GIZI
NASIONAL
KEKURANGAN VITAMIN A
SILVIA OKTASARI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kekurangan vitamin A (KVA) merupakan masalah kesehatan utama di negara
yang sedang berkembang termasuk Indonesia. KVA terutama sekali mempengaruhi
anak kecil, diantara mereka yang mengalami defisiensi dapat mengalami xerophthalmia
dan dapat berakhir menjadi kebutaan, pertumbuhan yang terbatas, pertahanan tubuh
yang lemah, eksaserbasi infeksi serta meningkatkan resiko kematian. Hal ini menjadi
nyata bahwa KVA dapat terus berlangsung mulai usia sekolah dan remaja hingga
masuk ke usia dewasa (Keith dan West, 2008).
Meskipun konsekuensi kesehatan dari KVA tidak digambarkan dengan baik di
atas anak usia dini, namun data terakhir menunjukkan bahwa KVA pada wanita usia
reproduksi dapat meningkatkan resiko kesakitan dan kematian selama kehamilan
dan periode awal postpartum. KVA yang berat pada maternal juga memberikan
kerugian bagi anak baru lahir karena dapat akibatkan peningkatan kematian dibulan
pertama kehidupan. Sebagai konsekuensi dari meningkatnya pemahaman
tentang KVA maka sangat penting bahwa beban kesehatan yang dihasilkan
dikuantifikasi setepat mungkin, sebagai dasar tindakan dan pemantauan serta evaluasi
program pencegahan selanjutnya. Kemajuan telah dilakukan selama 4 dekade terakhir
dalam memperkirakan beban KVA, terutama dengan menggabungkan dan
mengekstrapolasikan data prevalensi dari negara dimana telah dikumpulkan dalam
populasi dengan profil demografis yang sama dan risiko yang telah diantisipasi. Dalam
beberapa tahun terakhir, KVA telah diperkirakan mempengaruhi antara 75 dan 254
juta anak prasekolah setiap tahun, jauh dari jarak yang akurat. Tidak ada perkiraan
permasalahan kesehatan global KVA ibu atau adanya insidensi tahunan kebutaan
malam ibu (XN) ( Arlappa, 2012; Keith dan West, 2008).
KVA pada anak biasanya terjadi pada anak yang menderita Kurang Energi
Protein (KEP) atau Gizi buruk sebagai akibat asupan zat gizi sangat kurang, termasuk
zat gizi mikro dalam hal ini vitamin A. Anak yang menderita KVA mudah sekali
terserang infeksi seperti infeksi saluran pernafasan akut, campak, cacar air, diare dan
infeksi lain karena daya tahan anak tersebut menurun. Namun masalah KVA dapat juga
terjadi pada keluarga dengan penghasilan cukup. Hal ini terjadi karena kurangnya
pengetahuan orang tua / ibu tentang gizi yang baik. Gangguan penyerapan pada usus
juga dapat menyebabkan KVA walaupun hal ini sangat jarang terjadi. Kurangnya
konsumsi makanan (< 80 % AKG) yang berkepanjangan akan menyebabkan anak
menderita KVA, yang umumnya terjadi karena kemiskinan, dimana keluarga tidak
mampu memberikan makan yang cukup. Sampai saat ini masalah KVA di Indonesia
masih membutuhkan perhatian yang serius. Oleh karena itu dirasakan perlunya
Program penanggulangan masalah KVA bertujuan untuk menurunkan prevalensi KVA
terutama ditujukan kepada kelompok sasaran rentan yaitu balita dan wanita yang berada
pada usia reproduksi ( Heijthuijsen, et al ,2013).
