Anda di halaman 1dari 13

F4

Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat


1. EDUKASI GIZI DAN PEMBERIAN VITAMIN A PADA
BALITA DI DESA PALIMANAN BARAT
2. PENYULUHAN TENTANG PENTINGNYA PEMBERIAN
KAPSUL VITAMIN A PADA ANAK
3. KONSELING DIET GIZI PADA PASIEN DM
4. PENYULUHAN POLA MAKAN GUNA MENCEGAH
PENYAKIT AKIBAT KOLESTEROL
5. PENYULUHAN TENTANG GIZI BURUK DAN
KOMPOSISI MAKANAN
F4 - Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat (1)
Judul : EDUKASI GIZI DAN PEMBERIAN VITAMIN A PADA BALITA DI DESA
PALIMANAN BARAT
Latar belakang
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5063);
2. Permenkes No.21/MENKES/PER/VIII/2015 tentang standar kapsul vitamin A bagi bayi,
anak balita dan ibu nifas;
3. Permenkes Nomor 75/MENKES/PER/X/2014 tentang Puskesmas;
Vitamin A adalah zat gizi yang paling esensial, hal itu dikarenakan konsumsi makanan kita
belum mencukupi dan masih rendah sehingga harus dipenuhi dari luar. Kekurangan vitamin
A (KVA) akan meningkatkan kesakitan dan kematian, mudah terserang penyakit infeksi
seperti diare, radang paru-paru, pneumonia, dan akhirnya kematian. Akibat lain yang paling
serius dari kekurangan vitamin A (KVA) adalah rabun senja yaitu betuk lain dari
xeropthalmia termasuk kerusakan kornea mata dan kebutaan. Vitamin A bermanfaat untuk
menurunkan angka kesakitan angka kematian, karena vitamin A dapat meningkatkan daya
tahan tubuh terhadap penyakit infeksi seperti campak, diare, dan ISPA (Infeksi Saluran
Pernapasan Akut) (Almatsier, 2009). Kelompok umur yang terutama mudah mengalami
kekurangan vitamin A adalah kelompok bayi usia 6 – 11 bulan dan kelompok anak balita usia
12 – 59 bulan (1 – 5 tahun) (Pediatrik, 2006). Pada balita vitamin A sangat dibutuhkan untuk
pertumbuhan tulang dan gigi yang kuat, untuk penglihatan yang normal, membantu
memelihara kulit yang sehat dan mencegah lapisan mulut, hidung, paru-paru dan saluran
kencing dari kuman penyakit. Vitamin A yang diberikan pada balita juga berfungsi untuk
mengatur sistem kekebalan (immunesystem), dimana sistem kekebalan badan ini membantu
mencegah atau melawan penyakit dengan membuat sel darah putih yang menghapuskan
bakteri dan virus. Akibat lain yang lebih serius dari kekurangan vitamin A adalah buta senja
dan xeropthalmia karena terjadi kekeringan pada selaput lendir dan selaput bening kornea
mata. Upaya perbaikan status vitamin A harus dimulai pada balita terutama pada anak yang
menderita kekurangan vitamin A (Depkes RI, 2009). Strategi penanggulangan kekurangan
vitamin A masih bertumpuh dengan cara pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi pada bayi
(6 – 11 bulan) kapsul biru yang mengandung vitamin A 100.000 SI diberikan sebanyak satu
kali pada bulan Februari atau Agustus, balita (1 – 5 tahun) kapsul merah yang mengandung
vitamin A 200.000 SI diberikan setiap bulan Februari dan Agustus (Depkes, 2009). Menurut
UNICEF (2013), bahwa kekurangan vitamin A dalam makanan sehari-hari menyebabkan
setiap tahunnya sekitar satu juta anak balita diseluruh dunia menderita penyakit mata tingkat
berat (Xeropthalmia) seperempat diantaranya menjadi buta dan 60% dari yang buta ini akan
meninggal dalam beberapa bulan. Kekurangan vitamin A menyebabkan anak dalam resiko
besar mengalami kesakitan, tumbuh kembang yang buruk dan kematian dini. Terdapat
perbedaan angka kematian sebesar 30% antara anak-anak yang mengalami kekurangan
vitamin A dengan rekanrekannya yang tidak kekurangan vitamin A (Mirnawati, 2010).
Angka kebutaan di Indonesia tertinggi dikawasan Asia Tenggara. Berdasarkan Survei
Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran tahun 2000-2013 menunjukan angka
kebutaan di Indonesia 20% dari jumlah penduduk atau setara dengan tiga juta orang. Jumlah
ini jauh lebih tinggi dibandingkan Bangladesh, Barbados, Paraguay (10,28%), Tibet (18%),
dan Beijing (13%) (Kemenkes, 2013). Bukti menunjukan peranan vitamin A dalam
menurunkan angka kematian yaitu sekitar 30% - 54%, maka selain untuk mencegah kebutaan
pentingnya vitamin A saat ini lebih dikaitkan dengan kelangsungan dihidup, kesehatan, dan
pertumbuhan anak (Depkes RI, 2012). Upaya-upaya pencegahan kebutaan di Indonesia telah
dilaksanakan pada tahun 1967 ketika kebutaan dinyatakan sebagai bencana Nasional sejak
1984 Upaya Kesehatan Mata/Pencegahan Kebutaan (UKM/PK) sudah diintegrasikan ke
dalam kegiatan pokok Puskesmas. Sedangkan Program penanggulangan Kebutaan Katarak
Paripurna (PKKP) dimulai sejak 1987 baik Rumah Sakit (RS) maupun Balai Kesehatan Mata
Masyarakat (BKMM) (Kemenkes, 2013). Indonesia cakupan pemberian vitamin A pada
balita tahun 2014 sebesar 84,3%. Provinsi dengan cakupan tertinggi masing-masing Jawa
Tengah 98,6%, Yogjakarta 96,1%, dan Kalimatan Selatan 93,2%. Sedangkan Provinsi yang
cukupannya terendah masing-masing Papua Barat 29,1% dan Papua 43,5% (Kemenkes,
2014).
Masalah
1. Kurangnya kesadaran masyarakat akan Gizi Seimbang
2. Kurangnya kepedulian masyarakat terhadap Gizi yang dibutuhkan oleh anaknya
3. Rendahnya pengetahuan masyarakat mengenai pentingnya vitamin A
Perencanaan
Metode Penyuluhan dan Pemberian Vitamin A kepada BALITA yang hadir di POSYANDU
Palimanan Barat
Pelaksanaan
Kegiatan dilaksanakan di POSYANDU Palimanan Barat, kegiatan diawali dengan
penyuluhan kemudian pemberian vitamin A
Kegiatan ini dihadiri oleh bidan desa, masyarakat, dokter internship, dan beberapa perangkat
desa.
Monitoring
Evaluasi dilakukan oleh bidan desa dan programmer gizi Puskesmas Gempol
F4 - Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat (2)

