Anda di halaman 1dari 22

BORANG UKM

F1 ( Upaya Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat)


1. Penyuluhan Corona Virus
Latar Belakang :
Coronavirus adalah keluarga besar virus yang menyebabkan penyakit mulai dari
gejala ringan sampai berat. Ada setidaknya dua jenis coronavirus yang diketahui
menyebabkan penyakit yang dapat menimbulkan gejala berat seperti Middle East
Respiratory Syndrome (MERS) dan Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS).
Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) adalah penyakit jenis baru yang belum
pernah diidentifikasi sebelumnya pada manusia. Virus penyebab COVID-19 ini
dinamakan Sars-CoV-2. Virus corona adalah zoonosis (ditularkan antara hewan dan
manusia).
Permasalahan
Total kasus konfirmasi positif di Provinsi NTB per tanggal 1 Juli 2020 adalah 1260
kasus. Di Kota Mataram khususnya terdapat 540 kasus terkonfirmasi positif dengan
189 orang yang sedang dirawat, 317 orang yang sembuh dan 34 orang yang
meninggal.
Jumlah kasus terkonfirmasi positif ini meningkat setiap harinya dan kota mataram
saat ini menjadi zona merah untuk kasus corona.
Perencanaan dan Pemilihan Intervensi
 Penyuluhan tentang Corona Virus.
 Tanya Jawab
Pelaksanaan
 Telah dilakukan penyuluhan tentang Corona Virus yang dilakukan di ruang
tunggu pasien PKM Pejeruk pada hari Selasa, 1 Juli 2020 pada pukul 09.00-
10.00 wita
 Telah dilakukan tanya jawab untuk mengukur pemahaman pasien tentang
corona virus
Monitoring dan Evaluasi
Masyarakat yang datang dan mendengarkan penyuluhan sudah cukup mengerti
tentang corona virus

2. Penyuluhan Etika Batuk


Latar Belakang
Tanda dan gejala umum infeksi COVID-19 antara lain gejala gangguan pernapasan
akut seperti demam, batuk dan sesak napas. Masa inkubasi rata-rata 5-6 hari dengan
masa inkubasi terpanjang 14 hari. Pada kasus COVID-19 yang berat dapat
menyebabkan pneumonia, sindrom pernapasan akut, gagal ginjal, dan bahkan
kematian. Tanda-tanda dan gejala klinis yang dilaporkan pada sebagian besar kasus
adalah demam, dengan beberapa kasus mengalami kesulitan bernapas, dan hasil
rontgen menunjukkan infiltrat pneumonia luas di kedua paru.Pada 31 Desember 2019,
WHO China Country Office melaporkan kasus pneumonia yang tidak diketahui
etiologinya di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Cina. Pada tanggal 7 Januari 2020, Cina
mengidentifikasi pneumonia yang tidak diketahui etiologinya tersebut sebagai jenis
baru coronavirus (coronavirus disease, COVID-19). Pada tanggal 30 Januari 2020
WHO telah menetapkan sebagai Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Yang
Meresahkan Dunia/ Public Health Emergency of International Concern
(KKMMD/PHEIC). Penambahan jumlah kasus COVID-19 berlangsung cukup cepat
dan sudah terjadi penyebaran antar negara. Sampai dengan tanggal 25 Maret 2020,
dilaporkan total kasus konfirmasi 414.179 dengan 18.440 kematian (CFR 4,4%)
dimana kasus dilaporkan di 192 negara/wilayah. Diantara kasus tersebut, sudah ada
beberapa petugas kesehatan yang dilaporkan terinfeksi. Pada tanggal 2 Maret 2020,
Indonesia melaporkan kasus konfirmasi COVID-19 sebanyak 2 kasus. Sampai dengan
tanggal 25 Maret 2020, Indonesia sudah melaporkan 790 kasus konfirmasi COVID-19
dari 24 Provinsi yaitu: Bali, Banten, DIY, DKI Jakarta, Jambi, Jawa Barat, Jawa
Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah,
Kalimantan Selatan, Kep. Riau, Nusa Tenggara Barat, Sumatera Selatan, Sumatera
Utara, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Lampung, Riau, Maluku
Utara, Maluku dan Papua. Wilayah dengan transmisi lokal di Indonesia adalah DKI
Jakarta, Banten (Kab. Tangerang, Kota Tangerang), Jawa Barat (Kota Bandung, Kab.
Bekasi, Kota Bekasi, Kota Depok, Kab. Bogor, Kab. Bogor, Kab. Karawang), Jawa
Timur (kab. Malang, Kab. Magetan dan Kota Surabaya) dan Jawa Tengah (Kota
Surakarta).
Permasalahan
Berdasarkan bukti ilmiah, COVID-19 dapat menular dari manusia ke manusia melalui
percikan batuk/bersin (droplet), tidak melalui udara. Orang yang paling berisiko
tertular penyakit ini adalah orang yang kontak erat dengan pasien COVID-19
termasuk yang merawat pasien COVID-19. Rekomendasi standar untuk mencegah
penyebaran infeksi adalah melalui cuci tangan secara teratur menggunakan sabun dan
air bersih, menerapkan etika batuk dan bersin, menghindari kontak secara langsung
dengan ternak dan hewan liar serta menghindari kontak dekat dengan siapapun yang
menunjukkan gejala penyakit pernapasan seperti batuk dan bersin. Selain itu,
menerapkan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) saat berada di fasilitas
kesehatan terutama unit gawat darurat.
Perencanaan dan Pemilihan Intervensi
 Penyuluhan Etika Batuk
 Tanya Jawab
Pelaksanaan
 Telah dilakukan penyuluhan tentang etika batuk di ruang tunggu pasien PKM
Pejeruk pada hari Jumat, 3 Juli 2020 pukul 08.30- 09.30 wita
 Telah dilakukan tanya jawab tuntuk mengukur pemahaman masyarakat
tentang etika batuk
Monitoring dan Evaluasi
Masyarakat yang datang dan mendengarkan penyuluhan sudah cukup mengerti
tentang etika batuk yang benar demi mencegah penyebaran virus corona
3. Penyuluhan Lintas Diare
Latar Belakang
Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara
berkembang seperti di Indonesia, karena morbiditas dan mortalitas-nya yang masih
tinggi. Survei morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare, Departemen Kesehatan
dari tahun 2000 s/d 2010 terlihat kecenderungan insidens naik. Pada tahun 2000 IR
penyakit Diare 301/ 1000 penduduk, tahun 2003 naik menjadi 374 /1000 penduduk,
tahun 2006 naik menjadi 423 /1000 penduduk dan tahun 2010 menjadi 411/1000
penduduk. Kejadian Luar Biasa (KLB) diare juga masih sering terjadi, dengan CFR
yang masih tinggi. Pada tahun 2008 terjadi KLB di 69 Kecamatan dengan jumlah
kasus 8133 orang, kematian 239 orang (CFR 2,94%). Tahun 2009 terjadi KLB di 24
Kecamatan dengan jumlah kasus 5.756 orang, dengan kematian 100 orang (CFR
1,74%), sedangkan tahun 2010 terjadi KLB diare di 33 kecamatan dengan jumlah
penderita 4204 dengan kematian 73 orang (CFR 1,74 %.)
Permasalahan
Pengobatan diare beragam menurut umur anak, bayi di bawah umur 6 bulan
cenderung tidak dibawa ke fasilitas atau tenaga kesehatan dibanding kelompok umur
lainnya. Anak laki-laki sedikit lebih banyak yang dibawa ke fasilitas kesehatan
dibanding anak perempuan. Ada hubungan antara pengobatan diare dengan
pendidikan ibu dan status ekonomi rumah tangga. Semakin tinggi pendidikan ibu dan
semakin tinggi tingkat ekonomi rumah tangga, semakin tinggi persentase anak yang
diare yang mendapat perawatan dari tenaga kesehatan dibanding dengan anak lainnya.
Walaupun lebih dari 90 persen ibu mengetahui tentang paket oralit, hanya satu dari
tiga (35%) anak yang menderita diare diberi oralit, hasil tersebut sama dengan temuan
SDKI 2002-2003. Pada 30 % anak yang diare diberi minuman lebih banyak, 22 %
diberi Larutan Gula Garam (LGG), dan 61 % diberi sirup/pil, sementara 14 % diberi
obat tradisonal atau lainnya. Sedangkan 17 % anak yang menderita diare tidak
mendapatkan pengobatan sama sekali. Beberapa perilaku masyarakat dalam
penatalaksanaan diare di rumah tangga belum menunjukkan perbaikan dan belum
sesuai dengan harapan.
Perencanaan dan Pemilihan Intervensi
 Penyuluhan Lintas Diare
 Tanya Jawab
Pelaksanaan
 Telah dilakukan penyuluhan tentang Lintas Diare di Pustu Pejeruk saat
kegiatan Posyandu pada hari Jumat, 19 Juni 2020
 Telah dilakukan tanya jawab untuk mengukur pemahaman ibu tentang Lintas
Diare
Monitoring dan Evaluasi
Ibu yang datang dan mendengarkan penyuluhan sudah cukup mengerti tentang Lintas
Diare
4. Penyuluhan Pentingnya Penggunaan dan Cara Memakai Masker
yang Benar
Latar Belakang
Tanda dan gejala umum infeksi COVID-19 antara lain gejala gangguan pernapasan akut
seperti demam, batuk dan sesak napas. Masa inkubasi rata-rata 5-6 hari dengan masa inkubasi
terpanjang 14 hari. Pada kasus COVID-19 yang berat dapat menyebabkan pneumonia,
sindrom pernapasan akut, gagal ginjal, dan bahkan kematian. Tanda-tanda dan gejala klinis
yang dilaporkan pada sebagian besar kasus adalah demam, dengan beberapa kasus mengalami
kesulitan bernapas, dan hasil rontgen menunjukkan infiltrat pneumonia luas di kedua paru.
Permasalahan
Masih banyak masyarakat yang belum sadar akan pentingnya memakai masker, dan
banyak juga yang belum cara memakai masker yang benar. Hal ini di buktikan dengan
masih banyaknya pasien yang berobat ke Pustu tidak memakai masker. Berdasarkan
bukti ilmiah, COVID-19 dapat menular dari manusia ke manusia melalui percikan
batuk/bersin (droplet). Orang yang paling berisiko tertular penyakit ini adalah orang
yang kontak erat dengan pasien COVID-19 termasuk yang merawat pasien COVID-
19.
Perencanaan dan Pemihan Intervensi
 Penyuluhan tentang pentingnya penggunaan dan cara memakai masker yang
benar
 Tanya Jawab
Pelaksanaan
 Telah dilakukan penyuluhan tentang pentingnya penggunaan dan cara
memakai masker yang benar di PUSTU Pejeruk pada hari Kamis, 16 Juli 2020
 Telah dilakukan tanya jawab tuntuk mengukur pemahaman masyarakat
tentang
pentingnya penggunaan dan cara memakai masker yang benar
Monitoring dan Evaluasi
Masyarakat yang datang dan mendengarkan penyuluhan sudah cukup mengerti
tentang pentingnya penggunaan dan cara memakai masker yang benar demi mencegah
penyebaran virus corona

