90% dari total kasus diabetes merupakan diabetes tipe 2. Diabetes tipe 2 umumnya
terjadi pada orang dewasa, namun beberapa tahun terakhir juga ditemukan pada anak-
anak dan remaja. Hal ini berkaitan erat dengan pola diet tidak seimbang dan kurang
aktivitas fisik yang membuat anak memiliki berat badan berlebih atau obesitas.
Orang yang hidup dengan diabetes tipe 2 memiliki gejala yang begitu ringan.
Penderita tidak akan menyadari kondisi kesehatannya tengah terganggu dalam jangka
waktu yang lama, sehingga penyakit ini pun cenderung terabaikan. Namun penyakit
diabetes tipe 2 akan diam-diam merusak fungsi berbagai organ tubuh dan
menyebabkan berbagai komplikasi serius seperti penyakit kardiovaskular, kebutaan,
gagal ginjal, dan amputasi anggota tubuh bagian bawah. Diabetes yang tidak
ditanggulangi segera dapat menyebabkan penurunan produktivitas, disabilitas dan
kematian dini.
Orang tua memegang peranan penting dalam melindungi keluarga dari diabetes.
Orang tua sebaiknya memperhatikan faktor gaya hidup tidak sehat yang menjadi
pemicu diabetes tipe 2, antara lain jumlah asupan energi yang berlebih, kebiasaan
mengonsumsi jenis makanan dengan kepadatan energi yang tinggi (tinggi lemak dan
gula, kurang serat), jadwal makan tidak teratur, tidak sarapan, kebiasaan mengemil,
teknik pengolahan makanan yang salah (banyak menggunakan minyak, gula, dan
santan kental), serta kurangnya aktivitas fisik yang diakibatkan kemajuan teknologi
dan tersedianya berbagai fasilitas yang memberikan berbagai kemudahan bagi
sebagian besar masyarakat.
Masalah:
1. Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang bahaya Diabetes Mellitus
2. Pengobatan yang kurang optimal
3. Mudahnya mendapatkan obat yang seharusnya tidak bisa didapatkan tanpa adanya resep
dokter
Pelaksanaan
Penyuluhan ini diadakan bersamaan dengan kegiatan PromKes PHBS pada tanggal 2 Maret 2021
Kegiatan diawali dengan penyuluhan dan dilanjut dengan diskusi tanya jawab
Masalah:
1. Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang bahaya Hipertensi dan Stroke
2. Pengobatan yang kurang optimal
3. Mudahnya mendapatkan obat yang seharusnya tidak bisa didapatkan tanpa adanya resep
dokter
Pelaksanaan
Penyuluhan ini diadakan bersamaan dengan kegiatan PromKes PHBS pada tanggal 3 Maret 2021
Kegiatan diawali dengan penyuluhan dan dilanjut dengan diskusi tanya jawab
Coronavirus adalah kumpulan virus yang bisa menginfeksi sistem pernapasan. Pada
banyak kasus, virus ini hanya menyebabkan infeksi pernapasan ringan, seperti flu. Namun, virus
ini juga bisa menyebabkan infeksi pernapasan berat, seperti infeksi paru-paru (pneumonia).
Virus ini menular melalui percikan dahak (droplet) dari saluran pernapasan, misalnya
ketika berada di ruang tertutup yang ramai dengan sirkulasi udara yang kurang baik atau kontak
langsung dengan droplet.
Selain virus SARS-CoV-2 atau virus Corona, virus yang juga termasuk dalam kelompok
ini adalah virus penyebab Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) dan virus
penyebab Middle-East Respiratory Syndrome (MERS). Meski disebabkan oleh virus dari
kelompok yang sama, yaitu coronavirus, COVID-19 memiliki beberapa perbedaan dengan SARS
dan MERS, antara lain dalam hal kecepatan penyebaran dan keparahan gejala.
Bila Anda memerlukan pemeriksaan COVID-19, klik tautan di bawah ini agar Anda
dapat diarahkan ke fasilitas kesehatan terdekat:
Virus Corona yang menyebabkan COVID-19 bisa menyerang siapa saja. Menurut data
yang dirilis Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Republik Indonesia, jumlah kasus
terkonfirmasi positif hingga 1 Maret 2021 adalah 1.334.634 orang dengan jumlah kematian
36.166 orang. Tingkat kematian (case fatality rate) akibat COVID-19 adalah sekitar 2,7%.