Penanggulangan masalah Kurang Vitamin A (KVA) pada anak Balita sudah
dilaksanakan secara intensif sejak tahun 1970-an, melalui distribusi kapsul vitamin A
setiap 6 bulan, dan peningkatan promosi konsumsi makanan sumber vitamin A. Dua
survei terakhir tahun 2007 dan 2011 menunjukkan, secara nasional proporsi anak
dengan serum retinol kurang dari 20 ug sudah di bawah batas masalah kesehatan
masyarakat, artinya masalah kurang vitamin A secara nasional tidak menjadi masalah
kesehatan masyarakat (Depkes, 2012).
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan vitamin A?
2. Apa yang dimaksud dengan Kekurangan Vitamin A (KVA)?
3. Apa saja fungsi vitamin A?
4. Faktor risiko apa saja yang menyebabkan Kekurangan Vitamin A?
5. Apa penyebab terjadinya Kekurangan Vitamin A?
6. Bagaimana tanda-tanda/gelaja Kekurangan Vitamin A?
7. Apa akibat Kekurangan Vitamin A?
8. Bagaimana pencegahan dan penanggulangan Kekurangan Vitamin A?
9. Apa saja sumber vitamin A?
10. Berapa Angka Kecukupan Gizi vitamin A?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian vitamin A
2. Untuk mengetahui pengertian Kekurangan Vitamin A (KVA)
3. Untuk mengetahui fungsi-fungsi vitamin A
4. Untuk mengetahui faktor risiko Kekurangan Vitamin A
5. Untuk mengetahui penyebab terjadinya Kekurangan Vitamin A
6. Untuk mengetahui tanda-tanda/gelaja Kekurangan Vitamin A
7. Untuk mengetahui akibat Kekurangan Vitamin A
8. Untuk mengetahui pencegahan dan penanggulangan Kekurangan Vitamin A
9. Untuk mengetahui sumber vitamin A
10. Untuk mengetahui Angka Kecukupan Gizi vitamin A
BAB II
PEMBAHASAN
Usia
Berbagai tingkat defisiensi vitamin A mulai dari bentuk subklinis hingga bentuk
malnutrisi dengan kebutaan yang berat (keratomalasia), dapat terjadi pada setiap usia
jika keadaannya cukup ekstrim. Namun demikian, sebagai persoalan kesehatan
masyarakat, defisiensi vitamin A, khususnya defisiensi yang berat, akan menyerang
anak-anak dalam usia prasekolah. Keadaan ini terjadi karena kebutuhan vitamin A bagi
pertumbuhan pada anak-anak ini cukup tinggi. Sementara asupan vitamin dari makanan
seringkali rendah dengan tambahan beban pajanan infeksi yang lebih besar. Insidens
xeroftalmia kornea paling prevalen pada anak-anak yang berusia 2-4 tahun. Pada anak-
anak dibawah usia 12 bulan, penyakit kornea merupakan kejadian yang relatif jarang
dijumpai (terutama karena efek protektif pemberian ASI), tetapi keratomalasia lebih
sering terjadi diantara bayi-bayi yang hidup dalam kondisi sosial ekonomi yang
rendah. Prevalensi xeroftalmia ringan, terutama buta senja (SN) dan bercak bitot (XB)
meningkat seiring usia hingga usia prasekolah dan keterkaitan ini ternyata berbeda-
beda diantara berbagai budaya terlepas dari angka xeroftalmia yang spesifik menurut
usia. Defisiensi vitamin A subklinis juga sering ditemukan diantara anak-anak usia
sekolah, remaja, dan dewasa muda pada komunitas yang sama dan prevalensinya
pada anak-anak kecil cukup tinggi.
Gender
Pada orang dewasa yang sehat, kadar retinol plasma maupun RBP (retinol-binding
protein) ternyata berada pada level 20% lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan pada
wanita, kendati signifikan fisiologi perbedaan ini masih belum jelas. Walaupun begitu,
laki-laki umumnya memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami buta senja dan
bercak Bitot dibandingkan perempuan selama usia prasekolah dan awal usia sekolah.