5. Edukasi Diet pada Penderita Diabetes Melitus


Latar Belakang
Diabetes adalah penyakit yang berlangsung lama atau kronis serta ditandai dengan
kadar gula (glukosa) darah yang tinggi atau di atas nilai normal. Glukosa yang
menumpuk di dalam darah akibat tidak diserap sel tubuh dengan baik dapat
menimbulkan berbagai gangguan organ tubuh. Jika diabetes tidak dikontrol dengan
baik, dapat timbul berbagai komplikasi yang membahayakan nyawa penderita.
Glukosa merupakan sumber energi utama bagi sel tubuh manusia. Kadar gula dalam
darah dikendalikan oleh hormon insulin yang diproduksi oleh pankreas, yaitu organ
yang terletak di belakang lambung. Pada penderita diabetes, pankreas tidak mampu
memproduksi insulin sesuai kebutuhan tubuh. Tanpa insulin, sel-sel tubuh tidak dapat
menyerap dan mengolah glukosa menjadi energi.
Permasalahan
Masih banyak masyarakat penderita diabetus mellitus yang belum memahami diet
yang harus dijalani agar tidak meningkatkan kadar gula darah terlalu tinggi
Perencanaan dan Pemihan Intervensi
 Edukasi Diet pada Penderita DM
 Tanya Jawab
Pelaksanaan
 Telah dilakukan edukasi tentang Diet untuk Penderita Diabetes Melitus ke
pasien DM yang datang ke Poli BP untuk kontrol gula darah dan obat DM
pada tanggal 22 Juni 2020 – 27 Juni 2020
 Telah dilakukan tanya jawab untuk mengukur pemahaman pasien tentang Diet
untuk penderita DM

Monitoring dan Evaluasi


Semua pasien sudah cukup memahami asupan diet yang dapat dijalani oleh penderita
diabetes melitus, akan dilakukan evaluasi 10 hari kedepan dengan pengukuran GDP

F2 ( Upaya Kesehatan Lingkungan)


1. Penyuluhan CTPS
Latar Belakang
Pandemi virus corona (Covid 19) saat ini telah melanda berbagai negara di belahan
dunia. Hingga saat ini belum ada vaksin ataupun obat yang terbukti efektif dalam
mengobati penyakit tersebut. Badan Kesehatan Dunia atau WHO serta Pusat
Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serika atau CDC pun
mengeluarkan imbauan mengenai hal yang harus dilakukan dalam mencegah
corona jenis baru ini. Upaya yang bisa dilakukan adalah melakukan berbagai
upaya pencegahan, salah satunya adalah mencuci tangan menggunakan sabun atau
yang sering kita dengar dengan istilah CTPS (Cuci Tangan Pakai Sabun) .Salah satu
indikator Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah Cuci Tangan Pakai Sabun
(CTPS). Cuci Tangan Pakai Sabun adalah tindakan sanitasi dalam membersihkan tangan
dan jari-jari menggunakan air yang mengalir dan sabun cair supaya menjadi bersih.
Tujuan mencuci tangan pakai sabun adalah untuk menghilangkan kotoran dan debu
secara mekanis dari permukaan kulit dan mengurangi jumlah mikroorganisme. Mencuci
tangan menggunakan sabun terbukti secara ilmiah efektif untuk mencegah penyebaran
penyakit menular seperti diare, Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) dan Flu Burung
(Depkes RI, 2010).
Permasalahan
Tangan yang bersentuhan langsung dengan kotoran manusia dan binatang, ataupun
cairan tubuh lain (seperti ingus, dan makanan/minuman yang terkontaminasi saat
tidak dicuci dengan sabun dapat memindahkan bakteri, virus, dan parasit pada
orang lain yang tidak sadar bahwa dirinya sedang ditularkan. Tangan tersebut
selanjutnya menjadi perantara dalam penularan penyakit. Mencuci tangan dengan
air saja lebih umum dilakukan, tetapi hal ini terbukti tidak efektif dalam menjaga
kesehatan dibandingkan dengan CTPS. Menggunakan sabun dalam mencuci
tangan sebenarnya menyebabkan orang harus mengalokasikan waktunya lebih
banyak saat mencuci tangan, tetapi penggunaan sabun menjadi efektif karena
lemak dan kotoran yang menempel akan terlepas saat tangan digosok dan bergesek
dalam upaya melepasnya. Di dalam lemak dan kotoran yang menempel inilah
kuman penyakit hidup. Semua jenis virus termasuk Covid19 bisa dapat aktif di
luar tubuh manusia selama berjam-jam, bahkan berhari-hari. Mereka bisa
menyebar melalui droplets, seperti saat bersin, batuk, atau saat pengidapnya
berbicara. Desinfektan, cairan hand sanitizer, tisu basah, gel, dan krim yang
mengandung alkohol semuanya berguna untuk membunuh virus ini, tetapi tidak
seefektif sabun. Saat beraktivitas sehari-hari, akan sulit bagi tangan untuk
menghindari virus, bakteri, atau kuman. Penyebabnya, mata tidak mampu melihat
virusnya langsung, sehingga mencuci tangan adalah langkah terbaik untuk
menghindari tertular penyakit.
Perencanaan dan Pemilihan Intervensi
 Penyuluhan tentang CTPS
 Peragaan 6 Langkah CTPS
Pelaksanaan
 Telah dilakukan penyuluhan tentang Cara Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS)
di Puskesmas Pembantu Pejeruk pada hari Rabu, 8 Juli 2020 pukul 10.00-
11.00 wita yang diikuti oleh sebagian besar ibu dan anak yang datang untuk
posyandu
 Telah dilakukan peragaan 6 langkah Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS)
Monitoring dan Evaluasi
Setelah dilakukan peragaan 6 langkah Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS), dilanjutkan
dengan para anak anak dan ibu ibu mempraktekan 6 Langkah CTPS.