Judul : PENYULUHAN TENTANG PENTINGNYA PEMBERIAN KAPSUL


VITAMIN A PADA ANAK

Latar belakang

Setiap bulan Februari dan Agustus yang merupakan Bulan Vitamin A, diposyandu atau di
fasilitas kesehatan dibagikan vitamin A secara gratis untuk anak balita. Kurang Vitamin A
(KVA) masih merupakan masalah yang tersebar di seluruh dunia terutama di Negara
berkembang dan dapat terjadi pada semua umur terutama pada masa pertumbuhan . Salah
satu dampak kurang vitamin A adalah kelainan pada mata yang umumnya terjadi pada anak
usia 6 bulan s/d 4 tahun yang menjadi penyebab utama kebutaan di negara berkembang.

Kurang Vitamin A pada anak biasanya terjadi pada anak yang menderita Kurang Energi
Protein (KEP) atau gizi buruk sebagai akibat asupan zat gizi sangat kurang, termasuk zat gizi
mikro dalam hal ini vitamin A. Anak yang menderita kurang vitamin A mudah sekali
terserang infeksi seperti infeksi saluran

pernafasan akut, campak, cacar air, diare dan infeksi lain karena daya tahan anak menurun.
Namun masalah kekurangan vitamin A dapat juga terjadi pada keluarga dengan penghasilan
cukup. Hal ini terjadi karena kurangnya pengetahuan orang tua terutama ibu tentang gizi yang
baik. Gangguan penyerapan pada usus juga dapat menyebabkan kekurangan vitamin A.

