktor resiko penyebab faringitis yaitu udara yang dingin, turunnya daya tahan
tubuh, konsumsi makanan yang kurang gizi, konsumsi alkohol yang berlebihan.

PATHOGEN

Viral

• Rhinovirus (100 types and 1 subtype)

• Coronavirus (3 or more types)

• Adenovirus (types 3, 4,7, 14 and 21)

• Herpes simplex virus (types 1 and 2)

• Parainfluenza virus (types 1-4)

• Influenzavirus (types A and B)

• Coxsackivirus A (types 2, 4-6, 8 and 10)

• Epstein-Barr virus

• Cytomegalovirus

• Human immunodeficiency virus type I

Bacterial

• Streptococcus pyogenes (group A b-hemolytic streptococci)

• Group C b-hemolytic streptococci

• Neisseria gonorrhoeae
• Corynebacterium diphtheria

• Arcanobacterium haemolyticum

Chlamydial

• Chlamydia penumoniae

Mycoplasmal

• Mycoplasma pneumoniae

Tabel 1. Berbagai etiologi faringitis akut

Persentase dari etiologi faringitis akut dapat dilihat pada tabel di bawah

Tabel 2. Persentase etiologi faringitis akut


Patogenesis

Pada faringitis yang disebabkan infeksi, bakteri ataupun virus dapat secara langsung
menginvasi mukosa faring menyebabkan respon inflamasi lokal. Kuman menginfiltrasi lapisan
epitel, kemudian bila epitel terkikis maka jaringan limfoid superfisial bereaksi, terjadi
pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit polimorfonuklear. Pada stadium awal terdapat
hiperemi, kemudian edema dan sekresi yang meningkat. Eksudat mula-mula serosa tapi
menjadi menebal dan kemudian cendrung menjadi kering dan dapat melekat pada dinding
faring. Dengan hiperemi, pembuluh darah dinding faring menjadi lebar. Bentuk sumbatan yang
berwarna kuning, putih atau abu-abu terdapat dalam folikel atau jaringan limfoid. Tampak
bahwa folikel limfoid dan bercak-bercak pada dinding faring posterior, atau terletak lebih ke
lateral, menjadi meradang dan membengkak. Virus-virus seperti Rhinovirus dan Coronavirus
dapat menyebabkan iritasi sekunder pada mukosa faring akibat sekresi nasal.

Infeksi streptococcal memiliki karakteristik khusus yaitu invasi lokal dan pelepasan
extracellular toxins dan protease yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang hebat
karena fragmen M protein dari Group A streptococcus memiliki struktur yang sama dengan
sarkolema pada myocard dan dihubungkan dengan demam rheumatic dan kerusakan katub
jantung. Selain itu juga dapat menyebabkan akut glomerulonefritis karena fungsi glomerulus
terganggu akibat terbentuknya kompleks antigen-antibodi.

Klasifikasi Faringitis

Faringitis Akut

a. Faringitis Viral

Rinovirus menimbulkan gejala rhinitis dan beberapa hari kemudian akan


menimbulkan faringitis. Demam disertai rinorea, mual, nyeri tenggorokan dan sulit menelan.
Pada pemeriksaan tampak faring dan tonsil hiperemis. Virus influenza, Coxsachievirus, dan
cytomegalovirus tidak menghasilkan eksudat. Coxsachievirus dapat menimbulkan lesi
vesicular di orofaring dan lesi kulit berupa maculopapular rash.
Adenovirus selain menimbulkan gejala faringitis, juga menimbulkan gejala
konjungtivitis terutama pada anak. Epstein-Barr virus (EBV) menyebabkan faringitis yang
disertai produksi eksudat pada faring yang banyak. Terdapat pembesaran kelenjar limfa di
seluruh tubuh terutama retroservikal dan hepatosplenomegali. Faringitis yang disebabkan HIV
menimbulkan keluhan nyeri tenggorok, nyeri menelan, mual dan demam. Pada pemeriksaan
tampak faring hiperemis, terdapat eksudat, limfadenopati akut di leher dan pasien tampak
lemah.