2. Lomba Kampung Sehat NTB (Nurut Tatanan Baru) 2020


Latar Belakang
Pandemi virus COVID-19 yang memiliki tingkat penularan yang sangat tinggi saat ini
belum di temukan vaksinnya sehingga perlu ada strategi dan treatment khusus.
Berdasarkan data per 15 Juni 2020 sudah ada 957 penderita COVID-19 di NTB.
Namun kasus yang belum terkonfirmasi positif masih belum bisa diperkirakan jumlah
sebenarnya. Ledakan penularan/ infeksi berpotensi terjadi.
Polda NTB melalui pemolisian berbasis pemecahan masalah (Problem Oriented
Policing) berkolaborasi dengan PEMDA, TNI dan di dukung oleh stake holder
lainnya mengemban amanah untuk menyiapkan masyarakat menuju New Normal Life
Permasalahan
Peningkatan jumlah kasus terkonfirmasi positif tiap harinya menunjukan kurangnya
keterlibatan dan kesadaran masyarakat untuk mematuhi protocol kesehatan menuju
New Normal Life
Perencanaan dan Pemilihan Intervensi
 Pendataan Kasus terkonfirmasi positif yang ada di wilayah kerja PKM Pejeruk
 Mensosialisasikan standar protocol kesehatan seperti wajib menggunakan
masker, menjaga jarak dan mencuci tangan.
Pelaksanaan
 Menyediakan tempat mencuci tangan di banyak tempat selain di fasilitas
kesehatan
 Mewajibkan untuk pemakaian masker ketika akan datang ke fasilitas
kesehatan
 Melakukan pendataan kasus terkonfirmasi positif dan melakukan tracking
 Penilaian yang dilakukan oleh tim penilai pada hari selasa, 21 Juli 2020
Monitoring dan Evaluasi
Masyarakat sudah berperan aktif dalam penyusunan protocol yang di buat oleh
masyarakat itu sendiri sesuai dengan kebutuhan dan tidak melenceng dari protocol
standar agar dapat mengurangi angka kejadian penularan virus COVID-19.

3. ?
Latar Belakang
Permasalahan
Perencanaan dan Pemilihan Intervensi
Pelaksanaan
Monitoring dan Evaluasi

4. Pemantauan Pengelolaan Limbah Cair Puskesmas Pejeruk


Latar Belakang
Permasalahan
Perencanaan dan Pemilihan Intervensi
Pelaksanaan
Monitoring dan Evaluasi

5. Pemantauan Pengelolaan Limbah B3 Puskesmas


Latar Belakang
Permasalahan
Perencanaan dan Pemilihan Intervensi
Pelaksanaan
Monitoring dan Evaluasi
F3 ( Upaya Kesehatan Ibu dan Anak serta Keluarga Berencana)
1. Edukasi tentang Tanda-Tanda dan Persiapan Persalinan
Latar Belakang
Persiapan persalinan yaitu rencana tindakan yang dibuat oleh ibu, anggota keluarga
dan bidan untuk menghadapi persalinan dan mengantisipasi kemungkinan-keungkinan
terburuk yang akan terjadi ketika mengahadapi persalinan.
Permasalahan
Persepsi awam umumnya menyamakan dimulainya proses kelahiran dengan rasa sakit
akan bersalin. Namun kadang-kadang rasa sakit ini tidak segera muncul meskipun
proses persalinan sudah mulai, karena masing – masing orang akan mempunyai
pengalaman yang berbeda-beda selama menjalani proses persalinan oleh karena itu
dibutuhkan penyuluhan mengenai persalinan dan persiapannya.
Perencanaan dan Pemilihan Intervensi
 Edukasi tentang tanda-tanda dan persiapan persalinan
 Tanya Jawab
Pelaksanaan
 Telah dilakukan edukasi tentang tanda-tanda dan persiapan persalinan ke ibu
hamil trimester III yang datang ke Poli KIA untuk kontrol pada tanggal 13 Juli
2020 – 18 Juli 2020
 Telah dilakukan tanya jawab untuk mengukur pemahaman pasien tentang
tanda-tanda dan persiapan persalinan
Monitoring dan Evaluasi
Semua ibu hamil trimester III yang kontrol kehamilan ke poli KIA telah memahami
tanda-tanda persiapan persalinan.

2. Penyuluhan tentang KB
Latar Belakang
Keluarga berencana merupakan usaha untuk mengukur jumlah anak dan jarak kelahiran
anak yang diinginkan. Maka dari itu, Pemerintah mencanangkan program atau cara untuk
mencegah dan menunda kehamilan. Tujuan dilaksanakan program KB yaitu untuk
membentuk keluarga kecil sesuai dengan kekuatan sosial ekonomi suatu keluarga dengan
cara pengaturan kelahiran anak agar diperoleh suatu keluarga bahagia dan sejahtera yang
dapat memenuhi kebutuhan hidupnya
Permasalahan
Penggunaan kontrasepsi di Indonesia di atas persentase rata-rata negara-negara
ASEAN, TFR di bawah TFR rata-rata ASEAN dan unmet need berada di pertengahan
(urutan 4 dari 7 negara). Kegiatan pelayanan KIA/KB telah dilaksanakan di 97,5%
puskesmas, namun puskesmas yang petugasnya telah mendapat pelatihan KB baru
58% dan puskesmas yang memiliki kecukupan sumber daya untuk pelayanan KB
hanya 32,2%
Perencanaan dan Pemilihan Intervensi
 Penyuluhan tentang KB
 Tanya Jawab
Pelaksanaan
 Telah dilakukan penyuluhan tentang KB ke ibu ibu yang datang ke Polindes
pada tanggal 15 Juli 2020
 Telah dilakukan tanya jawab untuk mengukur pemahaman ibu tentang KB
Monitoring dan Evaluasi
Semua ibu ibu yang datang ke polindes sudah cukup paham tentang KB
3. Edukasi tentang Pemberian Asi Eksklusif
Latar Belakang
Untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian anak, United Nation Childrens
Fund (UNICEF) dan World Health Organization (WHO) merekomendasikan
sebaiknya anak hanya disusui air susu ibu (ASI) selama paling sedikit enam bulan.
Makanan padat seharusnya diberikan sesudah anak berumur 6 bulan, dan pemberian
ASI dilanjutkan sampai anak berumur dua tahun (Infodatin, 2014). ASI eksklusif
adalah tidak memberikan bayi makanan atau minuman lain, termasuk air putih, selain
menyusu (kecuali obat-obatan, vitamin atau mineral tetes, dan ASI perah)
Permasalahan
Berdasarkan latar belakang dan quick survey yang telah dilakukan, dapat dirumuskan
permasalahan pada promosi kesehatan ini adalah pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu
mengenai pemberian ASI Ekslusif
Perencanaan dan Pemilihan Intervensi
 Edukasi tentang pemberian ASI Eksklusif
 Tanya Jawab
Pelaksanaan
 Telah dilakukan edukasi tentang pemberian ASI Eksklusif ke ibu menyusui
dan ibu hamil trimester IIIyang datang ke Poli KIA untuk kontrol pada
tanggal 13 Juli 2020 – 18 Juli 2020
 Telah dilakukan tanya jawab untuk mengukur pemahaman ibu tentang
pemberian ASI Eksklusif
Monitoring dan Evaluasi
Semua ibu menyusui dan ibu hamil trimester III yang kontrol kehamilan ke poli KIA
telah memahami tentang pemberian ASI Eksklusif