Masalah

Pemerintah dalam menyikapi masalah tentang kekurangan vitamin A melalui suplementasi


Vitamin A dosis tinggi kepada anak balita. Suplementasi Vitamin A adalah program
intervensi pemberian Kapsul Vitamin A bagi anak usia 6-59 bulan dan ibu nifas yang
bertujuan selain untuk mencegah kebutaan juga untuk menanggulangi kekurangan Vitamin A
(KVA) yang masih cukup tinggi pada balita.

Sasaran program ini adalah balita dari usia 6 bulan sampai dengan 59 bulan. Vitamin A yang
dibagikan adalah vitamin A dosis tinggi. Ada 2 jenis vit A yang diberikan yaitu yang biru
(100.000 IU) untuk bayi usia 6 sd 11 bulan, dan yang merah (200.000 IU) untuk usia 12 sd 59
bulan.
Vitamin A juga diberikan bagi ibu nifas ( menyusui bayi hingga usia 42 hari). Hal ini
dilakukan karena berdasarkan kajian berbagai studi ditemukan bahwa Vitamin A merupakan
zat gizi yang sangat diperlukan bagi manusia, karena zat gizi ini sangat penting agar proses-
proses fisiologis dalam tubuh berlangsung secara normal, termasuk pertumbuhan sel,
meningkatkan fungsi penglihatan, meningkatkan imunologis dan pertumbuhan badan.
Pemberian vitamin A dosis tinggi selain diberikan pada anak balita, ibu nifas tapi diberikan
juga pada kasus dengan keadaan tertentu seperti anak menderita xeroptalmia, campak dan
gizi buruk.

Perencanaan

Metode yang dipilih adalah dengan penyuluhan

Judul Penyuluhan : Penyuluhan Tentang Pentingnya Pemberian Kapsul Vitamin A pada Anak

Metode Penyuluhan : Presentasi dan diskusi

Sasaran penyuluhan : Masyarakat yang datang ke POSYANDU Palimanan Barat

Lokasi Penyuluhan : POSYANDU Palimanan Barat

Pelaksanaan

Kegiatan penyuluhan dilaksanakan pada hari Senin tanggal 9 Juni 2021 di kegiatan
POSYANDU Palimanan Barat. Kegiatan dilaksanakan pada pukul 08.00 – 12.00 WIB yang
dihadiri oleh masyarakat yang merupakan masyarakat wilayah kerja Puskesmas Gempol.
Penyuluhan dilaksanakan dengan metode presentasi. Penyuluhan dilanjutkan dengan diskusi
dan sesi tanya jawab yang berkaitan dengan materi penyuluhan agar dapat lebih memahami
materi serta dilanjutkan dengan pemberian kapsul vitamin A pada anak.

Monitoring

Pada pelaksanaan penyuluhan perlu di pertimbangkan adanya metode penyuluhan yang lebih
menarik seperti leaflet yang diberikan kepada masing-masing peserta agar lebih paham dan
agar semua dapat melihat serta disediakan mainan untuk anak-anak agar tidak mengganggu
ibu yang sedang diberikan penyuluhan.
F4 - Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat (3)

Judul : KONSELING DIET GIZI PADA PASIEN DM

Latar belakang

Diabetes Mellitus (DM) merupakan kategori penyakit tidak menular (PTM) yang menjadi
masalah kesehatan masyarakat maupun secara global. Salah satu jenis penyakit metabolik
yang selalu mengalami peningkatan penderita setiap tahun di negara-negara seluruh dunia.
Diabetes merupakan serangkaian gangguan metabolik menahun akibat pankreas tidak
memproduksi cukup insulin, sehingga menyebabkan kekurangan insulin baik absolut maupun
relatif, akibatnya terjadi peningkatan konsentrasi glukosa dalam darah.

