Anda di halaman 1dari 4

MASALAH GIZI KURANG VITAMIN A (KVA)

Kurang vitamin A (KVA) masih merupakan masalah gizi utama di Indonesia. Meskipun
KVA tingkat berat (xeropthalmia) sudah jarang ditemui, tetapi KVA tingkat subklinis, yaitu
tingkat yang belum menampakkan gejala nyata, masih menimpa masyarakat luas terutama
kelompok balita. KVA tingkat subklinis ini hanya dapat diketahui dengan memeriksa kadar
vitamin A dalam darah di laboratorium. Masalah KVA tidak nampak pada tingkat subklinis
padahal hal ini merupakan masalah besar yang perlu mendapatkan perhatian. Hal ini menjadi
lebih penting lagi karena KVA sangat berhubungan dengan tingkat infeksi terutama pada balita.
Kekurangan vitamin A meningkatkan resiko anak terhadap penyakit infeksi saluran pernafasan
dan diare, meningkatkan angka kematian karena campak, serta menyebabkan keterlambatan
pertumbuhan (Siti Maryam, 2003). Yang nantinya juga sangat berpengaruh pada status gizi,
status kesehatan, angka morbiditas dan mortalitas balita.
Masalah gizi belakangan ini sering disebut masalah gizi mikro atau kelaparan
tersembunyi (hidden hunger). Dinamakan gizi mikro karena memang ukurannya kecil, yakni
dalam mikrogram (ug). Namun meskipun dibutuhkan dalam jurnlah sedikit, zayt gizi ini sangat
penting dan diperlukan untuk kesehatan manusia. Disebut kelaparan tersembunyi, karena pada
umumnya penderita tidak mengetahui atau tidak menyadari kalau yang bersangkutan kekurangan
zat gizi tersebut, dan baru diketahui setelah gejala-gejala defisiensi atau kekurangan muncul.
Meski program penanggulangan KVA sudah dirintis sejak tahun 1960-an dan efektif sejak tahun
1970-an, serta Indonesia pernah tercatat sebagai salah satu Negara yang berhasil mengatasi
masalah KVA sehingga tidak lagi merupakan masalah kesehatan masyarakat, tetapi sejak krisis
1997, tampaknya masalah KVA mencuat lagi.
Sumber utama vitamin A adalah pigmen karotenoid (umumnya ß-karetin) dan retinilester
dari hewan. Senyawa ini diubah menjadi retinol dan diesterifikasi dengan asam lemak rantai
panjang. Hasil dari retinilester diabsorpsi bersama lemak dan ditransportasikan ke hati untuk
disimpan (Gormall,1986).
PREVALENSI KVA
Angka prevalensi kejadian kurang vitamin A di beberapa daerah di Indonesia menurut
beberapa survey adalah sebagai berikut (Pratiwi, 2013) :
1. Survei nasional pada xeroftalmia I tahun 1978 menunjukkan angka xeroftalmia di
Indonesia sebesar 1,34% atau sekitar tiga kali lipat lebih tinggi dari ambang batas yang
ditetapkan oleh WHO (X16 < 0,5%).
2. Pada tahun 1992 survei nasional pada xeroftalmia II dilaksanakan, prevalensi KVA
mampu diturunkan secara berarti dari 1,34% menjadi 0,33%. Namun secara subklinis,
prevalensi KVA terutama pada kadar serum retinol dalam darah (< 20 mcg/100 ml) pada
balita sebesar 50%, ini menyebabkan anak balita di Indonesia berisiko tinggi untuk
terjadinya xeropthalmia dan menurunnya tingkat kekebalan tubuh sehingga mudah
terserang penyakit infeksi (Azwar, 2004). Akibatnya menjadi sangat tergantung dengan
kapsul vitamin A dosis tinggi.
3. Menurut hasil survey pemantauan status gizi dan kesehatan tahun 1998-2002, yang
menunjukkan bahwa sampai tahun 2002, sekitar 10 juta (50%) anak Indonesia terancam
kekurangan vitamin A, karena tidak mengkonsumsi makanan mengandung vitamin A
secara cukup.
4. Defisiensi vitamin A diperkirakan mempengaruhi jutaan anak di seluruh dunia. Sekitar
250.000500.000 anak-anak di Negara berkembang menjadi buta setiap tahun karena
kekurangan vitamin A, dengan prevalensi tertinggi di Asia Tenggara dan Afrika. Dengan
tingginya prevalensi kekurangan vitamin A, WHO telah menerapkan beberapa inisiatif
untuk suplementasi vitamin A di negara-negara berkembang. Beberapa strategi termasuk
asupan vitamin A melalui kombinasi pemberianASI, asupan makanan, fortifikasi
makanan, dan suplemen. Melalui upaya WHO dan mitra-mitranya, yang diperkirakan
1,25 juta kematian sejak 1998 di 40 negara karena kekurangan vitamin A telah dihindari
(Anonim, 2011).
5. Sementara itu pada Mei 2003 berdasarkan data WHO ditemukan bahwa hingga kini