4. Deteksi Dini Kanker Servix


Latar Belakang
Kanker serviks atau disebut juga kanker leher rahim merupakan jenis penyakit kanker
yang paling banyak diderita wanita diatas usia 18 tahun atau wanita usia produktif.
Kanker serviks menempati urutan ke dua menyerang wanita dalam usia subur, yang
pada tahun 2005 menyebabkan lebih dari 250.000 angka kematian. Sekitar 80 % dari
jumlah kematian tersebut terjadi pada negara berkembang. Tanpa penatalaksanaan
yang konkrit, diperkirakan kematian akibat kanker serviks akan meningkat 25 %
dalam jangka waktu 10 tahun mendatang
Permasalahan
Sistem kesehatan masih kurang lengkap terutama di negara yang sedang berkembang,
menyediakan pemeriksaan skrining bagi perempuan dan merupakan tantangan untuk
mendapatkan wanita yang harus diskrining, follow up dan pengobatan pre kanker.
Perencanaan dan Pemilihan Intervensi
 Edukasi tentang deteksi dini kanker servix
 Tanya Jawab
Pelaksanaan
 Telah dilakukan edukasi tentang deteksi dini kanker servix ke ibu ibu yang
datang ke Polindes pada tanggal 15 Juli 2020
 Telah dilakukan tanya jawab untuk mengukur pemahaman ibu tentang deteksi
dini kanker servix
Monitoring dan Evaluasi
Semua ibu ibu yang datang ke polindes sudah cukup paham tentang deteksi dini
kanker servix

5. Pemberian Tablet Besi


Latar Belakang
Salah satu masalah yang banyak terjadi pada ibu hamil adalah anemia, yang
merupakan masalah gizi mikro terbesar dan tersulit diatasi di seluruh dunia. World
Health Organization (WHO) melaporkan bahwa terdapat 52% ibu hamil mengalami
anemia di negara berkembang. Di Indonesia (Susenas dan Survei Depkes-Unicef)
dilaporkan bahwa dari sekitar 4 juta ibu hamil, separuhnya mengalami anemia gizi
dan satu juta lainnya mengalami kekurangan energi kronis.
Anemia sering terjadi akibat defisiensi zat besi karena pada ibu hamil terjadi
peningkatan kebutuhan zat besi dua kali lipat akibat peningkatan volume darah tanpa
ekspansi volume plasma, untuk memenuhi kebutuhan ibu (mencegah kehilangan
darah pada saat melahirkan) dan pertumbuhan janin.
Permasalahan
Ibu hamil merupakan salah satu kelompok rawan kekurangan gizi, karena terjadi
peningkatan kebutuhan gizi untuk memenuhi kebutuhan ibu dan janin yang
dikandung. Maka dari itu pemberian tablet besi pada ibu hamil sangat penting untuk
mencegah anemia pada kehamilan dan risiko kehamilan
Perencanaan dan Pemilihan Intervensi
Akan dilakukan pemberian tablet besi (90 tablet) pada ibu hamil yang datang untuk
kontrol kehamilan di Poli KIA Puskesmas Pejeruk pada tanggal 13 Juli 2020 – 18 Juli
2020
Pelaksanaan
 Telah dilakukan pemberian tablet besi (90 tablet) pada ibu hamil yang datang
untuk kontrol kehamilan di Poli KIA Puskesmas Pejeruk pada tanggal 13 Juli
2020 – 18 Juli 2020
 Telah dilakukan pemeriksaan Hb untuk mendeteksi anemia pada kehamilan
Monitoring dan Evaluasi
Setiap ibu hamil yang datang untuk kontrol kehamilan di Poli KIA Puskesmas Pejeruk
pada tanggal 13 Juli 2020 – 18 Juli 2020 dilakukan pemeriksaan Hb dan mendapatkan
tablet besi.

F4 ( Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat)


1. Penyuluhan tentang Pemberian RUTF
Latar Belakang
Malnutrisi adalah suatu kondisi defisiensi nutrisi maupun ketidakseimbangan energi,
protein, mineral, dan vitamin, yang mempengaruhi fungsi tubuh. Pada anak, salah satu
akibat dari malnutrisi yang paling jelas terlihat adalah gangguan pertumbuhan
(Damayanti,2011). Di RSUP Sanglah sendiri pada tahun 2015 diperoleh data bahwa
tingkat malnutrisi pasien rawat inap anak mencapai 58% (Agustini dan Sidiartha,
2015). Pasien rawat inap dengan kondisi malnutrisi memerlukan perhatian khusus
dalam hal nutrisinya. Makanan yang diperoleh pasien tersebut perlu diperhatikan agar
memiliki kandungan gizi yang seimbang terutama keseimbangan dalam kebutuhan
energi, protein, lemak dan karbohidrat. Pada umumnya, untuk memperoleh
kandungan gizi yang seimbang diperlukan porsi yang besar terutama karena pasien
mengalami kondisi malnutrisi sehingga kebutuhan gizinya lebih tinggi dibanding
pasien lainnya. Porsi besar ini menjadi masalah utama karena pasien tidak mampu
menghabiskannya. Dengan demikian, tidak seluruh nutrisi yang dibutuhkan tersebut
dapat dikonsumsi oleh pasien. Untuk mengatasi masalah tersebut, diperlukan
makanan yang memiliki kandungan gizi seimbang, mudah dicerna, dan dapat
disajikan dalam porsi kecil (Damayanti, 2011). Jenis makanan yang dapat memenuhi
kebutuhan diatas disebut dengan Ready to Use Therapeutic Food (RUTF) yang
merupakan makanan tinggi energi yang terbuat dari campuran bahan-bahan yang
mudah dicerna, seperti kacang tanah, minyak kedele, gula pasir, susu skim, dan
mineral mix (Vijay, 2015). RUTF dapat dibuat dalam skala industri atau rumah
tangga. RUTF dapat dibuat menjadi bentuk padat (tepung, biskuit, permen) maupun
semi padat (Latham et al.,2011).
Permasalahan
Prevalensi malnutrisi pada anak usia bawah lima tahun (balita) baik di dunia maupun
di Indonesia masih tinggi. Saat ini mulai digalakkan upaya penanggulangan gizi buruk
yang berbasis masyarakat (community-based treatment). Ready-to-use Therapeutic
Food (RUTF) menjadi salah satu alternatif makanan formula yang dapat diberikan
kepada balita gizi buruk pada penanggulangan gizi berbasis masyarakat.
Perencanaan dan Pemilihan Intervensi
 Melalukan penyuluhan tentang pemberian RUTF
 Tanya Jawab
Pelaksanaan
 Telah dilakukan penyuluhan tentang pemberian RUTF di Pustu Pejeruk saat
kegiatan Posyandu pada hari Rabu, 8 Juli 2020
 Telah dilakukan tanya jawab untuk mengukur pemahaman ibu tentang RUTF
Monitoring dan Evaluasi
Ibu ibu yang datang dan mendengarkan penyuluhan sudah cukup mengerti tentang
pemberian RUTF