Berdasarkan perolehan data International Diabetes Federation (IDF) tingkat prevalensi global
penderita DM pada tahun 2013 sebesar 382 kasus dan diperkirakan pada tahun 2035
mengalami peningkatan menjadi 55% (592 kasus) diantara usia penderita DM 40-59 tahun.

Tingginya angka tersebut menjadikan Indonesia peringkat keempat jumlah pasien DM


terbanyak di dunia setelah Amerika Serikat, India dan China.

Laporan dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan


(RISKESDAS) tahun 2013

menyebutkan terjadi peningkatan prevalensi pada penderita diabetes melitus di daerah urban
Indonesia untuk usia diatas 15 tahun sebesar 5,7%. Prevalensi terkecil terdapat di propinsi
Papua sebesar 1,7%, dan terbesar di propinsi Maluku Utara dan Kalimantan Barat yang
mencapai 11,1%, sedangkan prevalensi Toleransi Glukosa Terganggu (TGT), berkisar antara
4,0% di propinsi Jambi sampai 21,8% di propinsi Papua Barat.

PERKENI (2006), terdapat banyak faktor yang berpengaruh terhadap kejadian Diabetes
Mellitus Tipe 2 diantaranya, riwayat keluarga dengan diabetes, umur, riwayat lahir dengan
berat badan rendah (<2,5 kg). Serta terdapat faktor yang meningkatkan risiko penyakit
Diabetes Mellitus yakni berat badan lebih, kurangnya aktivitas fisik atau gaya hidup, pola
makan, hipertensi, dislipidemia, diet tidak sehat dan stress.

Pada pasien DM tipe-II umumnya bertubuh gemuk dan proses terjadinya lebih dipengaruhi
oleh lingkungan seperti gaya hidup dan pola makan. Karena, sel-sel sasaran (otot dan lemak
tubuh) yang seharusnya mengambil gula dengan adanya insulin, tidak memberikan respon
normal terhadap insulin. Jenis diabetes ini sering tanpa disertai keluhan, dan jika ada
gejalanya lebih ringan daripada DM tipe-I. Karena itu, DM tipe-II pada usia dewasa
seringkali dapat diatasi hanya dengan diet dan olahraga.

dengan tingginya pengetahuan pasien terhadap diet diabetes melitus diharapkan dapat
meningkatkan sikap tentang kepedulian pasien terhadap diet diabetes melitus tipe 2, sehingga
klien dapat mengendalikan penyakit yang dideritanya dan komplikasi diabetes melitus dapat
dicegah, dengan demikian, penderita diabetes melitus diharapkan proaktif untuk memelihara
dan meningkatkan kesehatan dengan melakukan aktivitas perawatan diri penderita diabetes
melitus, yang di dalamnya termasuk pengelolaan diet/pengaturan makan. Sikap sangat
dipengaruhi oleh pengetahuan, dalam hal ini pengetahuan penderita tentang diet/pengaturan
makan. Pengetahuan ini akan membawa penderita untuk menentukan sikap, berfikir dan
berusaha untuk tidak terkena penyakit atau dapat mengurangi kondisi penyakitnya.

Hal tersebutlah yang mendasari latar belakang ini mengenai pengaruh edukasi diet terhadap
pengetahuan, sikap dan perilaku pengaturan makan pada pasien diabetes melitus di wilayah
kerja Puskesmas Gempol

Masalah

Masalah gula darah yang tidak kunjung turun walaupun sudah dengan obat obatan yang
diakibatkan karena kurangnya pengetahuan mengenai diet Dm sehingga mempengaruhi sikap
dan perilaku pengaturan makan pada penderita diabetes melitus tipe 2 di wilayah kerja
Puskesmas Gempol

Perencanaan

1. Kegiatan

melakukan konseling mengenai diet DM dan menjelaskan mengenai penyakit DM dan


komplikasi nya apabila tidak ditangani dengan baik (farmakologi maupun non farmakologi)

2. Menentukan Sasaran

Sasaran yang dipilih pada kegiatan pasien DM tipe 2 sejak 3 tahun yang lalu dengan masalah
gula darah yang tidak kunjung turun walaupun sudah dengan obat obatan. (Ny.R;50 tahun)

3. Menetapkan Tujuan
Tujuan : Upaya konseling pada pasien DM tipe 2 ini dilakukan untuk meningkatkan
pengetahuan pasien mengenai diet DM, sehingga dapat merubah sikap dan perilaku pasien
dalam pengaturan makan dan gaya hidup pasien.