Perbedaan gender ini tidak begitu jelas dalam hal xeroftalmia yang berat. Perbedaan
pada budaya pemberian makan dan perawatan antara anak laki-laki dan perempuan
dalam sebagian populasi dapat menkelaskan variasi menurut gender ketika hal ini
diamati.
Status Fisiologi
Dengan meningkatnya kebutuhan vitamin A selama periode pertumbuhan yang cepat,
anak-anak kecil merupakan kelompok yang paling rentan. Kebutuhan akan vitamin A
juga meningkat selama masa kehamilan dan menyusui; dengan demikian, ibu hamil dan
menyusui dalam populasi yang kehilangan haknya tidak mampu memenuhi kebutuhan
yang meningkat selama periode tertentu. Buta senja selama kehamilan dan laktasi
terutama sering ditemukan di Asia Selatan dengna kejadian buta senja sebesar 15%-
20% dari semua kehamilan dan kemudian berulang kembali pada kehamilan
berikutnya; keadaan ini pada beberapa budaya dianggap sebagai bagian dari kehamilan.
Sejumlah penelitian juga memperlihatkan bahwa ASI dari ibu dengan status
vitamin A yang buruk sering kali turut menyebabkan peningkatan kerentanan
pada bayi.
Diet
Penyebab dasar yang melandasi defisiensi vitamin A sebagai permasalahan kesehatan
masyarakat adlaha diet atau pola makan yang kurang mengandung vitamin, baik
senyawa karotenoidperformed aatau provitamin A untuk memenuhi kebutuhan.
Pada umumnya, ditempat yang kondisi hidupnya buruk, diet seseorang akan
bergantung pada makanan nabati yang lebih murah tetapi secara hayati kurang
mengandung vitamin A (sebagai karotenoid). Populasi yang mengonsumsi beras
sebagai makanan pokok dan serat pangan dalam kehidupan sehari-hari ternyata
sangat berisiko untuk mengalami defisiensi vitamin A. Dengan demikian, xeroftalmia
lebih sering ditemukan di Asia Selatan dan Asia Timur. Defisiensi vitamin A
subklinis umumnya terjadi ditempat yang kualitas makanannya relatif rendah
akibat kendala pada kemampuan mengakses makanan dan ketersediaan makanan,
khususnya makanan hewani.
Pemberian ASI, kualitas makanan tambahan, dan kualitas diet anak semuanya
merupakan faktor penting untuk mempertahankan status vitamin A. Ada bukti
jelas yang menunjukkan bahwa anak-anak yang mendapatkan ASI menghadapi
kemungkinan yang lebih kecil untuk mengalami defisiensi vitamin A jika
dibandingkan dengan anak-anak pada usia sama yang tidak memperoleh ASI.
Lebih lanjut, peningkatan frekuensi pemberian ASI juga memberikan efek protektif
terhadap xeroftalmia.
Kebiasaan makan yang spesifik menurut budaya dan sejumlah tabuh atau larangan
dalam pemberian makanan anak, remaja dan ibu hamil serta menyusui sering kali
membatasi konsumsi makanan yang berpotensi sebagai sumber vitamin A yang
baik. Namun demikian, kurangnya komsumsi yang kaya akan vitamin A bukan
berarti ketersediaan makanan tersebut dalam sebuah rumah tangga juga mengalami
kekurangan. Bagaimana anak-anak mengkomsumsi makanan dan dengan siapa
anak-anak itu makan, dapat memperngaruhi resikonya untuk terkena defisiensi
vitamin A. Sejumlah penelitian egnoghrafi secara rinci dilaksanakan oleh kelompok
Johns Hopkins University dan lainnya memperlihatkan bahwa anak-anak desa di
Nepal memiliki peluang dua kali lebih besar untuk mengkomsumsi sayuran, buah,
kacang-kacangan, daging atau ikan serta produk susu ketika mereka makan
bersama keluarga dibandingkan ketika mereka makan sendiri. Ironisnya, hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa pola kaum ibu memastikan kecukupan makanan
bagi anak-anak mereka pada sebagian budaya dapat menjadi factor
predisposisi untuk terjadinya difisiensi vitamin A pada ibu sendiri. Sebagai
contoh, para ibu hamil di Nepal yang menderita buta senja ternyata mengalami
penurunan peluang sepenuhnya untuk mengkomsumsi makanan yang kaya akan
vitamin A, khususnya selama musim kemarau yang kering akan langka panga.