2. Penyuluhan tentang Gizi Buruk


Latar Belakang
Gizi kurang dan gizi buruk merupakan status kondisi seseorang yang kekurangan
nutrisi atau nutrisinya dibawah rata-rata. .Gizi kurang adalah kekurangan bahan-bahan
nutrisi seperti protein, karbohidrat, lemak, dan vitamin yang dibutuhkan oleh tubuh.
Cara menilai status gizi dapat dilakukan dengan pengukuran antropometrik.
Pengukuran antropometrik dapat dilakukan dengan beberapa macam pengukuran
yaitu pengukuran berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, dan edema bilateral.
Dari beberapa pengukuran tersebut, pengukuran Berat Badan (BB) sesuai Tinggi
Badan (TB) merupakan salah satu pengukuran antropometik yang baik dengan
mengadopsi acuan Havard dan WHO-NCHS (World Health Organizatio–National
Center For Health Statistics).
Permasalahan
Masalah gizi kurang dan gizi buruk di Indonesia masih merupakan masalah kesehatan
masyarakat yang serius. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 melaporkan
prevalensi status gizi kurang di Indonesia meningkat dari tahun 2007 hingga 2018 dari
13% kemudian meningkat menjadi 13,8%. Gizi kurang pada bayi dapat member
dampak negative terhadap pertumbuhan fisik maupun mental, yang selanjutnya akan
menghambat prestasi belajar (Riskesdas, 2018).
Perencanaan dan Pemilihan Intervensi
 Melalukan penyuluhan tentang Gizi Buruk
 Tanya Jawab
Pelaksanaan
 Telah dilakukan penyuluhan tentang Gizi Buruk di Pustu Pejeruk saat kegiatan
Posyandu pada hari Jumat, 11 Juli 2020
 Telah dilakukan tanya jawab untuk mengukur pemahaman ibu tentang Gizi
Buruk
Monitoring dan Evaluasi
Ibu ibu yang datang dan mendengarkan penyuluhan sudah cukup mengerti tentang
Gizi Buruk

3. Operasi Timbang Balita


Latar Belakang
Salah satu kegiatan utama Program Perbaikan Gizi  adalah pemantauan pertumbuhan
dan perkembangan  anak dengan penimbangan berat badan dan  pengukuran
panjang/tinggi  badan untuk mengetahui status gizi balita. Tujuannya untuk
mendeteksi dini terjadinya masalah kekurangan gizi pada balita sehingga bisa
diberikan intervensi segera oleh tenaga kesehatan. Kekurangan gizi terutama pada
balita akan menyebabkan terganggunya pertumbuhan fisik, perkembangan  mental
dan kecerdasan dan berdampak terhadap kualitas SDM. Penimbangan dan pengukuran
panjang/tinggi badan merupakan salah satu kegiatan pemantauan tumbuh kembang
yang rutin dilaksanakan di posyandu,  balita yang hadir dan rutin datang ke posyandu
akan mendapat pelayanan gizi , imunisasi, DDTK dan pemberian makanan tambahan
penyuluhan. Operaso timbang merupakan cara yang efektif untuk menemukan
masalah kekurangan gizi (BB/U), gizi buruk (BB/TB) dan Stunting (TB/U).
Permasalahan
tidak  semua balita yang datang ke posyandu dikarenakan orangtua tidak sempat atau
bekerja  atau akses dan tempat yang jauh sehingga capaian kunjungan balita atau
balita datang dan ditimbang atau (D/S) menjadi rendah
Perencanaan dan Pemilihan Intervensi
Operasi timbang dengan cara mengukur tinggi badan dan menimbang berat badan
yang dilakukan setiap hari Rabu dan Jumat di Polindes Pejeruk
Pelaksanaan
Pada program operasi timbang kegiatan ini dilakukan setiap hari rabu dan jumat
dengan membawa balita untuk diukur berat badan dan tinggi badannya, dan kemudian
dihitung dengan grafik sesuai umur.
Monitoring dan Evaluasi
Jumlah kunjungan orang tua untuk membawa anaknya ke polindes mengikuti kegiatan
operasi timbang

4. Edukasi Kurang Energi Kronik (KEK) pada Ibu Hamil


Latar Belakang
Kehamilan merupakan suatu proses faali yang menjadi awal kehidupan generasi
berikutnya. Salah satu kebutuhan esensial untuk proses reproduksi sehat adalah
terpenuhinya kebutuhan energi, protein, karbohidrat, vitamin, mineral dan cairan
termasuk air serta serat yang cukup baik kuantitas maupun kualitas. Kurangnya asupan
energi yang berasal dari zat gizi makro (karbohidrat, protein dan lemak) maupun zat gizi
mikro terutama vitamin A, vitamin D, asam folat, zat besi, seng, kalsium dan iodium dan
zat mikro lain pada wanita usia subur yang berkelanjutan (remaja sampai masa
kehamilan), mengakibatkan terjadinya Kurang Energi Kronik (KEK)
Permasalahan
Ibu Hamil Kurang Energi Kronis (KEK) adalah kurangnya asupan energi yang
berlangsung lama/kronik dengan timbulnya gangguan kesehatan pada ibu. Salah satu cara
untuk menilai kualitas bayi adalah dengan mengukur berat bayi pada saat lahir. Seorang
ibu hamil akan melahirkan bayi yang sehat bila tingkat kesehatan dan gizinya berada pada
kondisi yang baik. Sampai saat ini masih banyak ibu hamil yang mengalami masalah gizi
khususnya gizi kurang seperti Kurang Energi Kronis (KEK). Ibu hamil dengan ukuran
Lingkar Lengan Atas (LILA) < 23,5 cm dinyatakan menderita KEK
Perencanaan dan Pemilihan Intervensi
 Edukasi tentang kurang energi kronik (KEK) pada ibu hamil
 Pemeriksaan Lila pada ibu hamil
Pelaksanaan
 Telah dilakukan pengukuran Lila pada ibu hamil yang kontrol ke Poli KIA
Puskesmas Pejeruk pada hari Selasa, 14 Juli 2020
 Telah dilakukan edukasi tentang Kurang Energi Kronik pada ibu hamil dan
tanya jawab
Monitoring dan Evaluasi
Semua ibu hamil yang kontrol kehamilan ke poli KIA telah memahami tentang
kurang energi kronik, dan bagi ibu hamil dengan ukuran Lingkar Lengan Atas (LILA) <
23,5 cm sebanyak 2 orang di konsulkan ke bagian gizi untuk di evaluasi.

5. Edukasi tentang PITA LILA


Latar Belakang
Gizi kurang dan gizi buruk secara patofisiologi pada anak balita (12-59 bulan) adalah
mengalami kekurangan energi protein, anemia gizi besi, gangguan akibat kekurangan
iodium (GAKI) dan kurang vitamin A. Kekurangan sumber dari empat diatas pada
anak balita dapat menghambat pertumbuhan, mengurangi daya tahan tubuh sehingga
rentan terhadap penyakit infeksi, mengakibatkan rendahnya tingkat kecerdasan,
penurunan kemampuan fisik, gangguan pertumbuhan jasmani dan mental, stunting.
Penemuan kasus harus dilakukan secara regular (setiap saat atau bulanan) disemua
kesempatan agar dapat mendeteksi dini kasus sebelum menjadi buruk. Jika mobilisasi
masyarakat dan penemuan dini kasus berjalan optimal, maka kurang dari 20% balita
gizi buruk yang perlu dirawat inap. Pemantauan pertumbuhan fisik anak dilakukan
dengan menggunakan parameter di antaranya ukuran antropometrik, gejala/ tanda
pada pemeriksaan fisik, gejala/ tanda pada pemeriksaan laboratorium, dan gejala/
tanda pemeriksaan radiologis. Pemantauan yang sering dilakukan adalah pengukuran
antropometri. Pengukuran antropometri ini merupakan salah satu cara pengukuran
yang dapat dilakukan oleh pihak selain tenaga kesehatan, seperti kader dan guru
PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) yang sudah dilatih oleh tenaga kesehatan.
Permasalahan
Pengukuran LiLA yang salah dapat menyebabkan kasus positif palsu atau negative
palsu. Tenaga kesehatan perlu memastikan bahwa kader dan anggota masyarakat lain
mendapatkan pelatihan, pelatihan penyegaran, dan supervise fasilitatif tentang
mobilisasi masyarakat untuk mengurangi kasus negatif atau positif palsu.
Perencanaan dan Pemilihan Intervensi
 Melakukan edukasi tentang cara pengukuran LiLA
 Memperagakan cara pengukuran LiLA
Pelaksanaan
 Telah dilakukan edukasi tentang cara pengukuran LiLA di Pustu Pejeruk saat
kegiatan Posyandu pada hari Jumat, 11 Juli 2020
 Telah memperagakan cara pengukuran LiLA yang benar dan melakukan tanya
jawab