b. Faringitis Bakterial

Nyeri kepala yang hebat, muntah, kadang-kadang disertai demam dengan suhu yang
tinggi dan jarang disertai dengan batuk. Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar, faring dan
tonsil hiperemis dan terdapat eksudat di permukaannya. Beberapa hari kemudian timbul bercak
petechiae pada palatum dan faring. Kelenjar limfa leher anterior membesar, kenyal dan nyeri
pada penekanan.
Faringitis akibat infeksi bakteri streptococcus group A dapat diperkirakan dengan
menggunakan Centor criteria, yaitu :

1. Demam
2. Anterior Cervical lymphadenopathy
3. Tonsillar exudates
4. Absence of cough

Tiap kriteria ini bila dijumpai diberi skor 1. bila skor 0-1 maka pasien tidak mengalami
faringitis akibat infeksi streptococcus group A, bila skor 1-3 maka pasien memiliki kemungkian
40% terinfeksi streptococcus group A dan bila skor 4 pasien memiliki kemungkinan 50%
terinfeksi streptococcus group A.

c. Faringitis Fungal

Keluhan nyeri tenggorokan dan nyeri menelan. Pada pemeriksaan tampak plak putih
di orofaring dan mukosa faring lainnya hiperemis.

Faringitis Kronik

Terdapat dua bentuk faringitis kronik yaitu faringitis kronik hiperplastik dan faringitis
kronik atrofi. Faktor predisposisi proses radang kronik di faring adalah rhinitis kronik, sinusitis,
iritasi kronik oleh rokok, minum alcohol, inhalasi uap yang merangsang mukosa faring dan
debu. Faktor lain penyebab terjadinya faringitis kronik adalah pasien yang bernafas melalui
mulut karena hidungnya tersumbat.

a. Faringitis Kronik Hiperplastik

Pasien mengeluh mula-mula tenggorok kering gatal dan akhirnya batuk yang bereak.
Pada faringitis kronik hiperplastik terjadi perubahan mukosa dinding posterior faring. Tampak
kelenjar limfa di bawah mukosa faring dan lateral band hiperplasi. Pada pemeriksaan tampak
mukosa dinding posterior tidak rata dan berglanular.

b. Faringitis Kronik Atrofi

Faringitis kronik atrofi sering timbul bersamaan dengan rhinitis atrofi. Pada rhinitis
atrofi, udara pernafasan tidak diatur suhu serta kelembapannya sehingga menimbulkan
rangsangan serta infeksi pada faring. Pasien umumnya mengeluhkan tenggorokan kering dan
tebal serta mulut berbau. Pada pemeriksaan tampak mukosa faring ditutupi oleh lender yang
kental dan bila diangkat tampak mukosa kering.

Gejala Klinis

Gejala dan tanda yang ditimbulkan faringitis tergantung pada mikroorganisme yang
menginfeksi. Secara garis besar faringitis menunjukkan tanda dan gejala gejala seperti

1. Gatal dan kering pada tenggorokkan


2. Suhu tubuh naik sampai mencapai 400 C
3. Rasa lesu dan nyeri disendi
4. Tidak nafsu makan (anoreksia)
5. Rasa nyeri ditelinga (otalgia)
6. Bila laring terkena suara menjadi parau atau serak
7. Pada pemeriksaan tampak faring hiperemis,dan menjadi kering, gambaran seperti kaca
dan dilapisi oleh sekresi mukus.
8. Jaringan limpoid biasanya tampak merah dan membengkak (1,4,5,6)

Diagnosis

Untuk menegakkan diagnosis faringitis dapat dimulai dari anamnesa yang cermat dan
dilakukan pemeriksaan temperature tubuh dan evaluasi tenggorokan, sinus, telinga, hidung dan
leher. Pada faringitis dapat dijumpai faring yang hiperemis, eksudat, tonsil yang membesar dan
hiperemis, pembesaran kelenjar getah bening di leher.