Jika dilihat dari persentase angka kematian yang di bagi menurut golongan usia, maka
kelompok usia 46-59 tahun memiliki persentase angka kematian yang lebih tinggi dibandingkan
golongan usia lainnya.
Sedangkan berdasarkan jenis kelamin, 56,4% penderita yang meninggal akibat COVID-
19 adalah laki-laki dan 43,6% sisanya adalah perempuan.
Masalah:
1. Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang bahaya Covid-19
2. Pengobatan yang kurang optimal, serta penelitian yang masih berlangsung
3. Banyak informasi hoax yang beredar dan banyak masyarakat percaya dengan hoax tersebut
3. Mudahnya mendapatkan obat yang seharusnya tidak bisa didapatkan tanpa adanya resep
dokter
Pelaksanaan
Penyuluhan ini diadakan bersamaan dengan kegiatan PromKes PHBS pada tanggal 6 Maret 2021
Kegiatan diawali dengan penyuluhan dan dilanjut dengan diskusi tanya jawab
Salah satu langkah dalam pencapaian target MDGs (Goal ke-4) adalah menurunkan kematian
anak menjadi 2/3 bagian dari tahun 1990 sampai pada 2015. Berdasarkan Survei Kesehatan
Rumah Tangga (SKRT), Studi Mortalitas dan Riset Kesehatan Dasar dari tahun ke tahun
diketahui bahwa diare masih menjadi penyebab utama kematian balita di Indonesia. Penyebab
utama kematian akibat diare adalah tata laksana yang tidak tepat baik di rumah maupun di sarana
kesehatan. Untuk menurunkan kematian karena diare perlu tata laksana yang cepat dan tepat.
Masalah:
1. Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang bahaya diare dan pentingnya imunisasi
2. Pengobatan yang kurang optimal
3. Mudahnya mendapatkan obat yang seharusnya tidak bisa didapatkan tanpa adanya resep
dokter
Pelaksanaan
Penyuluhan ini diadakan bersamaan dengan kegiatan PromKes PHBS pada tanggal 10 Maret
2021
Kegiatan diawali dengan penyuluhan dan dilanjut dengan diskusi tanya jawab
Menkes juga menyatakan bahwa remaja mudah dipengaruhi oleh teman sebaya dan media sosial
sehingga rawan terpengaruh oleh perilaku yang tidak sehat, atau mendapatkan informasi
kesehatan dan gizi yang tidak benar (hoax). Misalnya, mengikuti pola diet selebritis,
mengonsumsi jajanan yang sedang hits namun tidak bergizi, atau kurang beraktifitas fisik karena
terlalu sering bermain games sehingga malas gerak (mager).
Pola makan remaja yang tergambar dari data Global School Health Survey tahun 2015, antara
lain: Tidak selalu sarapan (65,2%), sebagian besar remaja kurang mengonsumsi serat sayur buah
(93,6%) dan sering mengkonsumsi makanan berpenyedap (75,7%). Di antara remaja itu juga
kurang melakukan aktifitas fisik (42,5%). Apabila cara konsumsi ini berlangsung terus menerus
dan menjadi kebiasaan pola makan tetap para remaja, maka akan meningkatkan resiko terjadinya
penyakit tidak menular.
Remaja sebenarnya memiliki kemampuan untuk membuat pilihan, bagaimana pola makan dan
berperilaku hidup yang sehat, serta bagaimana menjadi pribadi yang bermanfaat, tandas Menkes.
Masalah:
1. Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang kesehatan remaja
2. Informasi yang kurang optimal di dapat
Pelaksanaan
Penyuluhan ini diadakan bersamaan dengan kegiatan PromKes PHBS pada tanggal 3 April 2021
Kegiatan diawali dengan penyuluhan dan dilanjut dengan diskusi tanya jawab
Monitoring dan evaluasi
Monitoring : Pemegang Program PromKes akan bekerja sama dengan bidan desa serta pihak
sekolah untuk memonitor pelajar
Evaluasi : Evaluasi akan dilakukan tiap bulan oleh pemegang program PromKes