Monitoring dan Evaluasi


Ibu ibu yang datang dan mendengarkan penyuluhan sudah cukup mengerti dan bisa
melakukan pengukuran LiLA yang benar
F5 ( Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular & Tidak Menular)
1. Imunisasi BCG
Latar Belakang
Bacillus Calmette Guerin adalah vaksin hidup yangdibuat dari Mycobacterium bovis
yang dibiak berulang selama 1-3 tahun sehingga didapatkan hasil yang tidak virulen
tetapi masih mempunyai imunogenitas. Vaksinasi BCG menimbulkan sensitivitas
terhadap tuberkulin, tidak mencegah infeksi tuberkulosis tetapi mengurangi risiko
terjadi tuberkulosis berat seperti meningitis TB dan tuberculosis milier
(Ranuh,2008,p.132).
Permasalahan
Meski sudah dibuat jadwal imunisasi dan peraturan terkait imunisasi, namun nyatanya
pelaksanaan imunisasi di Indonesia masih mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun.
Pada 2008-2011 tren pelaksanaan imunisasi di Indonesia cenderung meningkat.
Namun pada 2012-2015 cakupan imunisasi fluktuatif dengan kecenderungan
menurun. Namun, untuk imunisasi campak dari 2008-2015 Indonesia sudah
melampaui target capaian dari WHO meski masih fluktuatif tiap tahunnya. Cakupan
imunisasi campak selama 8 tahun ini rata-rata mencapai + 90%. Nantinya pada 2020
diharapkan cakupan imunisasi campak sudah mencapai >95% secara merata di
seluruh kabupaten/ kota di Indonesia. Universal Child Immunization (UCI) sendiri
sudah mencapai 82,2% pada tahun 2015 dengan cakupan 100% pada 3 provinsi, DKI
Jakarta, DI. Yogyakarta, dan Jawa Tengah. Selain imunisasi campak, yang dinilai
cukup berhasil dilakukan di Indonesia adalah imunisasi BCG/ TB. Pada 2008-2015
cakupan imunisasi BCG mencapai 90-100% di seluruh wilayah Indonesia, dengan
tren kasus baru BTA+ pada usia 0-14 tahun cenderung menurun.
Perencanaan dan Pemilihan Intervensi
 Melakukan imunisasi BCG di polindes
Pelaksanaan
 Telah dilakukan imunisasi BCG di Polindes Pejeruk pada hari Rabu, 22 Juli
2020 pada 3 orang anak
Monitoring dan Evaluasi
Pencatatan di buku KMS dilakukan untuk memonitoring jadwal imunisasi anak

2. Pemeriksaan Rapid Test Covid-19 pada Ibu Hamil


Latar Belakang
Rapid test corona adalah salah satu jenis pemeriksaan untuk mendeteksi adanya
infeksi virus Corona (COVID-19) dalam tubuh. Pemeriksaan ini dilakukan
sebagai skrining awal infeksi virus Corona pada orang yang berisiko
tinggi. Rapid test corona di Indonesia sendiri menggunakan sampel darah untuk
mendeteksi kadar antibodi imunoglobulin terhadap virus dalam tubuh.Antibodi
merupakan protein yang dibentuk oleh sistem kekebalan tubuh manusia untuk
melawan bakteri, virus, dan benda asing lainnya.
Permasalahan
Infeksi virus Corona pada ibu hamil tidak hanya bisa menyebabkan gejala yang berat
pada ibu, tapi juga berisiko membahayakan bayi yang dikandungnya. Oleh karena itu,
tindakan pencegahan perlu dilakukan agar ibu hamil tidak mudah tertular virus
Corona.
Perencanaan dan Pemilihan Intervensi
 Edukasi tentang Rapid Test
 Pemeriksaan Rapid Test Covid-19
Pelaksanaan
 Telah dilakukan edukasi tentang rapid test pada ibu hamil yang datang ke Poli
Infeksi PKM Pejeruk pada hari kamis, 16 juli 2020
 Telah dilakukan pemeriksaan Rapid Test pada ibu hamil
Monitoring dan Evaluasi
Ibu hamil yang menjalankan rapid test sudah mengerti tentang interpretasi hasil rapid
test

3. Edukasi Upaya Pencegahan dan Penularan IMS


Latar Belakang
Infeksi Menular Seksual (IMS) sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan
masyarakat di seluruh dunia, baik di negara maju (industri) maupun di negara
berkembang. Insiden maupun prevalensi yang sebenarnya diberbagai negara tidak
diketahui dengan pasti. IMS merupakan satu kelompok penyakit yang penularannya
terutama melalui hubungan seksual. Berdasarkan laporan – laporan yang dikumpulkan
oleh WHO (World Health Organization), setiap tahun diseluruh negara terdapat
sekitar 250 juta penderita baru yang meliputi penyakit gonore, sifilis, herpes genetalis
dan jumlah tersebut menurut hasil analisis WHO cenderung meningkat dari waktu
kewaktu (Daili, 2004, p.251).
Permasalahan
Terdapat lebih dari 15 juta kasus IMS dilaporkan pertahun. Kelompok remaja dan
dewasa muda (15-24 tahun) adalah kelompok umur yang memiliki risiko paling tinggi
untuk tertular IMS, 2 juta kasus baru tiap tahun adalah dari kelompok ini (Center for
Disease Control and Preventation, 2004). Saat ini di dunia terjadi peningkatan jumlah
penderita HIV/AIDS dari 36.6 juta pada tahun 2002 menjadi 39.4 juta orang pada
tahun 2004 sedangkan di Asia diperkirakan mencapai 8,2 juta orang dengan
HIV/AIDS (UNAIDS, 2004).
Perencanaan dan Pemilihan Intervensi
 Edukasi tentang upaya pencegahan dan penularan IMS
 Tanya Jawab
Pelaksanaan
 Telah dilakukan edukasi tentang upaya pencegahan dan penularan IMS yang
dilakukan di Poli KIA PKM Pejeruk pada hari Kamis, 9 Juli 2020 pada pukul
09.00-12.00 wita
 Telah dilakukan tanya jawab untuk mengukur pemahaman pasien tentang
upaya pencegahan dan penularan IMS
Monitoring dan Evaluasi
Semua pasien yang diberikan edukasi sudah cukup paham tentang upaya pencegahan
dan penularan IMS

4. Pemeriksaan HIV pada Ibu Hamil


Latar Belakang
HIV dan AIDS merupakan penyakit yang dapat ditularkan melalui hubungan seksual
dan penggunaan jarum suntik yang sering dikaitkan dengan kesehatan reproduksi
terutama kelompok perempuan. Kerentanan untuk tertular umumnya karena
kurangnya pengetahuan dan informasi tentang HIV dan AIDS ataupun kurangnya
akses untuk mendapatkan layanan pencegahan HIV.
Permasalahan
Tingginya jumlah kasus HIV terjadi pada ibu hamil karena rendahnya tingkat
pendidikan dan kurangnya informasi mengenai pencegahan HIV dan AIDS. Perilaku
pencegahan HIV dan AIDS pada IRT sangat tergantung dengan tingkat
pengetahuannya. Meningkatnya pemahaman, sikap, dan akhirnya akan berpengaruh
pada kecenderungan perilaku yang lebih baik dalam mencegah PMS, HIV dan AIDS
dikalangan orang-orang berpotensi mempunyai risiko tinggi tertularnya HIV dan
AIDS
Perencanaan dan Pemilihan Intervensi
 Melakukan pemeriksaan HIV pada ibu hamil
Pelaksanaan
 Telah dilakukan pemeriksaan HIV pada kunjungan awal ibu hamil di Poli KIA
Puskesmas Pejeruk pada hari Jumat, 17 Juli 2020
Monitoring dan Evaluasi
Pemeriksaan HIV pada ibu hamil menjadi pemeriksaan wajib pada kunjungan awal.