Pelaksanaan

Kegiatan : konseling mengenai penyakit, komplikasi dan diet pada penderita DM

Tujuan : Meningkatkan pengetahuan pasien mengenai diet DM dan sikap serta perilaku
pasien dalam pengaturan makanan dan gaya hidup.

Peserta : Pasien dengan DM tipe 2

Waktu dan Tempat : pukul 09.00-09.15 di Ruang usila Puskesmas gempol

Metode : Pemberian materi mengenai diet DM dan mengenai penyakit Dm dan


komplikasinya.

Monitoring

Monitoring dan evaluasi dilakukan dengan pengecekan pemahaman pasien dengan materi
yang sudah dijelaskan dengan cara mengajukan beberapa pertanyaan Pertanyaan yang
dijawab dengan benar oleh pasien merupakan bukti keberhasilan bahwa konseling yang telah
dilakukan mampu diterima dan dipahami oleh pasien. sehingga dapat diterapkan oleh pasien.
Kesimpulan dari konseling ini, pasien sudah mulai paham pentingnya diet DM pada penyakit
DM yang diderita pasien.
F4 - Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat (4)

Judul : PENYULUHAN POLA MAKAN GUNA MENCEGAH PENYAKIT AKIBAT


KOLESTEROL

Latar belakang

Pergeseran pola penyakit telah terjadi belakangan ini, dari penyakit menular menjadi penyakit
tidak menular seperti stroke, diabetes, atau penyakit jantung. Kejadian ini disebabkan oleh
perubahan sosial ekonomi, lingkungan, serta pola hidup yang tidak sehat. Salah satu contoh
yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit tidak menular adalah keadaan kolesterol yang
tinggi.

Kolesterol merupakan salah satu substansi yang penting bagi tubuh manusia. Kolesterol
berperan dalam produksi hormon, vitamin D, serta membantu dalam proses pencernaan.
Tubuh akan memproduksi kolesterol jika dibutuhkan. Kolesterol juga berasal dari makanan
yang bersumber dari hewan, seperti kuning telur, daging, dan keju. Kadar kolesterol yang
tinggi akan menyebabkan penumpukan di dinding pembuluh darah dan membentuk plak. Hal
ini dapat menyebabkan aliran darah tersumbat dan menimbulkan sejumlah penyakit
berbahaya seperti penyakit jantung koroner dan stroke.

Salah satu penyebab kolesterol tinggi adalah pola makan yang tidak sehat. Seperti yang
diketahui saat ini bahwa masyarakat rata-rata hidup dengan pola hidup yang tidak sehat, salah
satunya makan makanan cepat saji serta tinggi lemak. Pengetahuan mengenai pola makan
yang tepat guna mencegah kolesterol tinggi sangat penting. Dengan demikian salah satu
sumber penyebab penyakit tidak menular dapat teratasi, sehingga angka penderitanya dapat
berkurang.

Masalah

Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang pencegahan penyakit tidak menular


mengakibatkan angka penderitanya meningkat, khususnya seputar kolesterol. Makan
makanan cepat saji dan tinggi lemak menjadi kecenderungan yang ada saat ini. Pola makan
guna mencegah kolesterol perlu diterapkan sejak dini sehingga kedepannya dampak yang
timbul akibat kondisi tersebut dapat berkurang.
Perencanaan

Berdasarkan permasalahan tersebut, maka diadakan intervensi terkait seputar pola makan
guna mencegah kolesterol tinggi. Intervensi dapat dilakukan dengan cara penyuluhan
kesehatan baik di dalam maupun di luar gedung. Penyuluhan di dalam gedung dilakukan di
Puskesmas dengan sasaran pasien yang sedang berkunjung. Sementara penyuluhan di luar
gedung dapat dilakukan di Posyandu, sekolah, maupun saat kunjungan rumah. Intervensi
yang dilakukan adalah penyuluhan kesehatan di dalam Puskesmas Gempol.