Di Indonesia, ketika terjadi krisis ekonomi, para ibu telah mengorbankan asupan
telur mereka demi memenuhi kebutuhan gizi anak-anaknya.
Pola Penyakit
Keterkaitan antara penyakit infeksi dan status vitamin A merupakan persoalan
kompleks yang telah ditinjau secara luas. Difisiensi vitamin A akan
meningkatkan risiko morbiditas penyakit infeksi dan sebaliknya, penyakit infeksi
merupakan predisposisi terjadinya difisiensi vitamin A. Beberapa jenis infekssi seperti
diare, infeksi pernafasan, dan campak akan disertai bentuk tertentu difisiensi vitamin
A yang dapat berupa penurunan kadar retinol serum atau peningkatan resiko
xeroktalmia. Selanjutnya, frekuensi, durasi, dan intensitas penyakit infeksi secara
langsung atau tidak langsung turut meningkatkan keretangan terhadap keadaan
difisiensi vtamin A.
Kondisi sosioekonomi
Dalam pengertian kesehatan masyarakat. Kemiskinan terutama terjadi
penyebab defisiensi vitamin, sekalipun tidak selalu demikian,. Pada
umumnya, defisiensi vitamin A ditemukan terutama di negara-negara yang
perekonomiannya relatif miskin. Sejumlah penelitaian memperlihatkan bahwa
keluarga di negara-negara yang perekonomiannya relatif memiliki lahan yang lebih
sempit, kondisi perumahan yang lebih buruk, hewan peliharaan yang lebih sedikit,
dan kemampuan ekonomi yang lebih rendah (diukur berdasarkan lebih sedikitnya
barang yang dimiliki seperti radio, arloji, atau sepeda). Meskipun indikator status
sosioekonomi yang rendah ditemukan (di Bangladesh) berkaitan dengan risiko
xeroftalmia yang 1,5-2,3 kali lebih tnggi, namun karakteristik ini tidak selalu dengan
sendirinya meramalkan kejadian xeroftalmia. Tingkat pendidikan yang rendah pada
ayah atau ibu dalam keadaan ini dapat dibedakan, merupakan faktor risiko yang lain.
Pengelompokan
Kejadian defisiensi vitamin A cenderung mengelompok (clustering) ketinbang
tersebar secara rata. data dari berbagai negara menunjukkan bahwa tanda-tanda klinis
defisiensi mengelompok i dalam provinsi atau Kabupaten, Kecamatan, Desa dan
bahkan rumah tangga. Memperlihatkan pengelompokan defisiensi vitami A
berdasrkan distrik di Bangladesh. Pengelompokkan di dalam negara pada dasarnya
berhubungan denga faktor ekologi serta budaya yang semakin diperparah oleh
infrastruktur yang tidak dibangun dengan baik, dan pengelompokkan di dalam rumah
tangga serta masyarakat terjadikarena praktik-praktik serta lingkungan yang tidak
kondusif bagi pola makan dankesehatan yang memadai. Bukti menunjukkan bahwa
besaran pengelompokkan didalam rumah tangga jauh melebihi didalam desa, dan
bahwa faktor rumah tangga inilah yang menjelaskan banyak tentang pengelompokkan
ini ketimbang penyakit infeksi. Identifikasi kelompom-kelompok defisiensi vitamin
A dapat memfasilitasi implementasi program intervensi dan jika seorang anak
ditemukan dengan xeroftalmia, saudara kandungnya harus ditangani sebagai kasus
suspect defisiensi vitamin A pula.