5. Imunisasi MR
Latar Belakang
Indonesia berkomitmen untuk mencapai eliminasi penyakit campak (measles)dan
pengendalian penyakit Rubella (Congenital Rubella Syndrome) pada tahun 2020.
Salah satu strateginya dengan melaksanakan Kampanye dan Introduksi Imunisasi
Measles Rubella (MR). Kampanye Imunisasi MR yang dilaksanakan dua fase, pada
Agustus-September 2017 dan bulan yang sama pada tahun 2018 adalah suatu kegiatan
imunisasi secara massal. Upaya ini untuk memutuskan transmisi penularan virus
campak dan rubella secara cepat, tanpa mempertimbangkan status imunisasi
sebelumnya. Kampanye imunisasi MR fase I telah dilaksanakan selama Agustus-
September 2017 untuk seluruh wilayah di pulau Jawa dan telah berhasil mencapai
target cakupan nasional 100,98% dengan jumlah anak yang telah diimunisasi adalah
35.307.148 anak. Dilanjutkan Kampanye Imunisasi MR fase II dilaksanakan pada
bulan Agustus-September 2018 untuk seluruh wilayah di luar pulau Jawa dengan
jumlah sasaran sekitar 31.963.154 anak.
Permasalahan
Setiap tahun melalui kegiatan surveilans dilaporkan lebih dari 11.000 kasus suspect
campak dan dari hasil konfirmasi laboratorium, 12 – 39% diantaranya adalah campak
pasti (lab confirmed) sedangkan 16 – 43% adalah rubella pasti. Dari tahun 2010
sampai 2015, diperkirakan terdapat 23.164 kasus campak dan 30.463 kasus rubella.
Jumlah kasus ini diperkirakan masih rendah dibanding angka sebenarnya di lapangan,
mengingat masih banyaknya kasus yang tidak terlaporkan, terutama dari pelayanan
swasta serta kelengkapan laporan surveilans yang masih rendah.
Perencanaan dan Pemilihan Intervensi
 Melakukan Imunisasi MR di polindes
Pelaksanaan
 Telah dilakukan imunisasi MR di Pustu Pejeruk pada hari Rabu, 22 Juli 2020
pada 4 orang anak
Monitoring dan Evaluasi
Pencatatan di buku KMS dilakukan untuk memonitoring jadwal imunisasi anak

F6 ( Upaya Pengobatan Dasar)


1. Pengobatan Dasar di PUSTU
Latar Belakang
Puskesmas Pembantu (Pustu) merupakan jaringan pelayanan Puskesmas yang
memberikan pelayanan kesehatan secara permanen di suatu lokasi dalam wilayah
kerja Puskesmas. Puskesmas Pembantu merupakan bagian integral Puskesmas, yang
harus dibina secara berkala oleh Puskesmas. Tujuan Puskesmas Pembantu adalah
untuk meningkatkan jangkauan dan mutu pelayanan kesehatan bagi masyarakat di
wilayah kerjanya. Puskesmas Pembantu didirikan dengan perbandingan 1 (satu)
Puskesmas Pembantu untuk melayani 2 (dua) sampai 3 (tiga) desa/kelurahan.
Penanggungjawab Puskesmas Pembantu adalah seorang perawat atau Bidan, yang
ditetapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan atas usulan Kepala Puskesmas. Tenaga
minimal di Puskesmas Pembantu terdiri dari 1 (satu) orang perawat dan 1 (satu) orang
bidan. Pendirian Puskesmas Pembantu harus memenuhi persyaratan lokasi, bangunan,
prasarana, peralatan kesehatan dan ketenagaan. Bangunan, prasarana dan peralatan
kesehatan di Puskesmas Pembantu harus dilakukan pemeliharaan, perawatan, dan
pemeriksaan secara berkala agar tetap laik fungsi.
Permasalahan
Di masa pandemic virus covid-19, banyak pasien yang datang ke pustu untuk berobat
akan tetapi pasien banyak yang tidak mau di rujuk ke puskesmas ketika ada
keterbatasan dalam pelayanan karena takut akan penyebaran virus corona. Hal ini
menyebabkan pelayanan pengobatan menjati tidak optimal.
Perencanaan dan Pemilihan Intervensi
 Melakukan pelayanan kesehatan di pustu
Pelaksanaan
 Telah melakukan pelayanan di Pustu Pejeruk 18 Juni-20 Juni 2020 pukul 08 :
00-12:00 wita
Monitoring dan Evaluasi
Pasien yang datang mendapatkan pelayanan kesehatan

2. Posyandu Lansia
Latar Belakang
Seseorang yang memasuki tahapan usia lanjut mengalami berbagai macam perubahan,
antara lain fisik, psikologis dan sosial dimana satu sama lainnya saling berkaitan.
Proses penuaan, baik yang terjadi secara normal maupun karena penyakit akan
mempunyai dampak kemunduran atau disfungsi pada sistem dan subsistem organ
tubuh manusia. Proses penuaan fisik ini berlangsung dengan keceptan berbeda antara
masing-masing individu dan tiap-tiap organ tubuh. oleh karena nya promosi kesehatan
dan pemberdayaan masyarakat diperlukan, khususnya berupa program posyandu
lansia.
Posyandu lansia merupakan pusat kegiatan masyarakat dalam upaya pelayanan
kesehatan dan keluarga berencana. Posyandu adalah pusat pelayanan keluarga
berencana dan kesehatan yang dikelola dan diselenggarakan untuk dan oleh
masyarakat dengan dukungan teknis dari petugas kesehatan dalam rangka pencapaian
Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS). Terdapat beberapa kategori pada
penyelenggara posyandu lansia, yaitu terdiri dari pelaksana kegiatan dan pengelola
Posyandu. Pelaksana kegiatan merupakan anggota masyarakat yang telah dilatih
menjadi kader kesehatan setempat dibawah bimbingan Puskesmas. Sedangkan
pengelola posyandu, adalah pengurus yang dibentuk oleh ketua RW yang berasal dari
keder PKK, tokoh masyarakat formal dan informal serta kader kesehatan yang ada di
wilayah tersebut.
Permasalahan
Dalam kurun waktu 35 tahun sejak tahun 1990, jumlah lanjut usia (lansia) di
Indonesia meningkat 414% dan akan berada pada peringkat kelima negara dengan
lansia terbesar pada tahun 2025. Seperti umumnya di negara berkembang, lebih dari
dua per tiga lansia hidup di wilayah perdesaan terpencil. Gangguan kesehatan yang
banyak dialami lansia adalah artralgia genu, gastritis kronis, nyeri pinggang bawah,
katarak, hipertensi, dan diabetes melitus. Masalah sosial budaya akibat urbanisasi
membuat para lansia ting- gal sendiri tanpa perawatan anak atau cucu. Kelompok
lansia sering dianggap sebagai kelompok rentan yang tidak produktif baik secara
ekonomi maupun sosial. Padahal dalam Undang-Undang Kesejahteraan Lanjut Usia,
mereka dikelompokkan dalam kategori potensial bila orang lansia tersebut masih
produktif secara ekonomi maupun sosial. Kelompok lansia masuk kategori tidak
potensial bila secara ekonomi mereka bergantung pada orang lain. Sehingga tidak
semua orang lansia merupakan kelompok rentan yang tidak produktif.
Perencanaan dan Pemilihan Intervensi
Dalam kurun waktu 35 tahun sejak tahun 1990, jumlah lanjut usia (lansia) di
Indonesia meningkat 414% dan akan berada pada peringkat kelima negara dengan
lansia terbesar pada tahun 2025. Seperti umumnya di negara berkembang, lebih dari
dua per tiga lansia hidup di wilayah perdesaan terpencil. Gangguan kesehatan yang
banyak dialami lansia adalah artralgia genu, gastritis kronis, nyeri pinggang bawah,
katarak, hipertensi, dan diabetes melitus. Masalah sosial budaya akibat urbanisasi
membuat para lansia ting- gal sendiri tanpa perawatan anak atau cucu. Kelompok
lansia sering dianggap sebagai kelompok rentan yang tidak produktif baik secara
ekonomi maupun sosial. Padahal dalam Undang-Undang Kesejahteraan Lanjut Usia,
mereka dikelompokkan dalam kategori potensial bila orang lansia tersebut masih
produktif secara ekonomi maupun sosial. Kelompok lansia masuk kategori tidak
potensial bila secara ekonomi mereka bergantung pada orang lain. Sehingga tidak
semua orang lansia merupakan kelompok rentan yang tidak produktif.
Pelaksanaan
Pelaksanaan upaya promosi kesehatan dilakukan pada :
Tanggal : 20 Juni 2020
Pukul : 09.00 WITA - selesai
Tempat : Posyandu lansia Pejeruk Bangket
Peserta : 15 orang
Metode : Pendaftaran, Penimbangan dan pengukuran tinggi badan, Pemeriksaan
kesehatan, Konseling dan atau pemberian multivitamin dan susu/pengobatan
sederhana, Penyuluhan kesehatan.
Monitoring dan Evaluasi
Kegiatan Posyandu Lansia bisa dievaluasi dari buku catatan yang ada di masing-
masing Posyandu Lansia. Jumlah Lansia yang datang, hasil penimbangan dan
pemeriksaan kesehatan yang tertulis bisa menjadi bahan evaluasi untuk mengetahui
pelaksanaan Posyandu Lansia sudah baik atau belum.
Selain catatan yang ada di Posyandu lansia, para Lansia yang berkunjung juga dberi
KMS Lansia yang berguna untuk memantau per individu hasil pemeriksaan
kesehatannya di setiap kali kunjungan ke Posyandu Lansia.
Hasil pelayanan di Posyandu Lansia tersebut selanjutnya dilaporkan sebulan sekali ke
Puskesmas melalui Bidan Koordinator Lansia. Di Puskesmas laporan hasil kegiatan di
Posyandu lansia di masing-masing desa di wilayah Puskesmas selanjutnya direkap
untuk selanjutnya dicatat dan dilaporkan. Rekapan hasil pelayanan itu bisa dijadikan
pedoman untuk mengevaluasi kegiatan Pelayanan Posyandu lansia di wilayah
Puskesmas