Diagnosa Banding (5)

1. Mononukleus infeksiosa
2. Tonsilitis difteri
3. Scarlet fever
4. Angina agranulositosis
5. Tonsilitis kronis
Penatalaksanaan (5)

- Antibiotika golongan penisilin atau sulfonamida selama lima hari


- Antipiretik
- Obat kumur atau obat hisap dengan desinfektan
- Bila alergi dengan penisilin dapat diberikan eritromisin atau klindamisin

Prognosis

Prognosis penyakit ini umumnya baik bila penyakit cepat diketahui dan diterapi dengan
tepat dan dapat sembuh dengan sempurna. Akan tetapi bila pasien datang terlambat dan
penyakit sudah berlanjut maka prognosis akan kurang baik.(6)
LAPORAN KASUS
FARINGITIS

IDENTITAS PASIEN
Nama : IR
Umur : 29 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Bangsa/suku : Makassar
Agama : Islam
Alamat : Desa Aeng Towa, Galesong Utara
Tanggal Pemeriksaan : 3 Oktober 2014

ANAMNESIS
Keluhan utama : Demam
Anamnesis terpimpin :Dialami sejak ± 2hari yang lalu, hilang timbul terutama malam hari,
mual (-), muntah (+), batuk (+), lender (-), nyeri menelan (+). Pasien malas makan dan minum.
BAB & BAK : lancar
Riwayat penyakit sebelumnya : (-)
Riwayat penyakit keluarga : (-)

PEMERIKSAAN FISIS
Status Present :
BB : 54 kg
TB : 155 cm
Sakit sedang/composmentis/gizi cukup
Tanda vital :
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 90 x/menit
Pernapasan : 18 x/menit
Suhu : 380C (axilla)
Pemeriksaan fisis
Kepala : anemis (-), sianosis (-), ikterus (-)
Leher : Phaynx hiperemis
Thorax : BP:vesikuler, BT : Rh -/-, Wh -/-
Cor : SI/II reguler, murni
Abdomen : Peristaltik (+) kesan normal
Ekstremitas : tidak ada kelainan

Pemeriksaan Faring

Pengukuran lebar saluran udara pharynx Perempuan Laki-laki


atas dan bawah Saluran Udara
SD SD
Pharynx atas (mm) 17.4 3.4 17.4 4.3
Pharynx bawah (mm) 11.3 3.3 13.5 4.3

DIAGNOSIS
Faringitis akut

PENATALAKSANAAN
Farmakologis :

1. Paracetamol syrup 3x1 sendok teh


2. Glyceril Guaicolate (GG) 3x1 tablet
3. Chlorpheramin Maleat (CTM) 3x1 tablet
4. Vit B Kompleks 3x1 tablet

Non farmakologis :

1. Istirahat cukup
2. Makan makanan yang bersih dan hygine
3. Menghindari makan makanan yang terlalu panas/dingin
4. Mencuci tangan sebelum makan

KESIMPULAN
Faringitis adalah keadaan inflamasi pada struktur mukosa, submukosa tenggorokan.
Jaringan yang mungkin terlibat antara lain orofaring, nasofaring, hipofaring, tonsil dan
adenoid. Faringitis dapat menular melalui droplet infection dari orang yang menderita
faringitis. Faktor resiko penyebab faringitis yaitu udara yang dingin, turunnya daya tahan
tubuh, konsumsi makanan yang kurang gizi, konsumsi alkohol yang berlebihan.

Gejala dan tanda yang ditimbulkan faringitis tergantung pada mikroorganisme yang
menginfeksi. Secara garis besar faringitis menunjukkan tanda dan gejala-gejala seperti lemas,
anorexia, suhu tubuh naik, suara serak, kaku dan sakit pada otot leher, faring yang hiperemis,
tonsil membesar, pinggir palatum molle yang hiperemis, kelenjar limfe pada rahang bawah
teraba dan nyeri bila ditekan dan bila dilakukan pemeriksaan darah mungkin dijumpai
peningkatan laju endap darah dan leukosit. Untuk menegakkan diagnosis faringitis dapat
dimulai dari anamnesa yang cermat dan dilakukan pemeriksaan temperature tubuh dan evaluasi
tenggorokan, sinus, telinga, hidung dan leher. Pada faringitis dapat dijumpai faring yang
hiperemis, eksudat, tonsil yang membesar dan hiperemis, pembesaran kelenjar getah bening di
leher.

Terapi faringitis tergantung pada penyebabnya. Bila penyebabnya adalah bakteri


maka diberikan antibiotik dan bila penyebabnya adalah virus maka cukup diberikan analgetik
dan pasien cukup dianjurkan beristirahat dan mengurangi aktivitasnya. Dengan pengobatan
yang adekuat umumnya prognosis pasien dengan faringitis adalah baik dan umumnya pasien
biasanya sembuh dalam waktu 1-2 minggu.

Anda mungkin juga menyukai