Pelaksanaan

Penyuluhan kesehatan dilaksanakan pada hari Kamis, tanggal 1 Juli 2021, bertempat di
Puskesmas Gempol, Kecamatan Gempol, Kabupaten Cirebon. Penyuluhan ini dibawakan
oleh dokter intership, diikuti oleh masyarakat yang sedang berkunjung ke Puskesmas. Disela-
sela materi yang disampaikan, pemateri memberikan kesempatan pada peserta untuk bertanya
langsung apabila ada materi yang tidak dimengerti

Monitoring

Peserta yang mengikuti penyuluhan tersebut sekitar 20 orang. Penyuluhan berlangsung


selama 15 menit. Selama penyuluhan berlangsung, peserta menyimak dengan antusias.
Penyampaian materi juga dilakukan secara 2 arah agar masyarakat dapat lebih menyimak
materi yang ingin disampaikan dan agar mengetahui sejauh mana pemahaman peserta
mengenai pola makan terkait kolesterol. Setelah diberikan penyuluhan dilanjutkan diskusi
tanya jawab. Keterbatasan dari kegiatan ini adalah tidak disediakan media penyuluhan seperti
leaflet atau powerpoint. Diharapkan kedepannya kegiatan ini bisa disertai dengan persiapan
yang lebih baik dan media penyuluhan visual yang lebih menarik agar masyarakat bisa
menyerap informasi lebih banyak dari materi yang disampaikan.
F4 - Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat (5)

Judul : PENYULUHAN TENTANG GIZI BURUK DAN KOMPOSISI MAKANAN

Latar belakang

1. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan


Nasional

2. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 tentang


Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional

4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2015 tentang Petunjuk
Teknis Bantuan Operasional Kesehatan

5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2015 tentang Pusat
Kesehatan Masyarakat

6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269/Menkes/Per/III/2008 tentang Gizi

Masalah gizi buruk pada balita merupakan masalah kesehatan masyarakat sejak dahulu.
Krisis ekonomi yang terjadi sejak tahun 1997 sampai saat ini masih belum dapat
ditanggulangi dengan baik. Hal ini menyebabkan jumlah keluarga miskin semakin banyak
dan daya beli terhadap pangan menurun. Lebih lanjut, ketersediaan bahan makanan dalam
keluarga menjadi terbatas yang pada akhirnya berpotensi menimbulkan terjadinya gizi kurang
bahkan gizi buruk. Kekurangan gizi merupakan faktor utama yang menyebabkan kematian
bayi dan balita. Masalah gizi umumnya disebabkan oleh dua faktor utama, yakni infeksi
penyakit dan rendahnya asupan gizi akibat kekurangan ketersediaan pangan ditingkat rumah
tangga atau pola asuhan yang salah. Masalah gizi buruk dan gizi kurang pada anak balita
merupakan masalah yang perlu ditanggulangi. Komposisi makanan yang dikonsumsi anak
lebih cenderung ke jajanan, sehingga orang tua harus paham bahwa jajanan kebanyakan
hanya mengandung karbohidrat dan lemak. Sedangkan anak membutuhkan protein dalam
jumlah yang banyak karena masih dalam masa pertumbuhan.

Masalah
1. Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang gizi seimbang

2. Kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap perbedaan antara susu bubuk dengan susu
kental manis

3. Kebiasaan orang tua yang memberikan anaknya jajanan ketika anaknya rewel

4. Orang tua yang sibuk sehingga membiarkan nenek/kakek yang sudah lansia untuk
mengurus anak

Perencanaan

Metode Penyuluhan dan Pemberian Biskuit BALITA

Pelaksanaan

Kegiatan dilaksanakan di POSYANDU Desa Walahar

Kegiatan dihadiri oleh bidan desa, dokter internsip, kader, dan masyarakat setempat

Monitoring

Monitoring dan Evaluasi dilaksanakan setiap ada penimbangan di POSYANDU

Anda mungkin juga menyukai