Penyebab lain KVA pada balita dikarenakan kurang makan sayuran dan buah-
buahan berwarna serta kurang makanan lain sumber vitamin A seperti : daun
singkong, bayam, tomat, kangkung, daun ubi jalar, wortel, daun pepaya, kecipir, daun
sawi hijau, buncis, daun katu, pepaya, mangga, jeruk, jambu biji, telur ikan dan hati.
Akibatnya menurun daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit (Depkes RI, 2005).
I. Sumber Vitamin A
Pada umumnya kecukupan Vitamin A pada orang dewasa didapat dari
makanan yang di konsumsi setiap hari. Demikian juga bagi anak anak selain didapat dari
makanan juga dari suplemen Vitamin A. sedangkan bagi bayi yang berumur kurang dari
6 bulan kebutuhan Vitamin A diperoleh dari Air Susu Ibu (Sugiarno. 2010). ASI tetap
menjadi sumber yang penting dari vitamin A dan karoten (zat gizi yang banyak terdapat
secara alami dalam buah-buahan dan sayur-sayuran). Karoten dapat membantu sistem
kekebalan tubuh. Hati, telur, dan keju merupakan sumber-sumber vitamin A yang baik.
Vitamin A juga terdapat dalam beta-karoten serta karotenoid lainnya. Tubuh manusia
dapat mensintesa vitamin A dari karoten atau pro vitamin A yang terdapat di sayuran dan
buah-buahan yang berwarna, seperti wortel, tomat, apel, semangka, dan sebagainya.
(Dinkes Jateng, 2007)
Kadar Vitamin A dalam air susu sangat dipengaruhi oleh jumlah dan jenis
makanan yang dikonsumsi selama menyusui. Untuk itu bagi ibu nifas dianjurkan banyak
mengkonsumsi sayuran terumata yang banyak mengandung Vitamin A. (Sugiarno. 2010)
Vitamin A sangat penting bagi kesehatan kulit, kelenjar, serta fungsi mata. Sekalipun
pada waktu lahir bayi memiliki simpanan vitamin A, Vitamin A adalah salah satu zat gizi
esensial yang tidak bisa diproduksi sendiri oleh tubuh manusia. Untuk memperolehnya
harus diambil dari sumber diluar tubuh terutama dari sumber alam, seperti bahan sereal,
umbi, biji-bijian, sayuran, buah-buahan, hewani dan bahan-bahan olahan lainnya.(Desi &
Dwi, 2009)
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Vitamin A adalah salah satu zat gizi dan golongan vitamin yang sangat diperlukan
oleh tubuh yang berguna untuk kesehatan mata (agar dapat melihat dengan baik)
dan untuk kesehatan tubuh (meningkatkan daya tahan tubuh untuk melawan
penyakit, khususnya diare dan penyakit infeksi)
2. Kekurangan Vitamin A (KVA) adalah penyakit yang
disebabkan oleh kurangnya asupan vitamin A yang memadai. Hal
ini dapatmenyebabkan rabun senja,
Xeroftalmia dan jika kekurangan berlangsung parah danberkepanjangan akan meng
akibatkan keratomalasia.
3. Selain berfungsi pada sistem penglihatan, diferensiasi sel, pertumbuhan dan
perkembangan, reproduksi, dan pencegahan kanker, vitamin A juga berfungsi
dalam sistem kekebalan (anti infeksi).
4. Faktor risiko kekurangan vitamin A adalah usia, gender, status fisiologis, diet, pola
penyakit, kondisi sosialekonomi, dan pengelompokan.
5. Arisman (2002) menyatakan bahwa KVA bisa timbul karena menurunnya
cadangan vitamin A pada hati dan organ-organ tubuh lain serta menurunnya kadar
serum vitamin A dibawah garis yang diperlukan untuk mensuplai kebutuhan
metabolik bagi mata.