3. Balai Pengobatan Umum PKM Pejeruk


Latar Belakang
Balai pengobatan umum merupakan salah satu dari jenis-jenis layanan di puskesmas 
yang merupakan tempat untuk melayani pemeriksaan umum oleh dokter, yang
meliputi observasi, diagnose, pengobatan, rehabilitas medik tanpa tinggal diruangan
inap pada sarana kesehatan puskesmas ( Sulaeman, Endang Sutrisno, 2011 Balai
pengobatan umum melayani pengobatan  perorangan, bpjs yang diberikan oleh dokter
dan perawat yang memiliki kompetensi pelayanan kesehatan guna melakukan usaha
pencegahan penyakit, penyuluhan dan pengobatan.
Permasalahan
Di era pandemic COVID-19 ini tenaga kesehatan sebagai ujung tombak yang
melayani dan melakukan kontak langsung dengan pasien tentunya mempunyai risiko
terpajan infeksi, oleh sebab itu tenaga kesehatan wajib menjaga kesehatan dan
keselamatan darinya dari risiko tertular penyakit agar dapat bekerja maksimal.
Perencanaan dan Pemilihan Intervensi
 Melakukan pelayanan kesehatan di Poli BP PKM Pejeruk
Pelaksanaan
 Telah melakukan pelayanan di Poli BP PKM Pejeruk 22 Juni-27 Juni 2020
pukul 08:00-14:00 wita
 Menggunakan Alat Perlindungan Diri (APD) sebagai upaya pencegahan
penularan virus
Monitoring dan Evaluasi
Pasien yang datang mendapatkan pelayanan kesehatan yang maksimal

4. PMT Ibu Hamil KEK


Latar Belakang
Kehamilan merupakan suatu proses faali yang menjadi awal kehidupan generasi
berikutnya. Salah satu kebutuhan esensial untuk proses reproduksi sehat adalah
terpenuhinya kebutuhan energi, protein, karbohidrat, vitamin, mineral dan cairan
termasuk air serta serat yang cukup baik kuantitas maupun kualitas. Kurangnya asupan
energi yang berasal dari zat gizi makro (karbohidrat, protein dan lemak) maupun zat gizi
mikro terutama vitamin A, vitamin D, asam folat, zat besi, seng, kalsium dan iodium dan
zat mikro lain pada wanita usia subur yang berkelanjutan (remaja sampai masa
kehamilan), mengakibatkan terjadinya Kurang Energi Kronik (KEK)

Permasalahan
Ibu Hamil Kurang Energi Kronis (KEK) adalah kurangnya asupan energi yang
berlangsung lama/kronik dengan timbulnya gangguan kesehatan pada ibu. Salah satu cara
untuk menilai kualitas bayi adalah dengan mengukur berat bayi pada saat lahir. Seorang
ibu hamil akan melahirkan bayi yang sehat bila tingkat kesehatan dan gizinya berada pada
kondisi yang baik. Sampai saat ini masih banyak ibu hamil yang mengalami masalah gizi
khususnya gizi kurang seperti Kurang Energi Kronis (KEK). Ibu hamil dengan ukuran
Lingkar Lengan Atas (LILA) < 23,5 cm dinyatakan menderita KEK
Perencanaan dan Pemilihan Intervensi
 Pemberian edukasi tentang kenaikan berat badan selama kehamilan
 Pemberian Makanan Tambahan (PMT) Ibu Hamil
Pelaksanaan
 Telah dilakukan edukasi pada ibu hamil dengan KEK yang kontrol ke Poli
KIA Puskesmas Pejeruk pada hari Selasa, 14 Juli 2020
 Telah diberikan PMT untuk ibu hamil
Monitoring dan Evaluasi
Semua ibu hamil yang kontrol kehamilan ke poli KIA dengan ukuran Lingkar Lengan
Atas (LILA) < 23,5 cm sebanyak 2 orang diberikan PMT dan di evaluasi kembali saat
kontrol selanjutnya.
5. PMT Balita
Latar Belakang
Gizi kurang dan gizi buruk secara patofisiologi pada anak balita (12-59 bulan) adalah
mengalami kekurangan energi protein, anemia gizi besi, gangguan akibat kekurangan
iodium (GAKI) dan kurang vitamin A. Kekurangan sumber dari empat diatas pada
anak balita dapat menghambat pertumbuhan, mengurangi daya tahan tubuh sehingga
rentan terhadap penyakit infeksi, mengakibatkan rendahnya tingkat kecerdasan,
penurunan kemampuan fisik, gangguan pertumbuhan jasmani dan mental, stunting.
Penemuan kasus harus dilakukan secara regular (setiap saat atau bulanan) disemua
kesempatan agar dapat mendeteksi dini kasus sebelum menjadi buruk. Jika mobilisasi
masyarakat dan penemuan dini kasus berjalan optimal, maka kurang dari 20% balita
gizi buruk yang perlu dirawat inap.
Permasalahan
Di Indonesia masalah gizi kurang merupakan salah satu faktor penyebab kematian
bayi. Keadaan itu disebabkan oleh asupan gizi yang kurang mencukupi kebutuhan gizi
balita. Oleh sebab itu, untuk membantu mencukupi kebutuhan gizi anak dan balita,
pemerintah mengembangkan program yang disebut Pemberian Makanan
Tambahan (PMT)
Perencanaan dan Pemilihan Intervensi
 Melakukan edukasi tentang Pemberian Makanan Tambahan (PMT) untuk
Balita
 Pemberian Makanan Tambahan (PMT) berupa biskuit
Pelaksanaan
 Telah mengedukasi tentang Pemberian Makanan Tambahan (PMT) untuk
Balita di Polindes PKM Pejeruk pada hari Jumat 11 Juli 2020
 Telah diberikan PMT untuk ibu hamil
Monitoring dan Evaluasi
Ibu dengan balita yang mendapatkan PMT diharapkan untuk datang kembali mengevaluasi
kenaikan BB anaknya.

Anda mungkin juga menyukai