masih ditemukan 3 propinsi yang paling banyak kekurangan vitamin A yaitu : Propinsi
Sulawesi Selatan tingkat prevalensi hingga 2,9%, propinsi
SOLUSI PENCEGAHAN DAN UPAYA PENANGGULANGAN KVA
Prinsip dasar untuk mencegah dan menanggulangi masalah KVA adalah menyediakan
vitamin A yang cukup untuk tubuh. Dalam upaya menyediakan vitamin A yang cukup untuk
tubuh, dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu
1. Meningkatkan konsumsi sumber vitamin A alami melalui penyuluhan
2. Menambahkan vitamin A pada bahan makanan yang dimakan oleh golongan sasaran
secara luas (fortifikasi)
3. Distribusi kapsul vitamin A dosis tinggi secara berkala (200.000 SI)
Upaya meningkatkan konsumsi bahan makanan sumber vitamin A melalui proses komunikasi-
informasi-edukasi (KIE) merupakan upaya yang paling aman dan langgeng. Namun disadari
bahwa penyuluhan tidak akan segera memberikan dampak nyata. Selain itu kegiatan fortifikasi
dengan vitamin A masih bersifat rintisan dan belum memberikan kontribusi yang bermakna .
Oleh sebab itu penanggulangan KVA saat ini masih bertumpu pada pemberian kapsul vitamin A
dosis tinggi (Depkes RI, 2000). Suplementasi vitamin A diberikan pada balita 6-59 bulan, setiap
6 bulan, dianjurkan pada bulan kampanye kapsul vitamin A yaitu pada bulan Februari dan
Agustus. Kapsul vitamin A juga harus didistribusikan pada balita di daerah endemik campak dan
diare.
Keberhasilan penanggulangan KVA dengan distribusi kapsul vitamin A 200.000 SI
masih bersifat sementara. Perlu upaya lain untuk mendampingi dan menunjangnya, yakni dengan
upaya pendidikan gizi dan fortifikasi vitamin A ke dalam makanan, agar asupan vitamin A tidak
semata-mata tergantung dari kapsul vitamin A. Meski distribusi kapsul vitamin A 200.000 SI
terbukti efektif menurunkan masalah KVA, tetapi kita tidak boleh hanya menggantungkan
pendekatan ini, karena tidak akan lestari dan dapat menimbulkan ketergantungan masyarakat
pada kapsul yang harus dibeli dengan dana dari rakyat. Di samping itu upaya suplementasi tidak
termasuk murah yakni dengan biaya 0,46-0,68 $USD per unit target (Soekirman dkk,2003).
Data Riskesdas 2010 menunjukkan bahwa cakupan pemberian kapsul vitamin A secara
nasional pada anak balita sebesar 69,8 persen. Terjadi disparitas antar provinsi dengan jarak 49,3
persen sampai 91,1 persen. Cakupan nasional ini menurun dari 71,5 persen. Sementara, pada
tahun 2007 hanya 44,6 persen ibu nifas mendapat suplementasi vitamin A dan meningkat
menjadi 52,2 persen pada tahun 2010 (Kemenkes, 2010).
PROSPEK PENANGGULANGAN KVA
Memperhatikan kecenderungan angka prevalensi xerophtalmia maupun prevalensi KVA sub
Klinis dari hasil survei tahun 1978, 1992, dan 2006, yang turun secara bermakna, tampaknya
bukan mustahil Indonesia akan mencatat sejarah keberhasilannya membebaskan diri dari
masalah KVA. Agar hal tersebut dapat tercapai dan bertahan tidak seperti pada tahun 1997,
makaupaya penyuluhan dan konseling gizi di pojok gizi Puskesmas perlu direvitalisasi.
Keberhasilan penurunan prevalensi xerophtalmia maupun KVA sub klinis lebih banyak karena
program suplementasi kapsul vitamin A 200.000 SI tiap bulan Februari dan Agustus (Herman
2007)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2011. Vitamin A.


http://www.newsmedical.net/health/VitaminADeficiency28Indonesian%29.aspx.
Azwar, A (2004). Kecenderungan Masalah Gizi dan Tantangan di Masa Datang; disampaikan
pada pertemuan advokasi program perbaikan gizi menuju Keluarga Sadar Gizi, di Hotel
Sahid Jaya, Jakarta

Departemen Kesehatan RI. 2000. Pedoman Pemberian Kapsul Vitamin A Dosis Tinggi.
www.google.co.id/KVA.
Herman, S. (2007). Masalah Kurang Vitamin A (KVA) dan Prospek Penanggulangannya. Media
Litbang Kesehatan, 40-44.

Kementrian Kesehatan RI. 2010. Riset Kesehatan Dasar Indonesia. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan. Kemenkes RI. Jakarta.
Pratiwi, Y. S. (2013). Kekurangan Vitamin A (KVA) dan Infeksi . The Indonesian Journal of
Health Science , 207-2010.

Soekirman dkk. Situational Analysis of Nutrition Problems in Indonesia: Its Policy, Programs
and Prospective Development. 2003.

Anda mungkin juga menyukai