6. KVA bisa timbul karena menurunnya cadangan vitamin A pada hati dan organ-
organ tubuh lain serta menurunnya kadar serum vitamin A dibawah garis yang
diperlukan untuk mensuplai kebutuhan metabolik bagi mata. Gejala klinis KVA
pada mata menurut klasifikasi WHO sebagai berikut :
a. Buta senja = XN.
b. Xerosis konjunctiva = XI A.
c. Xerosis konjunctiva dan bercak bitot = XI B.
d. Xerosis kornea = X2.
e. Keratomalasia dan Ulcus Kornea = X3 A ; X3 B.
f. Xeroftalmia Scar (XS) = jaringan parut kornea.
g. Xeroftalmia Fundus (XF).
7. Kekurangan vitamin A menyebabkan mata tak dapat menyesuaikan diri terhadap
perubahan cahaya yang masuk dalam retina. Sebagai konsekuensi awal terjadilah
rabun senja, yaitu mata sulit melihat kala senja atau dapat juga terjadi saat
memasuki ruangan gelap. Bila kekurangan vitamin A berkelanjutan maka anak
akan mengalami xerophtalmia yang mengakibatkan kebutaan.
8. Upaya meningkatkan konsumsi bahan makanan sumber vitamin A melalui proses
Komunikasi Informasi Edukasi (KIE) merupakan upaya yang paling aman. Namun
disadari bahwa penyuluhan tidak akan segera memberikan dampak nyata. Selain
itu kegiatan konsumsi kapsul vitamin A masih bersifat rintisan. Oleh sebab itu
penanggulangan KVA saat ini masih bertumpu pada pemberian kapsul vitamin A
dosis tinggi.
9. Hati, telur, dan keju merupakan sumber-sumber vitamin A yang baik. Vitamin A
juga terdapat dalam beta-karoten serta karotenoid lainnya. Tubuh manusia dapat
mensintesa vitamin A dari karoten atau pro vitamin A yang terdapat di sayuran dan
buah-buahan yang berwarna, seperti wortel, tomat, apel, semangka, dan
sebagainya.
10. Halati (2006) menyatakan bahwa angka kecukupan gizi (AKG) anak balita sekitar
350 Retinol Ekuivalen (RE). Angka ini dihitung dari kandungan vitamin A dalam
makanan nabati atau hewani yang dikonsumsi.
B. Saran
Timbulnya berbagai penyakit akibat kekurangan vitamin A karena kurangnya perhatian
terhadap kesehatan masing-masing individu dan keluarga. Maka untuk mencegah
ataupun menanggulangi terjadinya peningakatan kekurangan vitamin A,
penulis menyarankan untuk lebih banyak mengomsumsi buah-buahan, biji-
bijian, sayur-sayuran dan juga hewani yang banyak mengandung vitamin A. Dengan
demikian, akan mengurangi resiko terjadinya penyakit akibat kekurangan Vitamin A.
DAFTAR PUSTAKA
Desi dan Dwi 2009. Gizi dalam Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta. Nuha Medika.
Departemen Kesehatan RI, Konsumsi Kapsul Vitamin A pada Ibu Nifas.
Maryam,Siti dkk (2010). Asuhan Keperawatan pada Lansia. Trans Info Medika, Jakarta.
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, Semarang. Dinas Kesehatan Pemerintah Provinsi
Jawa Tengah 2007.
http://srimurny.blogspot.com/2011/04/kekurangan-vitamin-kva.html
http://muhsinrijal.blogspot.com/2013/09/makalah-kurang-vitamin-kva.html
http://kesehatan.kompasiana.com/makanan/2012/06/11/all-about-kva-kurang-vitamin-a-
468998.html
http://titamenawati.blogspot.com/2013/08/kekurangan-vitamin-kva_26.html
http://misnakesling.blogspot.com/2013/02/kekurangan-vitamin-
kva.htmlhttp://www.depkes.go.id/index.php?vw=2&id=2136